Anda di halaman 1dari 43

Bagian Ilmu Kesehatan Mata Laporan Kasus & Referat

Fakultas Kedokteran Februari 2019


Universitas Hasanuddin

Thyroid Eye Disease

Oleh:
Jans Goldman Wattimena
C014172054

Pembimbing
dr. Sultan Hasanuddin

Supervisor
Dr. dr. Noro Waspodo, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNVERSITAS HASANUDDIN
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... 1
DAFTAR ISI ....................................................................................................... 2
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... 3
BAB I LAPORAN KASUS ............................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 16
2.1. PENDAHULUAN ............................................................................ 16
2.2. ANATOMI ....................................................................................... 16
2.3. PROLIFERATIF DIABETIK RETINOPATI ................................. 21
2.3.1 Defenisi .......................................................................................... 21
2.3.2 Epidemiologi .................................................................................. 21
2.3.3 Faktor Risiko .................................................................................. 22
2.3.4 Klasifikasi....................................................................................... 22
2.3.5 Etiologi dan Patofisiologi ............................................................... 25
2.3.6 Gejala ............................................................................................. 32
2.3.7 Diagnosis ........................................................................................ 36
2.3.8 Penatalaksanaan ............................................................................. 37
2.3.9 Komplikasi ..................................................................................... 42
2.3.10 Differential Diagnosis .................................................................. 44
2.3.11 Prognosis ...................................................................................... 44
BAB III KESIMPULAN .................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 46

2
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menerangkan bahwa laporan kasus dan
referat dengan judul Thyroid Eye Disease, yang disusun oleh:

Nama : Jans Goldman Wattimena


NIM : C014172054
Asal Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Telah diperiksa dan dikoreksi, untuk selanjutnya dibawakan sebagai tugas


pada bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
pada waktu yang telah ditentukan.

Makassar, Maret 2019

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

Dr.dr. Noro Waspodo, Sp.M dr. Sultan Hasanuddin

3
BAB 1

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


- Nama : Tn. K
- Jenis kelamin : Laki-laki
- Umur : 52 tahun
- Agama : Islam
- Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
- Pekerjaan : Wiraswasta
- Alamat : Jl. WR. Supratman, Palu
- No. Register : 876830
- Tanggal pemeriksaan: 14 Maret 2019
- Rumah sakit : Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo

1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama : Penglihatan ganda pada kedua mata
Anamnesis Terpimpin
Dirasakan sejak 2 bulan lalu. Keluhan penglihatan ganda muncul ketika
pasien melirik ke atas, bawah, kiri dan kanan. Keluhan mata merah ada,
nyeri tidak ada, dan keluhan lain tidak ada.
Riwayat pengobatan penyakit Thiroid sejak bulan Februari 2019 di RS
Bhayangkara Palu namun tidak minum obat teratur dan pasien tidak
mengetahui jenis obat yang diberikan. Kemudian pasien mendapat rujukan
ke RSUP. Wahidin Sudirohusodo Riwayat menggunakan kacamata atau
kontak lensa tidak ada. Riwayat penyakit Diabetes Melitus tidak ada.
riwayat hipertensi tidak ada. Riwayat penyakit dalam keluarga dengan
keluhan yang sama tidak ada. Riwayat alergi tidak ada.

4
1.3 PEMERIKSAAN FISIS
STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Sakit ringan/ Gizi baik/ Compos mentis
Tekanan darah : 133/87 mmHg
Nadi : 87 kali/menit
Pernafasan : 18 kali/menit
Suhu : 36,8 ‘C

1.4 PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI


STATUS LOKALIS
a) Inspeksi

(a)
(b) (c)

Gambar 1. (a) Oculus Dextra et Sinistra, (b) Oculus Dextra, (c) Oculus Sinistra

5
PEMERIKSAAN OD OS

Palpebra Edema (-) Edema (-)

Apparatus Lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)

Silia Sekret (-) Sekret (-)

Konjungtiva Hiperemis (+) Hiperemis (+)

Bola mata Kesan normal Kesan normal

Hambatan (-1) Hambatan sedikit (-1)


ke segala arah ke segala arah
Mekanisme muskular

Kornea Jernih Jernih

Bilik Mata Depan Normal Normal

Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)

Pupil Bulat, sentral Bulat, sentral

Lensa Jernih Jernih

b) Palpasi
Pemeriksaan OD OS

Tensi okuler Tn Tn

Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

6
Massa tumor Tidak ada Tidak ada

Glandula preaurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

c) Tonometer (NCT)
TOD = 13 mmHg
TOS = 15 mmHg

d) Visus
VOD : 20/160
VOS : 20/160

e) Light Sense
Refleks Cahaya Refleks Cahaya RAPD
Langsung Tidak Langsung
OD (+) (+) (-)

OS (+) (+) (-)

f) Penyinaran Oblik
No Pemeriksaan Oculus Dextra Oculus Sinistra
1 Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
2 Kornea Jernih Jernih
3 Bilik mata depan Normal Normal
4 Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
5 Pupil Bulat, sentral, refleks Bulat, sentral, refleks
cahaya (+) cahaya (+)
6 Lensa Jernih Jernih

7
1.5 RADIOLOGI
a. CT Scan skull (20/2/2019)

