Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Cephalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di


belakang mata serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang.1
Klasifikasi ini secara garis besar membagi nyeri kepala menjadi dua yaitu
nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer terjadi
antara lain migren, nyeri kepala klaster, nyeri kepala tipe tegang dan nyeri kepala
lain yang tidak berhubungan dengan lesi struktural. Sedangkan nyeri kepala
sekunder antara lain disebabkan oleh trauma kepala, gangguan pembuluh darah,
gangguan dalam tengkorak, pemakaian obat, infeksi, gangguan metabolik. Nyeri
di sekitar wajah juga bisa menyebabkan nyeri kepala sekunder. Nyeri jenis ini
biasanya terkait kelainan tengkorak, leher, telinga, hidung, sinus. Kerusakan saraf
kepala juga termasuk nyeri kepala sekunder.1
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama dikalangan
usia produktif khususnya di negara berkembang. Hal ini diakibatkan karena
mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk
menjaga keselamatan di jalan masih rendah disamping penanganan pertama yang
belum benar benar rujukan yang terlambat.2

Cedera pada otak bisa berasal dari trauma langsung atau tidak langsung
pada kepala. Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau
kekuatan yang merobek terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma
langsung bila kepala langsung terluka.2
Trauma capitis adalah cedera pada kepala yang dapat melibatkan seluruh
struktur lapisan, mulai dari lapisan kulit kepala atau tingkat yang paling “ringan”,
tulang tengkorak, duramater, vaskuler otak, sampai jaringan otaknya sendiri; baik
berupa luka yang tertutup, maupun trauma tembus.2
Sindrom sakit kepala pasca-trauma adalah gejala sisa yang sangat umum
berikut luka pada kepala atau leher, dan sering terjadi setelah kecelakaan

1
mobil dan lalu lintas lainnya. Sakit kepala biasanya terbatas dan dapat hilang
dengan cepat, dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.3
Di negara berkembang seperti Indonesia, seiring dengan kemajuan
teknologi dan pembangunan, frekuensinya cenderung makin meningkat. Cedera
kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma,
mengingat bahwa kepala merupakan bagian yang tersering dan rentan terlibat
dalam suatu kecelakaan. Kasus cedera kepala terutama melibatkan kelompok usia
produktif, yaitu antara 15-44 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki
dibandingkan perempuan. Penyebab tersering adalah kecelakaan lalu lintas dan
disusul dengan kasus jatuh terutama pada kelompok usia anak-anak.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi Cephalgia
Cephalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di
belakang mata serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang.1

B. Klasifikasi
Klasifikasi ini secara garis besar membagi nyeri kepala menjadi dua yaitu
nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer terjadi
antara lain migren, nyeri kepala klaster, nyeri kepala tipe tegang dan nyeri kepala
lain yang tidak berhubungan dengan lesi struktural. Sedangkan nyeri kepala
sekunder antara lain disebabkan oleh trauma kepala, gangguan pembuluh darah,
gangguan dalam tengkorak, pemakaian obat, infeksi, gangguan metabolik. Nyeri
di sekitar wajah juga bisa menyebabkan nyeri kepala sekunder. Nyeri jenis ini
biasanya terkait kelainan tengkorak, leher, telinga, hidung, sinus. Kerusakan saraf
kepala juga termasuk nyeri kepala sekunder.1

Macam-macam sakit kepala :


a. Sakit kepala karena tegang (Tension Headache)

