Anda di halaman 1dari 40

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Hipopituitarisme

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Hipopituitarisme

MAKALAH
SISTEM ENDOKRIN
“ HIPOPITUITARISME “

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kelenjar hipofisis kadang disebut kelenjar penguasa karena hipofisis mengkoordinasikan


berbagai fungsi dari kelenjar endokrin lainnya. Beberapa hormone hipofisis memiliki efek
langsung, beberapa lainnya secara sederhana mengendalikan kecepatan pelepasan hormonnya
sendiri melalui mekanisme umpan balik, oleh organ lainnya, dimana kadar hormone endokrin
lainnya dalam darah memberikan sinyal kepada hipofisis untuk memperlambat atau
mempercepat pelepasan hormonnya. Jenisnya ada Kelenjar hipofisis anterior dan posterior.
Hipofungsi kelenjar hipofisis ( Hipopituitarisme ) dapat terjadi akibat penyakit pada kelenjar
hipofisis sendiri atau pada hipotalamus ; namun demikian, akibat kedua keadaan ini pada
hakikatnya sama. Hipopituitarisme dapat terjadi akibat kerusakan lobus anterior kelenjar
hipofisis. Panhipopituitarisme ( penyakit simmond ) merupakan keadaan tidak adanya seleruh
sekresi hipofisis dan penyakit ini jarang dijumpai. Microsisi hipofisis pasca partus (
syndrome Sheehan ) merupakan penyebab lain kegagalan hipofisis anterior yang jarang.
Keadaan ini lebih cenderung terjadi pada wanita yang mengalami kehilangan darah,
hipovolemia dan hipotensi pada saat melahirkan.
(Smeltzer, Suzanne.C. 2001. )
B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas yang diberikan untuk memenuhi tugas mata
kuliah sistem endokrin.
2. Tujuan khusus
Diharapkan setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat:
a. Mengetahui pengertian penyakit hipopituitarisme
b. Mengetahui klasifikasi dari hipopituitarisme
c. Mengetahui penyebab terjadinya hipopituitarisme
d. Mengetahui tanda dan gejala penyakit hipopituitarisme
e. Mengetahui dan memahami focus pengkajian pada penyakit hipopituitarisme
f. Mengetahui dan memahami focus perencanaan pada penyakit hipopituitarisme
g. Memahami contoh kasus penyakit hipopituitarisme dan mengetahui asuhan
keperawatan yang harus diberikan pada penderita hipopituitarisme

C. Manfaat Penulisan

Dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca, sehingga dapat menetahui cara
hidup sehat, menambah pengetahuan dan pendalaman, penelitian tentang pasien dengan
gangguan gagal jantung.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Hipopituitarisme adalah keadaan yang timbul sebagai akibat hipofungsi hipofisis.
Hipopituitarisme merupakan defisiensi hormon tiroid, adrenal, gonadal dan hormon
pertumbuhan akibat penyakit hipofisis. Pada setiap pasien dengan defisiensi hormonal ini,
kemungkinan adanya defisiensi lain harus dicari. Kadang-kadang timbul akut berupa
apopleksi hipofisis dimana terdapat infark hemoragik pad atumor hipofisis, biasanya disertai
nyeri disertai kepala berat mendadak dan seringkali bersama dengan defek lapanng pandang.
Hipopituitarisme memilki prevalensi 30/100.000. (Gledle Jonathan, 2005:143)
Hipopituitarisme adalah suatu gambaran penyakit akibat insufisiensi kelenjar hipofisis,
terutama bagian anterior. Gangguan ini menyebabkan munculnya masalah dan manifestasi
klinis yang berkaitan dengandefisiensi hormon-hormon yang dihasilkannya.
( http://banjaristi.blogspot.com )

B. Etiologi
Sindrom ini disebabkan oleh kelainan destrutif pada kelenjar hipofisis. Penyebab yang sering
ialah :
1. Sheehan’s postpartum pituitary necrosis
2. Adenoma khoromofob
3. Craniopharyngioma
4. Kelainan-kelainan lain yang mungkin juga menimbulkan hipopitutarisme ialah radang,
terutama tuberculosis, sarcoidosis. Kadang-kadang penyebab dari pada destruksi hipofisis
tidak jelas dan hanya tampak sebagai fibrosis saja.
(dr. Sutisna Himawan, 1994)
Hipopiutuitarisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar hipofisis atau hipotalamus.
Penyebab menyangkut :
1. Infeksi atau peradangan oleh : jamur,bakteri piogenik.
2. Penyakit autoimun (Hipofisis limfoid autoimun).
3. Tumor, misalnya dari sejenis sel penghasil hormon yang dapat mengganggu
pembentukan salah satu atau semau hormon lain.
4. Umpan balik dari organ sasaran yang mengalamai malfungsi. Misalnya, akan terjadi
penurunan sekresi TSH dari hipofisis apabila kelenjar tiroid yang sakit mengeluarkan HT
dalam kadar yang berlebihan.
5. Nekrotik hipoksik (kematian akibat kekurangan O2) hipofisis atau oksigenasi dapat
merusak sebagian atausemua sel penghasil hormon. Salah satunya sindrom sheecan, yang
terjadi setelah perdarahan maternal.