Kesan : Hipertrophy musculus rectus medialis, superior dan inferior


orbita bilateral

8
1.6 LABORATORIUM
 Darah Rutin (14/3/2019)
Darah Rutin

WBC 9.700 mm3

RBC 5,85x106 mm3

Hb 16,9 gr/dl

PLT 247.000 mm3

Neutrofil 57,7 %

Eosinophil 4,7 %

Glukosa

GDP 86 mg/dl

Fungsi Ginjal

Ureum 22 mg/dl

Kreatinin 0,90 mg/dl

Profil Lipid

Kolesterol Total 226 mg/dl

HDL 68 mg/dl

LDL 145 mg/dl

Trigliserida 96 mg/dl

9
FT4 0,35

TSHs 0,06

1.7 RESUME
Seorang laki-laki berusia 53 tahun datang ke poli RSWS dengan
penglihatan ganda pada oculus sinistra et dextra sejak 2 bulan lalu. Keluhan
penglihatan ganda muncul ketika pasien melirik ke atas, bawah, kiri dan
kanan. Keluhan mata merah ada, nyeri tidak ada, dan keluhan lain tidak ada.
Riwayat pengobatan penyakit Thiroid sejak bulan Februari 2019 di RS
Bhayangkara Palu namun tidak minum obat teratur dan pasien tidak
mengetahui jenis obat yang diberikan. Kemudian pasien mendapat rujukan
ke RSUP. Wahidin Sudirohusodo Riwayat menggunakan kacamata atau
kontak lensa tidak ada. Riwayat penyakit Diabetes Melitus tidak ada.
riwayat hipertensi tidak ada. Riwayat penyakit dalam keluarga dengan
keluhan yang sama tidak ada. Riwayat alergi tidak ada.

Dari pemeriksaan oftalmologi berupa penyinaran oblik pada occuli


didapatkan kesan normal. Pemeriksaan NCT didapatkan TOD = 13 mmHg
dan TOS = 15 mmHg. VOD : 20/160, VOS : 20/160. Pada pemeriksaan foto
CT scan skull Hipertrophy musculus rectus medialis, superior dan inferior
orbita bilateral. Sedangkan pada pemeriksaan darah diperoleh FT4 0,35 ,
TSHs 0,06

1.8 DIAGNOSIS
ODS Thyroid Eye Disease

1.9 DIAGNOSIS BANDING

10
1.10 PENATALAKSANAAN

Injeksi metilprednisolon 500 mg dalam piggy bag NaCl 100cc habis dalam
1 jam

1.11 PROGNOSIS

 Quo ad Vitam : Bonam


 Quo ad Visam : Dubia ad bonam
 Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam
 Quo ad Cosmeticum : Bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering
ditemukan pada usia dewasa, dimana pasien diabetes memiliki risiko 25 kali
lebih mudah mengalami kebuataan dibanding non diabetes. Diabetes mellitus
(DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Diabetes mellitus
dapat menyebabkan perubahan pada sebagian besar jaringan okuler.
Perubahan ini meliputi kelainan pada kornea, glaukoma, palsi otot
ekstraokuler, neuropati saraf optik dan retinopati. Diantara perubahan-
perubahan yang terjadi pada struktur okuler ini yang paling sering

11
menyebabkan komplikasi kebutaan yaitu retinopati diabetik. Hampir 100%
pasien diabetes tipe 1 dan lebih dari 60% pasien diabetes tipe 2 berkembang
menjadi retinopati diabetik selama dua dekade pertama dari diabetes.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencegah atau menunda onset
terjadinya kompilkasi kehilangan penglihatan pada pasien retinopati diabetik.
Kontrol gula darah dan tekanan darah sebagaimana yang ditetapkan oleh
Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan Early Treatment
DiabeticRetinopathy Study (ETDRS) dapat mencegah insidens maupun
progresifitas dari retinopati diabetik.(1,2)

2.2 Anatomi
Mata adalah organ penglihatan yang terletak dalam rongga orbita dengan
struktur sferis dengan diameter 2,5 cm berisi cairan yang dibungkus oleh tiga
lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1)
sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar
mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera,
yang membentuk bagian putih mata. Di anterior, lapisan luar terdiri atas
kornea transparan tempat lewatnya berkas–berkas cahaya ke interior mata.
Lapisan tengah dibawah sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan
mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk memberi makan retina.
Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan
yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam.
Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah
energi cahaya menjadi impuls saraf.

12
Gambar 1 : Anatomi Mata. 5

Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola
mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus
siliare, dan berakhir di tepi ora serata. (4)
Retina dibentuk dari lapisan neuroektoderma sewaktu proses
embriologi. Retina berasal dari divertikulum otak bagian depan
(proencephalon). Pertama-tama vesikel optic terbentuk kemudian
berinvaginasi membentuk struktur mangkuk berdinding ganda, yang disebut
optic cup. Dalam perkembangannya, dinding luar akan membentuk epitel
pigmen sementara dinding dalam akan membentuk sembilan lapisan retina
lainnya. Retina akan terus melekat dengan proencephalon sepanjang
kehidupan melalui suatu struktur yang disebut traktus
retinohipotalamikus.(,6,7)

13
Gambar 2 : Lapisan Retina 7

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung


reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatasan dengan koroid
dan sel epitel pigmen retina. Retina terdiri atas 2 lapisan utama yaitu lapisan
luar yang berpigmen dan lapisan dalam yang merupakan lapisan saraf.
Lapisan saraf memiliki 2 jenis sel fotoreseptor yaitu sel batang yang berguna
untuk melihat cahaya dengan intensitas rendah, tidak dapat melihat warna,
untuk penglihatan perifer dan orientasi ruangan sedangkan sel kerucut
berguna untuk melihat warna, cahaya dengan intensitas inggi dan penglihatan
sentral. Retina memiliki banyak pembuluh darah yang menyuplai nutrient dan
oksigen pada sel retina.6,7
Lapisan-lapisan retina dari luar ke dalam :7
1. Epitel pigmen retina.
2. Lapisan fotoreseptor, terdiri atas sel batang yang mempunyai
bentuk ramping dan sel kerucut merupakan sel fotosensitif.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
4. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus kerucut
dan batang.
5. Lapisan pleksiform luar, yaitu lapisan aseluler yang merupakan
tempat sinapsis fotoreseptor dengan sel bipolar dan horizontal.

