Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN KASUS

BAYI PEREMPUAN DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN,


BRONKOPNEUMONIA, DAN GIZI KURANG

Pembimbing :
dr. Raden Setiyadi, Sp.A

Disusun oleh:
Sri Mielda Nurliani Dewi
030.14.180

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH
PERIODE 10 DESEMBER 2018 – 16 FEBRUARI 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
TEGAL,06 Februari 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi laporan kasus dengan judul:


‘BAYI PEREMPUAN DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN,
BRONKOPNEUMONIA, DAN GIZI KURANG’

Penyusun:
Sri Mielda Nurliani Dewi
030.14.180

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing dr. Raden Setiyadi, Sp.A, sebagai
syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di
RSU Kardinah Kota Tegal Periode 10 Desember 2018– 16 Februari 2019

Tegal, 06 Februari 2019

dr. Raden Setiyadi, Sp.A


BAB I

STATUS PASIEN

STATUS PASIEN LAPORAN KASUS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL

Nama : Sri Mielda Nurliani Dewi Pembimbing : dr. Raden Setiyadi, Sp.A

NIM : 030.14.180 Tanda tangan :

1. IDENTITAS PASIEN

DATA PASIEN AYAH IBU


Nama An. M Tn. M Ny. I
Umur 3 bulan 34 32
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan
Alamat Kabigayan RT 02/01, Talang, Tegal
Agama Islam Islam Islam
Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa
Pendidikan - SMP SD
Pekerjaan - Buruh Ibu Rumah Tangga
Penghasilan Rp.5.000.000/bulan
Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung
Asuransi BPJS PBI
No. RM 99742
2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis terhadap orang tua pasien pada
tanggal 24 Januari 2019 jam 13.00 WIB, di ruang Picu RSU Kardinah Tegal.

 Keluhan Utama : sesak nafas sejak 1 minggu SMRS


 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Kardinah pada hari Jumat tanggal 4 Januari 2019
pukul 17.55 bersama orang tuanya dengan keluhan sesak nafas sejak 1 minggu
SMRS.
Batuk sejak kurang lebih 3 minggu, hidung mampet, berdahak kadang hijau
atau putih. Tidak demam. Setelah 2 minggu pertama batuk berobat ke klinik dan
dikatakan sakit Bronkitis, setelah itu muncul jantung berdebar-debar, setelah obat
habis lalu periksa ke dokter spesialis anak dan dikatakan sakit sesak dan sakit
jantung bawaan, diberikan obat namun ibu mengaku bahwa untuk obat jantungnya
tidak pernah di minumkan hanya obat batuknya.
Satu minggu sebelum masuk rumah sakit pasien sesak terus menerus, tidak
dipengaruhi cuaca, tidak membaik dengan perubahan posisi, dan sesak semakin
memberat sehingga tidak bisa tidur namun sesak tidak sampai membuat badan
anak tampak biru. Anak mulai tidak mau menetek sejak kemarin malam sebelum
masuk rumah sakit.
Keluhan demam, bab cair , kontak dengan tb disangkal.

 Riwayat penyakit dahulu


Orangtua pasien mengatakan belum pernah mengalami kondisi yang seperti
ini sebelumnya, belum pernah sakit hingga di rawat.
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)
Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)
DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)
Ootitis (-) Morbili (-) TBC (-)
Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain: (-)
Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita: tidak ada riwayat penyakit lain
yang pernah diderita pasien
 Riwayat Pengobatan
Pasien sudah berobat ke dokter klinik dan dokter speasilis anak untuk keluhan
ini namun orang tua pasien mengatakan tidak ada perbaikan namun semakin
memberat, dan orang tua pasien lupa nama obat yang telah diberikan.

 Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


Orang tua pasien mengatakan dikeluarga atau dua saudara dari pasien tidak
ada yang mengalami hal serupa. Riwayat penyakit keganasan, darah tinggi, kencing
manis, asma, penyakit jantung dan paru dalam keluarga disangkal.
 Corak Reproduksi Ibu
Ibu P3A1, anak pertama berjenis kelamin laki-laki, berusia 6,5 tahun, hidup dan
sehat. Anak kedua berjenis kelamin laki-laki, berusia 3 tahun, dan anak ketiga adalah
pasien berjenis kelamin perempuan.
Tanggal lahir Lahir Mati Keterangan
No Jenis kelamin Hidup Abortus
(umur) mati (sebab) kesehatan
1. - - - - + -
2. 10 tahun Laki-laki Ya - - - Sehat
3 3 tahun Laki-laki Ya - - - Sehat
4. 3 bulan Perempuan Ya - - - Pasien

 Riwayat Keluarga Berencana


Ibu pasien mengaku saat ini tidak menggunakan KB
 Riwayat pernikahan
Ayah Ibu
Nama Tn. M Ny.I
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 34 tahun 32 tahun
Pendidikan terakhir SMP SD
Suku Jawa Jawa
Agama Islam Islam
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
Kesan : tidak ada riwayat penyakit dalam keluarga
 Riwayat Lingkungan Perumahan
Pasien tinggal di rumah sendiri. Rumah tersebut berukuran ± 10 x 12m,
memiliki 2 kamar tidur dengan 1 kamar mandi dan 1 dapur, beratap genteng, berlantai
kayu, berdinding kayu, memiliki jendela 2 dan hanya 1 pintu. Di rumah tersebut
tinggal yang terdiri dari ayah pasien , ibu pasien, dan dua orang anak saudara pasien.
Rumah rajin dibersihkan setiap hari dari mulai disapu sampai membersihkan debu-
debu ruangan. Cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah, lampu tidak dinyalakan
pada siang hari. Jarak septic tank dengan wc ± 10 m.
Kesan: Keadaan lingkungan rumah, sanitasi, pencahayaan dan ventilasi baik.

 Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah pasien berprofesi sebagai buruh ± Rp 5.000.000,- per bulan. Ibu pasien
berprofesi sebagai IRT. Penghasilan tersebut menanggung hidup 5 orang yaitu ayah
pasien, ibu pasien, pasien, dan dua saudara pasien.
Kesan: Riwayat sosial ekonomi cukup

 Riwayat Kehamilan, Pemeriksaan Prenatal, dan Kelahiran


Hipertensi saat hamil (-), diabetes melitus (-),
penyakit jantung (-), penyakit paru (-), anemia (-),
Morbiditas kehamilan merokok(-), infeksi (-), minum alkohol (-),
perdarahan (-), selama kehamilan mengalami
demam (-)
Selama kehamilan ibu pasien rutin kontrol satu
kali setiap bulan sampai menjelang masa
Kehamilan
persalinan ke puskesmas. Riwayat imunisasi TT
satu kali, tidak pernah melakukan USG, konsumsi
Perawatan antenatal suplemen selama kehamilan, riwayat minum obat
tanpa resep dokter dan jamu selama hamil,
merokok, konsumsi alkohol, demam selama
hamil, sesak, atau penyakit lain selama kehamilan
disangkal.
Tempat persalinan Puskesmas
Kelahiran
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Spontan Pervaginam
Masa gestasi 37 minggu 2 hari
Berat lahir : 2700 gr
Panjang lahir: 52cm
Lingkar kepala : (orangtua pasien tidak ingat)
Keadaan lahir : langsung menangis kuat,tidak
Keadaan bayi
pucat dan tidak biru
Kemerahan: (+)
Nilai APGAR: (orangtua tidak tahu)
Kelainan bawaan: (-)
Suntik vit K Ibu pasien tidak tahu

Kesan : Riwayat perawatan antenatal cukup baik


Neonatus aterm, lahir spontan, bayi dalam keadaan bugar.

 Riwayat Pemeliharaan Postnatal


Pemeliharaan setelah kelahiran di dokter ataupun bidan tidak pernah
dilakukan.

