MENINGOENCHEPALITIS BAKTERIALIS
Oleh:
Pembimbing:
dr. Theresia Cristin, Sp. S
1
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh
Riana Eka Emas Santi, S. Ked 04054821719015
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian/Departemen Ilmu Penyakit Saraf (Neurologi)
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Periode 4 Juni 2018- .
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulisan makalah laporan kasus yang berjudul
“Meningoenchepalitis Bakterialis” ini dapat diselesaikan. Pada Kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Theresia
Cristin, Sp.S, selaku pembimbing yang telah membantu penyelesaian laporan
kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, dan semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus
ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................................
ii
KATA PENGANTAR......................................................................................................
iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................
1
BAB II STATUS PASIEN...............................................................................................
2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................
19
BAB IV ANALISIS KASUS ..........................................................................................
47
BAB V KESIMPULAN ..................................................................................................
49
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................
50
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
yang ringan dapat sembuh sempurna walaupun proses penyembuhan memerlukan
waktu yang lama. Sedangkan pada kasus yang berat, dapat terjadi kerusakan otak
dan saraf secara permanen, dan biasanya memerlukan terapi jangka panjang 13.
BAB II
STATUS PENDERITA
I. IDENTIFIKASI
Nama : Tn. ET
Tanggal Lahir : 7 April 1993
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Banyuasin
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Tanggal MRS : 15 Februari 2019
No. RM/Register : 1107845/RI19004865
II. ANAMNESIS
Penderita dirawat di bagian saraf RSMH karena mengalami penurunan
kesadaran yang terjadi secara perlahan-lahan
Sejak ± 1 hari SMRS, penderita mengalami penurunan kesadaran secara
perlahan-lahan., berupa sering mengantuk. Saa ini, penurunan kesadaran semakin
memberat, penderita makin sulit dibangunkan. Sebelumnya, sakit kepala ada,
muntah ada 2 kali isi apa yang dimakan, kejang ada 1 kali, durasi 1 menit,
sebelum kejang sadar, saat kejang tidak sadar, seelah kejang tidak sadar. Kejang
6
berupa kelojotan, mata mendelik keatas ada, mulut berbusa ada, lidah tergigit ada,
mengompol tidak ada. Kelemahan sesisi tubuh tidak ada. Mulut mengot ke kanan
ada, bicara pelo belum dapat dinilai. Demam ada. Kemampuan penderita untuk
memahami isi pikiran orang lain dan kemampuan penderita untuk
mengungkapkan isi pikiran baik secara lisan, tulisan maupun isyarat belum dapat
dinilai.
Riwayat keluar cairan dari elinga ada sejak 3 hari yang lalu. Riwayat sakit
gigi tidak ada. Riwayat bauk lama tidak ada. Riwayat minum obat 6 bulan idak
ada. Riwaya demam lama tidak ada. Riwayat darah tinggi tidak ada. Riwayat
kencing manis tidak ada. Riwayat trauma kepala tidak ada. Riwayat sex bebas
tidak ada. Riwayat merokok dan minum alcohol tidak ada. Riwayat menderita
stroke tidak ada.
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.
III. PEMERIKSAAN
Status Internus ( 15 Februari 2019)
Kesadaran : GCS = 11 (E3M5V3)
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 68 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Suhu Badan : 38,9º C
Pernapasan : 18 kali/menit
BB : 70 kg
TB : 172 cm
IMT : 23,66 kg/m2 (normoweight)
Kepala : Konjungtiva palpebra anemis (-/-),bibir kering (-)
Leher : JVP 5-2 cmH2O, pembesaran KGB (-)
Thorax
Cor : I : Ictus kordis tidak terlihat
P : Ictus kordis tidak teraba
7
P : Batas jantung atas ICS II, batas kanan linea
sternalis dextra, batas kiri 2 jari lateral linea mid
clavicula sinistra ICS V
A : Bunyi jantung I-II (+) normal, HR= 90x/menit,
murmur (-), gallop (-)
Pulmo : I : Gerakan dada simetris kiri = kanan, laju
pernafasan= 18x/menit
P : Stem fremitus kiri = kanan
P : Sonor
A: Vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronki (-)