14
6. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel
horizontal, dan sel Muller. Lapisan ini mendapat metabolisme dari
arteri retina sentral.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat
sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapisan badan sel dari neuron
kedua.
9. Lapisan serabut saraf merupakan lapisan akson sel ganglion
menuju ke arah saraf optik. Di dalam lapisan ini terdapat sebagian
besar pembuluh darah retina.
10. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina
dan badan kaca.

Gambar 3 : Foto Fundus: Retina Normal.


Makula lutea terletak 3-4 mm ke arah temporal
dan sedikit di bawah disk optik, Diameter vena
1,5 kali lebih besar dari arteri.7

Vaskularisasi Retina
Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu arteri retina sentralis
yang merupakan cabang dari arteri oftalmika dan khoriokapilari yang berada
tepat di luar membrana Bruch. Arteri retina sentralis memvaskularisasi dua
per tiga sebelah dalam dari lapisan retina (membran limitans interna sampai
lapisan inti dalam), sedangkan sepertiga bagian luar dari lapisan retina
(lapisan plexiform luar sampai epitel pigmen retina) mendapat nutrisi dari

15
pembuluh darah di koroid. Arteri retina sentralis masuk ke retina melalui
nervus optik dan bercabang-cabang pada permukaan dalam retina. Cabang-
cabang dari arteri ini merupakan arteri terminalis tanpa anastomose. Lapisan
retina bagian luar tidak mengandung pembuluh-pembuluh kapiler sehingga
nutrisinya diperoleh melalui difusi yang secara primer berasal dari lapisan
yang kaya pembuluh darah pada koroid.6,7
Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang,
membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh koroid dapat
ditembus.Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel
pigmen retina.Fovea sentralis merupakan daerah avaskuler dan sepenuhnya
tergantung pada difusi sirkulasi koroid untuk nutrisinya. Jika retina
mengalami ablasi sampai mengenai fovea maka akan terjadi kerusakan yang
irreversibel.6,7

Innervasi Retina
Neurosensoris pada retina tidak memberikan suplai sensibel.Kelainan-
kelainan yang terjadi pada retina tidak menimbulkan nyeri akibat tidak
adanya saraf sensoris pada retina.Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan
pemeriksaan subyektif retina seperti : tajam penglihatan, penglihatan warna,
dan lapangan pandang. Pemeriksaan obyektif adalah elektroretinogram
(ERG), elektro-okulogram (EOG), dan visual evoked respons (VER).Salah
satu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keutuhan retina adalah
pemeriksaan funduskopi.6,7

2.3 Proliferatif Diabetik Retinopati


2.3.1 Definisi
Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan
pada penderita diabetes melitus. Retinopati ini tidak disebabkan oleh proses
radang. Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa aneurisma,
melebarnya vena, pedarahan dan eksudat lemak. Kelainan patologik yang

16
paling dini adalah penebalan membrane basal endotel kapiler dan penurunan
jumlah perisit.(4)

2.3.2 Epidemiologi
Diabetes adalah penyakit yang umum terjadi pada negara maju dan
menjadi masalah terbesar di seluruh dunia. Insidens diabetes telah meningkat
secara dramatis pada dekade terakhir ini dan diperkirakan akan meningkat
dua kali lipat pada dekade berikutnya. Meningkatnya prevalensi diabetes,
mengakibatkan meningkat pula komplikasi jangka panjang dari diabetes
seperti retinopati, nefropati, dan neuropati, yang mempunyai dampak besar
terhadap pasien maupun masyarakat.(2)
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering
ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes
memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding non
diabetes. Resiko mengalami retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan
dengan lamanya diabetes. Pada waktu diagnosis diabetes tipe I ditegakkan,
retinopati diabetik hanya ditemukan pada <5% pasien. Setelah 10 tahun,
prevalensi meningkat menjadi 40-50% dan sesudah 20 tahun lebih dari 90%
pasien sudah menderita rerinopati diabetik. Pada diabetes tipe 2 ketika
diagnosis ditegakkan, sekitar 25% sudah menderita retinopati diabetik non
proliferatif. Setelah 20 tahun, prevalensi retinopati diabetik meningkat
menjadi lebih dari 60% dalam berbagai derajat. Di Amerika Utara, 3,6%
pasien diabetes tipe 1 dan 1,6% pasien diabetes tipe 2 mengalami kebutaan
total. Di Inggris dan Wales, sekitar 1000 pasien diabetes tercatat mengalami
kebutaan sebagian atau total setiap tahun.(1,2,3)
2.3.3 Faktor Risiko
Faktor risiko retinopati diabetik antara lain:1.3.10
a) Durasi diabetes, adalah hal yang paling penting. Pada pasien yang
didiagnosa dengan DM sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati diabetic
setelah 50 tahun sekitar 50% dan setelah 30 tahun mencapai 90%.