C. Klasifikasi
1. Hypophyseal Cachexia ( Penyakit Simmonds ):
a. Dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia dewasa.
b. Lebih sering pada wanita dengan perbandingan 2 : 1
c. Penderita dapat hidup bertahun-tahun dengan penyakitnya, kadang-kadang sampai 30-
40 tahun.
Gejala-gejala klinik biasanya disebabkan oleh insufiensi adrenal, thyroid atau gonad, yang
terjadi sekunder akibat hipopituitarisme. Kombinasi kelenjar yang mengalami insufiensi itu
bisa berbagai macam ; yang paling sering ialah kombinasi hipothyroidisme dan
hipoadrenalisme.
2. Hypophyseal Dwarfism ( Jenis Lorain-Levi ):
a. Pada anak yang sedang tumbuh
b. Terjadi dwarfisme yang simetrik.
Penyebab yang paling sering ialah ; craniopharyngioma. Kadang-kadang juga disebabkan
juga oleh : nekrosis iskhemik, kista, atau radang.
3. Sindrom Froehlich ( Dystrophia Adiposogenitalis ):
a. Obesitas jenis eunuchoid.
b. Pertumbuhan yang tidak sempurna daripada gonad dan genital.
c. Cirri-ciri sex sekunder tidak ada, disfungsi seksual, dan kulit yang halus.
d. Terjadi pada usia muda.
e. Dapat menyerang baik laki-laki maupu wanita dengan perbandingan yang sama.
(dr. Sutisna Himawan, 1994)

D. Manifestasi Klinis
Pada anak-anak, terjadi gangguan pertumbuhan somatis akibat defisiensi pelepasan GH.
Dwarfisme hipofisis (kerdil) merupakan konsekuensi dari defisiensi tersebut. Ketika anak-
anak tersebut mencapai pubertas, maka tanda-tanda seksual sekunder dan genitalia eksterna
gagal berkembang. Selain itu sering pula ditemukan berbagai derajat insifisiensi adrenal dan
hipitiroidisme, mereka mungkin akan mengalami kesulitan di sekolah dan memperlihatkan
perkembangan intelektual yang lamban, kulit biasanya pucat karena tidak adanya MSH.
Pada orang dewasa, kehilangan fungsi hipofisis sering mengikuti kronologis seperti defisiensi
GH, hipogonadisme, hipotiroidisme, dan insufisiensi adrena. Karena orang dewasa telah
menyelesaikan pertumbuhan somatisnya, maka tinggi tubuh pasien dewasa dengan
hipotuitarisme adalah normal.
Adapun tanda dan gejalanya yang mungkin ditemukan yaitu :
1. Terjadinya hipogonadisme.
2. Penurunan libido, impotensi, progresif pertumbuhan rambut dan bulu ditubuh, jenggot,
berkurangnya perkembangan otot pada pria.
3. Pada wanita, berhentinya siklus menstruasi atau aminorea yang merupakan tanda awal
dari kegagalan hipofisis. Kemudian di ikiti atrofi payudara dan genetalia eksterna.
(Price Syvia A, 2005:1216-1217)

Sakit kepala dan gangguan penglihatan atau adanya tanda-tanda tekanan intara kranial yang
meningkat. Mungkin merupakan gambaran penyakit bila tumor menyita ruangan yang cukup
besar.
1. Gambaran dari produksi hormon pertumbuhan yang berlebih termasuk akromegali
(tangan dan kaki besar demikian pula lidah dan rahang), berkeringat banyak, hipertensi dan
artralgia (nyeri sendi).
2. Hiperprolaktinemia : amenore atau oligomenore galaktore (30%), infertilitas pada
wanita, impotensi pada pria.
3. Sindrom Chusing : obesitas sentral, hirsutisme, striae, hipertensi, diabetesmilitus,
osteoporosis.
4. Defisiensi hormon pertumbuhan : (Growt Hormon = GH) gangguan pertumbuhan pada
anak-anak.
5. Defisiensi Gonadotropin : impotensi, libido menurun, rambut tubuh rontok pada pria,
amenore pada wanita.
6. Defisiensi TSH : rasa lelah, konstipasi, kulit kering gambaran laboratorium dari
hipertiroidism.
7. Defisiensi Kortikotropin : malaise, anoreksia, rasa lelah yang nyata, pucat, gejala –
gejala yang sangat hebat selama menderita penyakit sistemik ringan biasa, gambaran
laboratorium dari penurunan fungsi adrenal.
8. Defisiensi Vasopresin : poliuria, polidipsia,dehidrasi, tidak mampu memekatkan urin.

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorik ditemukan Pengeluaran 17 ketosteroid dan 17 hidraksi
kortikosteroid dalam urin menurun, BMR menurun.
2. Pemeriksaan Radiologik / Rontgenologis ditemukan Sella Tursika.
a. Foto polos kepala.
b. Poliomografi berbagai arah (multi direksional).
c. Pneumoensefalografi.
d. CTScan.
e. Angiografi serebral.
3. Pemeriksaan Lapang Pandang.
a. Adanya kelainan lapangan pandang mencurigakan.
b. Adanya tumor hipofisis yang menekankiasma optik.
4. Pemeriksaan Diagnostik.
a. Pemeriksaan kartisol, T3 dan T4, serta esterogen atau testosteron.
b. Pemeriksaan ACTH, TSH, dan LH.
c. Tes provokasi dengan menggunakan stimulan atau supresan hormon, dan dengan
melakukan pengukuran efeknya terhadap kadar hormon serum.
d. Tes provokatif.
( http://banjaristi.blogspot.com )
F. Penatalaksanaan
Pengobatan hipopituitarisme mencakup penggantian hormon-hormon yang kurang. GH
manusia, hormon yang hanya efektif pada manusia, dihasilkan dari tehnik rekombinasi asam
deoksiribonukleat(DNA), dapat digunakan untuk mengobati pasien dengan defesiensi GH
dan hanya dapat dikerjakan oleh dokter spesialis.
GH manusia jika diberikan pada anak-anak yang menderita dwarfisme hipofisis, dapat
menyebabkan peningkatan tinggi badan yang berlebihan. GH manusia rekombinan juga dapat
digunakan sebagai hormon pengganti pada pasien dewasa dengan panhipopituitarisme.
Hormon hipofisis hanya dapat diberikan dengan cara disuntikan.
Sehingga, terapi harian pengganti hormon kelenjar target akibat defesiensi hipofisis untuk
jangka waktu yang lama, hanya diberikan sebagai alternatif.
( Price Syvia A, 20051217)

