Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

OD ABLYOPIA REFRAKTIF + COMPOUND HIPERMETROP ASTIGMAT

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Umur : 9 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku / bangsa : Makassar/ Indonesia
Agama : Islam
Tgl masuk : 29 Nov 2014
No. Reg : 031012
Rumah Sakit : Rumah Sakit Pendidikan UNHAS
Pemeriksa : dr. D

II. ANAMNESIS

Keluhan utama : Penglihatan mata kanan kabur

Anamnesis Terpimpin : Dialami sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu. Dirasakan kabur
pada saat melihat jauh. Saat di kelas pasien duduk pada deret ke-3 dan tidak dapat melihat
tulisan di papan tulis dengan jelas. Penglihatan ganda tidak ada. Mata tidak tampak juling. Jika
pasien menonton tv harus selalu dengan jarak yang dekat dan merasa sering cepat lelah bila
terlalu lama membaca buku atau menonton tv. Riw. Pasien pernah berobat ke dokter Spesialis
mata sekitar 6 bulan yang lalu dan didiagnosis dengan Ambliopia serta telah mendapatkan
terapi tutup mata dan kaca mata.
Riwayat keluarga menderita penyakit yang sama tidak ada.

III. PEMERIKSAAN
Keadaan Umum : Sakit sedang/ Gizi cukup/Sadar
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 36,50C

1
IV. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
A. INSPEKSI

PEMERIKSAAN OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Apparatus
Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
lakrimalis
Silia Sekret (-) Sekret (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Bola Mata Normal Normal
Kornea Jernih Jernih
Bilik Mata Depan Normal Normal
Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
Lensa jernih jernih
Normal Normal

Mekanisme
Muskular

B . PALPASI
PALPASI OD OS
Tensi Okuler Tn Tn
Nyeri Tekan (-) (-)
Massa Tumor (-) (-)
Glandula
Pembesaran (-) Pembesaran (-)
Preaurikuler

C. Tonometri : tidak dilakukan pemeriksaan

D. Visus : VOD = 20/150  S+ 3.50, C- ),75 AX 1800  20/70 F (Kaca mata


lama)
VOS = 20/20

E. Campus visual : Tidak dilakukan pemeriksaan

2
F. Colour sense : Tidak dilakukan pemeriksaan

G. Light sense : Light Projection


OD OS
+ +
+ + + +
+ +

H. Penyinaran oblik
PEMERIKSAAN OD OS
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Kornea Jernih Jernih
Bilik Mata Depan Normal Normal
Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
Pupil Bulat, sentral, RC (+) Bulat, sentral, RC (+)
Lensa jernih jernih
Nistagmus - -

I. Pemeriksaan lain :
Hirchberg Test : OD 70 Exotropia,
OS 00
Cover Test : N = Exophoria
D : Ortho

WFDT (dengan kacamata) = +


- Fusi = Normal
- Diplopia = Tidak ada
- Supresi = Tidak ada

Stereopsy (dengan kacamata) = 240 (TNO)

J. Funduskopi :
FOD : Refleks fundus (+), papil N. II batas tegas, CDR 0,3, A/V 2/3, makula
refleks fovea (+).
FOS : Refleks fundus (+), papil N. II batas tegas, CDR 0,3, A/V 2/3, makula

3
refleks fovea (+).

K. Slit lamp : Tidak dilakukan pemeriksaan

L. Tes Flouresence : Tidak dilakukan pemeriksaan

M. Gonioskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan

N. USG Mata : Tidak dilakukan pemeriksaan

O. Laboratorium : Tidak dilakukan pemeriksaan

Resume :
Seorang perempuan 9 tahun datang ke poli mata RSP bersama ibunya dengan keluhan
penglihatan kabur yang sudah dialami sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu. Dirasakan kabur
pada saat melihat jauh maupun dekat. Saat di kelas pasien duduk pada deret ke-3 dan tidak
dapat melihat tulisan di papan tulis dengan jelas. Penglihatan ganda tidak ada. Mata tidak
tampak juling. Jika pasien menonton tv harus selalu dengan jarak yang dekat. Riw. Pasien
pernah berobat ke dokter Spesialis mata sekitar 6 bulan yang lalu dan didiagnosis dengan
Ambliopia serta telah mendapatkan terapi tutup mata dan kaca mata.
Riwayat keluarga menderita penyakit yang sama tidak ada.
 Pemeriksaan visus: VOD = 20/150  S+ 3.50, C- ),75 AX 1800  20/70 F (Kaca mata
lama), VOS = 20/20
 Inspeksi dan Palpasi = Dalam batas normal
 FOD: : dalam batas normal
 Hirchberg Test : OD 70 Exotropia, OS 00
 Cover Test : N = Exophoria, D : Ortho
 WFDT (dengan kacamata) = + (Fusi = Normal, Diplopia = Tidak ada, Supresi = Tidak
ada)
 Stereopsy (dengan kacamata) = 240 (TNO)

4
N. Diagnosis
OD Ambliopia Refraktif + Compound Hipermetrop Astigmat

O. Penatalaksanaan
Kacamata monofokal sesuai koreksi
Patching 5-6 jam/hari  Kontrol 6 bulan berikutnya
Bery vision 1x1

P. Prognosis
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Sanam : Dubia
Quo ad Visam : Dubia
Quo ad Comesticum : Dubia