 Riwayat Imunisasi
b u l a n t a h u n
vaksin 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 12 18 24 3 5 6 7 8 9 10 12 18

Hep B * *
Polio * *
BCG *
DPT * *
Hib

PCV

Rtavirus

Influenz

Campak
MMR/MR

Tifoid
Hep A

Varisela

HPV

Dengue

Kesan: Imunisasi dasar pasien lengkap sesuai dengan umur

 Riwayat nutrisi

Umur (bulan) ASI/PASI Buah/ Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

0–2 ASI - - -
2–4 ASI - - -
4–6 - - - -
6–8 - - - -
8 – 10 - - - -
10-12 - - - -
Kesan: Pasien mendapatkan ASI ekslusif

 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


o Pertumbuhan :
Berat badan lahir anak 2700 gram dan panjang badan 52cm. Berat badan sekarang
4,4kg dengan panjang badan sekarang 59 cm.
o Perkembangan :
Pasie sekarang berumur tiga bulan dan pasien bisa tengkurap
Kesan: perkembangan sesuai dengan usia, namun pertumbuhan lost of growth
 Silsilah Keluarga

= Laki-laki
= Perempuan
= Ayah pasien
= Ibu pasien
= Pasien

3. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 24 Januari 2019, pukul 14.00 di PICU
RSUD Kardinah Tegal
I. Keadaan Umum
Pasien tampak sakit sedang
Menangis : (+) Kejang : (-)
Gerak : (+) aktif Pucat : (-)
Sesak : (+) Sianosis : (-)
Demam : (-)

II. Tanda Vital


Tekanan darah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : 132 x/menit reguler
Laju nafas : 42 x/menit reguler
Suhu : 36, 8oC, Axilla
III. Data Antropometri
Berat badan sekarang : 4,4 kg
Panjang badan sekarang : 59 cm
Lingkar kepala : 38 cm

IV. Status Generalis


. Kepala: normocephali, lingkar kepala 38 cm
 Rambut: Hitam, terdistribusi rata, tidak mudah dicabut.
 Wajah : Simetris, tidak tampak kelainan dismorfik
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),mata cekung (-/-),
air mata (+/+)
 Hidung : Bentuk normal, simetris, deformitas (-), septum deviasi (-),
sekret (-/-), pernafasan cuping hidung (-)
 Telinga : Normotia, discharge (-/-)
 Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), pucat (-), stomatitis (-),
mukosa hiperemis (-), saliva (+), labioschizis (-), palatochizis (-)
ii. Leher: Simetris, kelenjar getah bening tidak membesar.
iii.Toraks: Dinding toraks normotoraks dan simetris.
o Paru:
 Inspeksi: Bentuk dada simetris kanan-kiri, Pergerakan dinding
toraks kiri-kanan simetris, retraksi (-), tidak ada hemithorax yang
tertinggal.
 Palpasi: Simetris tidak ada hemithoraks yang tertinggal
 Perkusi: Tidak dilakukan
 Auskultasi:Suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-).
o Jantung:
 Inspeksi: Iktus kordis tidak tampak
 Palpasi: Iktus kordis teraba di ICS IV midklavikula sinistra, thrill
di ICS II-III linea sternalis sinistra.
 Perkusi: Tidak dilakukan
 Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (+) pansistolik
ICS II-III linea sternalis sinistra, derajat bising 4/6, menjalar
kesepanjang tepi sternum kiri, gallop (-).
iv. Abdomen:
 Inspeksi: Tampak buncit, simetris
 Auskultasi: Bising usus (+)
 Palpasi: Supel, distensi (-), turgor kembali < 2 detik, hepar dan lien tidak
teraba
 Perkusi: Timpani pada empat kuadran
v. Genitalia: Jenis kelamin perempuan
vi. Anorektal : Anus (+)
vii. Kulit : warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, ruam (-),
ptekie(-)
viii. Ekstremitas:
Keempat ekstremitas lengkap, simetris
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
CRT <2” <2”
Oedem -/- -/-
Tonus Otot Normotonus Normotonus
V. Pemeriksaan Khusus
Lingkar Kepala (Kurva Nellhaus)

Lingkar kepala : 38 cm
Kesan: normosefali

Pemeriksaan Status Gizi (WHO)

Kesan : perawakan normal sesuai umur


Kesan : berat badan menurut umur kurang

Kesan : Status gizi kuran


4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium
19/01/19 21/01/19 27/01/19 Nilai Rujukan

CBC

Hemoglobin 8,4(L) 9,5(L) 11.4 10,1-12,9 g/dl

Lekosit 22,7(H) 16,9 23.7(H) 6,0-17,5 103/µl

Hematokrit 24,4(L) 28,7 33.3 28-42%

Trombosit 291 323 443 229-553 103/µl

Eritrosit 3,0(L) 3,5 4,1 3,2-5,2 106/µl

RDW 14,6(H) 14,2 13,4 11,5-14,5%

MCV 82,2 83,2 81,8 73-109 U

MCH 28,3 27,5 28,0 21-33 Pcg

MCHC 34,4(H) 33,1(H) 34,2(H) 28-32 g/dl

Netrofil 60,9(H) 25-60 %

Limfosit 33,7 25-50 %

Monosit 4,6 1-6 %

Eosinofil 0 1-5

Basofil 0,4 0-1

CRP +12 Negatif


Radiologi

Infitrate paracardial (+), Silhoute signifikan (+),COR Ctr <0,56


Kesan : Broncopneumonia
Echocardiografi

- Situs solitas
- AV-VA concerdance
- All PV to LA
- LAS intak
- LVS : VSD diameter 6 mm L - R shunt
- PDA –
- Katup : MR mild
Kesan: VSD diameter 5-6mm L-R shunt
5. RESUME

Pasien datang ke IGD RSUD Kardinah pada hari Jumat tanggal 4 Januari 2019
pukul 17.55 bersama orang tuanya dengan keluhan sesak nafas sejak 1 minggu
SMRS. Sebelumnya 2 minggu pertama batuk berdahak kadang hijau/putih tidak
demam, berobat ke klinik dan dikatakan sakit Bronkitis, setelah itu muncul
jantung berdebar-debar, setelah obat habis lalu periksa ke dokter spesialis anak
dan dikatakan sakit sesak dan sakit jantung bawaan, diberikan obat namun ibu
mengaku bahwa untuk obat jantungnya tidak pernah di minumkan hanya obat
batuknya. Satu minggu sebelum masuk rumah sakit pasien sesak terus menerus,
tidak dipengaruhi cuaca, tidak membaik dengan perubahan posisi, dan sesak
semakin memberat sehingga tidak bisa tidur namun sesak tidak sampai membuat
badan anak tampak biru. Anak mulai tidak mau menetek sejak satu hari sebelum
masuk rumah sakit.
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 24 Januari 2019, didapatkan
keadaan anak menangis, gerak aktif dan tampak sesak. Nadi 132 x/menit reguler,
kuat, isi cukup, RR 42 x/menit reguler, suhu 36,8oC, Axilla. Pada pemeriksaan
status generalis, jantung didapatkan Murmur pansistolik ICS II-III linea sternalis
sinistra, derajat bising 4/6, menjalar kesepanjang tepi sternum kiri, kesan status
gizi kurang, lingkar kepala kesan normosefali. Pemeriksaan penunjang, hasil
darah rutin anemia, leukositosis, dan netrofilia. Hasil pemeriksaan radiologi
memberikan kesan broncopneumonia dan hasil echocardiografi memberikan
kesan VSD dengan diameter 5-6mm L-Rshunt.

6. DAFTAR MASALAH
 Sesak nafas
 Batuk berdahak kadang hijau / putih
 Pilek
 Tidak mau menetek
 Murmur pansistolik ICS II-III linea sternalis sinistra, derajat bising 4/6, menjalar
kesepanjang tepi sternum kiri.
 Anemia (Hb 8,4 g/dl)
 Leukositosis (22,7103/µl)
 Netrofilia (60,9%)
 Status gizi kurang
 Radiologi kesan broncopneumonia
 Echocardiografi kesan VSD diameter 5-6mm L-R shunt

7. DIAGNOSIS BANDING
Sesak nafas, Batuk  Bronko pneumonia
berdahak  Bronkiolitis
hijau/putih, pilek  Bronkhitis

Sesak nafas, tidak  PJB ASIANOTIK


mau menetek, - VSD
bising jantung(+) - ASD
- PDA
 PJB SIANOTIK
- TOF
- TGA
Status Gizi  Baik
 Kurang
 Buruk

8. DIAGNOSIS KERJA
 PJB asianotik (VSD)
 Broncopneumonia
 Status gizi kurang

9. PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa
- Rawat inap untuk monitoring gejala
- Monitor KU, TV, TD
- Edukasi orang tua mengenai penyaakit pasien
b. Medikamentosa
 IVFD KAEN 1B+KCL 8cc/jam
 Inj meropenem 3x150mg
 P.O :
Captopril 2 x 2mg
Digoxin 2 x 0,04mg
Lasix 2 x 2mg
Ferriz 1 x 0,6
L-Bio 1x1
10. PROGNOSIS
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Quo ad sanationam : dubia ad malam
 Quo ad fungsionam : dubia ad malam
PERJALANAN PENYAKIT

19 Januari 2019 pukul 10.15 20 Januari 2019 pkl. 08.00


Tgl Hari Perawatan ke-1 (IGD) Hari Perawatan ke-2 (PICU)

S Usia 3 bulan. Dating dengan keluhan Menangis , tampak sesak nafas dan batuk.
sesak sejak 1 minggu dan batuk sudah Tampak pucat.
1 bulan dan mulai tidak mau menetek.