G. Asuhan Keperawatan Fokus


1. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan pada klien dengan kelainan ini antara lain mencakup:
a. Riwayat penyakit masa lalu
Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita klien, serta riwayat radiasi
pada kepala.
b. Sejak kapan keluhan diarasakan
Dampak defisiensi GH mulai tampak pada masa balita sedang defisiensi gonadotropin
nyata pada masa praremaja.
c. Apakah keluhan terjadi sejak lahir.Tubuh kecil dan kerdil sejak lahirterdapat pada klien
kretinisme.
d. Kaji TTV dasar untukperbandingan dengan hasil pemeriksaan yang akan datang.
e. Berat dan tinggi badan saat lahir atau kaji pertumbuhan fisik klien. Bandingkan
perumbuhan anak dengan standar.
f. Keluhan utama klien:
- Pertumbuhan lambat.
- Ukuran otot dan tulang kecil.
- Tanda – tanda seks sekunder tidak berkembang, tidak ada rambut pubis dan rambut
axila, payudara tidak tumbuh, penis tidak tumbuh, tidak mendapat haid, dan lain – lain.
- Interfilitas.
- Impotensi.
- Libido menurun.
- Nyeri senggama pada wanita.
g. Pemeriksaan fisik
- Amati bentuk dan ukuran tubuh, ukur BB dan TB, amati bentuk dan ukuran buah
dada, pertumbuhan rambut axila dan pubis pada klien pria amati pula pertumbuhan rambut
wajah (jenggot dan kumis).
- Palpasi kulit, pada wanita biasanya menjadi kering dan kasar. Tergantung pada
penyebab hipopituitary,perlu juga dikaji data lain sebagai data penyerta seperti bila
penyebabnya adalah tumor maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi serebrum
danfungsi nervus kranialis dan adanya keluhan nyeri kepala.
h. Kaji pula dampak perubahan fisik terhadap kemapuan klien dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya.
i. Data penunjang dari hasil pemeriksaan diagnostik seperti :
- Foto kranium untuk melihat pelebaran dan atau erosi sella tursika.
- Pemeriksaan serta serum darah : LH dan FSH GH, androgen, prolaktin, testosteron,
kartisol, aldosteron, test stimulating yang mencakup uji toleransi insulin dan stimulasi tiroid
releasing hormone.
( http://banjaristi.blogspot.com )

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan hipopituitarisme adalah:
a. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan fungsi
tubuh akibat defisiensi gonadotropin dan defisiensi hormon pertumbuhan.
b. Koping individu tak efektif berhubungan dengan kronisitas kondisi penyakit.
c. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh.
d. Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan gangguan transmisi
impuls sebagai akibat penekanan tumor pada nervus optikus.
e. Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan.
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot.
g. Resiko gangguan integritas kulit (kekeringan) berhubungan dengan menurunnya kadar
hormonal.
h. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan Melemahnya
kemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat gangguan hormonal.

3. INTERVENSI
Secara umum tujuan yang diharapakan dari perawatan klien dengan hipofungsi hipofisis
adalah :
a. Klien memiliki kembali citra tubuh yang positif dan harga diri yang tinggi.
b. Klien dapat berpartisipasi aktif dalam program pengobatan.
c. Klien dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari.
d. Klien bebas dari rasa cemas.
e. Klien terhindar dari komplikasi.
1. Dx : Gangguan Citra Tubuh Berhubungan dengan Perubahan Struktur Tubuh dan
Fungsi Tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien memiliki kembali citra tubuh yang
positif dan harga diri yang tinggi.
Kriteria Hasil :
a. Melakukan kegiatan penerimaan, penampilan misalnya: kerapian, pakaian, postur
tubuh, pola makan, kehadiran diri.
b. Penampilan dalam perawatan diri / tanggung jawab peran.
Intervensi :
a. Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan.
R: Kita dapat mengkaji sejauh mana tingkat penolakan terhadap kenyataan akan kondisi fisik
tubuh, untuk mempercepat teknik penyembuhan / penanganan.
b. Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan,
prognosa kesehatan.
R: Dengan mengetahui proses perjalanan penyakit tersebut maka klien secara bertahap akan
mulai menerima kenyataan.
c. Tingkatkan komunikasi terbuka, menghindari kritik / penilaian tentang perilaku klien.
R: Membantu untuk tiap individu untuk memahami area dalam program sehingga salah
pemahaman tidak terjadi.
d. Berikan kesempatan berbagi rasa dengan individu yang mengalami pengalaman yang
sama.
R: Sebagai problem solving
e. Bantu staf mewaspadai dan menerima perasaan sendiri bila merawat pasien lain.
R/ Perilaku menilai, perasaan jijik, marah dan aneh dapat mempengaruhi
perawatan/ditransmisikan pada klien, menguatkan harga negatif / gambaran.
Diposkan oleh Linglung di 18.02
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: Makalah Sistem Endokrin
Lokasi: Ambukembang, Kedungwuni, Indonesia

http://lululinglinglung.blogspot.com/2012/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan_2712.html
askep pada pasien hiperpituitari
Mei 17, 2012 by munawarmdh
Askep Klien GawaT darurat (Gadar) dengan gangguan Kelenjar Hipofise = Hiperpituitari

Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Hifofisis


A. DEFINISI
Hipofisis merupakan sebuah kelenjar sebesar kacang polong, yang terletak di dalam struktur
bertulang (sela tursika) di dasar otak. Sela tursika melindungi hipofisa tetapi memberikan
ruang yang sangat kecil untuk mengembang.
Jika hipofisa membesar, akan cenderung mendorong ke atas, seringkali menekan daerah otak
yang membawa sinyal dari mata dan mungkin akan menyebabkan sakit kepala atau gangguan
penglihatan.
Hipofisa mengendalikan fungsi dari sebagian besar kelenjar endokrin lainnya. Hipofisa
dikendalikan oleh hipotalamus, yaitu bagian otak yang terletak tepat diatas hipofisa. Hipofisa
memiliki 2 bagian yang berbeda, yaitu lobus anterior (depan) dan lobus posterior (belakang).
Hipotalamus mengendalikan lobus anterior (adenohipofisa) dengan cara melepaskan faktor
atau zat yang menyerupai hormon, melalui pembuluh darah yang secara langsung
menghubungkan keduanya. Pengendalian lobus posterior (neurohipofisa) dilakukan melalui
impuls saraf.
Lobus anterior menghasilkan hormon yang pada akhirnya mengendalikan fungsi:
• Kelenjar tiroid, kelenjar adrenal dan organ reproduksi (indung telur dan buah zakar)
• Laktasi (pembentukan susu oleh payudara)
• Pertumbuhan seluruh tubuh.
Adenohipofisa juga menghasilkan hormon yang menyebabkan kulit berwarna lebih gelap dan
hormon yang menghambat sensasi nyeri.
Hipofisa posterior menghasilkan hormon yang berfungsi:
• Mengatur keseimbangan air
• Merangsang pengeluaran air susu dari payudara wanita yang menyusui
• Merangsang kontraksi rahim.
Dengan mengetahui kadar hormon yang dihasilkan oleh kelenjar yang berada dibawah
kendali hipofisa (kelenjar target), maka hipotalamus atau hipofisa bisa menentukan berapa
banyak perangsangan atau penekanan yang diperlukan oleh hipofisa sesuai dengan aktivitas
kelenjar target.
Hormon yang dihasilkan oleh hipofisa (dan hipotalamus) tidak semuanya dilepaskan terus
menerus. Sebagian besar dilepaskan setiap 1-3 jam dengan pergantian periode aktif dan tidak
aktif.
Beberapa hormon (misalnya kortikotropin yang berfungsi mengendalikan kelenjar adrenal,
hormon pertumbuhan yang mengendalikan pertumbuhan dan prolaktin yang mengendalikan
pembuatan air susu) mengikuti suatu irama yang teratur, yaitu kadarnya meningkat dan
menurun sepanjang hari, biasanya mencapai puncaknya sesaat sebelum bangun dan turun
sampai kadar terendah sesaat sebelum tidur.
Kadar hormon lainnya bervariasi, tergantung kepada beberapa faktor. Pada wanita, kadar LH
(luteinizing hormone) dan FSH (follicle-stimulating hormone) yang mengendalikan fungsi
reproduksi, bervariasi selama siklus menstruasi.
Terlalu banyak atau terlalu sedikitnya satu atau lebih hormon hipofisa menyebabkan
sejumlah gejala yang bervariasi.
A. Fungsi Lobus Anterior
Lobus anterior merupakan 80% dari berat kelenjar hipofisa. Bagian ini melepaskan hormon
yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan fisik yang normal atau merangsang aktivitas
kelenjar adrenal, kelenjar tiroid serta indung telur atau buah zakar.
Jika hormon yang dilepaskan terlalu banyak atau terlalu sedikit, maka kelenjar endokrin
lainnya juga akanmelepaskan hormon yang terlalu banyak atau terlalu sedikit.
Salah satu hormon yang dilepaskan oleh lobus anterior adalah kortikotropin (ACTH,
adenocorticotropic hormone), yang merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan kortisol
dan beberapa steroid yang menyerupai testosteron (androgenik).
Tanpa kortikotropin, kelenjar adrenal akan mengkisut (atrofi) dan berhenti menghasilkan
kortisol, sehingga terjadi kegagalan kelenjar adrenal.
Beberapa hormon lainnya dihasilkan secara bersamaan dengan kortikotropin, yaitu beta-
melanocyte stimulating hormone, yang mengendalikan pigmentasi kulit serta enkefalin dan
endorfin, yang mengendalikan persepsi nyeri, suasana hati dan kesiagaan.
TSH (thyroid-stimulating hormone) juga dihasilkan oleh lobus anterior dan berfungsi
merangsang kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid.
Terlalu banyak TSH menyebabkan pembentukan tiroid yang berlebihan (hipertiroidisme),
terlalu sedikit TSH menyebakbn berkurangnya pembentukan hormon tiroid (hipotiroidisme).
Dua hormon lainnya yang dihasilkan oleh lobus anterior adalah LH (luteinizing hormone)
dan FSH (follicle-stimulating hormone). Keduanya merupakan gonadotropin, berfungsi
merangsang indung telur dan buah zakar.
• Pada wanita, kedua hormon ini merangsang pembentukan estrogen dan progesteron serta