R. DISKUSI

Berdasarkan hasil anamnesis didapatkan adanya penglihatan kabur mata kanan pada
saat melihat jauh maupun dekat danmerasa cepat lelah jika terlalu lama menonton tv dan
membaca, tanpa disertai adanya penglihatan ganda, mata juling.
ophthalmology didapatkan Visus mata kanan 20/150 dan setelah dikoreksi, visus mata
kanan menjadi 20/70F atau tidak bisa mencapai visus 20/20. dan tidak ditemukan kelainan
apapun pada inspeksi, palpasi dan pemeriksaan lainnya.
Pada pemeriksaan deviasi bola mata, pada pemeriksaan sensoris yaitu WFDT dan
Stereopsy normal jika pasien menggunakan kacamata, sedangkan pada pemeriksaan motoris
pada tes Hirchberg OD 70 Exotropia OS 00.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis di atas maka kita dapat mendiagnosis
sebagai Amblyopia oleh karna terdapat penurunan visus yang tidak dapat dikoreksi tanpa
disertai adanya kelainan organik yang dapat menyebabkan penurunan visus seperti adanya
kelainan pada kornea atau lensa. Oleh karena pada mata kanan dikeluhkan kabur saat melihat
jauh maupun dekat serta pada pemberian kacamata Sferis + dan Cylinder + menunjukkan
adanya perbaikan visus walaupun hanya beberapa baris, sehingga dapat didiagnosis menjadi
OD Compound Hipermetrop Astigmat.
Amblyopia dapat diklasifikasikan menjadi ambilopia strabismus, anisometropia,
ametropia dan ambilopia deprivasi. Untuk ambliopia refraktif sendiri itu merupakan ambliopia
5
pada mata ametropia atau anisometropia yang tidak dikoreksi. Dan penglihatan dapat membaik
jika setelah beberapa bulan jika dikoreksi.
Prinsip penanganan ambliopia itu sendiri meliputi : Penatalaksanaan ambliopia
meliputi langkah – langkah berikut :
1. Menghilangkan (bila mungkin) semua penghalang penglihatan seperti katarak
2. Koreksi kelainan refraksi
3. Paksakan penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi penggunaan mata yang
lebih baik.
Oleh karena itu pada pasien ini selain di koreksi kelainan refraksinya, dapat dilakukan
patching tes yaitu dengan menutup mata yang sehat setiap hari selama 5 – 6 jam sehingga mata
yang sakit dapat di paksa untuk memfokuskan bayangannya. Diharapkan dengan melakukan
ini dapat setidaknya memperbaiki fungsi dari mata kanannya yang sakit.
Waktu yang diperlukan untuk lamanya terapi tergantung pada hal berikut : Derajat
ambliopia, Pilihan terapeutik yang digunakan, Kepatuhan pasien terhadap terapi yang dipilih,
Usia pasien.

6
BAB I
PENDAHULUAN

Ambliopia adalah penurunan tajam penglihatan,walaupun sudah diberi koreksi yang


terbaik. Ambliopia dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak dapat dihubungkan
langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras penglihatan posterior. Ambliopia
berasal dari bahasa Yunani,yang berarti penglihatan tumpul atau pudar (amblus : pudar, Ops :
mata). Klasifikasi ambliopia dibagi ke dalam beberapa kategori dengan nama yang sesuai
dengan penyebabnya yaitu ambliopia strabismik, fiksasi eksentrik, ambliopia anisometropik,
ambliopia isometropia dan ambliopia deprivasi.1
Ambliopia, dikenal juga dengan istilah “mata malas” (lazy eye), merupakan suatu
permasalahan dalam penglihatan yang memang hanya mengenai 2 – 3 % populasi, tapi bila
dibiarkan akan sangat merugikan nantinya bagi kehidupan si penderita. Insidensinya tidak
dipengaruhi jenis kelamin dan ras. Ambliopia tidak dapat sembuh dengan sendirinya.
Ambliopia yang tidak diterapi dapat menyebabkan gangguan penglihatan permanen. Jika
nantinya pada mata yang baik itu timbul suatu penyakit ataupun trauma, maka penderita akan
bergantung pada penglihatan buruk mata yang ambliopia, oleh karena itu ambliopia harus
ditatalaksana secepat mungkin.1
Hampir seluruh kasus ambliopia itu dapat dicegah dan bersifat reversibel dengan
deteksi dini dan intervensi yang tepat. . Umumnya penatalaksanaan ambliopia dilakukan
dengan menghilangkan penyulit, mengkoreksi kelainan refraksi, dan memaksakan penggunaan
mata yang lebih lemah dengan membatasi penggunaan yang lebih baik. Anak dengan ambliopia
atau yang beresiko ambliopia hendaknya dapat diidentifikasi pada umur dini, dimana prognosis
keberhasilan terapi akan lebih baik. Prognosis juga ditentukan oleh jenis ambliopia dan
dalamnya ambliopia saat terapi dimulai.1

7
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
1. DEFINISI

Ambliopia adalah suatu keadaan mata dimana tajam penglihatan tidak mencapai
optimal sesuai dengan usia dan intelegensinya walaupun sudah dikoreksi kelainan refraksinya.
Ambliopia berasal dari bahasa Yunani yaitu amblyos (tumpul) dan opia (penglihatan). Dikenal
juga dengan “lazy eye” atau mata malas. Amblyopia merupakan suatu keadaan dimana
pemeriksa tidak melihat apa – apa dan terkadang pasien hanya dapat melihat sangat sedikit. 1

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 1 : Anatomi bola mata2


Untuk dapat melihat maka diperlukan 3 komponen yaitu : Media refraksi yang dilalui
oleh cahaya, persarafan yang menerima cahaya dan menghantarkannya ke otak, serta otak
sendiri yang kemudian berfungsi sebagai persepsi. Yang termasuk kedalam media refraksi
adalah kornea, aquous humor, lensa, dan vitreus humor. Masing – masing dari organ ini harus
dalam keadaan jernih sehingga dapat dilalui oleh cahaya. Setiap komponen tersebut memiliki
indeks bias yang berbeda-beda (Kornea= 1,37; Aquous humor= 1,33 ; Lensa=1,4 ; dan korpus
vitreus= 1,33) serta memiliki kekuatan dioptric yang berbeda. Hal ini berperan terhadap letak