3
Merupakan yang paling umum pada sakit kepala primer yakni sebanyak
90% dari orang dewasa telah memiliki atau akan memiliki ketegangan sakit
kepala. Ketegangan sakit kepala yang lebih umum di kalangan wanita daripada
pria. Pada sakit kepala jenis ini, pasien akan merasakan kepalanya seperti diikat
dengan kain yang sangat erat, ketegangan/sakit pada otot-otot pundak/bahu,
leher, kulit kepala dan rahang. Sakit kepala tegang sering dihubungkan dengan
stress, depresi, kecemasan, bekerja secara berlebihan, tidur yang kurang, telat
makan, peminum alkohol serta pengguna obat-obatan. Gejala sakit kepala bisa
timbul dengan dipicu oleh konsumsi coklat, keju dan penyedap masakan
(MSG). Orang yang terbiasa minum kopi akan mengalami sakit kepala bila
yang bersangkutan lupa untuk minum kopi. Penyebab lain dari sakit kepala tipe
ini adalah posisi kepala yang menetap pada jangka waktu yang lama seperti
saat duduk di depan komputer, mikroskop atau mesin ketik. Kesalahan dalam
posisi tidur, dan terlalu memaksakan diri untuk melakukan sesuatu. Sakit pada
awalnya dirasakan pasien pada leher bagian belakang kemudian menjalar ke
kepala bagian belakang selanjutnya menjalar ke kepala bagian depan. Sakit
yang dirasakan pada kedua sisi kepala seperti kepala sedang diikat oleh kain
yang sangat ketat
b. Migrain
Merupakan salah satu sakit kepala dengan gejala yang cukup berat dan
berulang. Selain sakit kepala yang khas pada satu sisi kepala (beberapa kasus
bisa menyerang kedua sisi kepala), bersamaan dengan itu pasien juga akan
merasakan gejala lain seperti gangguan pada penglihatan dan mual-mual.
Sebelum pasien merasakan sakit kepala migren, terlebih dahulu mereka akan
merasakan semacam aura (gejala peringatan akan timbulnya migren) seperti
kepala terasa berdenyut.
c. Sakit Kepala Cluster
Merupakan jenis langka pada sakit kepala primer, mempengaruhi 0,1%
dari populasi. Diperkirakan 85% dari penderita sakit kepala cluster adalah laki
– laki. Usia rata-rata penderita sakit kepala cluster adalah usia 28-30 tahun,
walaupun sakit kepala mungkin dimulai pada masa kanak-kanak. Sakit kepala

4
ini terasa seperti ditusuk-tusuk, sangat menyakitkan dan sering kambuh
menurut periode tertentu.
d. Sakit kepala sinus.
Sakit dirasakan terutama di bagian depan kepala dan wajah sesuai dengan
lokasi sinus yang terkena. Sakit kepala sinus disebabkan oleh karena
peradangan yang terjadi pada rongga sinus yang terletak pada dahi, hidung dan
sekitar mata. Sakit akan bertambah berat bila kepala ditundukkan ke depan dan
saat bangun tidur di pagi hari. Sakit kepala yang disebabkan oleh karena factor
fisik juga timbul saat kita menderita demam, flu, atau mengalami gejala
premenstrual syndrome. Pada orang yang berumur diatas 50 tahun yang
mengalami sakit kepala hebat untuk pertama kali, bisa jadi yang bersangkutan
menderita apa yang disebut dengan temporal arteritis. Selain sakit kepala,
penderita juga akan merasakan gangguan penglihatan, dan sakit saat
mengunyah. Terdapat resiko mengalami kebutaan bila gejala ini dibiarkan
maka dari itu perlu penanganan dokter dengan segera. Penyebab lain dari sakit
kepala yang relatif jarang adalah Anuresma otak yaitu suatu keadaan di mana
terjadi gangguan kekuatan pada dinding pembuluh darah otak sehingga
pembuluh darah tersbeut mudah pecah dan menimbulkan perdarahan pada otak,
Tumor Otak, Stroke atau TIA, dan Infeksi otak seperti meningitis atau
encephalitis. Sakit kepala sering tampak sederhana karena umumnya
merupakan gejala penyakit ringan. Sekitar 70 % sakit kepala memang
disebabkan oleh ketegangan otot. Meski begitu, sakit kepala tak bisa
disepelekan, apalagi kalau sampai mengganggu pekerjaan (Med Express,
2009).
A. Sefalgia karena tekanan intrakranium yang meningkat
Tekanan intrakranium yang meningkat dapat ditemukan pada ;
1. Tumor intrakranialis
2. Hematoma intrakranialis
3. Trauma Kapitis
Tumor, hematoma atau abses intrakranialis itu dapat menimbulkan traksi atau
dorongan pada selaput otak dan pembuluh-pembuluh darah di sekitarnya.

5
Peranjakan (shift) pembuluh-pembuluh darah yang ditimbulkan oleh dorongan
atau traksi tersebut dapat menimbulkan rasa nyeri kepala. Suatu karsinoma
anaplastik dari nasofaring tidak menimbulkan tekanan intrakranialis yang
meningkat. Nyeri kepala pada penderita karsinoma anaplastik timbul karena
tertekannya cabang-cabang (I, II) dari N trigeminus atau karena terdorongnya
dura yang menutupi foramina di basis kranii.