merangsang pelepasan sel telur setiap bulannya dari indung telur.
• Pada pria, LH merangsang buah zakar untuk menghasilkan testosteron dan FSH
merangsang pembentukan sperma.
Salah satu hormon terpenting yang dihasilkan oleh lobus anterior adalah hormon
pertumbuhan, yang merangsang pertumbuhan otot dan tulang serta membantu mengatur
metabolisme. Hormon pertumbuhan dapat meningkatkan aliran gula ke otot dan lemak,
merangsang pembentukan protein di hati dan otot serta memperlambat pembentukan jaringan
lemak. Efek jangka panjang dari hormon pertumbuhan adalah menghambat pengambilan dan
pemakaian gula sehingga kadar gula darah meningkat dan meningkatkan pembentukan lemak
dan kadar lemak dalam darah. Kedua efek tersebut sangat penting karena tubuh harus
menyesuaikan diri dengan kekurangan makanan ketika berpuasa.
Bersamaan dengan kortisol, hormon pertumbuhan membantu mempertahankan kadar gula
darah untuk otak dan memindahkan lemak, sehingga sel-sel tubuha lainnya dapat
menggunakannya sebagai cadangan sumber energi.
Pada berbagai kasus, hormon pertumbuhan tampaknya bekerja dengan cara mengaktifkan
sejumlah faktor pertumbuhan, yang paling penting adalah faktor pertumbuhan yang
menyerupai insulin (IGF-1, insulin-klike growth factor).
B. Fungsi Lobus Posterior
Lobus posterior hanya menghasilkan 2 macam hormon, yaitu hormon antidiuretik dan
oksitosin.
Sesungguhnya kedua hormon ini dihasilkan oleh sel-sel saraf di dalam hipotalamus; sel-sel
saraf ini memiliki tonjolan-tonjolan (akson) yang mengarah ke hipofisa posterior, dimana
hormon ini dilepaskan.
• Hormon antidiuretik dan oksitosin tidak merangsang kelenjar endokrin lainnya, tetapi
langsung mempengaruhi organ target.
• Hormon antidiuretik (disebut juga vasopresin) meningkatkan penahanan air oleh ginjal.
Hormon ini membantu tubuh menahan jumlah air yang memadai.
Jika terjadi dehidrasi, maka reseptor khusus di jantung, paru-paru. Otak dan aorta,
mengirimkan sinyal kepada kelenjar hipofisa untuk menghasilkan lebih banyak hormon
antidiuretik. Kadar elektrolit (misalnya natrium, klorida dan kalium) dalam darah harus
dipertahankan dalam angka tertentu agar sel-sel berfungsi secara normal. Kadar elektrolit
yang tinggi (yang dirasakan oleh otak) akan merangsang pelepasan hormon antidiuretik.
Pelepasan hormon antidiuretik juga dirangsang oleh nyeri, stress, olah raga, kadar gula darah
yang rendah, angiotensin, prostaglandin dan obat-obat tertentu (misalnya klorpropamid, obat-
obat kolinergik dan beberapa obat yang digunakan untuk mengobati asma dan emfisema).
Alkohol, steroid tertentu dan beberapa zat lainnya menekan pembentukan hormon
antidiuretik. Kekurangan hormon ini menyebabkan diabetes insipidus, yaitu suatu keadaan
dimana ginjal terlalu banyak membuang air.
Oksitosin menyebabkan kontraksi rahim selama proses persalinan dan segera setelah
persalinan untuk mencegah perdarahan.
Oksitosin juga merangsang kontraksi sel-sel tertentu di payudara yang mengelilingi kelenjar
susu. Pengisapan puting susu merangsang pelepasan oksitosin oleh hipofisa. Sel-sel di dalam
payudara berkontraksi, sehingga air susu mengalir dari dalam payudara ke puting susu.
Hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisa
No Hormon Location Function
1. Hormon pertumbuhan (growth hormone) GH/somatotropin Otot & tulang
meningkatkan pertumbuhan dengan mempengaruhi beberapa fungsi metabolisme seluruh
tubuh, khususnya pembentukan protein
2. Prolaktin hormon adenokortikotropik (ACTH) Kelenjar adrenal mengatur sekresi
beberapa hormon korteks adrenal, yang selanjutnya mempengaruhi metabolisme glukosa,
protein, dan lemak.
3. Hormon stimulasi tiroid (TSH) Tiroid mengatur kecepatan sekresi tiroksin oleh
kelenjer tiroid, dan tiroksin selanjutnya mengatur kecepatan sebagian besar reaksi – reaksi
kimia seluruh tubuh
4. Prolaktin Kelenjar susu meningkatkan perkembangan kelenjar mammae dan
pembentukan susu
5 hormon luteinisasi (LH) Indung telur (buah zakar) mengatur pertumbuhan gonad serta
aktivitas reproduksinya.
6. hormon stimulasi folikel (FSH) Indung telur (buah zakar) mengatur pertumbuhan
gonad serta aktivitas reproduksinya.
7 Oksitosin Rahim & kelenjar susu Berperan dalm proses persalinan bayi dan laktasi
8. Hormon antidiuretik (vasopresin) Ginjal Mengatur kecepatan ekskresi air ke dalam
urin dan dengan cara ini membantu mengatur konsentrasi air dalam cairan tubuh.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PENDERITA HYPERPITUITARI