8
dimana cahaya akan difokuskan nantinya yaitu di retina. Cahaya yang masuk melalui media
refraksi kemudian difokuskan diretina. Kemudian diretina akan terjadi potensial aksi sehingga
menghasilkan impuls listrik yang kemudian akan dihantarkan ke thalamus melalui nervus optik
ke korpus geniculatum lateral di thalamus. Tetapi sebelum sampai akan terjadi persilangan di
chiasma optikum sehingga mata kiri dan kanan dapat saling berhubungan. Dari korpus
geniculatum lateral kemudian nantinya akan dihantarkan rangsangannya ke koteks di lobus
occipital yang berperan dalam fungsi penglihatan.2

Gambar 2 : Fisiologi melihat (Visual Pathway)2


Pergerakan bola mata :2
a. Muskulus rektus lateral, kontaksinya akan menghasilkan abduksi atau
menggulirnya bola mata kearah temporal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke IV
(saraf abdusen).
b. Muskulus rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau
menggulirnya bola mata kearah nasal dan otot ini dipersarafi oleh saraf ke III (saraf
okulomotor).
c. Muskulus rektus superior, kontraksinya akan menghasilkan elevasi, aduksi, dan
intorsi bola mata yang dipersarafi oleh saraf ke III (saraf okulomotor).
d. Muskulus rektus inferior, kontraksinya akan menghasilkan depresi, adduksi, dan
ekstorsi yang dipersarafi oleh saraf ke III(saraf okulomotor).

9
e. Muskulus oblik superior, kontraksinnya akan menghasilkan intorsi, abduksi, dan
depresi yang dipersarafi saraf ke IV (saraf troklear)
f. Muskulus oblik inferior ,kontraksinya akan menghasilkan ekstorsi, abduksi, dan
elevasi yang dipersarafi saraf ke III(saraf okulomotor).

Gambar 3. Otot-Otot Gerak Bola Mata2


Binoculars Fusion
Normalnya mata mempunyai penglihatan binokuler yaitu setiap saat terbentuk
bayangan tunggal dari kedua bayangan yang diterima oleh kedua mata sehingga terjadi
fusi dipusat penglihatan. Hal tersebut dapat terjadi karena dipertahankan oleh otot
penggerak bola mata agar selalu bergerak secara teratur, gerakan otot yang satu akan
mendapatkan keseimbangan gerak dari otot yang lainnya sehingga bayangan benda yang
jadi perhatian selalu jatuh tepat dikedua fovea sentralis. Syarat terjadi penglihatan
binokuler normal:2
1. Tajam penglihatan pada kedua mata sesudah dikoreksi refraksi anomalinya tidak
terlalu berbeda dan tidak terdapat aniseikonia.
2. Otot-otot penggerak kedua bola mata seluruhnya dapat bekerja sama dengan baik,
yakni dapat menggulirkan kedua bola mata sehingga kedua sumbu penglihatan
menuju pada benda yang menjadi pusat perhatiannya.
3. Susunan saraf pusatnya baik, yakni sanggup menfusi dua bayangan yang datang dari
kedua retina menjadi satu bayangan tunggal.
Bayi yang baru lahir, faal penglihatan belum normal, visus hanya dapat
membedakan terang dan gelap saja. Adanya perkembangan umur, visus juga ikut
berkembang. Pada usia 5-6 tahun, visus mencapai maksimal. Perkembangan yang pesat

10
mulai saat kelahiran sampai tahun-tahun pertama. Bila tidak ada anomali
refraksi/kekeruhan media/kelainan retina maka visus tetap sampai hari tua. Tajam
penglihatan normal berarti fiksasi dan proyeksi normal sehingga mampu membedakan:2
1. bentuk benda
2. warna
3. intensitas cahaya
Bersamaan dengan perkembangan visus, berkembang pula penglihatan binokularitasnya.
Bila perkembangan visus berjalan dengan baik dan fungsi ke 6 pasang otot penggerak bola
mata juga baik, serta susunan saraf pusatnya sanggup menfusi dua gambar yang diterima
oleh retina mata kanan dan kiri maka ada kesempatan untuk membangun penglihatan
binokular tunggal stereoskopik.2

Gambar 4. Penglihatan Binokular Stereoskopik2


Gangguan gerakan bola mata terjadi bila terdapat satu atau lebih otot mata yang
tidak dapat mengimbangi gerakan otot mata lainnya maka akan terjadi gangguan
keseimbangan gerakan mata sumbu penglihatan akan menyilang mata menjadi
strabismus.2

3. EPIDEMIOLOGI

Ambliopia adalah suatu masalah kesehatan masyarakat yang penting oleh karena
menyebabkan penderitaan seumur hidup. Usaha-usaha untuk mengatasinya memerlukan biaya
yang besar, kedisiplinan yang tinggi dari dokter dan pasiennya, juga waktu yang lama.
11
Prevalensi ambliopia di Amerika Serikat sulit untuk ditaksir dan berbeda pada tiap literatur,
berkisar antara 1 – 3,5 % pada anak yang sehat sampai 4 – 5,3 % pada anak dengan problema
mata. Hampir seluruh data mengatakan sekitar 2 % dari keseluruhan populasi menderita
ambliopia. Di Cina, menurut data bulan Desember tahun 2005, sekitar 3 – 5 % atau 9 hingga 5
juta anak menderita ambliopia.3
Di Indonesia , suatu penelitian dengan sampel Murid-murid kelas 1 SD di kotamadya
bandung, menunjukkan angka prevalensi Ambliopia berkisar 1,56 % . Pada sebuah penelitian
di Yogyakarta , didapatkan bahwa insidensi Ambliopia pada anak di kawasan perkotaan adalah
sebesar 0,25% sedangkan di pedesaaan sebesar 0,20%.1
Tidak ada perbedaan insidensi berdasarkan jenis kelamin dan ras. Usia terjadinya
ambliopia yaitu pada periode kritis dari perkembangan mata. Resiko meningkat pada anak yang
perkembangannya terlambat, prematur dan / atau dijumpai adanya riwayat keluarga
ambliopia.1