B. Sefalgia karena kelainan vascular


1. Sefalgia pada “cerebro vascular disease” (CVD)
2. Sefalgia karena tekanan darah yang meningkat
3. Migren
4. “clutser headache
5. Nyeri kepala pada anemia berat

C. Sefalgia karena pengaruh emosi


1. “tension headache”
2. Depresi

C. Gambaran Klinik
Kriteria Diagnosis cephalgia kepala akut pasca trauma :
Klinis nyeri kepala, tidak khas 5
a. Terdapat trauma kepala, dimana nyeri kepala terjadi dalam 7 hari setelah
trauma atau sesudah kesadaran penderita pulih kembali.
b. Terdapat satu atau lebih keadaan ini dibawah ini
1, nyeri kepala hilang dalam 3 bulan setelah trauma kepala
2. nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan sejak trauma kepala

Nyeri kepala kronik pasca trauma


a. Nyeri kepala tidak khas
b. Terdapat trauma kepala dimana nyeri kepala timbul dalam 7 hari
sesudah trauma atau sesudah kesadaran penderita pulih kembali

6
c. Nyeri kepala berlangsung lebih dari 3 bulan setelah trauma kepala
Lab : darah rutin, kimia darah, LCS, ( atas indikasi ).
Foto tengkorak : neuro imaging CT-Scan atau MRI.
Gold standard ; kriteria diagnostic nyeri kepala kelompok study nyeri
kepala perdosis 2005 yang diadaptasi IHS ( International Headache
sociati)
Patologi anatomi : -

D. Definisi Trauma Kapitis


Cidera kepala atau trauma kapitis adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi
otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstisiil dalam substansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Merupakan salah satu penyebab
kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar
karena kecelakaan lalulintas.6

Sindrom sakit kepala pasca-trauma adalah gejala sisa yang sangat umum
berikut luka pada kepala atau leher, dan sering terjadi setelah kecelakaan
mobil dan lalu lintas lainnya. Sakit kepala biasanya terbatas dan dapat hilang
dengan cepat, dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.6

E. Klasifikasi Trauma Kapitis 6


1. Simple Head Injury

Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:

· Ada riwayat trauma kapitis

· Tidak pingsan

· Gejala sakit kepala dan pusing

Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat


simptomatik dan cukup istirahat.

2. Commotio Cerebri

7
Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung
tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan
jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin
muntah dan tampak pucat.

Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau


terangsangnya pusat-pusat dalam batang otak. Pada commotio cerebri
mungkin pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang
masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia ini timbul akibat
terhapusnya rekaman kejadian di lobus temporalis. Pemeriksaan tambahan
yang selalu dibuat adalah foto tengkorak, EEG, pemeriksaan memori. Terapi
simptomatis, perawatan selama 3-5 hari untuk observasi kemungkinan
terjadinya komplikasi dan mobilisasi bertahap.

3. Contusio Cerebri

Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di


dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun
neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus. Yang penting untuk
terjadinya lesi contusion ialah adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga
menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang
destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena
itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan
blockade reversible terhadap lintasan asendens retikularis difus. Akibat
blockade itu, otak tidak mendapat input aferen dan karena itu, kesadaran
hilang selama blockade reversible berlangsung.

Timbulnya lesi contusio di daerah “coup” , “contrecoup”,


dan“intermediate”menimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa berupa
refleks babinsky yang positif dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran puli
kembali, si penderita biasanya menunjukkan “organic brain syndrome”.

Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang


beroperasi pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah

8
cerebral terganggu, sehingga terjadi vasoparalitis. Tekanan darah menjadi
rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah. Juga karena
pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan bisa

timbul.

Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi


dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek. Terapi dengan
antiserebral edem, anti perdarahan, simptomatik, neurotropik dan perawatan
7-10 hari.

4. Laceratio Cerebri

Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan


robekan piamater. Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan
subaraknoid traumatika, subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat
dibedakan atas laceratio langsung dan tidak langsung.

Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan


oleh benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur
depressed terbuka. Sedangkan laceratio tidak langsung disebabkan oleh
deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis.

5. Fracture Basis Cranii

Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa
posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang
terkena.

Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:

· Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding

· Epistaksis

· Rhinorrhoe

9
Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:

· Hematom retroaurikuler, Ottorhoe

· Perdarahan dari telinga

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii.