Abdomen : I : Datar
P : Lemas
P : Timpani
A: Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema pretibial (-)
Kulit : Turgor < 2”
Status Psikiatrikus
Sikap : kurang kooperatif Ekspresi Muka : berkurang
Perhatian : bekurang Kontak Psikik : berkurang
Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : Normochepali Deformitas : tidak ada
Ukuran : normal Fraktur : tidak ada
Simetris : simetris Nyeri fraktur : tidak ada
Hematom : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Tumor : tidak ada Pulsasi : tidak ada
LEHER
Sikap : lurus Deformitas : tidak ada
Torticolis : tidak ada Tumor : tidak ada
Kaku kuduk : ada Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
8
Penciuman bdd
Anosmia bdd
Hiposmia bdd
Parosmia bdd
bdd bdd
Anopsia
bdd bdd
Hemianopsia
bdd bdd
Fundus Oculi
bdd bdd
- Papil edema
- Papil atrofi bdd bdd
- Perdarahan retina
bdd bdd
9
3 mm 3 mm
Pupil Isokor Isokor
- Bentuk - -
- Diameter
- Isokor/anisokor
- Midriasis/miosis + +
- Refleks cahaya
+ +
Langsung
Konsensuil + +
Akomodasi - -
- Argyl Robertson
10
N. Cochlearis Kanan Kiri
Suara bisikan Bdd
Detik arloji bdd
Tes Weber bdd
Tes Rinne bdd
11
Memutar kepala Bdd
MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Lateralisasi ke kiri Lateralisasi ke kiri
Kekuatan Lateralisasi ke kiri Lateralisasi ke kiri
Tonus Normal Meningkat
Refleks fisiologis
- Biceps Normal Meningkat
- Triceps
Normal Meningkat
- Radius
- Ulnaris Normal Meningkat
Refleks patologis Normal Meningkat
- Hoffman Tromner
- Leri
- -
- Meyer
- -
Trofi
- -
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
12
Tonus Normal Meningkat
Klonus
- Paha - -
- Kaki
- -
Refleks fisiologis
- KPR
Normal Meningkat
- APR
Normal Meningkat
Refleks patologis
- Babinsky
- +
- Chaddock
- -
- Oppenheim
- -
- Gordon
- -
- Schaeffer
- -
- Rossolimo
- -
13
SENSORIK : tidak ada kelainan
FUNGSI VEGETATIF
Miksi : terpasang kateter
Defekasi : tidak ada kelainan
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : tidak ada
Lordosis : tidak ada
Gibbus : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Tumor : tidak ada
Meningocele : tidak ada
Hematoma : tidak ada
Nyeri ketok : tidak ada
14
GEJALA RANGSANG MENINGEAL
Kaku kuduk : (+)
Kerniq : (-/-)
Lasseque : (-/-)
Brudzinsky
- Neck : (-)
- Cheek : (+)
- Symphisis : (+)
- Leg I : (-)
- Leg II : (-)
GERAKAN ABNORMAL
Tremor : bdd
Rigiditas : bdd
Bradikinesia : bdd
Chorea : bdd
Athetosis : bdd
Ballismus : bdd
Dystoni : bdd
Myocloni : bdd
15
REFLEKS PRIMITIF
Glabella : bdd
Palmomental : bdd
FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : bdd
Afasia sensorik : bdd
Apraksia : bdd
Agrafia : bdd
Alexia : bdd
Afasia nominal : bdd
LABORATORIUM
DARAH
Hb : 15 g/dL Natrium :148 mEq/L
6 3
Eritrosit : 5,08 x 10 /mm Kalium : 4 mEq/L
Leukosit : 7.580/mm3
Diff Count : 0/0/85/9/6
Trombosit : 261.000/μL
Hematokrit : 43%
Ureum : 56 mg/dL
Kreatinin : 1,04 mg/dL
Klorida : 117 mmol/L
FESES
Konsistensi : tidak diperiksa Eritrosit : tidak diperiksa
Lendir : tidak diperiksa Leukosit : tidak diperiksa
Darah : tidak diperiksa Telur cacing : tidak diperiksa
Amuba coli/ : tidak diperiksa
Histolitika : tidak diperiksa
LIQUOR CEREBROSPINALIS
Makroskopi Kimia
- Volume : - Nonne :
- Warna : - Pandy :
16
- Kejernihan : - Protein : mg/dL
- Bau : - LDH : U/L
- Bekuan : - Glukosa : mg/dL
- pH : - Klorida : mEq/L
Mikroskopi
- Jumlah Lekosit: sel/ul
- Hitung Jenis :
PMN : %
MN : %
Sel Blast :
17
PEMERIKSAAN KHUSUS
Rontgen thoraks AP
CT scan kepala
Kesan:
MSCT tanpa kontras saat ini tidak menunjukkan adanya lesi iskemik/
hemorrhage/ SOL
Tidak tampak arofi serebri-hydrocephalus
Tidak tampak midline shift
18
IV. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinik : Obs. Penurunan Kesadaran
Hemiparese sinistra Tipe Spastik
Parese N.VII sinisra sentral
GRM +
Diagnosis Topik : Meningen + Encephalon
Diagnosis Etiologi : Suspek Meningoencephalitis Bacterialis
dd/viral
V. DIAGNOSIS BANDING
1. Meningoencephalitis Viral
2. Meningoencephalitis TB
19
VII. PENATALAKSANAAN
15 April 2019
A. Norfarmakologis
-
Head up 30o
-
O2 NRM 10 L/menit
-
Diet cair 1800 kkal
B. Farmakologis
- IVFD NS 0,9% gtt XX/menit (makro)
- Inj. Dexamethasone 3 x 1 im
- Inj. Ceftriaxon 2x2 mg iv
- Inj. Fenitoin 3x100 mg iv
- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg iv
- Neurodex 1x1 tab po
- Drip Paracetamol 3 x 1 gr iv
20
RESUME