Konsep Dasar
Hiperpituitarisme yaitu suatu kondisi patologis yang terjadi akibat tumor atau hiperplasi
hipofisis sehingga menyebabkan peningkatan sekresi salah satu hormon hipofisis atau lebih.
Jenis – jenis penyakit hyper pituitary
1. SIADH (Syndrome of inappropriate Antidiuretic Hormone)
a. Definisi
Kumpulan gejala akibat gangguan hormon antidiuretik, Gangguan produksi hormon
antidiuretik ini menyebabkan retensi garam atau hiponatremia. Ahli Patologi klinik juga akan
mencari data labor lain yang berhubungan dengan osmolaritas serum, peningkatan gravitas
urin, edema atau dehidrasi, hiponatremia dan peningkatan hormon plasma vasopresin.
Biasanya fungsi adrenal, tyroid dan ginjal dalam batas normal. Hal lain kadang gejala SIADH
berhubungan dengan trauma kepala atau tumor, dimana patologi akan mengambil biopsi
untuk memastikannya
b. Etiologi
SIADH sering terjadi pada pasien gagal jantung atau dengan gangguan hipotalamus (bagian
dari otak yang berkoordinasi langsung dengan kelenjar hipofise dalam memproduksi
hormone). Pada kasus lainnya, missal: beberapa keganasan (ditempat lain dari tubuh) bisa
merangsang produksi hormon anti diuretik, terutama keganasan di paru dan kasus lainnya
seperti dibawah ini:
• Meningitis – peradangan pada meningens, selaput pelindung otak dan saraf spinalis.
• Encephalitis – peradangan dijaringan otak.
• Tumor otak
• Psikosis
• Penyakit paru
• Trauma kepala
• Guillain-Barré syndrome (GBS) – keadaan reversible yang menyerang jaringan syaraf,
menyebabkan lemah otot, nyeri dan paralisa temporer di wajah dan otot kaki dan paralisa di
bagian dada bisa menganggu proses bernafas.
• Penggunaan obat tertentu
• Kerusakan hipotalamus atau kelenjar hipofise saat pembedahan
c. Manifestasi klinis :
Pada kasus SIADH berat, gejalanya meliputi::
• Nausea
• Muntah
• Irritability
• Perubahan prilaku seperti meracau, bingung dan halusinasi,
• Seizures
• Stupor
• Koma
d. Patofisiologi
Salah satu rangsangan yang menyebabkan sekresi ( vasopresin) menjadi kuat adalah
penurunan valume darah. Keadaan ini terjadi secara hebat terutama saat volume darah turun
15 – 25 persen, dengan kecepatan sekresi meningkat sering sampai 50 kali dari normal.
Penyebab peningkatan ini adalah atrium, terutama atrium kanan, mempunyai reseptor regang
yang di bangkitkan, reseptor akan mengirimkan sinyal ke otak untuk menghambat sekresi
ADH. Sebaliknya, bila tidak dibangkitkan akibat tidak penuhnya pengisian, terjadi proses
yang berlawanan, dengan peningkatan sekresi ADH yang sangat besar. Lebih lanjut, di
samping reseptor regangan atrium, penurunan regangan baroreseptor pada daerah karotid,
aortik dan pulmonari dalam peningkatan sekresi ADH.
Sekresi darah yang terlalu banyak ke dalam atrium dapat terjadi pada jantung yang
kardiomegali. Atrium yang mebesar tanpa di ikutioleh katup – katupnya membuat darah
menumpuk pada atrium – atrium dan akhirnya terjadilah gagal jantung.
2. Galaktore
1. Definisi
Galaktore adalah pembentukan air susu pada pria atau wanita yang tidak sedang dalam masa
menyusui.
1. Etiologi
Penyebabnya adalah prolaktinoma (tumor yang menghasilkan prolaktin) pada kelenjar
hipofisa. Pada saat terdiagnosis biasanya prolaktinoma ini ukurannya kecil, tetapi pada pria
tumor ini cenderung membesar.Pembentukan prolaktin yang berlebihan dan terjadinya
galaktore juga bisa dirangsang oleh obat-obatan seperti fenotiazin, obat tertentu untuk
tekanan darah tinggi (terutama metildopa) dan narkotik. Penyebab lainnya yang mungkin
adalah hipotiroidisme.gagl ginjal dan efek samping obat bisa menjadi faktor penyebab
1. Manifestasi klinis
• Gangguan siklus menstruasi atau siklusnya berhenti.
• Wajah tampak merah
• vagina kering sehingga terjadi gangguan dalam melakukan hubungan seksual.
• Penderita pria mengalami sakit kepala atau kehilangan lapang pandang perifernya
• Sekitar 2/3 penderita pria kehilangan gairah seksualnya dan menjadi impoten.
1. Patofisiologi
Kelebihan prolaktin hampir selalu di sebabkan oleh adenoma hipofise, biasanya berupa
mikrokardenoma (diameter tumor kurang dari 1 cm). Atau disfungsi hipotalamus. Dopamin
merupakan inhibitor hipotalamik primer untuk pelepasan prolaktin terputusnya trasnmisi
dopamin kehipofise dapat menyebabkan prolaktin berlebihan.
3. Gigantisme
a. Definisi :
Gigantisme adalah pertumbuhan abnormal dari seluruh tubuh karena kelenjar hypophysis
memproduksi hormon berlebihan. Hipofisis adalah kelenjar seukuran biji kacang tanah dan