17
b) Kontrol glukosa darah yang buruk, berhubungan dengan perkembangan
dan perburukan retinopati diabetik.
c) Tipe Diabetes, dimana retinopati diabetik mengenai DM tipe 1 maupun
tipe 2 dengan kejadian hampir seluruh tipe 1 dan 75% tipe 2 setelah 15
tahun.
d) Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya
retinopati diabetik, meliputi kontrol diabetes prakehamilan yang buruk,
kontrol ketat yang terlalu cepat pada masa awal kehamilan, dan
perkembangan dari preeklamsia serta ketidakseimbangan cairan.
e) Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan bertambah
beratnya retinopati diabetik dan perkembangan retinopati diabetik
proliferatif pada DM tipe I dan II.
f) Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetik. Sebaliknya
terapi penyakit ginjal (contoh: transplantasi ginjal) dapat dihubungkan
dengan perbaikan retinopati dan respon terhadap fotokoagulasi yang lebih
baik.
g) Faktor resiko yang lain meliputi merokok, obesitas, anemia dan
hiperlipidemia.

2.3.4 Klasifikasi Retinopati Diabetik


Ada banyak klasifikasi retinopati diabetik yang dibuat oleh para ahli.
Pada umumnya klasifikasi didasarkan atas beratnya perubahan mikrovaskular
retina dan atau tidak adanya pembentukan pembuluh darah baru di retina.1

Tabel 1 : Klasifikasi Retinopati Diabetik1,8,9


Tahap Deskripsi
Tidak ada Tidak ada tanda-tanda abnormal yang ditemukan pada retina.
retinopati Penglihatan normal.
Makulopati Eksudat dan perdarahan dalam area macula, dan/atau bukti edema

18
retina, dan/atau bukti iskemia retina. Penglihatan mungkin
berkurang; mengancam penglihatan.
Praproliferatif Bukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi ireguler dan
mungkin terlihat membentuk lingkaran. Penglihatan normal.
Proliferatif Perubahan oklusi menyebabkan pelepasan substansi
vasoproliferatif dari retina yang menyebabkan pertumbuhan
pembuluh darah baru di lempeng optik (NVD) atau di tempat lain
pada retina (NVE). Penglihatan normal, mengancam penglihatan.
Lanjut Perubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan ke dalam
vitreus atau antara vitreus dan retina. Retina juga dapat tertarik
dari epitel pigmen di bawahnya oleh proliferasi fibrosa yang
berkaitan dengan pertumbuhan pembuluh darah baru. Penglihatan
berkurang, sering akut dengan perdarahan vitreus; mengancam
penglihatan.

Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS)


membagi retinopati diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif.Retinopati
diabetik digolongkan ke dalam retinopati diabetik non proliferatif (RDNP)
apabila hanya ditemukan perubahan mikrovaskular dalam retina.Neovaskuler
merupakan tanda khas retinopati diabetik proliferatif.1

Tabel 2 : Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan ETDRS1,8,9


Retinopati Diabetik Non-Proliferatif
1. Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena,
mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.

19
2. Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat ≥ 1 tanda berupa
dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, eksudat keras, eksudat lunak atau
IRMA.
3. Retinopati nonproliferatif berat : terdapat ≥ 1 tanda berupa perdarahan dan
mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau
IRMA pada 1 kuadran.
4. Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan ≥ 2 tanda pada retinopati
non proliferative berat.
Retinopati Diabetik Proliferatif
1. Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi) : bila ditemukan minimal
adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup <1/4 dari daerah
diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskular
dimana saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.
2. Retinopati proliferatif risiko tinggi : apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor
resiko sebagai berikut, a) ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di
retina, b) ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus, c)
pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup > ¼
daerah diskus, d) perdarahan vitreus. Adanya pembuluh darah baru yang jelas
pada diskus optikus atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai
perdarahn, merupakan dua gambaran yang paling sering ditemukan pada
retinopati proliferatif dengan resiko tinggi.

20
Gambar 4 : Funduskopi pada NPDR.
Mikroneurisma, hemorrhages intraretina (kepala
panah terbuka), hard exudates merupakan deposit
lipid pada retina (panah), cotton-wool spots
menandakan infark serabut saraf dan eksudat
halus (kepala panah hitam).7

Gambar 5 : Funduskopi pada PDR. Tanda panah


menunjukkan adanya preretinal
neovascularization.7

2.3.5 Etiologi dan Patogenesis


Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, namun keadaan hiperglikemik lama dianggap sebagai faktor resiko utama.
Lamanya terpapar hiperglikemik menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia
yang akhinya menyebabkan perubahan kerusakan endotel pembuluh darah.
Perubahan abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah
dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain : 1) adhesi
platelet yang meningkat, 2) agregasi eritrosit yang meningkat, 3) abnormalitas
lipid serum, 4) fibrinolisis yang tidak sempurna, 4) abnormalitas serum dan
viskositas darah.
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel saraf.
Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan
kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh
permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea. Kelainan dasar dari

21
berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina tersebut. Dinding
kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit,
membrana basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh
pori yang terdapat pada membrana sel yang terletak diantara keduanya. Dalam
keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel retina adalah 1:1
sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut mencapai 20:1.
Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktilitas,
membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler serta
mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barrier
dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel
endotel saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks
ekstrasel dari membran basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap
beberapa jenis protein dan molekul kecil termasuk bahan kontras flouresensi yang
digunakan untuk diagnosis penyakit kapiler retina.1
Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai dari
penebalan membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel, dimana
pada keadaan lanjut, perbandingan antara sel endotel dan sel perisit mencapai
10:1. Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar yang terjadi di
tingkat kapiler yaitu (1) pembentukkan mikroaneurisma, (2) peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, (3) penyumbatan pembuluh darah, (4) proliferasi
pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina, (5) kontraksi
dari jaringan fibrous kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya
perfusi menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada
semua komponen darah.1,6
Retinopati diabetik merupakan mikroangiopati okuler akibat gangguan
metabolik yang mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang berkaitan dengan
hiperglikemia yaitu jalur poliol, glikasi non-enzimatik dan protein kinase C.1,2
 Jalur Poliol
Hiperglikemik yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi berlebihan
serta akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan alkohol, dalam jaringan
termasuk di lensa dan saraf optik. Salah satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak

22
dapat melewati membrane basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang
banyak dalam sel. Senyawa poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel
dan menimbulkan gangguan morfologi maupun fungsional sel.1,2
 Glikasi Nonenzimatik
Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA) yang
terjadi selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan
DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan
menyebabkan perubahan fungsi sel.1,2
 Protein Kinase C
Protein Kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas vaskular,
kontraktilitas, sintesis membrane basalis dan proliferasi sel vaskular. Dalam
kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat
peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yaitu suatu regulator PKC, dari
glukosa.1,2
Tabel 3. Hipotesis Mengenai Mekanisme Retinopati Diabetik1
Mekanisme Cara Kerja Terapi
Aldose reduktase Meningkatkan produksi sorbitol, Aldose reduktase
menyebabkan kerusakan sel. inhibitor
Inflamasi Meningkatkan perlekatan leukosit pada Aspirin
endotel kapiler, hipoksia, kebocoran,
edema macula.
Mekanisme Cara Kerja Terapi
Nitrit Oxide Meningkatkan produksi radikal bebas, Amioguanidin
Synthase meningkatkan VEGF.
Menghambat Menyebabkan hambatan terhadap jalur Belum ada
ekspresi gen metabolisme sel.
Apoptosis sel perisit Penurunan aliran darah ke retina, Belum ada
dan sel endotel meningkatkan hipoksia.
kapiler retina
VEGF Meningkat pada hipoksia retina, Fotokoagulasi

23
menimbulkan kebocoran , edema panretinal
makula, neovaskular.
PEDF Menghambat neovaskularisasi, menurun Induksi produksi
pada hiperglikemia. PEDF oleh gen
PEDF
GH dan IGF-I Merangsang neovaskularisasi. Hipofisektomi,
GH-receptor
blocker, ocreotide
PKC= protein kinase C; VEGF= vascular endothel growth factor; DAG= diacylglycerol;
ROS= reactive oxygen species; AGE= advanced glycation end-product; PEDF= pigment-
epithelium-derived factor; GF= growth factor; IGF-I= insulin-like growth factor I.1

Gambar 5 : Oklusi
Mikrovaskular pada
Retinopati Diabetik.10

Sebagai hasil dari perubahan mikrovaskular tersebut adalah terjadinya oklusi


mikrovaskular yang menyebabkan hipoksia retina. Hilangnya perfusi (non
perfussion) akibat oklusi dan penumpukan leukosit kemudian menyebabkan
iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah.
Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau plasma
melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari stadium ini adalah cotton wool spot.
Efek dari hipoksia retina yaitu arteriovenous shunt. A-V shunt berkaitan dengan
oklusi kapiler dari arterioles dan venules. Inilah yang disebut dengan Intraretinal
microvascular abnormalities (IRMA). Selain itu, dapat ditemukan dot hemorrhage
dan vena yang seperti manik-manik.10

24
Gambar 6 : Akibat dari Iskemik Retina
pada Retinopati Diabetik. 10

Gambar 7 : Intraretinal Microvascular


Abnormalities (IRMA), berlokasi di retina
superficial berdekatan dengan area non
perfusi.10
Hilangnya sel perisit pada hiperglikemia menyebabkan antara lain
terganggunya fungsi barrier, kelemahan dinding kapiler serta meningkatnya
tekanan intraluminer kapiler. Kelemahan fisik dari dinding kapiler menyebabkan
terbentuknya saccular pada dinding pembuluh darah yang dikenal dengan
mikroaneurisma yang kemudian bisa menyebabkan kebocoran atau menjadi
thrombus. Konsekuensi dari meningkatnya permeabilitas vaskular adalah
rusaknya barrier darah-retina sehingga terjadi kebocoran plasma ke dalam retina
yang menimbulkan edema macula. Edema ini dapat bersifat difus ataupun lokal.
Edema ini tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma
dan eksudat intraretina sehingga terbentuk zona eksudat kuning kaya lemak

25
bentuk bundar (hard exudates) di sekitar mikroaneurisma dan paling sering
berpusat di bagian temporal makula.10
Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk nyala
api karena lokasinya di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal.
Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik (dot hemorrhage) atau bercak terletak di
lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson berorientasi vertical.
Perdarahan terjadi akibat kebocoran eritrosit, eksudat terjadi akibat kebocoran dan
deposisi lipoprotein plasma, sedangkan edema terjadi akibat kebocoran cairan
plasma.10,11

Gambar 8 : Akibat dari Peningkatan


Permeabilitas Vaskular pada Retinopati
Diabetik.10

Pada retina yang iskemik, faktor angiogenik seperti vascular endothelial


growth factor (VEGF) dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1 )diproduksi.
Faktor-faktor ini menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru pada area
preretina dan nervus optik (PDR) serta iris (rubeosis iridis). Neovaskularisasi
dapat terjadi pada diskus (NVD) atau dimana saja (NVE).10