S: Penurunan kesadaran
O: Status Generalis
Sensorium : E3M5V3
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 68 x/menit
Respiratory rate : 18 x/menit
Temperature : 38,9 °C
SpO2 : 98%
Status Neurologis
N. III, IV, VI: kedudukan bola mata di tengah, deviasi conjugate (-)
21
Gait dan Keseimbangan : belum dapat dinilai
P: Norfarmakologis
-
Head up 30o
-
O2 10 LPM
-
Diet cair 1800 kkal
Farmakologis
- IVFD NS 0,9% gtt XX/menit (makro)
- Inj. Dexamethasone 3 x 1 im
- Inj. Ceftriaxon 2x2 mg iv
- Inj. Fenitoin 3x100 mg iv
- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg iv
- Neurodex 1x1 tab po
- Drip Paracetamol 3 x 1 gr iv
22
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
23
Gambar 1: Anatomi meningeal
2.2 Meningitis
Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges, lapisan yang
tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung,
disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara
akut dan kronis.1
Meningitis bakterial (MB) adalah inflamasi meningen, terutama araknoid
dan piamater, yang terjadi karena invasi bakteri ke dalam ruang subaraknoid. Pada
MB, terjadi rekrutmen leukosit ke dalam cairan serebrospinal (CSS). Biasanya
proses inflamasi tidak terbatas hanya di meningen, tapi juga mengenai parenkim
otak (meningoensefalitis), ventrikel (ventriku litis), bahkan bisa menyebar ke
medula spinalis. Kerusakan neuron, terutama pada struktur hipokampus, diduga
sebagai penyebab potensial defisit neuropsikologik persisten pada pasien yang
sembuh dari meningitis bakterial.16
2.2.1 Etiologi
Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas : Nisseria meningitidis,
Streptococcus Pneumonia, dan Haemophylus Influenza.15
Penyebab meningitis terbagi atas beberapa golongan umur :
1. Neonatus : Eserichia coli, Streptococcus beta hemolitikus, Listeria
monositogenes
2. Anak di bawah 4 tahun : Hemofilus influenza, meningococcus, Pneumococcus.
24
3. Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa : Meningococcus, Pneumococcus.2
25
mediator–mediator pertahanan tubuh lainnya akan menyebabkan perubahan
perubahan patologis lebih lanjut (seperti trombosis vena dan dan vaskulitis )
sehingga akan terjadi iskemi otak dan dapat menimbulkan edema sitotoksik di
otak. Proses inflamasi lebih lanjut akan menyebabkan gangguan reabsorbsi cairan
serebrospinal di granula arakhnoid yang berakibat meningkatnya TIK sehingga
dapat menimbulkan edema interstisial di otak. Keadaan edema otak itu akan
diperberat dengan dihasilkannya asam arakhidonat dan metabolitnya yang
dikeluarkan oleh sel otak yang rusak dan adanya asam lemak yang dilepaskan dari
leukosit PMN15.
2.2.4. Diagnosis
1. Segera lakukan pemeriksaan fisik umum dan nerologi pada kecurigaan
meningitis bakterialis untuk menemukan sumber infeksi, penyakit yang
mendasari dan kontraindikasi tindakan LP.
2. Segera ambil darah untuk pemeriksaan rutin dan kultur bakteri.
3. Lakukan pemeriksaan CT-Scan/ MRI, berikan dahulu antibiotika empirik
(sesuai umur dan kecurigaan bakteri penyebab.
4. Berikan dexametason sebelum atau bersamaan dengan pemberian dosis
pertama antibiotika.
26
5. Jika LP tertunda sedapat mungkin LP dilakukan dalam 2-3 jam setelah
pemberian antibiotik agar masih dapat menjumpai bakteri atau gambaran
CSS yang khas.15
27
Monocytogenes, Escherichia sefotaksim
coli
a
Dosis sesuai umur, berat dan prematuritas
b
Anak : 100 mg/kg/hari IV atau IM dalam dosis terbagi q12h, dosis maksimum 2
gram/hari
Dewasa : 2 gram IV atau IM q12h, dosis maksimum 4 gram sehari.
c
Anak : 200 mg/kgBB/hari IV dibagi q6h. Dewasa : 2 gram/hari q4-6h. Dosis
maksimum 12 g/hari
d
Anak : 60 mg/kgBB/hari dibagi q6h. Dewasa : 1 gram IV q12h.
e
Anak : 200 – 400 mg/kgBB/hari IV dibagi q4h. Dewasa : 2 gram IV q4h. Dosis
maksimum 12 g/hari
2.2.7 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi :
a. Komplikasi segera : edema otak, hidrosefalus, vaskulitis, thrombosis sinus
otak, abses efusi subdural, gangguan pendengaran.
28
b. Komplikasi jangan panjang gangguan pertumbuhan dan perkembangan
pada pasien anak, epilepsi.
2.2.8 Prognosis
Prognosis meningitis bakterialis tergantung pada kecepatan mendiagnosis
dan memberi terapi. Dengan pemberian antibiotika yang tepat penyakit ini pada
umumnya dapat diatasi, walaupun seringkali kematian disebabkan oleh hebatnya
respon imunologi pada pasien.