KU : sesak, menangis (+) KU : sadar , tampak lemah, sianosis (-)


Terpasang NGT, Terpasang DC
O TTV :
HR 158x/m, RR 42x/m , TTV :
S 37,50C, SpO2 96% HR 150x/m, RR 39x/m,
S 37,0 0C, SpO2 95 %
St. generalis :
 Kepala dan mata : St. generalis :
normosefal, CA (+/+), SI (-/-)  Kepala dan mata :
 Hidung : normosefal, CA (+/+), SI (-/-)
nafas cuping hidung (+/+)  Hidung :
 Thorax : nafas cuping hidung (+/+)
 Thorax :
SNV (+/+), Rh (+/+), Wh (-/-), S1S2
reg, m (+) sistolik, g (-) SNV (+/+), Rh (+/+), Wh (-/-), S1S2 reg,
 Abd : m (+) sistolik, g (-)
 Abd :
supel, BU (+), distensi (-), turgor baik
 Eks : supel, BU (+), distensi (-), turgor baik
AH +/+, CRT <2”  Eks :
AH +/+, CRT <2”
Hb 8,4g/dl Hb 8,4g/dl
A  Observasi dyspnea dd PJB,  Susp PJB asianotik
bronkiolitis  BRPN

P Konsul DPJP, instruksi:  O2 sungkup 6 l/m


 O2 nasal kanul 3 l/m  IVFD KAEN 1B + KCL 2
 IVFD KAEN 1B + KCL 2 meg/kgBB/hari  IVFD KAEN 1B
meg/kgBB/hari  IVFD + KCL 3% 10cc  16cc/jam
KAEN 1B + KCL 3% 10cc   Transfusi PRC 10cc/kgBB selama 4
16cc/jam jam
 Transfusi PRC 10cc/kgBB  Inj. Meropenem 150mg/8jam
selama 4 jam  Inj lasix 2mg / 8 jam iv
 Inj. Meropenem 150mg/8jam
 Inj lasix 2mg / 8 jam iv
 Po:  Po:
-Captopril 2 mg/12jam -Captopril 2 mg/12jam
-Digoxin 0,04 mg  8 jam -Digoxin 0,04 mg /12jam
kemudian 0,04mg 12 jam - program : Cek DR post transfusi
kemudian 0,04mg
- Program : foto thorax, rawat
PICU

20 Januari 2019 pukul 09.15


Hari Perawatan ke-2 (PICU)

Transfusi prc 10cc/kgbb selama 4 jsm

21 Januari 2019 pukul 09.15 22 Januari 2019 pkl. 08.00


Tgl Hari Perawatan ke-3 (PICU) Hari Perawatan ke-4 (PICU)

S Batuk sudah mulai jarang Batuk sudah jarang, berdahak


Sesak sedikit berkurang Sesak sudah berkurang
Demam(-) BAB cair 1 kali, ampas (+), lender(-),
BAB cair 1 kali. Ampas (+), lender (-), darah(-)
darah(-), kuning Demam(-)
Menetek(+)
KU : sadar , tampak lemah, sianosis (-) KU : sadar , tampak lemah, sianosis (-)
Terpasang NGT, Terpasang DC Terpasang NGT, Terpasang DC
O
TTV : TTV :
HR 127x/m, RR 38x/m , HR 127x/m, RR 38x/m,
S 36,70C, SpO2 96% S 36,6 0C, SpO2 98 %

St. generalis : St. generalis :


 Kepala dan mata :  Kepala dan mata :
normosefal, CA (-/-), SI (-/-) normosefal, CA (-/-), SI (-/-)
 Hidung :  Hidung :
nafas cuping hidung (-/-) nafas cuping hidung (-/-)
 Thorax :  Thorax :
SNV (+/+), Rh (+/+) basal halus, Wh SNV (+/+), Rh (+/+) basal halus, Wh (-/-
(-/-), S1S2 reg, m (+) sistolik, g (-) ), S1S2 reg, m (+) sistolik grade 3/6, g (-)
 Abd :  Abd :
supel, BU (+), distensi (-), turgor baik supel, BU (+), distensi (-), turgor baik
 Eks :  Eks :
AH +/+, CRT <2” AH +/+, CRT <2”
Hb : 9,5g/dl Hb :9,5g/dl
A  PJB susp VSD  PJB asianotik susp. VSD
 Bronkopneumonia
 Bronkopneumonia
 Anemia post transfuse
 Anemia  Gizi kurang
P  O2 sungkup 6 l/m  O2 nasal 3 l/m
 IVFD KAEN 1B + KCL  IVFD KAEN 1B + KCL 8cc/500
8cc/500  12cc/jam  12cc/jam
 Inj. Meropenem 150mg/8jam  Inj. Meropenem 150mg/8jam
 Inj lasix 2mg / 8 jam  Inj lasix 2mg / 8 jam
 Po:  Po:
-Captopril 2 mg/12jam -Captopril 2 mg/12jam
-Digoxin 0,04 mg /12jam -Digoxin 0,04 mg/ 12jam
Diet ASI 8 x 90cc -ferriz drop 1 x 0,6ml
-
Program : echocardiografi
23 Januari 2019 pukul 09.00 24 Januari 2019 pkl. 08.00
Tgl Hari Perawatan ke-5 (PICU) Hari Perawatan ke-6 (PICU)

S Batuk jarang-jarang Batuk sudah jarang, berdahak


Sesak sudah jauh berkurang Sesak sudah berkurang
Demam(-) BAB cair 1 kali, ampas (+), lender(-),
BAB cair (-) darah(-)
Demam (-) Demam(-)
Menetek (+) Menetek(+)
KU : sadar , sianosis (-) KU : sadar , tampak lemah, sianosis (-)
Terpasang DC Terpasang DC
O
TTV : TTV :
HR 115x/m, RR 36x/m , HR 127x/m, RR 38x/m,
S 36,50C, SpO2 99% S 36,6 0C, SpO2 98 %

St. generalis : St. generalis :


 Kepala dan mata :  Kepala dan mata :
normosefal, CA (-/-), SI (-/-) normosefal, CA (-/-), SI (-/-)
 Hidung :  Hidung :
nafas cuping hidung (-/-) nafas cuping hidung (-/-)
 Thorax :  Thorax :
SNV (+/+), Rh (+/+) basal halus < SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), S1S2 reg, m
, Wh (-/-), S1S2 reg, m (+) sistolik (+) sistolik grade 3/6, g (-)
grade 3/6, g (-)  Abd :
 Abd : supel, BU (+), distensi (-), turgor baik
supel, BU (+), distensi (-), turgor baik  Eks :
 Eks : AH +/+, CRT <2”
AH +/+, CRT <2” Hb :9,5 g/dl
Hb :9,5g/dl Echocardiografi : VSD 5-6mm
A  PJB susp VSD  PJB asianotik VSD 5-6mm
 Bronkopneumonia  Bronkopneumonia
 Anemia  Anemia
 Gizi kurang
 Gizi kurang
P  O2 nasal 3 l/m  O2 intermiten
 IVFD KAEN 1B + KCL  IVFD KAEN 1B + KCL 8cc/500
8cc/500  10cc/jam  10cc/jam
 Inj. Meropenem 150mg/8jam  Inj. Meropenem 150mg/8jam
 Po:  Po:
-Captopril 2 mg/12jam -Captopril 2 mg/12jam
-Digoxin 0,04 mg/ 12jam -Digoxin 0,04 mg/ 12jam
-lasix 2 mg/12jam -lasix 2mg/12jam
-ferriz drop 1 x 0,6ml -ferriz drop 1 x 0,6ml
25 Januari 2019 pukul 09.00 26 Januari 2019 pkl. 08.00
Tgl Hari Perawatan ke-7 (PICU) Hari Perawatan ke-8 (PICU)