26
Gambar 9 : Lokasi NVD dan NVE.10

Pembuluh darah baru yang terbentuk hanya terdiri dari satu lapisan sel
endotel tanpa sel perisit dan membrane basalis sehingga bersifat sangat rapuh dan
mudah mengalami perdarahan. Pembuluh darah baru tersebut sangat berbahaya
karena bertumbuhnya secara abnormal keluar dari retina dan meluas sampai ke
vitreus, menyebabkan perdarahan disana dan dapat menimbulkan kebutaan.
Perdarahan ke dalam vitreus akan menghalangi transmisi cahaya ke dalam mata
dan memberi penampakan berupa bercak warna merah, abu-abu, atau hitam pada
lapangan penglihatan. Apabila perdarahan terus berulang, dapat terjadi jaringan
fibrosis atau sikatriks pada retina. Oleh karena retina hanya berupa lapisan tipis
yang terdiri dari beberapa lapisan sel saja, maka sikatriks dan jaringan fibrosis
yang terjadi dapat menarik retina sampai terlepas sehingga terjadi ablasio
retina.3,10,11
2.3.6 Gejala Klinik
Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang lama.
Hanya pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular atau hemorrhages
vitreus maka pasien akan menderita kegagalan visual dan buta mendadak. Gejala

27
klinis retinopati diabetik proliferatif dibedakan menjadi dua yaitu gejala subjektif
dan gejala obyektif. Gejala Subjektif yang dapat dirasakan : 1,2,11
 Kesulitan membaca
 Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula
 Penglihatan ganda
 Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
 Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
 Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip .
Adapun gejala objektif pada retina yang dapat dilihat yaitu :
a. Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena
dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah
terutama polus posterior. Mikroaneurisma terletak pada lapisan nuclear dalam
dan merupakan lesi awal yang dapat dideteksi secara klinis. Mikroaneurisma
berupa titik merah yang bulat dan kecil, awalnya tampak pada temporal dari
fovea. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurisma dipolus posterior.

Gambar 10 : Mikroaneurisma dan


hemorrhages pada backround diabetic
retinopathy. 10

28
Gambar 11 : FA menunjukkan titik hiperlusen
yang menunjukkan mikroaneurisma non-
trombosis. 10

b. Perubahan pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan lumennya


ireguler dan berkelok-kelok seperti sausage-like.

Gambar 12: Dilatasi Vena.10

c. Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannyakhusus


yaitu iregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata
membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam
beberapa minggu.

29
Gambar 13 : Hard Exudates. 10

Gambar 14 : FA Hard Exudate


menunjukkan hipofluoresens. 10

d. Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia
retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning
bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah
nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.

30
Gambar 15 :Cotton Wool Spots pada oftalmologi
dan FA. 10

e. Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula
(macula edema) sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan. Edema retina
awalnya terjadi antara lapisan pleksiform luar dan lapisan nucleus dalam.
f. Pembuluh darah baru (Neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak
dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam,
berkelompok dan ireguler. Mula–mula terletak dalam jaringan retina, kemudian
berkembang ke daerah preretinal kemudian ke badan kaca. Pecahnya
neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina,
perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan badan kaca.

Gambar 16 : NVD severe dan NVE severe.10

31
Gambar 17 : Retinopati Diabetik Resiko tinggi
yang disertai perdarahan vitreus. 10

Berikut ini beberapa perbedaan antara NPDR dan PDR1,5,7,10

NPDR PDR
Mikroaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)
Perdarahan intraretina (+) Perdarahan intraretina (+)
Hard eksudat (+) Hard eksudat (+)
Oedem retina(+) Oedem retina (+)
Cotton Wool Spots (+) Cotton Wool Spots (+)
IRMA (+) IRMA(+)
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (+)
Perdarahan Vitreous (-) Perdarahan Vitreous (+)
Pelepasan retina secara traksi (-) Pelepasan retina secara traksi (+)

2.3.7 Diagnosis
Retinopati diabetik dan berbagai stadiumnya didiagnosis berdasarkan
pemeriksaan stereoskopik fundus dengan dilatasi pupil. Oftalmoskopi dan foto
funduskopi merupakan gold standard bagi penyakit ini. Angiografi
Fluoresens(FA) digunakan untuk menentukan jika pengobatan laser diindikasikan.

32
FA diberikan dengan cara menyuntikkan zat fluorresens secara intravena dan
kemudian zat tersebut melalui pembuluh darah akan sampai di fundus.

Gambar 18 : Neovaskularisasi retina


perifer lebih terlihat jelas dengan
angiography daripada funduskopi.

2.3.8 Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan.
Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi
perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.
1. Pemeriksaan rutin pada ahli mata
Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun
setelah diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes melitus
tipe II telah menderita retinopati saat didiagnosis diabetes pertama kali.Pasien-
pasien ini harus melakukan pemeriksaan mata saat diagnosis ditegakkan.Pasien
wanita sangat beresiko perburukan retinopati diabetik selama kehamilan.
Pemeriksaan secara umum direkomendasikan pada pasien hamil pada semester
pertama dan selanjutnya tergantung kebijakan ahli matanya.9

Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Umur atau Kehamilan


Umur onset Rekomendasi pemeriksaan Follow up rutin
DM/kehamilan pertama kali minimal
0-30 tahun Dalam waktu 5 tahun setelah Setiap tahun
diagnosis

33
>31 tahun Saat diagnosis Setiap tahun
Hamil Awal trimester pertama Setiap 3 bulan atau
sesuai kebijakan dokter
mata
Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan, ahli
mata mungkin lebih memilih untuk megikuti perkembangan pasien-pasien
tertentu lebih sering karena antisipasi kebutuhan untuk terapi.9

Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Temuan Pada Retina


Abnormalitas retina Follow-up yang disarankan
Normal atau mikroaneurisma yang sedikit Setiap tahun
Retinopati Diabetik non proliferatif ringan Setiap 9 bulan
Retinopati Diabetik non proliferative Setiap 6 bulan
Retinopati Diabetik non proliferative Setiap 4 bulan
Edema makula Setiap 2-4 bulan
Retinopati Diabetik proliferative Setiap 2-3 bulan

2. Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi


Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik,
Diabetik Control and Cmplication Trial (DCCT) melakukan penelitian
terhadap 1441 pasien dengan DM Tipe I yang belum disertai dengan retinopati
dan yang sudah menderita RDNP. Hasilnya adalah pasien yang tanpa retinopati
dan mendapat terapi intensif selama 36 bulan mengalami penurunan resiko
terjadi retinopati sebesar 76% sedangkan pasien dengan RDNP dapat
mencegah resiko perburukan retinopati sebesar 54%. Pada penelitian yang
dilakukan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) pada
penderita DM Tipe II dengan terapi intensif menunjukkan bahwa setiap
penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan penurunan resiko
komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil penelitian DCCT dan UKPDS
tersebut memperihatkan bahwa meskipun kontrol glukosa darah secara intensif
tidak dapat mencegah terjadinya retinopati diabetik secara sempurna, namun

34
dapat mengurangi resiko timbulnya retinopati diabetik dan memburuknya
retinopati diabetikyang sudah ada.Secara klinik, kontrol glukosa darah yang
baik dapat melindungi visus dan mengurangi resiko kemungkinan menjalani
terapi fotokoagulasi dengan sinar laser. UKPDS menunjukkan bahwa control
hipertensi juga menguntungkan mengurangi progresi dari retinopati dan
kehilangan penglihatan. 1,3,9

3. Fotokoagulasi
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi
retinopati diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat
meyebabkan kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi.Suatu uji
klinik yang dilakukan oleh National Institute of Health di Amerika Serikat
jelas menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila
dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati
diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi
penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi
fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema macula dan
neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3 metode terapi
fotokoagulasi yaitu :1,2,9,10
a. Scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus
dengan kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi
dan untuk menghilangkan neovaskular dan mencegah neovaskularisasi
progresif nantinya pada saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada
sudut bilik anterior dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke
daerah retina yang jauh dari macula untuk menyusutkan neovaskular.

35
Gambar 19 : Tahap-tahap PRP. 10
b. Focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi
mikrovaskular di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm
dari tengah fovea. Teknik ini mengalami bertujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan edema macula.
c. Grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana
pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang
difus. Terapi edema macula sering dilakukan dengan menggunakan
kombinasi focal dan grid photocoagulation.

Gambar 20. Panretinal fotokoagulasi pada PDR. 10

36
Gambar 21. Grip fotokoagulasi untuk diabetik
makular edema. 2

4. Injeksi Anti VEGF


Bevacizumab adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Sebuah studi baru-
baru ini diusulkan menggunakan bevacizumad intravitreus untuk degenerasi
makula terkait usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah perawatan kita melihat
pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh dalam waktu
tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya memiliki
pengaruh yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis. Bevacizumab
merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah
pertumbuhan prolirerasi sel endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi
vaskular oleh karena peningkatan kematian sel endotel. Untuk penggunaan okuler,
bevacizumab diberikan via intra vitreal injeksi ke dalam vitreus melewati pars
plana dengan dosis 0,1 mL. Lucentis merupakan versi modifikasi dari
bevacizumab yang khusus dimodifikasi untuk penggunaan di okuler via intra
vitreal dengan dosis 0,05 mL.1,2,8,10

5. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan
(opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif. Vitrektomi dapat
juga membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang

37
mengalami proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi
pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi,
RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.1,2,8

Gambar 22 : Vitrektomi10
Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan clinical trial pada
pasien dengan dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS mengevaluasi
keuntungan pada vitrektomi yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus)
dengan yang terlambat ( setalah 1 tahun) dengan perdarahan vitreous berat dan
kehilangan penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes tipe 1 secara jelas
menunjukan keuntungan vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe 2. DRSV juga
menunjukkan keuntungan vitrektomi awal dibandingkan dengan managemen
konvensional pada mata dengan retinopati diabetik proliferatif yang sangat berat.9

2.3.9 Komplikasi1,12,10,11
a) Rubeosis iridis progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling
sering.Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon
terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik
pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik.
Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai
percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane
fibrovaskular pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari

38
akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula
sehingga menghambat pembuangan aquous dengan akibat intra ocular presure
meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.Suatu saat membrane
fibrovaskular ini konstraksi menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia
anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan tekanan
intra okuler meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang intra
okuler.Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis terdapat pada penderita
retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya rubeosis pada pasien retinopati
diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan bedah. Insiden terjadinya
rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan vitrektomi,
sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi
enam bulan pertama setelah dilakukan operasi.
b) Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang
terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan
jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan
dapat meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain dari glaukoma
neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma
trombotik dan glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan
neovaskular pada iris (rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris (rubeosis
iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina
akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling
sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi
pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan
membentuk membrane fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial
sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur
mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan akuos dengan
akibat Intra Ocular Presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.
c) Perdarahan vitreus rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik
proliferatif.Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi

39
pada retina hingga ke rongga vitreus.Pembuluh darah baru yang tidak
mempunyai struktur yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah
mengakibatkan perdarahan.Perdarahan vitreus memberi gambaran perdarahan
pre-retina (sub-hyaloid) atau intragel.Perdarahan intragel termasuk didalamnya
adalah anterior, middle, posterior, atau keseluruhan badan vitreous.
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi
saat perdarahan vitreous masih sedikit.Pada perdarahan badan kaca yang
massif, pasien biassanya mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-
tiba.Oftalmoskopi direk secara jauh akanmenampakkan bayangan hitam yang
berlawanan dengan sinar merah pada perdahan vitreous yang masih sedikit dan
tidak ada sinar merah jika perdarahan vitreous sudah banyak. Oftalmoskopi
direk dan indirek menunjukkan adanya darah pada ruang
vitreous.Ultrasonografi Bscan membantu untuk mendiagnosa perdarahan badan
kaca.
d) Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari
lapisan pigmen epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa
menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau
kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur.

2.3.10 Diagnosis Banding


Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vascular retina lainnya,
adalah hipertensive retinopathy.1,2

2.3.11 Prognosis
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau
menunda retinopati. Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan
tekanan darah disesuaikan <140/85 mmHg). Tanpa pengobatan, Detachment
retinal tractional dan edema macula dapat menyebabkan kegagalan visual yang
berat atau kebutaan. Bagaimanapun juga, retinopati diabetik dapat terjadi
walaupun diberi terapi optimum.1,9,10

40
BAB 3

KESIMPULAN

Diabetic retinopati adalah suatu kelainan retina yang diakibatkan oleh


peyakit diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Hampir 100% pasien diabetes tipe
1 dan lebih dari 60% pasien diabetes tipe 2 berkembang menjadi retinopati
diabetik selama dua dekade pertama dari diabetes. Diabetik retinopati dibagi
menjadi NPDR dan PDR.

Faktor resiko PDR antara lain durasi DM, tipe DM, kontrol gula darah
yang buruk, kehamilan, hipertensi yang tidak terkontrol, nefropati, obesitas,
merokok, anemia, dyslipidemia. Gejala klinis yang didapatkan yaitu kesulitan
membaca, penglihatan kabur disebabkan karena edema macula, penglihatan
ganda, penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata, melihat lingkaran-lingkaran
cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus, dan melihat bintik gelap & cahaya
kelap-kelip. Sedangkan hasil pemeriksaan funduskopi diperoleh mikroaneurisma,
hard eksudate, soft eksudat, neovaskularisasi dan edema retina.

Terapi untuk PDR terdiri dari kontrol mata ke spesialis mata, kontrol gula
darah dan hipertensi, fotokoagulasi, kinjeksi anti VEGF, hingga vitrektomi.
Adapun komplikasi yang sering terjadi ialah perdarahan vitreus. Kontrol kadar
gula darah (HbA1C <7%) dapat mencegah dan menunda retinopati.

41
DAFTAR PUSTAKA
1. Pandelaki K. Retinopati Diabetik. Sudoyo AW, Setyiohadi B, Alwi I,
Simadibrata KM, Setiati S, editors. Retinopati Diabetik. Dalam : Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Penerbit Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p.1857,
1889-1893.
2. Zing-Ma J, Sarah X-hang. Endogenous Angiogenic Inhibitors in Diabetic
Retinopathy. In: Ocular Angiogenesis Disease. Mew Jersey : Humana Press ;
2006. p 23-35.
3. Rema M, dan R. Pradeepa. Diabetic retinopathy: An Indian perspective.
Madras Diabetes Research Foundation &Dr Mohan’s Diabetes Specialities
Centre, Chennai, India. Indian J Med Res 125; March 2007. p 297-310.
4. Vaughan D. Oftalmologiumum: Retina dan tumor intraocular. Edisi 14.
Jakarta :WidyaMedika; 2000. p. 13-4, 211-17.
5. Netter FH, Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology, 2002, Comtan:
U.S.A. P. 82.
6. Joussen A.M. Retinal Vascular Diseease. New York: Springer; 2007. p. 3-5,
66-70, 129-132, ,228-31, 309, 291-331
7. Lang G. Ophtalmology a Short Textbook : Vascular Disorder. New York :
Thieme; 2000. p. 299-301, 314-18.
8. Mitchell P.Guidelines for the Management of Diabetic Retinopathy : Diabetic
Retinopathy. Australia : National Health and Medical Research Council ;
2008. p 26-31,44-47,96-104.
9. Weiss J. Retina and Vitreous : Retinal Vascular Disease. Section 12 Chapter
5. Singapore: American Academy of Ophtalmology; 2008. p 107-128
10. Kanski J. Retinal Vascular Disease. In :Clinical Ophthalmology.
London:Butterworth-Heinemann;2003. p.439-54,468-70.
11. Bhavsar A. Proliferative Retinopathy diabetic .Publish [ Oct 06,2009 ] Cited
on [ Februari 2019] available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1225122-print.

42
12. WHO. Prevention of Blindness from Diabetes Mellitus. Switzerland : WHO
Library Publication Data; 2005. p 8-14.
13. Wong TY, Mitchell P, editors. Current concept hypertensive retinopathy. The
New England Journal of Medicine 2004 351:2310-7 [Online]. 2004 Nov 25
[cited 2019 Februari]: [8 screens]. Available from:
URL:http://www.nejm.org/cgi/reprint/351/22/2310.pdf.

43

Anda mungkin juga menyukai