Kematian paling banyak ditemukan pada pasien terinfeksi S. pneumoniae
dan pasien yang dating dengan penurunan kesadaran
Deksametason terbukti menurunkan kematian dan gejala sisa neurologi
pada pasien dan anak dan dewasa, khususnya di Negara maju, Tidak ada data dari
Negara berkembang yang menunjukkan keunggulan pemberian deksametason.
2.3. Ensefalitis
Ensefalitis adalah suatu peradangan akut dari jaringan parenkim otak yang
disebabkan oleh infeksi dari berbagai macam mikroorganisme dan ditandai
dengan gejala-gejala umum dan manifestasi neurologis.
Penyakit ini dapat ditegakkan secara pasti dengan pemeriksaan
mikroskopik dari biopsi otak, tetapi dalam prakteknya di klinik, diagnosis ini
sering dibuat berdasarkan manifestasi neurologi, dan temuan epidemiologi, tanpa
pemeriksaan histopatologi.3
Apabila hanya manifestasi neurologisnya saja yang memberikan kesan
adanya ensefalitis, tetapi tidak ditemukan adanya peradangan otak dari
pemeriksaan patologi anatomi, maka keadaan ini disebut sebagai ensefalopati
Jika terjadi ensefalitis, biasanya tidak hanya pada daerah otak saja yang
terkena, tapi daerah susunan saraf lainnya juga dapat terkena. Hal ini terbukti dari
istilah diagnostik yang mencerminkan keadaan tersebut, seperti
meningoensefalitis.
Mengingat bahwa ensefalitis lebih melibatkan susunan saraf pusat
dibandingkan meningitis yang hanya menimbulkan rangsangan meningeal, seperti
kaku kuduk, maka penanganan penyakit ini harus diketahui secara benar.Karena
29
gejala sisanya pada 20-40% penderita yang hidup adalah kelainan atau gangguan
pada kecerdasan, motoris, penglihatan, pendengaran secara menetap. 3
Tentunya keadaan seperti diatas tidak terjadi dengan begitu saja,tetapi hal
tersebut dapat terjadi apabila infeksi pada jaringan otak tersebut mengenai pusat-
pusat fungsi otak. Karena ensefalitis secara difus mengenai anatomi jaringan otak,
maka sukar untuk menentukan secara spesifik dari gejala klinik kira-kira bagian
otak mana saja yang terlibat proses peradangan itu.
Angka kematian untuk ensefalitis masih relatif tinggi berkisar 35-50% dari
seluruh\ penderita.Sedangkan yang sembuh tanpa kelainan neurologis yang nyata
dalam perkembangan selanjutnya masih mungkin menderita retardasi mental dan
masalah tingkah laku.3
2.3.1. Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis,
misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab yang
terpenting dan tersering ialah virus.
Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak atau reaksi
radang akut karena infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu. Berbagai jenis virus
dapat menimbulkan ensefalitis, meskipun gejala klinisnya sama sesuai dengan
jenis virus, serta epidemiologinya, diketahui berbagai macam ensefalitis virus.3
2.4. Meningoencephalitis
Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang
menutupi otak dan medula spinalis). Encephalitis adalah peradangan jaringan otak
yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medulla spinalis.
Meningoencephalitis adalah peradangan pada selaput meningen dan jaringan
otak.3
2.4.1. Epidemiologi
30
terjadi, sekitar 10,9 per 100.000 orang, dan lebih sering terjadi pada musim panas.
Di Brasil, angka meningitis bakterial lebih tinggi, yaitu 45,8 per 100,000 orang
setiap tahun. Afrika Sub-Sahara sudah mengalami epidemik meningitis
meningokokus yang luas selama lebih dari satu abad, sehingga disebut “sabuk
meningitis”. Epidemik biasanya terjadi dalam musim kering, dan gelombang
epidemik bisa berlangsung dua atau tiga tahun, mereda selama musim hujan.
Angka serangan dari 100–800 kasus per 100.000 orang terjadi di daerah ini yang
kurang terlayani oleh pelayanan medis. Kasus-kasus ini sebagian besar
disebabkan oleh meningokokus. Epidemik terbesar yang pernah tercatat dalam
sejarah melanda seluruh wilayah ini pada 1996–1997, yang menyebabkan lebih
dari 250.000 kasus dan 25.000 kematian. 4
2.4.2. Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau beberapa kasus yang
jarang disebabkan oleh jamur. Istilah meningitis aseptic merujuk pada meningitis
yang disebabkan oleh virus tetapi terdapat kasus yang menunjukan gambaran
31
yang sama yaitu pada meningitis yang disebabkan organisme lain (lyme disease,
sifilis dan tuberculosis); infeksi parameningeal (abses otak, abses epidural, dan
venous sinus empyema); pajanan zat kimia (obat NSAID, immunoglobulin
intravena); kelainan autoimn dan penyakit lainnya.
Bakteri yang sering menyebabkan meningitis bacterial sebelum
ditemukannya vaksin Hib, S.pneumoniae, dan N. meningitidis. Bakteri yang
menyebabkan meningitis neonatus adalah bakteri yang sama yang menyebabkan
sepsis neonatus.3
32
(lyme disease), B. hensalae (cat-scratch virus), M. tuberculosis, Toxoplasma,
Jamus (cryptococcus, histoplasma, dan coccidioides), dan parasit
(Angiostrongylus cantonensis, Naegleria fowleri, Acanthamoeba).