S Batuk jarang Batuk sesekali


Sesak berkurang Sesak (-)
Demam(-) BAB cair 2 kali, ampas (+), lender(-),
BAB cair (+) 2 kali, ampas (+), darah(-)
lender(-), darah(-) Demam(-)
Demam (-) Menetek(+)
Menetek (+)
KU : sadar , sianosis (-) KU : sadar , sianosis (-)
Terpasang DC
O
TTV : TTV :
HR 128x/m, RR 33x/m , HR 139x/m, RR 32x/m,
S 36,60C, SpO2 98% S 36,4 0C, SpO2 99 %

St. generalis : St. generalis :


 Kepala dan mata :  Kepala dan mata :
normosefal, CA (-/-), SI (-/-) normosefal, CA (-/-), SI (-/-)
 Hidung :  Hidung :
nafas cuping hidung (-/-) nafas cuping hidung (-/-)
 Thorax :  Thorax :
SNV (+/+), Rh (-/-) , Wh (-/-), S1S2 SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), S1S2 reg,
reg, m (+) sistolik grade 3/6, g (-) m (+) sistolik grade 3/6, g (-)
 Abd :  Abd :
supel, BU (+), distensi (-), turgor baik supel, BU (+), distensi (-), turgor baik
 Eks :  Eks :
AH +/+, CRT <2” AH +/+, CRT <2”
Hb :9,5g/dl
A  PJB susp VSD  PJB asianotik VSD 5-6mm
 Bronkopneumonia  Bronkopneumonia
 Anemia  Anemia , post transfusi
 Gizi kurang
 Gizi kurang
P  O2 intermiten nasal  IVFD KAEN 1B + KCL 8cc/500
 IVFD KAEN 1B + KCL  10cc/jam
8cc/500  10cc/jam  Inj. Meropenem 150mg/8jam
 Inj. Meropenem 150mg/8jam  Po:
 Po: -Captopril 2 mg/12jam
-Captopril 2 mg/12jam -Digoxin 0,04 mg/ 12jam
-Digoxin 0,04 mg/ 12jam -lasix 2mg/12jam
-lasix 2 mg/12jam -ferriz drop 1 x 0,6ml
-ferriz drop 1 x 0,6ml Program : cek ulang DR
 Transfuse PRC 50cc /3jam Acc Pindah ruang

Minggu 27 Januari 2019 pukul09.00 Senin 28 Januari 2019 pkl. 09.00


Tgl Hari Perawatan ke-9 (PN) Hari Perawatan ke-10 (PN)

S Masih batuk Batuk namun jarang


Sesak (-) Sesak (-)
Demam(-) Demam(-)
BAB cair (-) Menetek kuat(+)
Demam (-)
Menetek kuat (+)
KU : sadar,tampak sakit ringan KU : sadar ,tampak sakit ringan,
sianosis (-) sianosis (-)
O
TTV :
HR 122x/m, RR 35x/m , TTV :
S 36,00C, SpO2 99% HR 110x/m, RR 33x/m,
S 37,0 0C, SpO2 99 %
St. generalis :
 Kepala dan mata : St. generalis :
normosefal, CA (-/-), SI (-/-)  Kepala dan mata :
 Hidung : normosefal, CA (-/-), SI (-/-)
nafas cuping hidung (-/-)  Hidung :
 Thorax : nafas cuping hidung (-/-)
SNV (+/+), Rh (-/-) , Wh (-/-), S1S2  Thorax :
reg, m (+) sistolik grade 3/6, g (-) SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), S1S2 reg,
 Abd : m (+) sistolik grade 3/6, g (-)
supel, BU (+), distensi (-), turgor baik  Abd :
 Eks : supel, BU (+), distensi (-), turgor baik
AH +/+, CRT <2”  Eks :
Hb :11,4 g/dl AH +/+, CRT <2”

A  PJB susp VSD  PJB asianotik VSD 5-6mm


 Bronkopneumonia  Bronkopneumonia
 Anemia  Anemia
 Gizi kurang
 Gizi kurang
P  IVFD KAEN 1B + KCL  IVFD KAEN 1B + KCL 8cc/500
8cc/500  10cc/jam  10cc/jam
 Inj. Meropenem 150mg/8jam  Inj. Meropenem 150mg/8jam (10)
 Po:  Po:
-Captopril 2 mg/12jam -Captopril 2 mg/12jam
-Digoxin 0,04 mg/ 12jam -Digoxin 0,04 mg/ 12jam
-lasix 2 mg/12jam -lasix 2mg/12jam
-ferriz drop 1 x 0,6ml -ferriz drop 1 x 0,6ml

Selasa 29 Januari 2019 pukul 13.00


Tgl Hari Perawatan ke-9 (PN)
S batuk
Sesak (-)
Demam(-)
BAB cair (-)
Demam (-)
Menetek kuat (+)
KU : sadar, sianosis (-)

O TTV :
HR 119x/m, RR 32x/m ,
S 36,80C, SpO2 99%

St. generalis :
 Kepala dan mata :
normosefal, CA (-/-), SI (-/-)
 Hidung :
nafas cuping hidung (-/-)
 Thorax :
SNV (+/+), Rh (-/-) , Wh (-/-), S1S2
reg, m (+) sistolik grade 3/6, g (-)
 Abd :
supel, BU (+), distensi (-), turgor baik
 Eks :
AH +/+, CRT <2
A  PJB susp VSD
 Bronkopneumonia
 Anemia
 Gizi kurang
P Acc pilang
 Po:
-Captopril 2 x 2 mg
-Digoxin 2 x 0,04 mg
-lasix 2 x 2 mg
-cefixime 2 x 20 mg
-ferriz drop 1 x 0,6ml
-Kcl 2 x 150 mg
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bronkopneumonia
2.1.1 Definisi
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada
parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai
alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Bronchopneumonia
adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai
dengan adanya bercak-bercak Infiltrat.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-
paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus,
jamur dan benda asing.
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:
1) Pneumonia lobaris
2) Pneumonia interstisial
3) Bronkopneumonia.

Gambar 1. Jenis-jenis pneumonia


2.1.2 Etiologi
Berbagai spesies bakteri, klamidia, riketsia, virus, fungi dan parasit dapat menjadi
penyebab.
Tabel 1. Etiologi Pneumonia anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju.
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir – 20 hari BAKTERI BAKTERI
E. coli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
VIRUS
Virus Sitomegalo
Virus Herpes simpleks
3 minggu – 3 bulan BAKTERI BAKTERI
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenzae tipe
B
VIRUS Moraxella catharalis
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainfluenza 1, 2, 3 VIRUS
Respitatory Syncytical Virus Virus Sitomegalo

4 bulan – 5 tahun BAKTERI BAKTERI


Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae tipe
B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis
VIRUS Staphylococcus aureus
Virus Adeno VIRUS
Virus Influenza Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Synncytial virus

5 tahun – remaja BAKTERI BAKTERI


Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
VIRUS
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial Virus
Virus Varisela-Zoster
Sumber: Said M. Pneumonia. Buku Ajar Respirologi Anak. Badan Penerbit IDAI.
Jakarta:Cetakan Kedua;350-365

2.1.3 Epidemiologi

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada
anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima
kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun
akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei
kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di
Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem repiratori, terutama pneumonia.
Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas
pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah:
pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat
imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya
prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi
udara (polusi industri atau asap rokok).