Komplikasi :

· Gangguan pendengaran

· Parese N.VII perifer

· Meningitis purulenta akibat robeknya duramater

Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya
harus disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi.
Tindakan operatif bila adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari.

Adapun pembagian cedera kepala lainnya:

· Cedera Kepala Ringan (CKR) → termasuk didalamnya Laseratio dan


Commotio Cerebri

o Skor GCS 13-15

o Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menit

o Pasien mengeluh pusing, sakit kepala

o Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan neurologist.

Cedera Kepala Sedang (CKS)

o Skor GCS 9-12

o Ada pingsan lebih dari 10 menit

10
o Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad

o Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan anggota gerak.

· Cedera Kepala Berat (CKB)

o Skor GCS <8

o Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih berat

o Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif

o Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang terlepas.

F. Gambaran Klinis
Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah seperti
berikut: 7

1. Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah:


a. Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os
mastoid)
b. Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga)
c. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)
d. Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)
e. Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)
2. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan;
a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat
kemudian sembuh.
b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.
c. Mual atau dan muntah.
d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.
e. Perubahan keperibadian diri.
f. Letargik.
3. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat;

11
a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di
otak menurun atau meningkat.
b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi
pernafasan).
d. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau
posisi abnormal ekstrimitas

G. Epidemiologi
Di negara berkembang seperti Indonesia, seiring dengan kemajuan
teknologi dan pembangunan, frekuensinya cenderung makin meningkat.
Cedera kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat
trauma, mengingat bahwa kepala merupakan bagian yang tersering dan rentan
terlibat dalam suatu kecelakaan. Kasus cedera kepala terutama melibatkan
kelompok usia produktif, yaitu antara 15-44 tahun dan lebih didominasi oleh
kaum laki-laki dibandingkan perempuan. Penyebab tersering adalah
kecelakaan lalu lintas dan disusul dengan kasus jatuh terutama pada kelompok
usia anak-anak.4
Epidemiologi penyakit Trauma kapitis yaitu mempelajari frekuensi,
distribusi penyakit Trauma kapitis serta faktor-faktor (determinan) yang
mempengaruhinya. Dalam distribusi penyakit Trauma kapitis ada 3 variabel
yang dapat dilihat yaitu : variabel orang (person), variabel tempat (place), dan
variabel waktu (time).4
a. Menurut Orang (person)
Trauma kapitis hingga pada saat ini masih merupakan masalah kesehatan
yang utama. Di Spanyol (1992), insiden Trauma kapitis 91 per 100.000
penduduk, dan cause specific death rate 19,7 per 100.000 penduduk. Taiwan
(1992), insiden Trauma kapitis 180 per 100.000 penduduk, dan cause specific
death rate 23 per 100.000 penduduk.
Menurut penelitian Junandar Siahaan (2002) di RS Santha Elisabeth Medan,
proporsi penderita Trauma kapitis terbanyak pada kelompok umur 17-24 tahun

12
(23,8%), dan proporsi jenis kelamin laki-laki (63,1%).
Menurut penelitian Wahyoepramono dan Yunus (2002) di RS Siloam
Gleneagle Lippo Karawaci, Trauma kapitis 89 kasus dengan proporsi Trauma
kapitis berat 41 kasus (46,1%) diantaranya memerlukan tindakan operasi
craniotomy dan 48 kasus (53,9%) proporsi Trauma kapitis ringan-sedang yang
tidak memerlukan tindakan operasi. Dari 41 kasus yang memerlukan tindakan
operasi craniotomy, diantaranya 13 kasus (31,71%) disebabkan kontusio
serebri, 11 kasus (26,83%) hematoma subdural, 9 kasus (21,95%) hematoma
intraserebral, dan 8 kasus (19,51%) hematoma epidural.
b. Menurut Tempat (place)
Dari pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka kematian
Trauma kapitis di kota cenderung lebih besar daripada di desa. Hal ini mungkin
disebabkan oleh mobilisasi penduduk yang tinggi dan perkembangan di bidang
industri dan pertumbuhan kota disertai dengan adanya peningkatan yang sangat
tinggi di bidang transportasi yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu
lintas. Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Medan penyakit cedera intrakranial
tahun 2007 dengan CFR (4,37%) di seluruh RS Kota Medan dan berdasarkan
penelitian Siahaan (2000) di RS Santha Elisabeth Medan penderita Trauma
kapitis craniotomy dengan proporsi (2,7%).
c. Menurut Waktu (time)
Berdasarkan Data Depkes RI (2000-2007), bahwa proporsi kematian
karena trauma kapitis di Indonesia menunjukkan penurunan dan peningkatan
yaitu pada tahun (2000) dengan Proporsi Mortality Rasio (PMR) sebesar 2,3%,
tahun (2002) PMR sebesar 6,7%, tahun (2004) PMR sebesar 2,3% dan tahun
(2006-2007) PMR sebesar 4,3%.
Berdasarkan Data Kepolisian RI selama kurun waktu 2003-2005,
frekuensi
kasus kecelakaan meningkat dengan CFR dari (34,32%) menjadi (39,91%).