Encephalitis adalah suatu proses inflamasi pada parenkim otak yang
biasanya merupakan suatu proses akut, namun dapat juga terjadi postinfeksi
encephalomyelitis, penyakit degeneratif kronik, atau slow viral infection.
Encephalitis merupakan hasil dari inflamasi parenkim otak yang dapat
menyebabkan disfungsi serebral. Encephalitis sendiri dapat bersifat difus atau
terlokalisasi. Organisme tertentu dapat menyebabkan encephalitis dengan satu
dari dua mekanisme yaitu (1). Infeksi secara langsung pada parenkim otak atau
(2) sebuah respon yang diduga berasal dari sistem imun (an apparent immune-
mediated response) pada sistem saraf pusat yang biasanya bermula pada beberapa
hari setelah munculnya manifestasi ekstraneural.
33
Herpesviruses
Herpes simplex
viruses
Epstein-Barr virus
Varicella-zoster virus
Human herpesvirus-6
Human herpesvirus-7
HIV
Influenza viruses
Lymphocytic choriomeningitis virus
Measles virus (native atau vaccine)
Mumps virus (native atau vaccine)
Virus rabies
Virus rubella
2.4.3. Patofisiologi
Dalam proses perjalanan penyakit meningitis yang disebabkan oleh
bakteri, invasi organisme harus mencapai ruangan subarachnoid. Proses ini
berlangsung secara hematogen dari saluran pernafasan atas dimana di dalam
lokasi tersebut sering terjadi kolonisasi bakteri. Walaupun jarang, penyebaran
dapat terjadi secara langsung yaitu dari fokus yang terinfeksi seperti (sinusitis,
mastoiditism, dan otitis media) maupun fraktur tulang kepala.
Penyebab paling sering pada meningitis yang mengenai pasien < 1 bulan
adalah Escherichia colli dan streptococcus group B. Infeksi Listeria
monocytogenes juga dapat terjadi pada usia < 1 bulan dengan frekuensi 5-10%
kasus. Infeksi Neisseria meningitides juga dapat menyerang pada golongan usia
ini. Pada golongan usia 1-2 bulan, infeksi golongan streptococcus grup B lebih
sering terjadi sedangkan infeksi enterik karena bakteri golongan gram negatif
frekuensinya mulai menurun. Streptococcus pneumonia, Haemophilus
influenzae, dan N. Meningitidis akhir-akhir ini menyebabkan kebanyakan kasus
34
meningitis bakterial. H. influenzae dapat menginfeksi khususnya pada anak-anak
yang tidak divaksinasi Hib.
Organisme yang umum menyebabkan meningitis (seperti N.Meningitidis,
S.pneumoniae, H. influenzae) terdiri atas kapsul polisakarida yang
memudahkannya berkolonisasi pada nasofaring anak yang sehat tanpa reaksi
sistemik atau lokal. Infeksi virus dapat muncul secara sekunder akibat penetrasi
epitel nasofaring oleh bakteri ini. Selain itu melalui pembuluh darah, kapsul
polisakarida menyebabkan bakteri tidak mengalami proses opsonisasi oleh
pathway komplemen klasik sehingga bakteri tidak terfagosit.
Terdapat bakteri yang jarang menyebabkan meningitis yaitu pasteurella
multocida, yaitu bakteri yang diinfeksikan melalui gigitan anjing dan kucing.
Walaupun kasus jarang terjadi namun kasus yang sudah terjadi menunjukan
morbiditas dan mortalitaas yang tinggi. Salmonella meningitis dapat dicurigai
menyebabkan meningitis pada bayi berumur < 6 bulan. Infeksi bermula saat ibu
sedang hamil.
Pada perjalanan patogenesis meningitis bakterial terdapat fase bakterial
dimana pada fase ini bakteri mulai berpenetrasi ke dalam cairan serebropsinal
melalui pleksus choroid. Cairan serebrospinal kurang baik dalam menanggapi
infeksi karena kadar komplomen yang rendah dan hanya antibody tertentu saja
yang dapat menembus barier darah otak.
Dinding bakteri gram positif dan negatif terdiri atas zat patogen yang
dapat memacu timbulnya respon inflamasi. Asam teichoic merupakan zat
patogen bakteri gram positif dan lipopolisakarida atau endotoksin pada gram
negatif. Saat terjadinya lisis dinding sel bakteri, zat-zat pathogen tersebut
dibebaskan pada cairan serebrospinal. 13
Terapi antibiotik menyebabkan pelepasan yang signifikan dari mediator
dari respon inflamasi. Adapun mediator inflamasi antara lain sitokin (tumor
necrosis factor, interleukin 1, 6, 8 dan 10), platelet activating factor, nitric oxide,
prostaglandin, dan leukotrien. Mediator inflamasi ini menyebabkan terganggunya
keseimbangan sawar darah otak, vasodilatasi, neuronal toxicity, peradangan
meningeal, agregasi platelet, dan aktifasi leukosit. Sel endotel kapiler pada
daerah lokal terjadinya infeksi meningitis bacterial mengalami peradangan
35
(vaskulitis), yang menyebabkan rusaknya agregasi vaskuler. Konsekuensi pokok
dari proses ini adalah rusaknya mekanisme sawar darah otak, edema otak,
hipoperfusi aliran darah otak, dan neuronal injury.