2.1.4 Klasifikasi

Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun


Pneumonia berat
 bila ada sesak napas
 harus dirawat dan diberikan antibiotic
Pneumonia
 bila tidak ada sesak napas
 ada napas cepat dengan laju napas
o > 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
o > 40 x/menit untuk anak > 1 – 5 tahun
 tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
Bukan pneumonia
 bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
 tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan
pengobatan simptomatis seperti penurun panas

2.1.5 Patogenesis

Proses patogenesis terkait dengan 3 faktor, yaitu imunitas host, mikroorganisme yang
menyerang, dan lingkungan yang berinteraksi. Cara terjadinya penularan berkaitan dengan
jenis kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus pneumonia,
melalui selang infus oleh Staphylococcus aureus, sedangkan infeksi pada pemakaian
ventilator oleh Enterobacter dan P. aeruginosa. Pada masa sekarang, terlihat perubahan pola
mikrorganisme adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan, penyakit
kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotic yang tidak tepat menimbulkan
perubahan karakteristik kuman. Dijumpai peningkatan pathogenesis kuman akibat adanya
berbagai mekanisme terutama oleh S. aureus, H. influenza dan Enterobacteriaceae serta
berbagai bakteri gram negative.
Patogen mikrobial dapat berasal dari flora orofaringeal termasuk S. pneumonia, S.
pyogens, M. pneumonia, H. influenza, Moraxalla catarrhalis. Kolonisasi bakteri ini meningi
merusak fibronektin, glikoprotein yang melapisi permukaan mukosa. Fibronektin merupakan
reseptor bagi flora normal gram positif orofaring. Hilangnya fibronektin menyebabkan
reseptor pada permukaan sel terpajan oleh bakteri gram negative. Sumber basil gram negative
dapat berasal dari lambung pasien sendiri atau alat respirasi yang tercemar.
Penyebaran hematogen ke seluruh paru biasanya dengan infeksi S. aureus dapat terjadi
pada pasien seperti pada keadaan penyalahgunaan obat melalui intravena, atau pada pasien
dengan infeksi akibat kateter intravena. Dua jalur penyebaran bakteri ke paru lainya adalah
melalui jalan inokulasi langsung sebagai akibat intubasi trakeaatau luka tusuk dada yang
berdekatan denga tempat infeksi yang berbatasan.
Usia merupakan predictor lain yang penting untuk meramalkan mikroorganisme
penyebab infeksi. Chlamidia trachomatis dan virus sisitial pernafasan sering terdapat pada
bayi berusia dibawah 6 bulan. H. influenza pada anak berusia antara 6 bulan sampai 5 tahun,
M. pneumonia dan C. pneumonia pada orang dewasa muda dan H. influenza serta M.
catarrhalis pada pasie lanjut usia dengan penyakit paru kronis. H. influenza juga lebih sering
didapatkan pada pasien perokok. Bakteri gram negative lebih sering pada pasien lansia.
Pseudomonas aeruginosa pada pasien bronkiektasis, terapi steroid, malnutrisi dan
imunisupresi disertai lekopeni.
Bakteri Streptococcus pneumoniae umumnya berada di nasopharing dan bersifat
asimptomatik pada kurang lebih 50% orang sehat. Adanya infeksi virus akan memudahkan
Streptococcus pneumoniae berikatan dengan reseptor sel epitel pernafasan. Jika
Streptococcus pneumoniae sampai di alveolus akan menginfeksi sel pneumatosit tipe II.
Selanjutnya Streptococcus pneumoniae akan mengadakan multiplikasi dan menyebabkan
invasi terhadap sel epitel alveolus. Streptococcus pneumoniae akan menyebar dari alveolus
ke alveolus melalui pori dari Kohn. Bakteri yang masuk kedalam alveolus menyebabkan
reaksi radang berupa edema dari seluruh alveolus disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN.
Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :
1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah
dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan
cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh
oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat
dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
3. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di
alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.
Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau
penyebaran langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan
akibat sekunder dari bakterimia atau viremia atau penyebaran dari infeksi intra
abdomen. Dalam keadaan normal mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah
steril. Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka
mikroorganisme dapat masuk, berkembang biak dan menimbulkan penyakit.
Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme :
 Filtrasi partikel di hidung
 Pencegahan aspirasi dengan system epiglottis
 Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
 Pembersihan kearah system oleh mukosiliar
 Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
 Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal
 Drainase melalui system limfatik.

2.1.6 Manifestasi klinis

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 390-400C dan mungkin disertai
kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal
disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya
tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana
pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering
menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau
kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
 Tanda vital : takipneu,
 Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), retraksi
 Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
 Perkusi : Sonor memendek sampai beda
 Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai ronki basah
gelembung halus sampai sedang.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang
terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin
hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Pada stadium resolusi ronki
dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-
3 minggu.
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur
tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan
sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering
terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non produktif
/ produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada
kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif / produktif),
nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.
Pedoman klinis membedakan penyebab pneumonia, sebagai berikut :
Pemeriksaan Bakteri Virus Mikoplasma
Anamnesis
Umur Berapapun, bayi Berapapun Usia sekolah
Awitan Mendadak Perlahan Tidak nyata
Sakit serumah Tidak Ya, bersamaan Ya, berselang
Batuk Produktif nonproduktif kering
Gejala penyerta Toksik Mialgia, ruam, Nyeri kepala, otot,
organ bermukosa tenggorok
Fisik
Keadaan umum Klinis > temuan Klinis ≤ temuan Klinis < temuan
Demam Umumnya ≥ 39ºC Umumnya < 39ºC Umumnya < 39ºC
Auskultasi Ronkhi ±, suara Ronkhi bilateral, Ronkhi unilateral,
Napas melemah Difus, mengi mengi. 14

Takipneu berdasarkan WHO:


o Usia < 2 bulan : ≥ 60 x/menit
o Usia 2-12 bulan : ≥ 50 x/menit
o Usia 1-5 tahun : ≥ 40 x/menit
o Usia 6-12 tahun : ≥ 28 x/menit
2.1.7 Pemeriksaan penunjang
2.1.7.1. Pemeriksaan Laboratorium
A. Darah rutin
Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan Lekositosis hingga >
15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi netrofil pada hitung jenis. Lekosit
> 30.000/mm3 dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia streptokokus.
Trombositosis > 500.000 khas untuk pneumonia bakterial. Trombositopenia lebih
mengarah kepada infeksi virus. Biakan darah merupakan cara yang spesifik namun
hanya positif pada 10-15% kasus terutama pada anak- anak kecil.
B. C-Reactive Protein
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi
atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh sitokin, terutama interleukin 6
(IL-6), IL-1 dan tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis CRP digunakan sebagai
diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan
bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah
pada infeksi virus dan bakteri. CRP kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon
terapi antibiotik.
C. Uji serologis
Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi
bakteri atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.
D. Pemeriksaan mikrobiologi
Diagnosis terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan pemeriksaan
mikrobiologi spesimen usap tenggorok, sekresi nasopharing, sputum, aspirasi
trakhea, fungsi pleura. Sayangnya pemeriksaan ini banyak sekali kendalanya, baik
dari segi teknis maupun biaya. Bahkan dalam penelitianpun kuman penyebab spesifik
hanya dapat diidentifikasi pada kurang dari 50% kasus.
2.1.7.2. Foto thorax
Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi
anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada pasien
bayi. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu atau
beberapa lobus. Jika difus (merata) biasanya disebabkan oleh Staphylokokus
pneumonia.

Gambar 2. Foto toraks PA pada pneumonia lobaris: tampak bercak-bercak infiltrat pada paru
kanan

Gambar 3. Foto toraks PA pada bronkopneumonia.


2.1.8 Diagnosis
Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah
ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :
a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
b. Demam
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan

2.1.9 Penatalaksanaan
2.1.9.1.Penatalaksaan umum
 Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada
analisis gas darah ≥ 60 torr
 Nebulisasi dengan B2 agonis dan atau NaCl dapat diberikan untuk memperbaiki
mucocilliary clearance
2.1.9.2.Penatalaksanaan khusus
A. Antibiotika
Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis. Pneumonia ringan  amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan
angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
b. Berat ringan penyakit
c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama)
menurut kelompok usia.
a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
- Ampicillin + aminoglikosid
- Amoksisillin-asam klavulanat
- Amoksisillin + aminoglikosid
- Sefalosporin generasi ke-3
b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- Beta laktam amoksisillin
- Amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- Golongan sefalosporin
- Kotrimoksazol
- Makrolid (eritromisin)
c. Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus
dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari
ketiga.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata
dalam 24-72 jam  ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan
kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya
penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak
efektif)
B. Mukolitik
Ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam
pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal. Obat penurun
panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita
kelainan jantung

2.1.10 Komplikasi
1. Empiema (paling sering oleh S. Pneumoniae dan S. Aureus
2. Perikarditis
3. Pneumotoraks
4. Pneumatokel
5. Meningitis bakterialis
6. Artritis supuratif
7. Osteomielitis.

2.1.11 Prognosis
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai secara dini pada
perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selama masa bayi dan masa kanak-kanak
dapat di turunkan sampai kurang 1 % dan sesuai dengan kenyataan ini morbiditas yang
berlangsung lama juga menjadi rendah. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan
yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
2.2 PENYAKIT JANTUNG BAWAAN
2.2.1 Definisi
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) Menurut Prof. Dr. Ganesja M Harimurti, Sp.JP (K),
FASCC, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita,
mengatakan bahwa PJB adalah penyakit yang dibawa oleh anak sejak ia dilahirkan akibat
proses pembentukan jantung yang kurang sempurna. Proses pembentukan jantung ini terjadi
pada awal pembuahan (konsepsi). Pada waktu jantung mengalami proses pertumbuhan di
dalam kandungan, ada kemungkinan mengalami gangguan. Gangguan pertumbuhan jantung
pada janin ini terjadi pada usia tiga bulan pertama kehamilan, karena jantung terbentuk
sempurna pada saat janin berusia empat bulan.