menggantung dari otak, terbaring di sebelah dalam tulang pelipis dekat bola mata. Penyakit
ini ditandai oleh pembesaran dan penebalan tulang dahi, rahang, kaki, dan tangan secara
berangsur. Penyakit ini berlangsung lambat dan baru diketahui setelah penderita memasuki
usia menengah kelainan yang disebabkan oleh karena sekresi Growth Hormone (GH) yang
berlebihan dan terjadi sebelum dewasa atau sebelum proses penutupan epifisis
b. Etiologi
• Gigantisme Primer atau Hipofisis, di mana penyebabnya adalah adenoma hipofisis
• Gigantisme Sekunder atau hipothalamik, disebabkan oleh karena hipersekresi GHRH
dari Hipothalamus.
• Gigantisme yang disebabkan oleh tumor ektopik (paru, pankreas, dll) yang mensekresi
GH atau GHRH
Gigantisme disebabkan oleh sekresi GH yang berlebihan. Keadaan ini dapat diakibatkan
tumor hipofisis yang menyekresi GH atau karena kelainan hipotalamus yang mengarah pada
pelepasan GH secara berlebihan. Gigantisme dapat terjadi bila keadaan kelebihan hormone
pertumbuhan terjadi sebelum lempeng epifisis tulang menutup atau masih dalam masa
pertumbuhan. Penyebab kelebihan produksi hormone pertumbuhan terutama adalah tumor
pada sel-sel somatrotop yang menghasilkan hormone pertumbuhan.
c. Patofisiologi
Sel asidofilik, sel pembentuk hormone pertumbuhan di kelenjar hipofisis anterior menjadi
sangat aktif atau bahkan timbul tumor pada kelenjar hipofisis tersebut. Hal ini mengakibatkan
sekresi hormone pertumbuhan menjadi sangat tinggi. Akibatnya, seluruh jaringan tubuh
tumbuh dengan cepat sekali, termasuk tulang. Pada Gigantisme, hal ini terjadi sebelum masa
remaja, yaitu sebelum epifisis tulang panjang bersatu dengan batang tulang sehingga tinggi
badan akan terus meningkat (seperti raksasa).
Biasanya penderta Gigantisme juga mengalami hiperglikemi. Hiperglikemi terjadi karena
produksi hormone pertumbuhan yang sangat banyak menyebabkan hormone pertumbuhan
tersebut menurunkan pemakaian glukosa di seluruh tubuh sehingga banyak glukosa yang
beredar di pembuluh darah. Dan sel-sel beta pulau Langerhans pancreas menjadi terlalu aktif
akibat hiperglikemi dan akhirnya sel-sel tersebut berdegenerasi. Akibatnya, kira-kira 10
persen pasien Gigantisme menderita Diabetes Melitus.
Pada sebagian besar penderita Gigantisme, akhirnya akan menderita panhipopitutarisme bila
Gigantisme tetap tidak diobati sebab Gigantisme biasanya disebabkan oleh adanya tumor
pada kelenjar hipofisis yang tumbuh terus sampai merusak kelenjar itu sendiri.
d. Manifestasi klinis :
• Pertumbuhan linier yang cepat
• Tanda – tanda wajah kasar
• pembesaran kaki dan tangan
• Pada anak muda, pertumbuhan cepat kepala dapat mendahului pertumbuhan linier
• Beberapa penderita memiliki masalah penglihatan dan perilaku
• Pertumbuhan abnormal menjadi nyata pada masa pubertas
• Jangkung dapat tumbuh sampai ketinggian 8 kaki atau lebih.
4. Akromegali
a. Definisi
Akromegali adalah pertumbuhan berlebihan akibat pelepasan hormon pertumbuhan yang
berlebihan dan terjadi pada usia 30-50 tahun.
b. Etiologi
Pelepasan hormon pertumbuhan berlebihan hampir selalu disebabkan oleh tumor hipofisa
jinak (adenoma).
c. Manifestasi klinis
• Tulang mengalami kelainan bentuk, bukan memanjang. Gambaran tulang wajah menjadi
kasar, tangan dan kakinya membengkak.
• Penderita memerlukan cincin, sarung tangan, sepatu dan topi yang lebih besar.
• Rambut badan semakin kasar sejalan dengan menebal dan bertambah gelapnya kulit.
• Kelenjar sebasea dan kelenjar keringat di dalam kulit membesar, menyebabkan keringat
berlebihan dan bau badan yang menyengat.
• Pertumbuhan berlebih pada tulang rahang (mandibula) bisa menyebabkan rahang
menonjol (prognatisme).
• Tulang rawan pada pita suara bisa menebal sehingga suara menjadi dalam dan serak.
Lidah membesar dan lebih berkerut-kerut. Tulang rusuk menebal menyebabkan dada
berbentuk seperti tong. Sering ditemukan nyeri sendi; setelah beberapa tahun bisa terjadi
artritis degeneratif yang melumpuhkan. Jantung biasanya membesar dan fungsinya sangat
terganggu sehingga terjadi gagal jantung.
• Kadang penderita merasakan gangguan dan kelemahan di tungkai dn lengannya karena
jaringan yang membesar menekan persarafan. Saraf yang membawa sinyal dari mata ke otak
juga bisa tertekan, sehingga terjadi gangguan penglihatan, terutama pada lapang pandang
sebelah luar.
• sakit kepala hebat.
d. Patofisiologi
Bila tumor asidofilik timbul sesudah masa dewasa muda-yakni, sesudah epifisis tulang