Akibat kerusakan yang disebabkan oleh respons tubuh terhadap infeksi,
agen anti-inflamasi berbagai telah digunakan dalam upaya untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas meningitis bakteri. Hanya deksametason yang telah
terbukti efektif. 1,5
36
Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-
tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati
intravaskuler diseminata5.
37
d. Kesadaran berkabut (obtundation) dan koma terjadi pada 15-20 %
dari pasien dan lebih sering dengan meningitis pneumokokus. 6
38
normal atau sedikit lebih tinggi, dan glukosa normal. Sedangkan pada encephalitis
menunjukkan pleositosis limfositik, ketinggian sedikit kadar protein, dan kadar
glukosa normal. Peningkatan eritrosit dan protein CSF dapat terjadi dengan HSV.
Extreme peningkatan protein dan rendahnya kadar glukosa menunjukan infeksi
tuberkulosis, infeksi kriptokokus, atau carcinomatosis meningeal. Cairan
serebrospinal harus dikultur untuk mengetahui bakteri, jamur, virus, dan
mikobakteri yang menginfeksi. PCR digunakan untuk mendiagnosis enterovirus
dan HSV karena lebih sensitif dan lebih cepat dari biakan virus. Leukositosis
adalah umum ditemukan. Kultur darah positif pada 90% kasus.8
Pemeriksaan Electroencephalogram (EEG) dapat mengkonfirmasi komponen
ensefalitis. EEG adalah tes definitif dan menunjukkan aktivitas gelombang
lambat, walaupun perubahan fokal mungkin ada. Studi neuroimaging mungkin
normal atau mungkin menunjukkan pembengkakan otak difus parenkim atau
kelainan fokal. 8
Serologi studi harus diperoleh untuk arbovirus, EBV, Mycoplasma
pneumoniae, cat-scratch disease, dan penyakit Lyme. Sebuah uji IgM serum atau
CSF untuk infeksi virus West Nile tersedia, tetapi reaktivitas silang dengan
flaviviruses lain (St Louis ensefalitis) dapat terjadi. pengujian serologi tambahan
untuk patogen kurang umum harus dilakukan seperti yang ditunjukkan oleh
perjalanan, sosial, atau sejarah medis. Selain pengujian serologi, sampel CSF dan
tinja dan usap nasofaring harus diperoleh untuk biakan virus. Dalam kebanyakan
kasus ensefalitis virus, virus ini sulit untuk mengisolasi dari CSF. Bahkan dengan
pengujian ekstensif dan penggunaan tes PCR, penyebab ensefalitis masih belum
ditentukan di satu pertiga dari kasus.12
Biopsi otak mungkin diperlukan untuk diagnosis definitif dari penyebab
ensefalitis, terutama pada pasien dengan temuan neurologik fokal. Biopsi otak
mungkin cocok untuk pasien dengan ensefalopati berat yang tidak menunjukkan
perbaikan klinis jika diagnosis tetap tidak jelas. HSV, rabies ensefalitis, penyakit
prion-terkait (Creutzfeldt-Jakob penyakit dan kuru) dapat didiagnosis dengan
pemeriksaan rutin kultur atau biopsi patologis jaringan otak. Biopsi otak mungkin
penting untuk mengidentifikasi arbovirus dan infeksi Enterovirus, tuberkulosis,
39
infeksi jamur, dan penyakit non-menular, terutama primer SSP vasculopathies
atau keganasan.12
2.7. Cairan Serebrospinalis
Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan salah
satu proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medulla spinalis terhadap
trauma atau gangguan dari luar.
Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500
ml/hari, sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150ml dalam
sewaktu. Ini merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi
dan absorpsi. Untuk mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap dalam
sewaktu, maka cairan serebrospinal diganti 4-5kali dalam sehari. Perubahan
dalam cairan serebrospinal dapat merupakan proses dasar patologi suatu
kelainan klinik. Pemeriksaan cairan serebrospinal sangat membantu dalam
mendiagnosa penyakit-penyakit neurologi. 8
Selain itu juga untuk evaluasi pengobatan dan perjalanan penyakit,serta
menentukan prognosa penyakit. Pemeriksaan cairan serebrospinal adalah suatu
tindakan yang aman, tidak mahal dan cepat untuk menetapkan diagnose,
mengidentifikasi organism penyebab serta dapat untuk melakukan test
sensitivitas antibiotika. Cairan serebrospinalis mengelilingi ruang sub araknoid di
sekitar otak dan medulla spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel dalam otak.