4. PATOFISIOLOGI

Pada ambliopia didapati adanya kerusakan penglihatan sentral, sedangkan daerah


penglihatan perifer dapat dikatakan masih tetap normal. Studi eksperimental pada binatang
serta studi klinis pada bayi dan balita, mendukung konsep adanya suatu periode kritis yang
peka dalam berkembangnya keadaan amblyopia. Periode kritis ini sesuai dengan
perkembangan sistem penglihatan anak yang peka terhadap masukan abnormal yang
diakibatkan oleh rangsangan deprivasi, strabismus, atau kelainan refraksi yang signifikan.4
Secara umum, periode kritis untuk ambliopia deprivasi terjadi lebih cepat dibanding
strabismus maupun anisometropia. Lebih lanjut, waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya
ambliopia ketika periode kritis lebih singkat pada rangsang deprivasi dibandingkan strabismus
ataupun anisompetropia. Periode kritis tersebut adalah :1,4
1. Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hinga 20/20 (6/6), yaitu pada saat lahir
sampai usia 3 – 5 tahun.
2. Periode yang beresiko (sangat) tinggi untuk terjadinya ambliopia deprivasi, yaitu di usia
beberapa bulan hingga usia 7 – 8 tahun.
3. Periode dimana kesembuhan ambliopia masih dapat dicapai, yaitu sejak terjadinya deprivasi
sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia dewasa.

12
Walaupun mekanisme neurofisiologi penyebab ambliopia masih sangat belum jelas,
studi eksperimental modifikasi pengalaman dalam melihat pada binatang dan percobaan
laboratorium pada manusia dengan ambliopia telah memberi beberapa masukan, pada binatang
percobaan menunjukkan gangguan sistem penglihatan fungsi neuron yang dalam/besar yang
diakibatkan pengalaman melihat abnormal dini. Sel pada korteks visual primer dapat
kehilangan kemampuan dalam menanggapi rangsangan pada satu atau kedua mata, dan sel
yang masih responsif fungsinya akhirnya dapat menurun. Kelainan juga terjadi pada neuron
badan genikulatum lateral. Keterlibatan retina masih belum dapat disimpulkan.5
Sistem penglihatan membutuhkan pengalaman melihat dan terutama interaksi
kompetitif antar jalur penglihatan di kedua mata pada visual korteks untuk berkembang hingga
dewasa. Bayi sudah dapat melihat sewaktu lahir, tapi mereka harus belajar bagaimana
menggunakan mata mereka. Mereka harus belajar bagaimana untuk fokus, dan bagaimana cara
menggunakan kedua mata bersamaan. Penglihatan yang baik harus jernih, bayangan terfokus
sama pada kedua mata. Bila bayangan kabur pada satu mata, atau bayangan tersebut tidak sama
pada kedua mata, maka jaras penglihatan tidak dapat berkembang dengan baik, bahkan dapat
memburuk. Bila hal ini terjadi, otak akan ”mematikan” mata yang tidak fokus dan orang
tersebut akan bergantung pada satu mata untuk melihat.1

5. KLASIFIKASI

Ambliopia dibagi kedalam beberapa bagian sesuai dengan gangguan/kelainan yang


menjadi penyebabnya.

AMBLIOPIA STRABISMIK
Ambliopia yang paling sering ditemui ini terjadi pada mata yang berdeviasi konstan.
Tropia yang tidak bergantian (nonalternating, khususnya esodeviasi) sering menyebabkan
amblyopia yang signifikan. Ambliopia umumnya tidak terjadi bila terdapat fiksasi yang
bergantian, sehingga masing – masing mata mendapat jalan / akses yang sama ke pusat
penglihatan yang lebih tinggi. Bila deviasi strabismus berlangsung intermiten, maka akan ada
suatu periode interaksi binokular yang normal sehingga kesatuan sistem penglihatan tetap
terjaga baik.4,6
Ambliopia strabismik diduga disebabkan karena kompetisi atau terhambatnya interaksi
antara neuron yang membawa input yang tidak menyatu (fusi) dari kedua mata, yang akhirnya
akan terjadi dominasi pusat penglihatan kortikal oleh mata yang berfiksasi dan lama kelamaan
13
terjadi penurunan respon terhadap input dari mata yang tidak berfiksasi. 4,6
Penolakan kronis dari mata yang berdeviasi oleh pusat penglihatan binokular ini
tampaknya merupakan faktor utama terjadinya amblyopia strabismik. Pengaburan bayangan
foveal oleh karena akomodasi yang tidak sesuai, dapat juga menjadi factor tambahan. Hal
tersebut di atas terjadi sebagai usaha inhibisi atau supresi untuk menghilangkan diplopia dan
konfusi. Konfusi adalah melihat 2 objek visual yang berlainan tapi berhimpitan, satu di atas
yang lain. 4,6
Ketika kita menyebut ambliopia strabismik, kita langsung mengacu pada esotropia,
bukan eksotropia. Perlu diingat, tanpa ada gangguan lain, esotropia primer-lah (bukan
eksotropia) yang sering diasosiasikan dengan ambliopia . Hal ini disebabkan karena eksotropia
sering berlangsung intermiten dan / atau deviasi alternat dibanding deviasi unilateral konstan,
yang merupakan ”prasyarat” untuk terjadinya ambliopia. 4,6

FIKSASI EKSENTRIK

Fiksasi eksentrik mengacu kepada penggunaan regio nonfoveal retina terus menerus
untuk penglihatan monokular oleh mata amblyopia. Fiksasi eksentrik terdapat sekitar 80% dari
penderita ambliopia. Fiksasi eksentrik ringan (derajat minor), hanya dapat dideteksi dengan uji
khusus seperti visuskop. Hal ini banyak dijumpai pada penderita ambliopia strabismik dan
hilangnya tajam penglihatan ringan. Secara klinis bukti adanya fiksasi eksentrik, dapat
dideteksi dengan melihat reflex kornea pada mata ambliopia yang tidak berada pada posisi
sentral, dimana ia memfiksasi cahaya dengan mata dominan ditutup. Umumnya tajam
penglihatan adalah 20/200 (6/60) atau lebih buruk lagi. Penggunaan regio nonfoveal untuk
fiksasi tidak dapat disimpulkan sebagai penyebab utama menurunnya penglihatan pada mata
yang ambliopia. Mekanisme fenomena ini masih belum diketahui. 4,6

AMBLIOPIA ANISOMETROPIK

Terbanyak kedua setelah ambliopia strabismik adalah amblyopia anisometropik.