2.2.2 Epidemiologi dan Faktor Resiko


Bayi baru lahir yang dipelajari adalah 3069 orang, 55,7% laki- laki dan 44,3%
perempuan, 28 (9,1 per-1000) bayi mempunyai PJB. Patent Ductus Arteriosus (PDA)
ditemukan pada 12 orang bayi (42,9%), 6 diantaranya bayi prematur. Ventricular Septal
Defect (VSD) ditemukan pada 8 bayi (28,6%), Atrial Septal Defect (ASD) pada 3 bayi
(19,7%), Complete Atrio Ventricular Septal Defect (CAVSD) pada 3,6 % bayi, dan kelainan
katup jantung pada bayi yang mempunyai penyakit jantung sianotik (10,7%), satu bayi
Transposition of Great Arteries (TGA), dua lain dengan kelainan jantung kompleks sindrom
sianotik. Ditemukan satu bayi dengan sindrom Down dengan ASD, dengan ibu pengidap
diabetes. Satu orang bayi dilahirkan dari bapak dengan PJB, tidak ada dari 4 orang ibu
dengan PJB mempunyai bayi dengan PJB. Atrial fibrillation ditemukan di satu orang bayi.
Dari 28 bayi dengan PJB, 4 mati (14,3%) selama 5 hari pengamatan. Data menunjukkan ibu
yang tidak mengkonsumsi vitamin B secara teratur selama kehamilan awal mempunyai 3 kali
risiko bayi dengan PJB. Merokok secara signifikan sebagai faktor risiko bagi PJB 37,5 kali.
Faktor risiko lain secara statistik tidak berhubungan.
Dalam hubungan keluarga yang dekat risiko terjadinya PJB yang terjadi 79,1%, untuk
Heterotaxia, 11,7% untuk Conotruncal Defects, 24,3% untuk Atrioventricular Septal Defect,
12,9% untuk Left Ventricular Outflow Tract Obstruction, 7,1% untuk Isolated Atrial Septal
Defect dan 3,4% untuk Isolated Ventricular Septal Defect. Risiko terjadinya PJB dari jenis
lain 2,68%, risiko didapatnya PJB dari jenis yang sama berkisar 8,15%. Didapati hanya 2,2%
kejadian PJB pada populasi yang diamati.
2.2.3 Jenis PJB
1. PJB Non Sianotik
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi
jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat
jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan
penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat
jantung. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan
sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru
a. Ventricular Septal Defect (VSD)
Pada VSD besarnya aliran darah ke paru ini selain tergantung pada besarnya lubang,
juga sangat tergantung pada tingginya tahanan vaskuler paru. Makin rendah tahanan vaskuler
paru makin besar aliran pirau dari kiri ke kanan. Pada bayi baru lahir dimana maturasi paru
belum sempurna, tahanan vaskuler paru umumnya masih tinggi dan akibatnya aliran pirau
dari kiri ke kanan terhambat walaupun lubang yang ada cukup besar. Tetapi saat usia 2–3
bulan dimana proses maturasi paru berjalan dan mulai terjadi penurunan tahanan vaskuler
paru dengan cepat maka aliran pirau dari kiri ke kanan akan bertambah. Ini menimbulkan
beban volume langsung pada ventrikel kiri yang selanjutnya dapat terjadi gagal jantung.
b. Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Pada PDA kecil umumnya anak asimptomatik dan jantung tidak membesar. Sering
ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan rutin dengan adanya bising kontinyu yang khas
seperti suara mesin (machinery murmur) di area pulmonal, yaitu di parasternal sela iga 2–3
kiri dan di bawah klavikula kiri. Tanda dan gejala adanya aliran ke paru yang berlebihan pada
PDA yang besar akan terlihat saat usia 1–4 bulan dimana tahanan vaskuler paru menurun
dengan cepat. Nadi akan teraba jelas dan keras karena tekanan diastolik yang rendah dan
tekanan nadi yang lebar akibat aliran dari aorta ke arteri pulmonalis yang besar saat fase
diastolik. Bila sudah timbul hipertensi paru, bunyi jantung dua komponen pulmonal akan
mengeras dan bising jantung yang terdengar hanya fase sistolik dan tidak kontinyu lagi
karena tekanan diastolik aorta dan arteri pulmonalis sama tinggi sehingga saat fase diastolik
tidak ada pirau dari kiri ke kanan. Penutupan PDA secara spontan segera setelah lahir sering
tidak terjadi pada bayi prematur karena otot polos duktus belum terbentuk sempurna sehingga
tidak responsif vasokonstriksi terhadap oksigen dan kadar prostaglandin E2 masih tinggi.
Pada bayi prematur ini otot polos vaskuler paru belum terbentuk dengan sempurna sehingga
proses penurunan tahanan vaskuler paru lebih cepat dibandingkan bayi cukup bulan dan
akibatnya gagal jantung timbul lebih awal saat usia neonates.
c. Atrial Septal Defect (ASD)
Pada ASD presentasi klinisnya agak berbeda karena defek berada di septum atrium dan
aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan aliran ke paru yang berlebihan juga
menyebabkan beban volum pada jantung kanan. Kelainan ini sering tidak memberikan
keluhan pada anak walaupun pirau cukup besar, dan keluhan baru timbul saat usia dewasa.
Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang simptomatik dan gejalanya
sama seperti pada umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang berlebihan yang telah
diuraikan di atas. Auskultasi jantung cukup khas yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar
dan menetap tidak mengikuti variasi pernafasan serta bising sistolik ejeksi halus di area
pulmonal. Bila aliran piraunya besar mungkin akan terdengar bising diastolik di parasternal
sela iga 4 kiri akibat aliran deras melalui katup trikuspid. Simptom dan hipertensi paru
umumnya baru timbul saat usia dekade 30 – 40 sehingga pada keadaan ini mungkin sudah
terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru.
d. Aorta Stenosis (AS)
Aorta Stenosis derajat ringan atau sedang umumnya asimptomatik sehingga sering
terdiagnosis secara kebetulan karena saat pemeriksaan rutin terdengar bising sistolik ejeksi
dengan atau tanpa klik ejeksi di area aorta; parasternal sela iga 2 kiri sampai ke apeks dan
leher. Bayi dengan AS derajat berat akan timbul gagal jantung kongestif pada usia
mingguminggu pertama atau bulan-bulan pertama kehidupannya. Pada AS yang ringan
dengan gradien tekanan sistolik kurang dari 50 mmHg tidak perlu dilakukan intervensi.
Intervensi bedah valvotomi atau non bedah Balloon Aortic Valvuloplasty harus segera
dilakukan pada neonatus dan bayi dengan AS valvular yang kritis serta pada anak dengan AS
valvular yang berat atau gradien tekanan sistolik 90 – 100 mmHg.
e. Coarctatio Aorta (CoA)
Coartatio Aorta pada anak yang lebih besar umumnya juga asimptomatik walaupun
derajat obstruksinya sedang atau berat. Kadang-kadang ada yang mengeluh sakit kepala atau
epistaksis berulang, tungkai lemah atau nyeri saat melakukan aktivitas. Tanda yang klasik
pada kelainan ini adalah tidak teraba, melemah atau terlambatnya pulsasi arteri femoralis
dibandingkan dengan arteri brakhialis, kecuali bila ada PDA besar dengan aliran pirau dari
arteri pulmonalis ke aorta desendens. Selain itu juga tekanan darah lengan lebih tinggi dari
pada tungkai. Obstruksi pada AS atau CoA yang berat akan menyebabkan gagal jantung pada
usia dini dan akan mengancam kehidupan bila tidak cepat ditangani. Pada kelompok ini,
sirkulasi sistemik pada bayi baru lahir sangat tergantung pada pirau dari kanan ke kiri melalui
PDA sehingga dengan menutupnya PDA akan terjadi perburukan sirkulasi sistemik dan
hipoperfusi perifer.
f. Pulmonal Stenosis (PS)
Status gizi penderita dengan PS umumnya baik dengan pertambahan berat badan yang
memuaskan. Bayi dan anak dengan PS ringan umumnya asimptomatik dan tidak sianosis
sedangkan neonatus dengan PS berat atau kritis akan terlihat takipnu dan sianosis. Penemuan
pada auskultasi jantung dapat menentukan derajat beratnya obstruksi. Pada PS valvular
terdengar bunyi jantung satu normal yang diikuti dengan klik ejeksi saat katup pulmonal yang
abnormal membuka. Klik akan terdengar lebih awal bila derajat obstruksinya berat atau
mungkin tidak terdengar bila katup kaku dan stenosis sangat berat. Bising sistolik ejeksi yang
kasar dan keras terdengar di area pulmonal. Bunyi jantung dua yang tunggal dan bising
sistolik ejeksi yang halus akan ditemukan pada stenosis yang berat.