Cairan cerebrospinalis menyerupai plasma darah dan cairan interstisial, tetapi
tidak mengandung protein. Cairan serebrospinalis dihasilkan oleh plesus koroid
dan sekresi oleh sel-sel ependimal yang mengitari pembuluh darah serebral dan
melapisi kanal sentral medulla spinalis. Fungsi cairan cerebrospinalis adalah
sebagai bantalan untuk pemeriksaan lunak otak dan medulla spinalis, juga
berperan sebagai media pertukaran nutrient dan zat buangan antara darah dan otak
serta medulla spinalis.8
40
Tabel 3. Temuan pada pemeriksaan cairan serebrospinal
pada beberapa gangguan sistem saraf pusat
41
dijumpai adalah infark iskemik yang menyebabkan hipoksia sekunder,
terganggunya nutrisi seluler, dan kematian sel otak.1
3. Perdarahan Cerebral
Perdarahan yang primer berasal dari pembuluh darah dalam parenkim
tak dan bukan disebabkan oleh trauma.3
2.9 Penatalaksanaan
a. Kejang diatasi dengan :
Anti Kejang.
- Beri Diazepam iv pelan-pelan dengan dosis 0,3-0,5 mg/menit
dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal 20mg. Obat yang praktis diberikan yaitu
diazepam rektal dengan dosis 0,5-0,75 mg/kg. Atau:
Diazepam rektal 5mg untuk anak dengan BB kurang dari 10kg;
Diazepam rektal 10mg untuk BB lebih dari 10kg;
Diazepam rektal 5mg untuk anak dibawah 3 tahun;
Diazepam rektal 7,5mg untuk anak diatas 3 tahun
- Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti,
dapat diulangi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval
waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal
masih kejang, dianjurkan ke RS, agar dapat diberikan diazepam
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.
- Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara iv
dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan
1mg/kg/menit atau kurang dari 50mg/menit. Bila kejang berhenti,
dosis selanjutnya adalah 4-8mg/kg/hari,dimulai 12 jam setelah
dosis awal.
- Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus
dirawat di ruang rawat intensif. 3
b. Sumber infeksi yang menimbulkan meningitis diberantas dengan obat
– obatan atau dengan operasi
c. Kenaikan tekanan intra kranial diatasi dengan :
Manitol
42
Dosisnya 1 – 1,5 mg/kg BB secara IV dalam 30 – 60 menit dan
dapat diulangi 2 kali dengan jarak 4 jam
Kortikosteroid
Biasanya dipakai deksametason secara IV dengan dosis
pertama 10 mg lalu diulangi dengan 4 mg setiap 6 jam.
Kortikosteroid masih menimbulkan pertentangan. Ada yang
setuju untuk memakainya tetapi ada juga yang mengatakan
tidak ada gunanya.
Pernafasan diusahakan sebaik mungkin dengan membersihkan
jalan nafas.12
d. Bila ada hidrosefalus obstruktif dilakukan operasi pemasangan pirau
(shunting).
e. Efusi subdural pada anak dikeluarkan 25 – 30 cc setiap hari selama 2
– 3 minggu, bila gagal dilakukan operasi.
f. Fisioterapi diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.12
2. Pemberian Antibiotika.
Antibiotika spektrum luas harus diberikan secepat mungkin tanpa
menunggu hasil biakan. Baru setelah ada hasil biakan diganti dengan antibiotika
yang sesuai. Pada terapi meningitis diperlukan antibiotika yang jauh lebih besar
daripada konsentrasi bakterisidal minimal, oleh karena :
Dengan menembusnya organisme ke dalam ruang sub araknoid
berarti daya tahan host telah menurun.
Keadaan likuor serebrospinalis tidak menguntungkan bagi leukosit
dan fagositosis tidak efektif.
Pada awal perjalanan meningitis purulenta konsentrasi antibodi dan
komplemen dalam likuor rendah.3
Pemberian antibiotika dianjurkan secara intravena yang mempunyai
spektrum luas baik terhadap kuman gram positif, gram negatif dan anaerob serta
dapat melewati sawar darah otak (blood brain barier). Selanjutnya antibiotika
diberikan berdasarkan hasil test sensitivitas menurut jenis bakteri.3
43
Diberikan secara intravena
Dosis : Neonatus: 50 – 100 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Umur 1 – 2 bulan : 100 – 200 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
Umur > 2 bulan : 300 – 400 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 8 – 12 gram/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
b. Gentamisin
Diberikan secara intravena
Dosis : Prematur : 5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Neonatus : 7,5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
Bayi dan dewasa : 5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
c. Kloramfenikol
Diberikan secara intravena
Dosis : Prematur : 25 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Bayi genap bulan : 50 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Anak : 100 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 4 – 8 gram/hari
44
disebabkan organisme yang moderat sensitif, dosis
dapat dinaikkan sampai 4 gram satu kali sehari.
-
Bayi 14 hari : 20 - 50 mg/kg BB tidak boleh lebih dari
50 mg/kg BB, satu kali sehari.
