Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN DOKTER KELUARGA

KASUS DIABETES MILITUS TIPE II

Nama Pembimbing : dr. IGP Wiadjana, MPH


Nama Mahasiswa : Made Agus Praktyasa (1070121023)
I Wayan Pujana Wiakta (1070121024)

1. Identifikasi Kasus
a. Identitas kasus
Nama : Ni Wayan Janji
Umur : 51 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Hindu
Pendidikan : Tidak Sekolah
Pekerjaan : Tidak Bekeja
Alamat : Br. Tojan Tegal, Desa Blahbatuh Gianyar

b. Diagnosa kasus
Diabetes Militus Tipe II
c. Identitas keluarga
Hubungan
No. Nama Umur JK Pendidikan Pekerjaan dengan
KK
1 I Made Gotra 52 th L Tidak sekolah Buruh KK
2 Ni Wayan Janji 51 th P Tidak sekolah Tidak bekerja Istri
3 I Wayan Budiyasa 30 th L SMK Buruh Anak I
4 I Kadek Arta 23 th L SMK Buruh Anak II
5 Evi Setiari 23 th P SMK Ibu rumah Menantu
tangga
6 I Wayan Weda 3 bln L - - Cucu

d. Bagan pedigree

1 2

3
4

1
5 7 6

8
Keterangan:
Laki-laki =
Perempuan =
Pasien =
Meninggal =
1= Ayah pasien
2= Ibu pasien
3= Suami pasien
4= Pasien
5= Anak laki-laki I pasien
6= Anak laki-laki II pasien
7= Menantu pasien
8= Cucu pasien

e. Denah rumah

1 2 11 6

5
10 Jalan
Raya
7 8
9 4
3

U Gang Rumah

2
Keterangan
1. Kamar tidur pasien
2. Kamar tidur suami
3. Kamar anak laki-laki ke-II pasien
4. Kamar anak laki-laki ke-I pasien & menantu
5. Kamar kosong & ruang tamu
6. Pelinggih
7. Dapur
8. Warung
9. WC
10. Bale gede
11. Gudang

II. Tinjauan Pustaka


2.1 Definisi
Diabetes adalah suatu penyakit karena tubuh tidak mampu mengendalikan
jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah. Hal ini menyebabkan
hiperglikemia, yaitu suatu keadaan dimana peningkatan gula darah yang diatas
batas normal. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2004, diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
keduanya.
2.2 Faktor Risiko
Faktor resiko diabetes melitus dari emedicine health:
1. Obesitas (kegemukan)
Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada
derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar
glukosa darah menjadi 200mg%.
2. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak
tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam
tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.
3. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus
Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes.
Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang

3
bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes
Mellitus.
4. Dislipedimia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah
(Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin
dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.
5. Umur
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah
> 45 tahun.

6. Riwayat persalinan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi > 4000
gram.

2.3 Manifestasi Klinis


Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti
tersebut di bawah ini (PERKENI, 2006) :

1. Keluhan klasik DM berupa : poliuria (pengeluaran urin yang berlebihan),


polidipsia (rasa haus dan minum yang berlebihan), polifagia (selalu
merasa lapar), dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya.
2. Keluhan lain dapat berupa : badan lemah, kesemutan, gatal, mata kabur
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita, luka
yang sulit sembuh, dan keputihan.

2.4 Tipe Diabetes Mellitus


1. Diabetes Tipe 1
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas
telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan
tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).

4
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa
tersebut dieksresikan dalam urin (glukosuria). Eksresi ini akan disertai oleh
pengeluaran cairan dan elekrolit yang berlebihan, keadaan ini disebut diuresis
osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidipsi).
2. Diabetes Tipe II
Terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan
reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin
yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel-sel tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
diabetes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis
diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II
yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi
glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II
dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, pilidipsia, luka pada kulit yang tidak
sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.
3. Diabetes Gestasional

5
Didefenisikan sebagai permulaan intoleransi glukosa atau pertama sekali
didapat selama kehamilan (Michael F. Greenean dan Caren G. Solomon,
2005).