2.PJB Sianotik
Sesuai dengan namanya manifestasi klinis yang selalu terdapat pada pasien dengan
PJB sianotik adalah sianosis. Sianosis adalah warna kebiruan pada mukosa yang disebabkan
oleh terdapatnya >5mg/dl hemoglobin tereduksi dalam sirkulasi. Deteksi terdapatnya sianosis
antara lain tergantung kepada kadar hemoglobin.
a. Tetralogy of Fallot (ToF)
Tetralogy of Fallot merupakan salah satu lesi jantung yang defek primer adalah
deviasi anterior septum infundibular. Konsekuensi deviasi ini adalah obstruksi aliran darah ke
ventrikel kanan (stenosis pulmoner), defek septum ventrikel, dekstroposisi aorta, hipertrofi
ventrikuler kanan. Anak dengan derajat yang rendah dari obstruksi aliran ventrikel kanan
menimbulkan gejala awal berupa gagal jantung yang disebabkan oleh pirau kiri ke kanan di
ventrikel. Sianosis jarang muncul saat lahir, tetapi dengan peningkatan hipertrofi dari
infundibulum ventrikel kanan dan pertumbuhan pasien, sianosis didapatkan pada tahun
pertama kehidupan.sianosis terjadi terutama di membran mukosa bibir dan mulut, di
ujungujung jari tangan dan kaki. Pada keadaan yang berat, sianosis langsung ditemukan
b. Pulmonary Atresia with Intact Ventricular
Septum Saat duktus arteriosus menutup pada hari-hari pertama kehidupan, anak
dengan Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum mengalami sianosis. Jika tidak
ditangani, kebanyakan kasus berakhir dengan kematian pada minggu awal kehidupan.
Pemeriksaan fisik menunjukkan sianosis berat dan distress pernafasan. Suara jantung kedua
terdengar kuat dan tunggal, seringnya tidak terdengar suara murmur, tetapi terkadang murmur
sistolik atau yang berkelanjutan dapat terdengar setelah aliran darah duktus..
c. Tricuspid Atresia
Sianosis terjadi segera setelah lahir dengan dengan penyebaran yang bergantung
dengan derajat keterbatasan aliran darah pulmonal. Kebanyakan pasien mengalami murmur
sistolik holosistolik di sepanjang tepi sternum kiri. Suara jantung kedua terdengar tunggal.
Diagnosis dicurigai pada 85% pasien sebelum usia kehamilan 2 bulan. Pada pasien yang lebih
tua didapati sianosis, polisitemia, cepat lelah, dan sesak nafas saat aktivitas berat
kemungkinan sebagai hasil dari penekanan pada aliran darah pulmonal. Pasien dengan
Tricuspid Atresia berisiko mengalami penutupan spontan VSD yang dapat terjadi secara
cepat yang ditandai dengan sianosis.

2.2.4 Deteksi Dini Gejala Klinis


Gejala yang menunjukkan adanya PJB termasuk: sesak napas dan kesulitan minum.
Gejalagejala tersebut biasanya tampak pada periode neonatus. Kelainan-kelainan non kardiak
juga dapat menunjukkan gejala-gejala seperti tersebut di atas. Gejala-gejala yang mengarah
ke PJB seperti adanya bising jantung, hepatomegali, sianosis, nadi femoralis yang teraba
lemah / tidak teraba, adalah juga gejala yang sering ditemukan di ruang bayi dan sering pula
tidak berhubungan dengan abnormalitas pada jantung. Membedakan sianosis perifer dan
sentral adalah bagian penting dalam menentukan PJB pada neonatus. Sianosis perifer berasal
dari daerah dengan perfusi jaringan yang kurang baik,terbatas pada daerah ini, tidak pada
daerah dengan perfusi baik. Sebaliknya sianosis sentral tampak pada daerah dengan perfusi
jaringan yang baik, walaupun sering lebih jelas pada tempat dengan perfusi kurang
baik.tempat atau daerah yang dapat dipercaya untuk menentukan adanya sianosis sentral
adalah pada tempat dengan perfusi jaringan yang baik seperti pada lidah, dan dinding
mukosa. Sianosis sentral pada jam-jam awal setelah lahir dapat timbul saat bayi normal
menangis. Sianosis pada bayi tersebut disebabkan oleh pirau kanan ke kiri melalui foramen
ovale dan atau duktus arteriosus. Kadar hemoglobin yang terlalu tinggi yang disertai dengan
hiperveskositas dapat pula menyebabkan sianosis pada bayi normal.
2.3 VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)
2.3.1 Definisi
VSD (Ventricular Septal Defect) atau Defek Septum Ventrikel adalah suatu keadaan
abnormal jantung berupa adanya pembukaan antara ventrikel kiri dan ventrikel kanan. VSD
adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang memisahkan ventrikel kanan
dan ventrikel kiri. VSD adalah kelainan jantung berupa tidak sempurnanya penutupan
dinding pemisah antara kedua ventrikel sehingga darah dari ventrikel kiri ke kanan, dan
sebaliknya. Umumnya congenital dan merupakan kelainan jantung bawaan yang paling
umum ditemukan.

2.3.2 Etiologi
Sebelum bayi lahir, ventrikel kanan dan kiri belum terpisah, seiring perkembangan
fetus, sebuah dinding/sekat pemisah antara kedua ventrikel tersebut normalnya terbentuk.
Akan tetapi, jika sekat itu tidak terbentuk sempurna maka timbullah suatu keadaan penyakit
jantung bawaan yang disebut defek septum ventrikel. Penyebab terjadinya penyakit jantung
bawaan belum dapat diketahui secara pasti (idopatik), tetapi ada beberapa faktor yang diduga
mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan (PJB) yaitu:
1. Faktor prenatal (faktor eksogen):
Ø Ibu menderita penyakit infeksi : Rubela
Ø Ibu alkoholisme
Ø Umur ibu lebih dari 40 tahun
Ø Ibu menderita penyakit DM yang memerlukan insulin
Ø Ibu meminum obat-obatan penenang
2. Faktor genetik (faktor endogen)
Ø Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
Ø Ayah/ibu menderita PJB
Ø Kelainan kromosom misalnya sindrom down
Ø Lahir dengan kelainan bawaan yang lain
Ø Kembar identic
Kelainan ini merupakan kelainan terbanyak, yaitu sekitar 30% dari seluruh kelainan
jantung. Dinding pemisah antara kedua ventrikel tidak tertutup sempurna. Kelainan ini
umumnya congenital, tetapi dapat pula terjadi karena trauma. Kelainan VSD ini sering
bersama-sama dengan kelainan lain misalnya trunkus arteriosus, Tetralogi Fallot. Kelainan
ini lebih banyak dijumpai pada usia anak-anak, namun pada orang dewasa yang jarang terjadi
merupakan komplikasi serius dari berbagai serangan jantung.

2.3.3 Patofisiologi
Defek septum ventricular ditandai dengan adanya hubungan septal yang
memungkinkan darah mengalir langsung antar ventrikel, biasanya dari kiri ke kanan.
Diameter defek ini bervariasi dari 0,5 – 3,0 cm. Perubahan fisiologi yang terjadi dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Tekanan lebih tinggi pada ventrikel kiri dan meningklatkan aliran darah kaya
oksigen melalui defek tersebut ke ventrikel kanan.
2. Volume darah yang meningkat dipompa ke dalam paru, yang akhirnya dipenuhi
darah, dan dapat menyebabkan naiknya tahanan vascular pulmoner.
3. Jika tahanan pulmoner ini besar, tekanan ventrikel kanan meningkat,
menyebabkan piarau terbalik, mengalirkan darah miskin oksigen dari ventrikel
kanan ke kiri, menyebabkan sianosis.
Keseriusan gangguan ini tergantung pada ukuran dan derajat hipertensi pulmoner.
Jika anak asimptomatik, tidak diperlukan pengobatan; tetapi jika timbul gagal jantung kronik
atau anak beresiko mengalami perubahan vascular paru atau menunjukkan adanya pirau yang
hebat diindikasikan untuk penutupan defek tersebut. Resiko bedah kira-kira 3% dan usia ideal
untuk pembedahan adalah 3 sampai 5 tahun.