13
Determinan Trauma kapitis
a. Faktor Agent (Penyebab)
Penyebab Trauma kapitis bersifat mekanis, yaitu berupa benturan,
pukulan, jatuh, peluru, tusukan, dan tenaga mesin.
b. Faktor Host (Pejamu)
1. Umur
Kelompok usia produktif secara sosio-ekonomi paling aktif dengan
mobilitas tinggi dibandingkan anak-anak dan orangtua, 60% penderita
hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada
umur kurang dari 2 tahun dan diatas 60 tahun, angka kematian meningkat
pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun yang beresiko pada orangtua
yang memiliki masalah berjalan dan sering jatuh
2. Jenis Kelamin
Menurut penelitian Dwikoryanto dan Paranrengi (2002) di RSUD
Dr.Soetomo, terdapat kecenderungan tingkat kematian pria lebih tinggi
daripada wanita. Menurut penelitian Yuda Turana (2001) di RSCM diperoleh
263 penderita Trauma kapitis dengan pendarahan intrakranial, terdapat
sebesar 83% pada penderita laki-laki dan 17% pada penderita wanita.
3. Faktor Lingkungan (Environment)
Keadaan lingkungan fisik seperti konstruksi jalan yang tidak layak
menyebabkan kurang/hilangnya kontrol pada beberapa kasus kecelakaan
lalu lintas. Jarak penglihatan dan tanda bahaya di persimpangan juga ikut
berperan selain arus lalu lintas dan cuaca.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Yang dapat dilakukan pada pasien dengan trauma kapitis adalah:5

1. CT-Scan
Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka
pendek.

14
2. EEG
Dapat digunakan untuk mencari lesi

3. Roentgen foto kepala


Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak

4. MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala


Pemeriksaan ini untuk menemukan perdarahan subdural kronik yang
tidak tampak pada CT-Scan kepala

I. Tatalaksana Trauma Capitis


Adapun penatalaksaan pada trauma kapitis yaitu :5
 Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
 Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi
vasodilatasi.
 Pemberian analgetika.
 Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau
glukosa 40% atau gliserol 10%.
 Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidazole
Atau penatalaksanaan berdasarkan dengan tingkat cedera kepala :
Cedera Kepala Ringan (CKR) :

· Perawatan selama 3-5 hari

· Mobilisasi bertahap

· Terapi simptomatik

· Observasi tanda vital

Cedera Kepala Sedang (CKS) :

· Perawatan selama 7-10 hari

15
· Anti cerebral edema

· Anti perdarahan

· Simptomatik

· Neurotropik

· Operasi jika ada komplikasi

Cedera Kepala Berat (CKB :

· Seperti pada penatalaksaan cedera kepala sedang

· Antibiotik dosis tinggi

· Konsultasi bedah saraf

J. KOMPLIKASI

Jangka pendek :4

1. Hematom Epidural
o Letak : antara tulang tengkorak dan duramater
o Etiologi : pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya
o Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri
kepala sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa
jam kemudian timbul gejala-gejala yang memperberat progresif seperti
nyeri kepala, pusing, kesadaran menurun, nadi melambat, tekanan
darah meninggi, pupil pada sisi perdarahan mula-mula sempit, lalu
menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi terhadap refleks cahaya. Ini
adalah tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi tentorial.
o Akut (minimal 24 jam sampai dengan 3x24 jam)
o Interval lucid
o Peningkatan TIK
o Gejala lateralisasi → hemiparese

16
o Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati
hematoma subkutan
o Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil
melebar. Pada sisi kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tanda-
tanda kerusakan traktus piramidalis, misal: hemiparesis, refleks tendon
meninggi dan refleks patologik positif.
o CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks
o LCS : jernih
o Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (trepanasi-
dekompresi) dan pengikatan pembuluh darah.
2. Hematom subdural
o Letak : di bawah duramater
o Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins
dan laserasi piamater serta arachnoid dari kortex cerebri
o Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama
Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma

o CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian


Ada bagian hiperdens yang berbentuk cresent.

Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan


parenkim otak (bagian dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar
sesuai lengkung tulang tengkorak)

Isodens → terlihat dari midline yang bergeser

o Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam


otak (dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom. Penanganan
subdural hematom akut terdiri dari trepanasi-dekompresi.
3. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal,
terbanyak pada lobus temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma

17
kapitis yang berupa hematom hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja.
Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput dari kematian,
perdarahannya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan
kavitasi. Keadaan ini bisa menimbulkan manifestasi neurologik sesuai
dengan fungsi bagian otak yang terkena.

4. Oedema serebri
Pada keadaan ini otak membengkak. Penderita lebih lama pingsannya,
mungkin hingga berjam-jam. Gejalanya berupa commotio cerebri, hanya
lebih berat. Tekanan darah dapat naik, nadi mungkin melambat. Gejala-
gejala kerusakan jaringan otak juga tidak ada. Cairan otak pun normal,
hanya tekanannya dapat meninggi.

 TIK meningkat
 Cephalgia memberat
 Kesadaran menurun

Jangka Panjang :

1. Gangguan neurologis

Dapat berupa : gangguan visus, strabismus, parese N.VII dan gangguan


N. VIII, disartria, disfagia, kadang ada hemiparese.

2. Sindrom pasca trauma


Dapat berupa : palpitasi, hidrosis, capek, konsentrasi berkurang, libido
menurun, mudah tersinggung, sakit kepala, kesulitan belajar, mudah
lupa, gangguan tingkah laku, misalnya: menjadi kekanak-kanakan,
penurunan intelegensia, menarik diri, dan depresi.

18
BAB III
KESIMPULAN

Sindrom sakit kepala pasca-trauma adalah gejala sisa yang sangat umum
berikut luka pada kepala atau leher, dan sering terjadi setelah kecelakaan
mobil dan lalu lintas lainnya. Sakit kepala biasanya terbatas dan dapat hilang
dengan cepat, dalam beberapa hari sampai beberapa minggu
Cephalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di
belakang mata serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang.
Cidera kepala atau trauma kapitis adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi
otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstisiil dalam substansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Merupakan salah satu penyebab
kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar
karena kecelakaan lalu lintas.Sindrom sakit kepala pasca-trauma adalah gejala
sisa yang sangat umum berikut luka pada kepala atau leher, dan sering
terjadi setelah kecelakaan mobil dan lalu lintas lainnya. Sakit kepala biasanya
terbatas dan dapat hilang dengan cepat, dalam beberapa hari sampai beberapa
minggu.

Dan penatalaksanaan pada cephalgia pasca trauma kapitis yakni pemberian


penatalaksaan pada trauma kapitisnya, cephalgia ini dikarenakan oleh trauma
yang didapat, dan mengakibatkan gangguan pada otak. Dan penatalaksaan pada
trauma kapitis adalah sebagai berikut:

 Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis


sesuai dengan berat ringannya trauma.
 Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi
vasodilatasi.
 Pemberian analgetika.
 Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau
glukosa 40% atau gliserol 10%.

19
 Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidazole

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Didi Pramanto.2010. Case Cephalgia. Jakarta


2. Livingstone C. Neurology and Neurosurgery illustrated. Second edition.
1991
3. Dumas JP, Arsenault AB, Boudreau G, Magnoux E, Lepage Y,
Bellavance A, Loisel P. Physical impairments in cervicogenic
headache: traumatic vs. nontraumatic onset. Cephalalgia. 2001;21:884–
893. [PubMed]
4. Anonim. 2008. Post Traumatic Headache.
5. Prof. Dr. H. Jusuf Misbach, dkk. 2006. Buku Pedoman Standar Pelayanan
Medis dan Standar Prosedur Operasional Neurologi. Jakarta
6. Zuraida. 2012. Case Trauma Capitis.

21

Anda mungkin juga menyukai