2.6 Komplikasi Diabetes Mellitus


a. Komplikasi Akut
Komplikasi yang akut akibat DM terjadi secara mendadak. Keluhan dan
gejalanya terjadi dengan cepat dan biasanya berat. Komplikasi akut
umumnya timbul akibat glukosa darah yang terlalu rendah
(hipoglikemia) atau terlalu tinggi (hiperglikemia).
b. Komplikasi Kronik
Kadar gula darah pada penderita DM dapat dikontrol. Jika kadar gula
darah tetap tinggi akan timbul komplikasi kronik. Komplikasi kronik
diartikan sebagai kelainan pembuluh darah yang akhirnya bisa
menyebabkan serangan jantung, gangguan fungsi ginjal (nephropathy),
gangguan saraf (neuropathy), dan kerusakan pada retina (retinopathy).

2.7 Pencegahan Diabetes Mellitus


Kalau sudah terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut
ke arah normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi pada umumnya akan
menetap. Oleh karena itu, usaha pencegahan dini untuk komplikasi tersebut
sangat diperlukan dan diharapkan akan sangat bermanfaat untuk menghindari
terjadinya berbagai hal yang tidak menguntungkan (Junita, 2006).
Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan diabetes ada 3 jenis atau tahap
yaitu:
Pencegahan Primer
Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia
pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.
Pencegahan Sekunder
reversibel. Untuk negara berkembang termasuk Indonesia upaya ini termasuk
mahal.
Pencegahan Tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi
itu. Untuk mencegah kecacatan tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini

6
komplikasi DM agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik disamping
tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Upaya ini
meliputi:
a. Mencegah timbulnya komplikasi diabetes

b. Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus menjadi


kegagalan organ

c. Mencegah terjadinya kecacatan tubuh disebabkan oleh karena kegagalan


organ atau jaringan Pelaksanaannya para penyuluh diabetes itu sebaiknya
memberikan pelayanan terpadu dalam suatu instalasi misalnya dalam bentuk
sentral imformasi yang bekerja 24 jam sehari dan akan melayani pasien atau
siapapun yang menanyakan seluk-beluk tentang diabetes terutama sekali
tentang penatalaksanaannya termasuk diet dan komplikasi (Suyono, 2006).
Perencanaan Makanan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik
sebagai berikut: Karbohidrat 60-70 %, Lemak 20-25 %, Protein 10-15 %.
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut
dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan
idaman. Makanan dengan komposisi sampai 70-75 % masih memberikan hasil
yang baik. Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari,
diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh MUFA (Mono
Unsaturated Fatty Acid), dan membatasi PUFA (Poli Unsaturated Fatty Acid)
dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat ± 25 g/hari, diutamakan serat
larut (Yuli, 2010).
2.8 Prognosis
Prognosis dari pasien dengan diabetes militus sangat dipengaruhi oleh
kepatuhan dari pasien dalam melakukan kontrol terhadap penyakitnya. Usaha
untuk menjaga kadar glukosa tetap normal pada pasien diabetes memiliki
prognosis yang lebih baik. Pasien yang menerima perawatan secara intensif
memiliki risiko komplikasi mikrovaskular dan penyakit kardiovaskular yang
lebih rendah. Secara keseluruhan tingkat kematian pasien dengan diabetes
meningkat 2 kali lipat dibandingkan dengan pasien yang tidak mederita
diabetes. Pasien dengan diabetes harus menjaga kadar glukosa darahnya tetap

7
normal untuk menurunkan risiko komplikasi. Semakin cepat diagnosis DM
ditegakkan dan penanganan yang diberikan, prognosisnya akan semakin baik.

III. Kegiatan Kunjungan Rumah


a. Jadwal kunjungan rumah :
 27 April 2015
 28 April 2015
b. Hal yang dilakukan saat kunjungan :
 Wawancara mendalam dengan pasien untuk mengetahui riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga, dan riwayat
pengobatan.
 Memberikan KIE dan konseling dengan tujuan dapat mengubah pola pikir
pasien mengenai masalah kesehatan yang dihadapi pasien dan melakukan
pendekatan dengan anggota keluarga pasien agar mampu memantau kondisi
pasien.
 Observasi lingkungan rumah dengan tujuan untuk mengetahui adanya
faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan pasien.