2.3.4 Tanda dan Gejala


- Pada VSD kecil: biasanya tidak ada gejala-gajala. Bising pada VSD tipe ini bukan
pansistolik,tapi biasanya berupa bising akhir sistolik tepat sebelum S2.
- Pada VSD sedang: biasanta juga tidak begitu ada gejala-gejala, hanya kadang-
kadang penderita mengeluh lekas lelah., sering mendapat infeksi pada paru
sehingga sering menderita batuk
- Pada VSD besar: sering menyebabkan gagal jantung pada umur antara 1-3 bulan,
penderita menderita infeksi paru dan radang paru. Kenaikan berat badan lambat.
Kadang-kadang anak kelihatan sedikit sianosis
- Gejala-gejala pada anak yang menderitanya, yaitu; nafas cepat, berkeringat
banyak dan tidak kuat menghisap susu. Apabila dibiarkan pertumbuhan anak akan
terganggu dan sering menderita batuk disertai demam
2.3.5 Klasifikasi VSD
Klasifikasi VSD berdasarkan pada lokasi lubang, yaitu:
A. Perimembranous (tipe paling sering, 60%) bila lubang terletak di daerah pars
membranaceae septum interventricularis.
B. Subarterial doubly commited, bila lubang terletak di daerah septum infundibuler dan
sebagian dari batas defek dibentuk oleh terusan jaringan ikat katup aorta dan katup
pulmonal.
C. Muskuler, bila lubang terletak di daerah septum muskularis interventrikularis

2.3.6 Gambaran klinis


Menurut ukurannya, VSD dapat dibagi menjadi:
a. VSD kecil
- Biasanya asimptomatik
- Defek kecil 1-5 mm
- Tidak ada gangguan tumbuh kembang
- Bunyi jantung normal, kadang ditemukan bising peristaltic yang menjalar
ke seluruh tubuh pericardium dan berakhir pada waktu distolik karena
terjadi penutupan VSD
- EKG dalam batas normal atau terdapat sedikit peningkatan aktivitas
ventrikel kiri
- Radiology: ukuran jantung normal, vaskularisasi paru normal atau sedikit
meningkat
- Menutup secara spontan pada umur 3 tahun Ø Tidak diperlukan
kateterisasi
b. VSD sedang
- Sering terjadi symptom pada bayi
- Sesak napas pada waktu aktivitas terutama waktu minum, memerlukan
waktu lebih lama untuk makan dan minum, sering tidak mampu
menghabiskan makanan dan minumannya
- Defek 5- 10 mm
- B sukar naik sehingga tumbuh kembang terganggu
- Mudah menderita infeksi biasanya memerlukan waktu lama untuk sembuh
tetapi umumnya responsive terhadap pengobatan
- Takipneu
- Retraksi bentuk dada normal
- EKG: terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kiri maupun kanan, tetapi
kiri lebih meningkat.
- Radiology: terdapat pembesaran jantung derajat sedang, conus pulmonalis
menonjol, peningkatan vaskularisasi paru dan pemebsaran pembuluh darah
di hilus.
c. VSD besar
- Sering timbul gejala pada masa neonatus
- Dispneu meningkat setelah terjadi peningkatan pirau kiri ke kanan dalam
minggu pertama setelah lahir
- Pada minggu ke2 atau 3 simptom mulai timbul akan tetapi gagal jantung
biasanya baru timbul setelah minggu ke 6 dan sering didahului infeksi
saluran nafas bagian bawah
- Bayi tampak sesak nafas pada saat istirahat, kadang tampak sianosis
karena kekurangan oksigen akibat gangguan pernafasan
- Gangguan tumbuh kembang
- EKG terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kanan dan kiri
- Radiology: pembesaran jantung nyata dengan conus pulmonalis yang
tampak menonjol pembuluh darah hilus membesar dan peningkatan
vaskularisasi paru perifer

2.3.7 Pemeriksaan Fisik


VSD kecil
- Palpasi: Impuls ventrikel kiri jelas pada apeks kordis. Biasanya teraba getaran
bising pada SIC III dan IV kiri.
- Auskultasi: Bunyi jantung biasanya normal dan untuk defek sedang bunyi jantung
II agak keras. Intensitas bising derajat III s/d VI.
VSD besar
- Inspeksi: Pertumbuhan badan jelas terhambat,pucat dan banyak keringat
bercucuran. Ujung-ujung jadi hiperemik. Gejala yang menonjol ialah nafas
pendek dan retraksi pada jugulum, sela intercostal dan regio epigastrium.
- Palpasi: Impuls jantung hiperdinamik kuat. Teraba getaran bising pada dinding
dada.
- Auskultasi: Bunyi jantung pertama mengeras terutama pada apeks dan sering
diikuti ‘click’ sebagai akibat terbukanya katup pulmonal dengan kekuatan pada
pangkal arteria pulmonalis yang melebar. Bunyi jantung kedua mengeras terutama
pada sela iga II kiri.

2.3.8 Pemeriksaan Penunjang


 Kateterisasi jantung menunjukkan adanya hubungan abnormal antar ventrikel
 EKG dan foto toraks menunjukkan hipertropi ventrikel kiri
 Hitung darah lengkap adalah uji prabedah rutin
 Uji masa protrombin ( PT ) dan masa trombboplastin parsial ( PTT ) yang dilakukan
sebelum pembedahan dapat mengungkapkan kecenderungan perdarahan

2.3.9 Komplikasi
 Gagal jantung kronik
 Endokarditis infektif
 Terjadinya insufisiensi aorta atau stenosis pulmonar d
 Penyakit vaskular paru progresif
 Kerusakan sistem konduksi ventrikel

2.3.10 Penatalaksanaan
 Pada VSD kecil: ditunggu saja, kadang-kadang dapat menutup secara spontan.
Diperlukan operasi untuk mencegah endokarditis infektif
 Pada VSD sedang: jika tidak ada gejala-gejala gagal jantung, dapat ditunggu sampai
umur 4-5 tahun karena kadang-kadang kelainan ini dapat mengecil. Bila terjadi gagal
jantung diobati dengan digitalis. Bila pertumbuhan normal, operasi dapat dilakukan
pada umur 4-6 tahun atau sampai berat badannya 12 kg.
 Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang belum permanen: biasanya pada
keadaan menderita gagal jantung sehingga dalam pengobatannya menggunakan
digitalis. Bila ada anemia diberi transfusi eritrosit terpampat selanjutnya diteruskan
terapi besi. Operasi dapat ditunda sambil menunggu penutupan spontan atau bila ada
gangguan dapat dilakukan setelah berumur 6 bulan.
 Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal permanen: operasi paliatif atau operasi
koreksi total sudah tidak mungkin karena arteri pulmonalis mengalami
arteriosklerosis. Bila defek ditutup, ventrikel kanan akan diberi beban yang berat
sekali dan akhirnya akan mengalami dekompensasi. Bila defek tidak ditutup,
kelebihan tekanan pada ventrikel kanan dapat disalurkan ke ventrikel kiri melalui
defek.

2.3.11 Prognosis
Kemungkinan penutupan defek septum secara spontan cukup besar, terutama pada
tahun pertama kehidupan. Kemungkinan penutupan spontan sangat berkurang pada pasien
berusia lebih dari 2 tahun dan umumnya tidak ada kemungkinan lagi di atas usia 6 tahun.
Secara keseluruhan, penutupan secara spontan berkisar 40-50%.
Beberapa pasien akan berkembang menjadi penyakit vaskuler obstruktif berupa
hipertensi pulmonar akut, Eisenmenger syndrome pada saat terapi referal diberikan serta
terjadinya peningkatan sianosis secara progresif. Penggunaan opsi bedah saat ini memilki
mortalitas kurang dari 2% pada pasien isolasi. Mungkin juga akan ditemukan pasien yang
memerlukan transplan paru atau jantung dan paru.
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai