1. Identifikasi Kasus
a. Identitas kasus
Nama : Ni Wayan Janji
Umur : 51 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Hindu
Pendidikan : Tidak Sekolah
Pekerjaan : Tidak Bekeja
Alamat : Br. Tojan Tegal, Desa Blahbatuh Gianyar
b. Diagnosa kasus
Diabetes Militus Tipe II
c. Identitas keluarga
Hubungan
No. Nama Umur JK Pendidikan Pekerjaan dengan
KK
1 I Made Gotra 52 th L Tidak sekolah Buruh KK
2 Ni Wayan Janji 51 th P Tidak sekolah Tidak bekerja Istri
3 I Wayan Budiyasa 30 th L SMK Buruh Anak I
4 I Kadek Arta 23 th L SMK Buruh Anak II
5 Evi Setiari 23 th P SMK Ibu rumah Menantu
tangga
6 I Wayan Weda 3 bln L - - Cucu
d. Bagan pedigree
1 2
3
4
1
5 7 6
8
Keterangan:
Laki-laki =
Perempuan =
Pasien =
Meninggal =
1= Ayah pasien
2= Ibu pasien
3= Suami pasien
4= Pasien
5= Anak laki-laki I pasien
6= Anak laki-laki II pasien
7= Menantu pasien
8= Cucu pasien
e. Denah rumah
1 2 11 6
5
10 Jalan
Raya
7 8
9 4
3
U Gang Rumah
2
Keterangan
1. Kamar tidur pasien
2. Kamar tidur suami
3. Kamar anak laki-laki ke-II pasien
4. Kamar anak laki-laki ke-I pasien & menantu
5. Kamar kosong & ruang tamu
6. Pelinggih
7. Dapur
8. Warung
9. WC
10. Bale gede
11. Gudang
3
bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes
Mellitus.
4. Dislipedimia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah
(Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin
dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.
5. Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah
> 45 tahun.
6. Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi > 4000
gram.
4
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa
tersebut dieksresikan dalam urin (glukosuria). Eksresi ini akan disertai oleh
pengeluaran cairan dan elekrolit yang berlebihan, keadaan ini disebut diuresis
osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidipsi).
2. Diabetes Tipe II
Terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan
reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin
yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel-sel tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
diabetes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis
diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II
yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi
glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II
dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, pilidipsia, luka pada kulit yang tidak
sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.
3. Diabetes Gestasional
5
Didefenisikan sebagai permulaan intoleransi glukosa atau pertama sekali
didapat selama kehamilan (Michael F. Greenean dan Caren G. Solomon,
2005).
6
komplikasi DM agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik disamping
tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Upaya ini
meliputi:
a. Mencegah timbulnya komplikasi diabetes
7
normal untuk menurunkan risiko komplikasi. Semakin cepat diagnosis DM
ditegakkan dan penanganan yang diberikan, prognosisnya akan semakin baik.
8
lapar, sering merasa haus, dan berat badannya menurun secara drastis.
Awalnya berat badan pasien 85 kg dengan tinggi 160cm. Pasien diberitahu
oleh teman-temannya bahwa gejala tersebut merupakan gejala kencing
manis, mereka juga menyarankan agar pasien memeriksakan diri ke dokter.
Selanjutnya pasien memeriksakan diri ke dokter didagnosa diabetes tipe II
dan diperoleh bahwa gula darah pasien mencapai 450mg/dl, kemudian dokter
memberikan obat untuk meurunkan kadar gula darah pasien dan
memberitahukan kepada pasien untuk mengatur pola makan juga berolahraga
secara rutin. Setelah obat yang diberikan oleh dokter habis, pasien tidak
melanjutkan pengobatan dan pasien juga tidak mengontrol pola makan
dengan baik juga tidak berolah raga. Pada tahun 2011 pasien mengalami luka
pada telapak kaki kirinya, luka tersebut tidak disadari oleh pasien dan tidak
terasa nyeri, pasien tidak curiga akan hal tersebut dan mengobatinya dengan
obat merah. Luka pada telapak kaki kiri pasien tidak kunjung sembuh dan
meluas hingga ke pergelangan kaki, kemudian pasien berobat ke dukun dan
diberikan minyak oles dan minum, namun lukanya bertambah parah dan
menjadi borok. Selanjutnya pasien berobat ke Puskesmas dan dirujuk ke
RSUD Sanjiwani untuk mendapatkan penanganan yang lebih adekuat.
Setelah dirawat Selama 1 bulan kondisi pasien sedikit membaik namun
pasien merasa bosan dan kurang nyaman berada di rumah sakit, kemudian
pasien pulang paksa dan melanjutkan pengobatan dirumah.
Riwayat keluarga
Ibu pasien dulunya juga menderita diabetes mellitus, kemudian ibu pasien
meninggal karena diabetes melitus yang sudah memiliki komplikasi ke
jantung. Di keluarga tidak ada yang menderita hipertensi, penyakit hati,
ginjal, paru-paru dan penyakit kronis lainnya.
Gejala dan tanda
Gejala: Sebelum diketahui menderita DM, pasien sudah menunjukkan gejala-
gejala seperti sering lapar, sering haus, buang air kecil berlebih. Sampai saat
ini pasien masih sering merasa haus meskipun frekuensi buang air kecil tidak
sebanyak dulu. Selain itu pasien juga mengalami komplikasi neuropati saat
ini
Tanda: Pasien juga mengalami penurunan berat badan yang drastis sebelum
diketahui menderita DM. Saat ini pasien menunjukkan tanda-tanda
komplikasi anastesia pada kedua kakinya dan sudah tidak bisa berjalan akibat
9
kerusakan pada sendi angkel kaki kirinya. Gula darah pasien juga sangat
tinggi saat pertama kali didiagnosis DM yaitu 450 mg/dl dan sampai ini gula
darah pasien belum terkontrol.
10
Hasil pemeriksaan fisik diagnostik
Kunjungan pertama
Kondisi umum pasien terlihat cukup baik, namun pasien sudah tidak
mampu berjalan karena kerusakan pada sendi angkel kaki kirinya. Bekas
luka tersebut dibalut perban yang diganti setiap hari.
Tanda vital :
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Suhu : 36.8 0C
Nadi : 90 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
TB / BB : 160 cm / 60 kg
BMI : Sekarang: 23,4 (berisiko obesitas)
Sebelum didiagnosis DM: 33,2 (obesitas II)
GDS : 485 mg/dl
Kunjungan kedua
Kondisi umum pada kunjungan kedua juga didapatkan hal yang sama
dengan kunjungan pertama, pasien masih tidak dapat berjalan dan bekas
luka pada kaki kiri masih dibalut perban.
Tanda vital :
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Suhu : 37 0C
Nadi : 90 kali/menit
Respirasi : 18 kali/menit
GDS : 490 mg/dl
11
Pasien dan keluarganya menganggap bahwa pengobatan untuk penyakit
diabetes melitus tidak cukup hanya dengan pengobatan medis saja, jadi harus
dikolaborasikan dengan pengobatan tradisional agar mendapatkan hasil yang
optimal. Pasien berpendapat bahwa tubuhnya terasa lemas karena kurangnya
asupan makanan, sehingga pasien mengatakan tidak perlu mengatur pola mkan,
dan keluarganya setuju akan hal tersebut. Pasien dan keluarga menyatakan
bahwa belum tahu tentang bagaimana pola makan yang benar dan makanan apa
saja yang harus dihindari. Pasien dan keluarga memilki persepsi bahwa
amputasi sangat berbahaya bagi pasien karena akan menimbulkan luka baru
dan sulit untuk disembuhkan.
12
Saat pasien obesitas dan masih aktif bekerja , pasien jarang berolahraga
karena enggan. Saat ini aktivitas fisik pasien sangta terbatas karena kondisi
fisik pasien yang lemah dan tidak mampu untuk berjalan.
BMI
Pasien memiliki riwayat obesitas. Dulu pasien memiliki berat badan 85 kg
dengan tinggi badan 160 cm. Hasil perhitungan BMI menunjukkan bahwa
pasien masuk dalam kategori obesitas. Hal ini sesuai dengan berapa
penelitian yang menyatakan bahwa obesitas meningkatkan risiko DM. Hal
ini disebabkan pada orang obesitas kadar adiponektin biasanya menurun.
Adiponektin adalah hormon yang disekresi oleh adiposit yang dapat
menurunkan kadar gula darah, menurunkan asam lemak, dan meningkatkan
sensitivitas insulin. Kadar adiponektin yang rendah menyebabkan risiko
DM tipe 2 lebih tinggi. Selain adiponektin terdapat hormon leptin yang
berhubungan dengan gen obesitas. Kadar leptin akan meningkat pada
pasien obesitas dan menyebabkan resistensi insulin dengan cara
menghambat fosforilasi insulin receptor substrate-1 (IRS) sehingga
menghambat ambilan glukosa dari darah dan mengakibatkan peningkatan
kadar gula darah.
Kebiasaan
Sebelum menderita DM, pasien tergolong orang yang malas berolahraga
karena pasien lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja. Pasien
juga memiliki kebiasaan sering minum kopi manis, dalam sehari pasien
minum kopi sebanyak 2-3 kali. Penelitian yang menyatakan bahwa kopi
dapat menurunkan risiko diabetes tipe 2. Hal ini dikaitkan dengan
chlorogenic acids yang terdapat di dalam kopi. Chlorogenic acids (CGA)
merupakan salah satu senyawa phenol yang berfungsi sebagai antioksidan
bagi tubuh. CGA (Phenol) menghambat pengambilan glukosa di saluran
cerna dan meningkatkan sekresi insulin dari sel β pankreas. Namun di sisi
lain, beberapa penelitian metabolik jangka pendek menunjukkan bahwa
kafein, salah satu senyawa di dalam kopi, dapat menurunkan sensitivitas
insulin dan meningkatkan kadar kortisol. Kortisol berperan dalam
glukoneogenesis dengan meningkatkan enzim-enzim yang dibutuhkan
untuk mengubah asam-asam amino menjadi glukosa yang akhirnya berefek
meningkatkan konsentrasi glukosa di dalam darah. Peningkatan kecepatan
glukoneogenesis serta berkurangnya kecepatan pemakaian glukosa oleh sel
13
dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Berdasarkan hal tersebut,
efek kopi masih belum jelas terhadap peningkatan atau penurunan kadar
gula darah.
Kondisi fisik akibat komplikasi
Karena luka yang berat pada kaki kiri dan lama sembuh menyebabkan
kerusakan pada sendi angkel dan menyebabkan pasien tidak bisa berjalan.
Komplikasi neuropati menyebabkan pasies tidak merasakan nyeri pada
kedua kakinya. Luka ringan bisa berubah menjadi ulkus karena proses
penyembuhan luka yang lama Hal ini terjadi karena gula bersifat diuresis
atau menarik air. Karena kandungan utama plasma darah itu air, dengan
adanya gula pada darah maka air pada plasma akan diserap oleh gula. Ini
akan mengakibatkan darah mengental. Jika terjadi sebuah luka maka faktor
pembekuan darah akan berperan. Faktor pembekuan darah (trombosit dan
fibrinogen) sendiri merupakan komponen dalam darah. Sebuah luka untuk
cepat sembuh dibutuhkan pengaliran dari faktor pembekuan darah dengan
cepat juga, namun karena aliran darah terhambat (darah mengental) pada
penderita diabetes, faktor pembekuan darah menjadi sulit untuk menutupi
luka. Inilah yang mengakibatkan luka menjadi sukar sembuh.
b. Faktor lingkungan fisik
Kamar tidur pasien kurang bersih dan sehat, sehingga dapat menjadi faktor
risiko untuk infeksi.
c. Gambaran keadaan sosial-ekonomi
Keadaan ekonomi dari pasien tergolong menengah ke bawah. Hal tersebut
menyebabkan pasien tidak melanjutkan pengobatannya ke medis karena
kurangnnya biaya, maka hal tersebut akan mempersulit perbaikan dari kondisi
pasien. Padahal pasien memiliki jaminan kesehatan JKBM.
d. Peran keluarga
Pasien tinggal bersama suami dan anak laki – laki dan menantunya yang cukup
berperan di dalam menunjang dalam hal pengobatan pasien dahulu. Namun
kini keluarga sudah putus asa, sehingga keluarga pasien juga tidak memiliki
inisiatif untuk mengatarkan pasien ke Puskesmas.
e. Permasalahan
Permasalahan yang ditemui pada kasus adalah :
1. Pasien merupakan penderita DM tipe II dengan sendi angkel kaki kiri yang
sudah rusak, disertai komplikasi berupa neuropati.
2. Akibat kerusakan pada angkel kaki kiri pasien, pasien tidak dapat berjalan
sehingga pasien tidak mampu mengurus diri sediri dan memerlukan
bantuan orang lain.
14
3. Pasien dan keluarga sudah pasrah akan keadaannya dan tidak mau berusaha
untuk menjalani pengobatan medis lagi.
4. Pasien kekurangan biaya untuk melanjutkan pengobatan.
5. Keluarga pasien kurang memiliki inisiatif untuk mengantarkan pasien untuk
berobat.
6. Pasien dan keluarga belum mengerti tentang mengotrol pola makan pada
pasien diabetes melitus.
7. Kamar tidur pasien kurang bersih dan sehat.
8. Anak dari pasien, tidak pernah datang ke fasilitas kesehatan untuk
memeriksakan kadar gula darahnya, untuk mengetahui risiko terjadinya
kencing manis.
VI. Simpulan
VII. Saran
1. Pasien harus memeriksakan diri ke Puskesmas dan memmperoleh
pengobatan secara medis yang adekuat.
2. Pasien dan keluarga seharunya sutuju dengan tindakan amputasi pada kaki
kirinya dan pemasangan kaki palsu, sehingga pasien dapat berjalan dan
kualitas hidupnya meningkat.
15
3. Keluarga pasien seharusnya tidak boleh putus asa dan harus selalu
memberikan dukungan mental dan secara tindakan agar pasien mendapatkan
penanganan secara medis yang adekuat.
4. Keluarga pasien seharusnya lebih perduli dengan keadaan kamar tidur
pasien dan membersihkan kamar pasien secara rutin.
5. Petugas Puskesmas seharusnya lebih aktif untuk mendatangi rumah pasien
dan memberikan dukungan kepada pasien dan keluarga, agar pasien mau
melanjutkan pengobatan dan memeriksakan diri secara rutin.
6. Petugas Puskesmas seharusnya memberikan penjelasan mengenai pola
makan yang yang menerapkan diet rendah karbohidrat kepada pasien dan
keluarga.
Anak-anak pasien seharusnya lebih aktif untuk memeriksakan kesehatan
secara rutin ke Puskesmas, karena mereka memiliki risiko tinggi untuk terkena
penyakit
16