IV. Perjalanan Penyakit Kasus


a. Riwayat penyakit pasien
 Keluhan utama : Tidak bisa berjalan
 Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh tidak bisa berjalan sejak 2,5 tahun yang lalu. Pasien tidak
bisa berjalan karena terjadi kerusakan pada angkel kaki kiri, sehingga pasien
tidak bisa bertumpu dengan kaki kiri. Sebelumnya kaki kiri pasien
mengalami luka yang sulit sembuh sekitar 3,5 tahun yang lalu, dan
mengalami pembusukan lalu merusak sendi angkel kaki kirinya. Pasien
terbantu untuk bergerak dengan kursi roda. Selain itu pasien juga mengeluh
sering kesemutan pada kedua kaki dan badan sering terasa lemas. Saat pasien
masih sering kontrol di Puskesmas, dokter menyarankan agar kaki kiri pasien
diamputasi dan dipasang kaki palsu agar pasien dapat berjalan, namun pasien
menolak karena takut lukanya akan sulit sembuh. Kini pasien tidak pernah
berobat lagi ke Puskesmas maupun ke dokter, pasien hanya minum obat
tradisional saja.
 Riwayat penyakit dahulu
Pada Januari tahun 2009 pasien sudah merasakan gejala – gejala kencing
manis berupa sering buang air kecil pada malam hari (≥8 kali), sering merasa

8
lapar, sering merasa haus, dan berat badannya menurun secara drastis.
Awalnya berat badan pasien 85 kg dengan tinggi 160cm. Pasien diberitahu
oleh teman-temannya bahwa gejala tersebut merupakan gejala kencing
manis, mereka juga menyarankan agar pasien memeriksakan diri ke dokter.
Selanjutnya pasien memeriksakan diri ke dokter didagnosa diabetes tipe II
dan diperoleh bahwa gula darah pasien mencapai 450mg/dl, kemudian dokter
memberikan obat untuk meurunkan kadar gula darah pasien dan
memberitahukan kepada pasien untuk mengatur pola makan juga berolahraga
secara rutin. Setelah obat yang diberikan oleh dokter habis, pasien tidak
melanjutkan pengobatan dan pasien juga tidak mengontrol pola makan
dengan baik juga tidak berolah raga. Pada tahun 2011 pasien mengalami luka
pada telapak kaki kirinya, luka tersebut tidak disadari oleh pasien dan tidak
terasa nyeri, pasien tidak curiga akan hal tersebut dan mengobatinya dengan
obat merah. Luka pada telapak kaki kiri pasien tidak kunjung sembuh dan
meluas hingga ke pergelangan kaki, kemudian pasien berobat ke dukun dan
diberikan minyak oles dan minum, namun lukanya bertambah parah dan
menjadi borok. Selanjutnya pasien berobat ke Puskesmas dan dirujuk ke
RSUD Sanjiwani untuk mendapatkan penanganan yang lebih adekuat.
Setelah dirawat Selama 1 bulan kondisi pasien sedikit membaik namun
pasien merasa bosan dan kurang nyaman berada di rumah sakit, kemudian
pasien pulang paksa dan melanjutkan pengobatan dirumah.
 Riwayat keluarga
Ibu pasien dulunya juga menderita diabetes mellitus, kemudian ibu pasien
meninggal karena diabetes melitus yang sudah memiliki komplikasi ke
jantung. Di keluarga tidak ada yang menderita hipertensi, penyakit hati,
ginjal, paru-paru dan penyakit kronis lainnya.
 Gejala dan tanda
Gejala: Sebelum diketahui menderita DM, pasien sudah menunjukkan gejala-
gejala seperti sering lapar, sering haus, buang air kecil berlebih. Sampai saat
ini pasien masih sering merasa haus meskipun frekuensi buang air kecil tidak
sebanyak dulu. Selain itu pasien juga mengalami komplikasi neuropati saat
ini
Tanda: Pasien juga mengalami penurunan berat badan yang drastis sebelum
diketahui menderita DM. Saat ini pasien menunjukkan tanda-tanda
komplikasi anastesia pada kedua kakinya dan sudah tidak bisa berjalan akibat

9
kerusakan pada sendi angkel kaki kirinya. Gula darah pasien juga sangat
tinggi saat pertama kali didiagnosis DM yaitu 450 mg/dl dan sampai ini gula
darah pasien belum terkontrol.

 Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tergolong orang yang jarang berolahraga karena pasien menganggap
hal tersebut kurang penting untuk dilakukan. Pasien tidak memiliki kebiasaan
merokok maupun minum-minuman beralkohol. Pasien memiliki kebiasaan
makan nasi sela yang banyak karena menurutnya dengan konsumsi nasi sela
yang banyak akan membuatnya lebih bertenaga. Pasien mengatakan jarang
mengkonsumsi buah dan sayur. Pasien sering minum kopi manis, dalam
sehari pasien minum kopi sebanyak 2-3 kali. Saat ini pasien dibantu oleh
suaminya untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Hubungan pasien dengan
keluarganya yang tinggal dalam satu pekarangan terjalin baik
Pasien tergolong sosial ekonomi menengah kebawah. Dulu pasien
bekerja sebagai pedagang makanan, tetapi semenjak sakit pasien tidak
mampu bekerja lagi. Kebutuhan sehari-hari pasien ditanggung oleh suami
dan kedua anaknya. Suami pasien bekerja sebagai buruh bangunan. Anak
pasien yang pertama bekerja sebagai pegawai restoran. Anak kedua pasien
bekerja sebagai buruh kargo. Rumah dari pasien terlihat bersih, rapi dan
bagus, namun kamar tidur pasien kurang bersih dan kurang sehat.
 Riwayat Pengobatan
Awalnya pasien berobat ke dokter dan diberikan obat penurun kadar gula
darah. Selanjutnya pasien berobat di dukun untuk mengobati luka pada kaki
kirinya, diberikan minyak oles dan ramuan minum. Karena keadaan pasien
memburuk pasien berobat ke Puskesmas dan dirujuk ke RSUD Sanjiwani. Di
Sanjiwani pasien dirawat inap selama 1 bulan di berikan obat penurun kadar
gula darah dan dilakukan rawat luka. Kemudian pasien pulang paksa dan
melanjutkan pengobatan dirumah dengan membeli obat-obatan sendiri, obat-
obatan tersebut dibeli atas dasar teman-temanya seperti insulin injeksi.
Karena keadaan pasien yang tidak mampu berjalan setelah luka pada kaki
kiri pasien sembuh, pasien kontrol ke puskesmas, disarankan oleh dokter
untuk diamputasi dan di ganti dengan kaki palsu namun pasien menolak. 6
bulan kemudian pasien kehabisan biaya, maka pasien beralih ke obat-obatan
tradisional dan hanya bisa pasrah hingga sekarang.

10
 Hasil pemeriksaan fisik diagnostik
 Kunjungan pertama
Kondisi umum pasien terlihat cukup baik, namun pasien sudah tidak
mampu berjalan karena kerusakan pada sendi angkel kaki kirinya. Bekas
luka tersebut dibalut perban yang diganti setiap hari.
Tanda vital :
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Suhu : 36.8 0C
Nadi : 90 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
TB / BB : 160 cm / 60 kg
BMI : Sekarang: 23,4 (berisiko obesitas)
Sebelum didiagnosis DM: 33,2 (obesitas II)
GDS : 485 mg/dl
 Kunjungan kedua
Kondisi umum pada kunjungan kedua juga didapatkan hal yang sama
dengan kunjungan pertama, pasien masih tidak dapat berjalan dan bekas
luka pada kaki kiri masih dibalut perban.
Tanda vital :
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Suhu : 37 0C
Nadi : 90 kali/menit
Respirasi : 18 kali/menit
GDS : 490 mg/dl