Terjadi ketika adanya perbedaan refraksi antara kedua mata yang menyebabkan lama kelamaan
bayangan pada satu retina tidak fokus. Jika bayangan di fovea pada kedua mata berlainan
bentuk dan ukuran yang disebabkan karena kelainan refraksi yang tidak sama antara kiri dan
kanan, maka terjadi rintangan untuk fusi. Lebih – lebih fovea mata yang lebih ametropik akan
menghalangi pembentukan bayangan (form vision). 4,6
14
Kondisi ini diperkirakan sebagian akibat efek langsung dari bayangan kabur pada
perkembangan tajam penglihatan pada mata yang terlibat, dan sebagian lagi akibat kompetisi
interokular atau inhibisi yang serupa ( tapi tidak harus identik) dengan yang terjadi pada
ambliopia strabismik. 4,6
Derajat ringan anisometropia hyperopia atau astigmatisma (1-2 D) dapat menyebabkan
ambliopia ringan. Myopia anisometropia ringan (< - 3 D) biasanya tidak menyebabkan
ambliopia, tapi myopia tinggi unilateral ( - 6 D) sering menyebabkan ambliopia berat. Begitu
juga dengan hyperopia tinggi unilateral ( + 6 D). Tapi pada beberapa pasien (kemungkinan
onset-nya terjadi pada umur lanjut) gangguan penglihatan, anehnya, adalah ringan. Bila
gangguan penglihatan amat sangat besar, sering didapat bukti adanya malformasi atau
perubahan degeneratif pada mata ametropia yang menyebabkan kerusakan fungsional atau
menambah faktor ambliopiogenik. 4,6

AMBLIOPIA ISOMETROPIA

Ambliopia isometropia terjadi akibat kelainan refraksi tinggi yang tidak dikoreksi, yang
ukurannya hampir sama pada mata kanan dan mata kiri. Dimana walaupun telah dikoreksi
dengan baik, tidak langsung memberi hasil penglihatan normal. Tajam penglihatan membaik
sesudah koreksi lensa dipakai pada suatu periode waktu (beberapa bulan). Khas untuk
ambliopia tipe ini yaitu, hilangnya penglihatan ringan dapat diatasi dengan terapi penglihatan,
karena interaksi abnormal binokular bukan merupakan factor penyebab. Mekanismenya hanya
karena akibat bayangan retina yang kabur saja. Pada ambliopia isometropia, bayangan retina
(dengan atau tanpa koreksi lensa) sama dalam hal kejelasan/ kejernihan dan ukuran. Hyperopia
lebih dari 5 D dan myopia lebih dari 10 D beresiko menyebabkan bilateral ambliopia ,dan harus
dikoreksi sedini mungkin agar tidak terjadi ambliopia. 4,6

AMBLIOPIA DEPRIVASI
Istilah lama ambliopia ex anopsia atau ”disuse amblyopia” sering masih digunakan
untuk ambliopia deprivasi. Ambliopia ini sering disebabkan oleh kekeruhan media congenital
atau dini yang akan menyebabkan terjadinya penurunan pembentukan bayangan yang akhirnya
menimbulkan ambliopia. Bentuk amblyopia ini sedikit kita jumpai namun merupakan yang
paling parah dan sulit diperbaiki. Ambliopia bentuk ini lebih parah pada kasus unilateral
dibandingkan bilateral dengan kekeruhan identik. 4,6
Anak kurang dari 6 tahun, dengan katarak kongenital padat / total yang menempati
15
daerah sentral dengan ukuran 3mm atau lebih, harus dianggap dapat menyebabkan amblyopia
berat. Kekeruhan lensa yang sama yang terjadi pada usia > 6 thn lebih tidak berbahaya.
Ambliopia oklusi adalah bentuk ambliopia deprivasi disebabkan karena penggunaan patch
(penutup mata) yang berlebihan. Ambliopia berat dilaporkan dapat terjadi satu minggu setelah
penggunaan patching unilateral pada anak usia < 2 tahun sesudah menjalani operasi ringan
pada kelopak mata. 4,6

6. DIAGNOSIS

Ambliopia didiagnosis bila terdapat penurunan tajam penglihatan yang tidak dapat
dijelaskan, dimana hal tersebut ada kaitan dengan riwayat atau kondisi yang dapat
menyebabkan amblyopia. 1,4,6
ANAMNESIS

Bila menemui pasien ambliopia, ada 4 pertanyaan penting yang harus kita tanyakan dan
harus dijawab dengan lengkap, yaitu :
1. Kapan pertama kali dijumpai kelainan amblyogenik ? (seperti strabismus,anisometropia, dll)
2. Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan ?
3. Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu ?
4. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?

Sebagai tambahan, penting juga ditanyakan riwayat keluarga yang menderita


strabismus atau kelainan mata lainnya, karena hal tersebut merupakan predisposisi seorang
anak menderita ambliopia. Strabismus dijumpai sekitar 4% dari keseluruhan populasi.
Frekuensi strabismus yang ”diwariskan” berkisar antara 22% - 66%. Frekuensi esotropia
diantara saudara sekandung, dimana pada orang tua tidak dijumpai kelainan tersebut, adalah
15%. Jika salah satu orang tuanya esotropia, frekuensi meningkat hingga 40%. ( Informasi ini
tidak mempengaruhi prognosis, tapi penting untuk keturunannya).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada amblyopia yang penting untuk di periksa adalah bagaimana fusi dari kedua mata.
Fusi ditentukan oleh fungsi sensoris dari retina yaitu bagaimana retina menyatukan bayangan
dari mata kanan dan kiri sehingga menjadi 1 bayangan di otak, dan fungsi motoris yaitu
bagaimana refleks pergerakan bola mata untuk mendapatkan binocular fusion. Dengan kata
16
lain pemeriksaan yang dilakukan adalah untuk menilai adanya deviasi bola mata atau tidak.7
1. Ketajaman penglihatan (Sensoris)

Penderita ambliopia kurang mampu untuk membaca bentuk / huruf yang


rapat dan mengenali pola apa yang dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut.
Tajam penglihatan yang dinilai dengan cara konvensional, yang berdasar kepada
kedua fungsi tadi, selalu subnormal. Telah diketahui bahwa penderita ambliopia
sulit untuk mengidentifikasi huruf yang tersusun linear (sebaris) dibandingkan
dengan huruf yang terisolasi, maka dapat kita lakukan dengan meletakkan balok
disekitar huruf tunggal. Hal ini disebut ”Crowding Phenomenon”.1,8
Terkadang mata ambliopia dengan tajam penglihatan 20/20 (6/6) pada
huruf isolasi dapat turun hingga 20/100 (6/30) bila ada interaksi bentuk (countour
interaction). Perbedaan yang besar ini terkadang muncul juga sewaktu pasien
yang sedang diobati kontrol, dimana tajam penglihatannya jauh lebih baik pada
huruf isolasi daripada huruf linear. Oleh karena itu, amblyopia belum dikatakan
sembuh hingga tajam penglihatan linear kembali normal.1,8

Menentukan tajam penglihatan mata ambliopia pada anak adalah


pemeriksaan yang paling penting. Walaupun untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan yang dapat dipercaya sulit pada pasien anak – anak, tapi untungnya
penatalaksanaan amblyopia sangat efektif dan efisien pada anak – anak. Anak
yang sudah mengetahui huruf balok dapat di tes dengan karta Snellen standar.
Untuk Nonverbal Snellen, yang banyak digunakan adalah tes ”E” dan tes
”HOTV”. Tes lain adalah dengan simbol LEA.Bentuk ini mudah bagi anak usia
± 1 tahun (todler), dan mirip dengan konfigurasi huruf Snellen. Caranya sama
dengan tes HOTV.1,8

17
2. Tes WFDT (Worth Four Dot test) = fungsi stereoscopy

Gambar 5. WFDT test1,8


Tes ini adalah tes yang dilakukan untuk menilai fungsi stereoscopy dari
seseorang. Sehingga dari pemeriksaan ini akan dapat mengetahui apakah ada
gangguan fusi dari mata, diplopia dan apabila adanya supresi salah satu mata sehingga
yang akan digunakan untuk melihat hanyalah 1 mata saja. 1,8
3. Cover and Uncover Test: menentukan adanya heterotropia atau heteroforia.

Gambar 6. Cover and Uncover Test


Prinsipnya adalah dengan menutup mata yang sakit dan mata yang sehat. Hal
ini digunakan untuk melihat adanya tropia ataupun trofia yang tidak kelihatan jika
menggunakan kedua mata ataupun melihat mata yang mengalami tropia jika hanya
menggunakan mata yang sakit tersebut apakah tetap mengalami tropia atau tidak.
Sehingga dengan kata lain ingin melihat fungsi fiksasi mata. 1,8

18
4. Tes Hirscberg: untuk mengukur derajat tropia, pemeriksaan reflek cahaya dari senter
pada pupil.
Cara :
a. Penderita melihat lurus ke depan.
b. Letakkan sebuah senter pada jarak 12 inci (kira-kira 30 cm) cm di depan setinggi
kedua mata pederita.
c. Perhatika reflek cahaya dari permukaan kornea penderita.
d. Keterangan:
- Bila letak di pinggir pupil maka deviasinya 15 derajat.
- Bila diantara pinggir pupil dan limbus deviasinya 30 derajat.
- Bila letaknya di limbus deviasinya 45 derajat.

Gambar 7. Tes Hirscberg


5. Tes Krimsky: mengukur sudut deviasi dengan meletakkan ditengah cahaya refleks
kornea dengan prisma sampai reflek cahaya terletak disentral kornea.

Gambar 8. Tes Krimsky

19
7. PENATALAKSANAAN

Ambliopia, pada kebanyakan kasus, dapat ditatalaksana dengan efektif selama satu
dekade pertama. Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka akan semakin besar pula
peluang keberhasilannya. Bila pada awal terapi sudah berhasil, hal ini tidak menjamin
penglihatan optimal akan tetap bertahan. Maka para klinisi harus tetap waspada dan bersiap
untuk melanjutkan penatalaksanaan hingga penglihatan ”matang” (sekitar umur 10 tahun).4,6,7,8

Penatalaksanaan ambliopia meliputi langkah – langkah berikut :


1. Menghilangkan (bila mungkin) semua penghalang penglihatan seperti katarak
2. Koreksi kelainan refraksi
3. Paksakan penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi penggunaan mata yang
lebih baik. 1,4,6,7,8

Pengangkatan Katarak

Katarak yang dapat menyebabkan ambliopia harus segera dioperasi, tidak perlu ditunda
– tunda. Pengangkatan katarak kongenital pada usia 2-3 bulan pertama kehidupan, sangat
penting dilakukan agar penglihatan kembali pulih dengan optimal. Pada kasus katarak bilateral,
interval operasi pada mata yang pertama dan kedua sebaiknya tidak lebih dari 1- 2 minggu.
Terbentuknya katarak traumatika berat dan akut pada anak dibawah umur 6 tahun harus
diangkat dalam beberapa minggu setelah kejadian trauma, bila memungkinkan. Yang mana
katarak traumatika itu sangat bersifat amblyopiogenik. 1,4,6,7,8
Kegagalan dalam ”menjernihkan” media, memperbaiki optikal, dan penggunaan
regular mata yang terluka, akan mengakibatkan ambliopia berat dalam beberapa bulan,
selambat – lambatnya pada usia 6 hingga 8 tahun. 1,4,6,7,8

Koreksi Refraksi

Bila ambliopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia, maka dapat diterapi
dengan kacamata atau lensa kontak. Ukuran kaca mata untuk mata amblyopia diberi dengan
koreksi penuh dengan penggunaan sikloplegia. Bila dijumpai myopia tinggi unilateral, lensa
20
kontak merupakan pilihan, karena bila memakai kacamata akan terasa berat dan
penampilannya (estetika) buruk. Karena kemampuan mata ambliopia untuk mengatur
akomodasi cenderung menurun, maka ia tidak dapat mengkompensasi hyperopia yang tidak
dikoreksi seperti pada mata anak normal. Koreksi aphakia pada anak dilakukan segera mungkin
untuk menghindarkan terjadinya deprivasi penglihatan akibat keruhnya lensa menjadi defisit
optikal berat. 1,4,6,7,8
Ambliopia anisometropik dan ambliopia isometropik akan sangat membaik walau
hanya dengan koreksi kacamata selama beberapa bulan.

Oklusi dan Degradasi Optikal

1. Oklusi

Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi pilihan,yang
keberhasilannya baik dan cepat, dapat dilakukan oklusi penuh waktu (full time) atau paruh
waktu (part-time). 1,4,6,7,8

Gambar 9. Patching terapi pada amblyopia.

21
A. Oklusi Full Time

Pengertian oklusi full- time pada mata yang lebih baik adalah oklusi untuk semua atau
setiap saat kecuali 1 jam waktu berjaga.(Occlusion for all or all but one waking hour), Arti ini
sangat penting dalam pentalaksanaan ambliopia dengan cara penggunaan mata yang ”rusak”.
Biasanya penutup mata yang digunakan adalah penutup adesif (adhesive patches) yang tersedia
secara komersial.
Penutup (patch) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau dibuka sewaktu tidur.
Kacamata okluder (spectacle mounted ocluder) atau lensa kontak opak,atau Annisa’s Fun
Patches dapat juga menjadi alternatif full-time patching bila terjadi iritasi kulit atau perekat
patch-nya kurang lengket. Full-time patching baru dilaksanakan hanya bila strabismus konstan
menghambat penglihatan binokular, karena full-time patching mempunyai sedikit resiko, yaitu
bingung dalam hal penglihatan binokular. 1,4,6,7,8
Terdapat suatu aturan bahwa full-time patching diberi selama 1 minggu untuk setiap
tahun usia. Misalnya penderita ambliopia pada mata kanan berusia 3 tahun harus memakai full-
time patch selama 3 minggu, lalu dievaluasi kembali. Hal ini untuk menghindarkan terjadinya
ambliopia pada mata yang baik. 1,4,6,7,8
B. Oklusi Part-time

Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari yang akan memberi hasil sama
dengan oklusi full-time. Durasi interval buka dan tutup patch-nya tergantung dari derajat
amblyopia. Amblyopia Treatment Studies (ATS) telah membantu dalam penjelasan peranan
full-time patching dibanding part-time. Studi tersebut menunjukkan, pasien usia 3-7 tahun
dengan ambliopia berat (tajam penglihatan antara 20/100 = 6/30 dan 20/400 = 6/120 ), full-
time patching memberi efek sama dengan penutupan selama 6 jam per hari. Dalam studi lain,
patching 2 jam/hari menunjukkan kemajuan tajam penglihatan hampir sama dengan patching
6jam/hari pada ambliopia sedang / moderate (tajam penglihatan lebih baik dari 20/100) pasien
usia 3 – 7 tahun. Dalam studi ini, patching dikombinasi dengan aktivitas melihat dekat selama
1 jam/ hari. 1,4,6,7,8
Idealnya, terapi ambliopia diteruskan hingga terjadi fiksasi alternat atau tajam
penglihatan dengan Snellen linear 20/20 (6/6) pada masing – masing mata. Hasil ini tidak selalu
dapat dicapai. Sepanjang terapi terus menunjukkan kemajuan, maka penatalaksanaan harus
tetap diteruskan. 1,4,6,7,8

22
2. Degradasi Optikal

Metode lain untuk penatalaksanaan ambliopia adalah dengan menurunkan kualitas


bayangan (degradasi optikal) pada mata yang lebih baik hingga menjadi lebih buruk dari mata
yang ambliopia, sering juga disebut penalisasi (penalization). Sikloplegik (biasanya atropine
tetes 1% atau homatropine tetes 5%) diberi satu kali dalam sehari pada mata yang lebih baik
sehingga tidak dapat berakomodasi dan kabur bila melihat dekat dekat. 1,4,6,7,8
ATS menunjukkan metode ini memberi hasil yang sama efektifnya dengan patching
untuk ambliopia sedang (tajam penglihatan lebih baik daripada 20/100). ATS tersebut
dilakukan pada anak usia 3 – 7 tahun. ATS juga memperlihatkan bahwa pemberian atropine
pada akhir minggu (weekend) memberi perbaikan tajam penglihatan sama dengan pemberian
atropine harian yang dilakukan pada kelompok anak usia 3 – 7 tahun dengan ambliopia sedang.
Ada juga studi terbaru yang membandingkan atropine dengan patching pada 419 orang anak
usia 3-7 tahun,menunjukkan atropine merupakan pilihan efektif. Sehingga, ahli mata yang
tadinya masih ragu – ragu,memilih atropine sebagai pilihan pertama daripada patching. 1,4,6,7,8
Pendekatan ini mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan oklusi, yaitu tidak
mengiritasi kulit dan lebih apik dilihat dari segi kosmetis. Dengan atropinisasi, anak sulit untuk
”menggagalkan” metode ini. Evaluasinya juga tidak perlu sesering oklusi. 1,4,6,7,8
Metode pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan memberikan lensa positif
dengan ukuran tinggi (fogging) atau filter. Metode ini mencegah terjadinya efek samping
farmakologik atropine. Keuntungan lain dari metode atropinisasi dan metode non-oklusi pada
pasien dengan mata yang lurus (tidak strabismus) adalah kedua mata dapat bekerjasama, jadi
memungkinkan penglihatan binokular. 1,4,6,7,8

8. KOMPLIKASI DARI PENATALAKSANAAN

Semua bentuk penatalaksanaan ambliopia memungkinkan untuk terjadinya ambliopia


pada mata yang baik. Oklusi full-time adalah yang paling beresiko tinggi dan harus dipantau
dengan ketat, terutama pada anak balita. Follow-up pertama setelah pemberian oklusi
dilakukan setelah 1 minggu pada bayi dan 1 minggu per tahun usia pada anak (misalnya : 4
minggu untuk anak usia 4 tahun). Oklusi part-time dan degradasi optikal, observasinya tidak
perlu sesering oklusi full-time, tapi follow-up reguler tetap penting. 1,4,6,7,8
Hasil akhir terapi ambliopia unilateral adalah terbentuknya kembali fiksasi alternat,
23
tajam penglihatan dengan Snellen linear tidak berbeda lebih dari satu baris antara kedua mata.
1,4,6,7,8

Waktu yang diperlukan untuk lamanya terapi tergantung pada hal berikut :
1. Derajat ambliopia
2. Pilihan terapeutik yang digunakan
3. Kepatuhan pasien terhadap terapi yang dipilih
4. Usia pasien
Semakin berat ambliopia, dan usia lebih tua membutuhkan penatalaksanaan yang lebih
lama. Oklusi full-time padabayi dan balita dapat memberi perbaikan ambliopia strabismik berat
dalam 1 minggu atau kurang. Sebaliknya, anak yang lebih berumur yang memakai penutup
hanya seusai sekolah dan pada akhir minggu saja, membutuhkan waktu 1 tahun atau lebih untuk
dapat berhasil.

9. KEKAMBUHAN (REKURENSI)

Bila penatalaksanaan amblopia dihentikan setelah perbaikan penuh atau masih sebagian
tercapai, sekitar setengah dari pasien-pasien akan mengalami kekambuhan, yang selalu dapat
disembuhkan lagi dengan usaha terapeutik baru. Kegagalan dapat dicegah dengan memakai
pengaturan pada penglihatan, seperti patching selama 1 – 3 jam per hari, penalisasi optikal
dengan kacamata, atau penalisasi farmakologik dengan atropine selama 1 atau 2 hari per
minggu. Pengaturan ini diteruskan hingga ketajaman penglihatan telah stabil tanpa terapi lain
selain kacamata biasa. Keadaan ini perlu tetap dipantau secara periodic sampai usia 8 – 10
tahun. Selama penglihatan tetap stabil, interval kunjungan untuk follow-up dapat dilakukan tiap
6 bulan. 1,4,6,7,8

10. PROGNOSIS

Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan setelah terapi oklusi
pertama. Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5 tahun, visus normal dapat tercapai. Hal
ini semakin berkurang seiring dengan pertambahan usia. Hanya kesembuhan parsial yang dapat
dicapai bila usia lebih dari 10 tahun.
Faktor resiko gagalnya penatalaksanaan ambliopia adalah sebagai berikut :
o Jenis Ambliopia : Pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan kelainan organik,
prognosisnya paling buruk. Pasien dengan ambliopia strabismik prognosisnya paling baik.
24
o Usia dimana penatalaksanaan dimulai : Semakin muda pasien maka prognosis semakin baik.
o Dalamnya ambliopia pada saat terapi dimulai : Semakin bagus tajam penglihatan awal pada
mata ambliopia, maka prognosisnya juga semakin baik.

25
Daftar Pustaka
1. Gunawan W. Gangguan penglihatan pada anak karna amblyopia dan penanganannya.
Pidato pengukuhan guru besar FK UGM. Jogjakarta : 2007
2. Khurana A.K. Anatomy and development of the eye. In Khurana A.K, editor.
Comprehensive ophthalmology. 4th ed. New Age International: India. 2007.
3. Yulianti Kuswandari, Hamidah M. Ali. Hubungan antara besarnya anisometropia dengan
kedalaman penglihatan binokuler dan ambliopia pada anak usia sekolah di unit rawat
jalan mata rsu dr. Soetomo Surabaya. Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 5, No. 1, April
2007 : Hal. 58 – 64.
4. Ilyas Sidarta, Yulianti R. Strabismus. In: Ilyas Sidarta, Yulianti R, editors. Ilmu Penyakit
Mata. 5th ed. Badan penerbit FK UI. Jakarta: 2014. p. 265-273
5. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. Squint. In: Khaw PT, Shah P, Elkington AR, editors.
ABC of Eyes. 4th ed. 2004. BMJ Group : England. p. 64-67
6. Khaw, Crick. Squinting eyes (Strabismus). In: Khaw, Crick, editors. A textbook of
Clinical Ophtalmology. 3rd ed. 2003. World Scientific : London. p. 223
7. Lang. Optic And refractif errors. In: lang, editors. Ophtalmology: A Short textbook.
2000. Thieme: stutgart. p.444
8. Michael WR, et all. Care of the patient with Amblyopia. American Optometric
Association. 2004. USA.

26

Anda mungkin juga menyukai