-
Bayi 15 hari -12 tahun : 20 - 80 mg/kg BB, satu kali
sehari. Dosis intravena > 50 mg/kg BB harus diberikan
melalui infus paling sedikit 30 menit.1,3
Bila dilakukan kultur dan bakteri penyebab dapat ditemukan, biasanya antibiotika
yang digunakan adalah seperti yang tercantum dalam tabel berikut ini
45
Dengan pengecualian dari HSV dan HIV, tidak ada terapi spesifik untuk
virusensefalitis . Manajemen mendukung dan sering membutuhkan masuk ICU,
yangmemungkinkan terapi agresif untuk kejang, deteksi tepat waktu kelainan
elektrolit dan bila perlu, pemantauan jalan napas dan perlindungan dan
pengurangan peningkatan tekanan intrakranial. Asiklovir adalah pilihan
perawatan untuk infeksi HSV. Infeksi HIV dapat diobatidengan kombinasi ARV.
Infeksi M. pneumoniae dapat diobati dengan doksisiklin, eritromisin, azitromisin,
klaritromisin atau, meskipun nilai mengobati penyakitmikoplasma SSP dengan agen
ini masih diperdebatkan. Perawatan pendukung sangat penting untuk menurunkan
tekanan intrakranial dan untuk mempertahankan tekanan perkusi serebral yang
memadai dan oksigenasi. 3,12
Prognosis
Prognosis penyakit ini bervariasi, tergantung pada :
1. Umur : Semakin muda semakin bagus prognosisnya
2. Kuman penyebab
3. Lama penyakit sebelum diberikan antibiotika
4. Jenis dan dosis antibiotika yang diberikan
5. penyakit yang menjadi faktor predisposisi.
Pada banyak kasus, penderita meningitis yang ringan dapat sembuh
sempurna walaupun proses penyembuhan memerlukan waktu yang lama.
Sedangkan pada kasus yang berat, dapat terjadi kerusakan otak dan saraf secara
permanen, dan biasanya memerlukan terapi jangka panjang 13
BAB IV
ANALISIS KASUS
46
Penderita dirawat di bagian saraf RSMH karena mengalami penurunan
kesadaran yang terjadi secara perlahan-lahan
Sejak ± 1 hari SMRS, penderita mengalami penurunan kesadaran secara
perlahan-lahan., berupa sering mengantuk. Saa ini, penurunan kesadaran semakin
memberat, penderita makin sulit dibangunkan. Sebelumnya, sakit kepala ada,
muntah ada 2 kali isi apa yang dimakan, kejang ada 1 kali, durasi 1 menit,
sebelum kejang sadar, saat kejang tidak sadar, setelah kejang tidak sadar. Kejang
berupa kelojotan, mata mendelik keatas ada, mulut berbusa ada, lidah tergigit ada,
mengompol tidak ada. Kelemahan sesisi tubuh tidak ada. Mulut mengot ke kanan
ada, bicara pelo belum dapat dinilai. Demam ada. Kemampuan penderita untuk
memahami isi pikiran orang lain dan kemampuan penderita untuk
mengungkapkan isi pikiran baik secara lisan, tulisan maupun isyarat belum dapat
dinilai. Demam dan sakit kepala merupakan gejala awal yang sering ditemukan
pada pasien meningitis.
Riwayat keluar cairan dari elinga ada sejak 3 hari yang lalu. Riwayat sakit
gigi tidak ada. Riwayat bauk lama tidak ada. Riwayat minum obat 6 bulan idak
ada. Riwaya demam lama tidak ada. Riwayat darah tinggi tidak ada. Riwayat
kencing manis tidak ada. Riwayat trauma kepala tidak ada. Riwayat sex bebas
tidak ada. Riwayat merokok dan minum alcohol tidak ada. Riwayat menderita
stroke tidak ada. Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan GCS 11 (E3M5V3), tekanan darah
140/90 mmHg, nadi 68 x/menit, respiratory rate 18 x/menit, suhu 38,9 °C, dan
SpO2 98%. Penurunan GCS dicurigai karena meningoencephalitis.
Pada pemeriksaan neurologis tidak didapatkan kelainan pada N. III ,dan N.
XII. Pada pemeriksaan N.VII didapatkan plica nasolabialis kiri datar. Pada
pemeriksaan fungsi motorik, didapatkan laterisasi ke kiri pada gerakan dan
kekuatan pasien. Tonus otot sesisi kiri tubuh pasien meningkat. Klonus paha
negatif dan klonus kaki negatif. Refleks fisiologis sisi kiri meningkat. Refleks
patologis posiitf pada tungkai kiri, gerakan rangsang meningeal didapatkan kaku
kuduk positif, cheek sign positif, dan symphisis sign positif. Hal ini menunjukan
ada inflamasi pada meningen.
Analisis liquor cerebrospinalis ditemukan
47
Pada pemeriksaan CT Scan kepala tidak ditemukan kelainan berupa infark,
perdarahan, maupun SOL. Pada pemeriksaan foto Thorax PA didapatkan
48
DAFTAR PUSTAKA
49
14. Sudewi, Raka; Sugianto Paulus; Ritarwan Kiking. 2011. Infeksi pada
Sistem Saraf. Surabaya. Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair.
15. Ropper AH, Brown RH. Adam and Victor’s principles of neurology.
8 th ed. New York: McGraw-Hill; 2015.
50