b. Persepsi sakit menurut pasien dan keluarga


Menurut pasien dan keluarganya penyakit diabetes melitus yang dialami pasien
murni karena hal medis, bukan karena hal-hal gaib. Pasien dan keluarganya
beranggapan penyakit diabetes melitus merupakan penyakit yang rumit dan
sangat sulit untuk disembuhkan karena gadar gula darah pasien yang tidak
pernah normal dan pasien sempat mengalami luka pada kaki kirinya yang lama
sembuh dan mengakibatkan kakinya menjadi cacat. Pasien menganggap bahwa
pola makan berlebihan dan kurang olahraga membuatnya menderita diabetes
melitus, pasien tidak setuju bahwa genetik juga berperan besar terhadap
penyakit tersebut karena ada tetangganya yang memiliki genetik yang
menderita diabetes melitus namun ia tidak terkena. Namun keluarga pasien
setuju bahwa genetik berperan besar untuk terkena penyakit diabetes melitus.
Pasien dan keluarga menganggap bahwa komplikasi neuropati dan kerusakan
pada sendi angkel kaki kirinya berhubungan dengan penyakit deabetes melitus.

11
Pasien dan keluarganya menganggap bahwa pengobatan untuk penyakit
diabetes melitus tidak cukup hanya dengan pengobatan medis saja, jadi harus
dikolaborasikan dengan pengobatan tradisional agar mendapatkan hasil yang
optimal. Pasien berpendapat bahwa tubuhnya terasa lemas karena kurangnya
asupan makanan, sehingga pasien mengatakan tidak perlu mengatur pola mkan,
dan keluarganya setuju akan hal tersebut. Pasien dan keluarga menyatakan
bahwa belum tahu tentang bagaimana pola makan yang benar dan makanan apa
saja yang harus dihindari. Pasien dan keluarga memilki persepsi bahwa
amputasi sangat berbahaya bagi pasien karena akan menimbulkan luka baru
dan sulit untuk disembuhkan.

c. Persepsi kesembuhan menurut pasien dan keluarga


Pasien dan keluarganya sudah tahu bahwa penyakit diabetesmelitus tidak bisa
disembuhkan secara total dan pengobatan dilakukan secara terus-menerus. Saat
ini pasien dan keluarganya hanya bisa pasrah akan keadaannya. Karena
keterbatasan biaya pasien dan keluarganya berpendapat bahwa jalan satu-
satunya untuk pengobatan adalah dengan mengkonsumsi obat tradisional dan
mengatur pola makan sudah cukup untuk menangani penyakitnya tanpa harus
kontrol dokter.

V. Latar Belakang Penyakit Kasus


a. Faktor kondisi fisik pada kasus
 Genetik
Penelitian menunjukkan bahwa individu yang memiliki orang tua dengan
riwayat diabetes melitus berisiko mengalami diabetes melitus lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang orang tuanya tidak menderita diabetes
melitus. Risiko juga lebih tinggi bila saudara kembar identik menderita
diabetes melitus. Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa dari riwayat
keluarga pasien ada yang menderita diabetes melitus yaitu ibu kandung
pasien yang kini sudah meninggal
 Umur
Saat ini pasien berumur 51 tahun dan menderita diabetes melitus. Risiko
diabetes melitus akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Hal
ini berkaitan dengan intoleransi glukosa yang disebabkan oleh menurunnya
kemampuan sel B pankreas dalam memproduksi insulin.
 Aktivitas fisik

12
Saat pasien obesitas dan masih aktif bekerja , pasien jarang berolahraga
karena enggan. Saat ini aktivitas fisik pasien sangta terbatas karena kondisi
fisik pasien yang lemah dan tidak mampu untuk berjalan.
 BMI
Pasien memiliki riwayat obesitas. Dulu pasien memiliki berat badan 85 kg
dengan tinggi badan 160 cm. Hasil perhitungan BMI menunjukkan bahwa
pasien masuk dalam kategori obesitas. Hal ini sesuai dengan berapa
penelitian yang menyatakan bahwa obesitas meningkatkan risiko DM. Hal
ini disebabkan pada orang obesitas kadar adiponektin biasanya menurun.
Adiponektin adalah hormon yang disekresi oleh adiposit yang dapat
menurunkan kadar gula darah, menurunkan asam lemak, dan meningkatkan
sensitivitas insulin. Kadar adiponektin yang rendah menyebabkan risiko
DM tipe 2 lebih tinggi. Selain adiponektin terdapat hormon leptin yang
berhubungan dengan gen obesitas. Kadar leptin akan meningkat pada
pasien obesitas dan menyebabkan resistensi insulin dengan cara
menghambat fosforilasi insulin receptor substrate-1 (IRS) sehingga
menghambat ambilan glukosa dari darah dan mengakibatkan peningkatan
kadar gula darah.
 Kebiasaan
Sebelum menderita DM, pasien tergolong orang yang malas berolahraga
karena pasien lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja. Pasien
juga memiliki kebiasaan sering minum kopi manis, dalam sehari pasien
minum kopi sebanyak 2-3 kali. Penelitian yang menyatakan bahwa kopi
dapat menurunkan risiko diabetes tipe 2. Hal ini dikaitkan dengan
chlorogenic acids yang terdapat di dalam kopi. Chlorogenic acids (CGA)
merupakan salah satu senyawa phenol yang berfungsi sebagai antioksidan
bagi tubuh. CGA (Phenol) menghambat pengambilan glukosa di saluran
cerna dan meningkatkan sekresi insulin dari sel β pankreas. Namun di sisi
lain, beberapa penelitian metabolik jangka pendek menunjukkan bahwa
kafein, salah satu senyawa di dalam kopi, dapat menurunkan sensitivitas
insulin dan meningkatkan kadar kortisol. Kortisol berperan dalam
glukoneogenesis dengan meningkatkan enzim-enzim yang dibutuhkan
untuk mengubah asam-asam amino menjadi glukosa yang akhirnya berefek
meningkatkan konsentrasi glukosa di dalam darah. Peningkatan kecepatan
glukoneogenesis serta berkurangnya kecepatan pemakaian glukosa oleh sel

13
dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Berdasarkan hal tersebut,
efek kopi masih belum jelas terhadap peningkatan atau penurunan kadar
gula darah.
 Kondisi fisik akibat komplikasi
Karena luka yang berat pada kaki kiri dan lama sembuh menyebabkan
kerusakan pada sendi angkel dan menyebabkan pasien tidak bisa berjalan.
Komplikasi neuropati menyebabkan pasies tidak merasakan nyeri pada
kedua kakinya. Luka ringan bisa berubah menjadi ulkus karena proses
penyembuhan luka yang lama Hal ini terjadi karena gula bersifat diuresis
atau menarik air. Karena kandungan utama plasma darah itu air, dengan
adanya gula pada darah maka air pada plasma akan diserap oleh gula. Ini
akan mengakibatkan darah mengental. Jika terjadi sebuah luka maka faktor
pembekuan darah akan berperan. Faktor pembekuan darah (trombosit dan
fibrinogen) sendiri merupakan komponen dalam darah. Sebuah luka untuk
cepat sembuh dibutuhkan pengaliran dari faktor pembekuan darah dengan
cepat juga, namun karena aliran darah terhambat (darah mengental) pada
penderita diabetes, faktor pembekuan darah menjadi sulit untuk menutupi
luka. Inilah yang mengakibatkan luka menjadi sukar sembuh.
b. Faktor lingkungan fisik
Kamar tidur pasien kurang bersih dan sehat, sehingga dapat menjadi faktor
risiko untuk infeksi.
c. Gambaran keadaan sosial-ekonomi
Keadaan ekonomi dari pasien tergolong menengah ke bawah. Hal tersebut
menyebabkan pasien tidak melanjutkan pengobatannya ke medis karena
kurangnnya biaya, maka hal tersebut akan mempersulit perbaikan dari kondisi
pasien. Padahal pasien memiliki jaminan kesehatan JKBM.
d. Peran keluarga
Pasien tinggal bersama suami dan anak laki – laki dan menantunya yang cukup
berperan di dalam menunjang dalam hal pengobatan pasien dahulu. Namun
kini keluarga sudah putus asa, sehingga keluarga pasien juga tidak memiliki
inisiatif untuk mengatarkan pasien ke Puskesmas.
e. Permasalahan
Permasalahan yang ditemui pada kasus adalah :
1. Pasien merupakan penderita DM tipe II dengan sendi angkel kaki kiri yang
sudah rusak, disertai komplikasi berupa neuropati.
2. Akibat kerusakan pada angkel kaki kiri pasien, pasien tidak dapat berjalan
sehingga pasien tidak mampu mengurus diri sediri dan memerlukan
bantuan orang lain.

14
3. Pasien dan keluarga sudah pasrah akan keadaannya dan tidak mau berusaha
untuk menjalani pengobatan medis lagi.
4. Pasien kekurangan biaya untuk melanjutkan pengobatan.
5. Keluarga pasien kurang memiliki inisiatif untuk mengantarkan pasien untuk
berobat.
6. Pasien dan keluarga belum mengerti tentang mengotrol pola makan pada
pasien diabetes melitus.
7. Kamar tidur pasien kurang bersih dan sehat.
8. Anak dari pasien, tidak pernah datang ke fasilitas kesehatan untuk
memeriksakan kadar gula darahnya, untuk mengetahui risiko terjadinya
kencing manis.

VI. Simpulan

1. Pasien merupakan penderita diabetes tipe II disertai dengan komplikasi dan


kadar gula darah yang tidak terkontrol
2. Akibat komplikasi diabetikic foot yang terdahulu, kini pasien tidak dapat
berjalan.
3. Pasien mempunyai riwayat obesitas dan riwayat orang tua yang menderita
diabetes melitus yang merupakan faktor risiko dari penyakit ini
4. Pasien dan keluarga sudah mengerti tentang penyakit diabetes melitus
beserta komplikasinya
5. Pasien dan keluarga sudah merasa putus asa dengan keadaan
6. Dahulu keluarga pasien sangat membantu proses pengobatan pasien, namun
kini mereka sudah putus asa.
7. Sekarang pasien hanya menggunakan pengobatan tradisional tidak pernah
kontrol ke Puskesmas, dan pola makannya pun tidak menerapkan diet
rendah karbohidrat.
8. Anak-anak pasien yang memiliki resiko terkena DM sama sekali belum
pernah menegecek kadar gula darah.

VII. Saran
1. Pasien harus memeriksakan diri ke Puskesmas dan memmperoleh
pengobatan secara medis yang adekuat.
2. Pasien dan keluarga seharunya sutuju dengan tindakan amputasi pada kaki
kirinya dan pemasangan kaki palsu, sehingga pasien dapat berjalan dan
kualitas hidupnya meningkat.

15
3. Keluarga pasien seharusnya tidak boleh putus asa dan harus selalu
memberikan dukungan mental dan secara tindakan agar pasien mendapatkan
penanganan secara medis yang adekuat.
4. Keluarga pasien seharusnya lebih perduli dengan keadaan kamar tidur
pasien dan membersihkan kamar pasien secara rutin.
5. Petugas Puskesmas seharusnya lebih aktif untuk mendatangi rumah pasien
dan memberikan dukungan kepada pasien dan keluarga, agar pasien mau
melanjutkan pengobatan dan memeriksakan diri secara rutin.
6. Petugas Puskesmas seharusnya memberikan penjelasan mengenai pola
makan yang yang menerapkan diet rendah karbohidrat kepada pasien dan
keluarga.
Anak-anak pasien seharusnya lebih aktif untuk memeriksakan kesehatan
secara rutin ke Puskesmas, karena mereka memiliki risiko tinggi untuk terkena
penyakit

16

Anda mungkin juga menyukai