panjang bersatu dengan batang tulang maka orang itu tidak dapat tumbuh lebih tinggi lagi,
namun jaringan ikat longgarnya masih terus tumbuh dan tebal tulangnya msih terus tumbuh.
Perbesaran tadi terutama dapat di lihat pada tulang – tulang kecil tangan dan kaki serta pada
tulang membranosa, termasuk tulang tengkorak, hidung, penonjolan tulang dahi , tepi
supraorbital, bagian bawah rahang, dan bagian tulang vertebra, sebab pada masa dewasa
muda pertumbuhan tulang – tulang ini tidak berhenti. Akibatnya, tulang rahang tampak
menonjol ke depan, kadang kala sampai setengah inci ke depan, dahi menyempit ke depan
sebab pertumbuhan tepi supraorbitalnya sangat besar, hidung membesar sampai dua kali
ukuran normal, kakinya membutuhkan sepatu berukuran 14 atau lebih besar, dan jari –
jarinya menjadi sangat tebal .
Pengkajian
A. Pengkajian perawatan secara umum
1. Pemantauan akan potensial komlikasi kelainan endokrin dan pengelolaannya
2. Pemantauan akan tanda – tanda dan gejala klinik yang menunjukkan adanya
ketidakseimbangan hormonal
3. Mengetahui persepsi pasien dan keluarga pasien mengenai masalah kesehatan,
pengelolaan dan bantuan yang diperlukan.
4. Menentukan barasumber yang diperlukan pasien dan keluarganyauntuk dapat mengatasi
penyakitnya dan untuk pengelolaannya di rumah sakit dan setelah ulang dari rumah sakit.
5. pengkajian psikologis dan sosial
B. Pengkajian keperawatan secara khusus
1. Riwayat penyakit.
2. Kaji usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.
3. Keluhan utama, melipuse :
• Perubahan ukuran dan bentuk tubuh serta organ-organ tubuh seperti jari-jari, tangan,
dll.
• Dispaneuria dan pada pria disertai dengan impotensia.
• Nyeri kepala.
• Gangguan penglihatan.
• Libido seksual menurun, dll.
4. Pemeriksaan fisik dan masalah klinik yang sering di jumpai, meliputi :
• Amati bentuk wajah.
• Kepala, tangan/ lengan dan kaki bertambah besar, dagu menjorok ke depan.
• Adanya kesulitan mengunyah.
• Adanya perubahan pada persendian dimana klien mengeluh nyeri dan sulit bergerak.
• Peningkatan respirasi kulit.
• Suara membesar karena hipertropi laring
• Pada palpasi abdomen, ditemukan hepatomegali.
• Disfagia akibat lidah membesar.
• Kelemahan
• Perubahan nutisi
• Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
• Perubahan kardiovaskular
• Perubahan karakteristik tubuh
• Intoleransi terhadap stress
• Ketidakstabilan emosional
• Perubahan produksi
C. Data Subjektif
1. Kelemahan dan pola tidur
2. Pola makan ( fekuensi dan asupan makanan)
3. Higiene khusus dan kebutuhan untuk bercukur
4. Riwayat kardiovaskular
5. Polaintake dan out[ut cairan
6. Rasa tidak nyaman
7. Penggunaan obat – obatan
8. Riwayat reproduksi
9. Penggunaan medikasi
10. Kelainan endokrin dan pengelolaannya.
D. Data Objektif
1. Tinggi dan berat badan
2. Proporsi tubuh
3. Jumlah dan distribusi masa obat
4. Distribusi lemak
5. Pigmentasi kulit
6. Distribusi rambut
E. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan fungsi target organ
2. Pemeriksaan ACTH, TSH, FSH dan LH serta hormone nontropik
3. Tes provokasi dengan menggunakan stimulan atau supresan hormone dan dengan
melakukan efeknya terhadap kadar hormone sarum.
4. Foto rongen kepala dan tulang kerang tubuh dengan CT scan
F. Diagnosa keperawatan pokok yang dijumpai pada klien dengan hiperpituitarisme
adalah:
1. Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan penampilan fisik.
2. Disfungsi seksual yang berhubungan dengan penurunan libido ; infertilitas
G. Terapi
Dikenal 2 macam terapi, yaitu:
1. Terapi pembedahan
Tindakan pembedahan adalah cara pengobatan utama. Dikenal dua macam pembedahan
tergantung dari besarnya tumor yaitu : bedah makro dengan melakukan pembedahan pada
batok kepala (TC atau trans kranial) dan bedah mikro (TESH atau trans ethmoid sphenoid
hypophysectomy). Cara terakhir ini (TESH) dilakukan dengan cara pembedahan melalui
sudut antara celah infra orbita dan jembatan hidung antara kedua mata, untuk mencapai tumor
hipofisis. Hasil yang didapat cukup memuaskan dengan keberhasilan mencapai kadar HP
yang diinginkan tercapai pada 70 – 90% kasus. Keberhasilan tersebut juga sangat ditentukan
oleh besarnya tumor.
Efek samping operasi dapat terjadi pada 6 – 20% kasus, namun pada umumnya dapat diatasi.
Komplikasi pasca operasi dapat berupa kebocoran cairan serebro spinal (CSF leak), fistula
oro nasal, epistaksis, sinusitis dan infeksi pada luka operasi.
Keberhasilan terapi ditandai dengan menurunnya kadar GH di bawah 5 µg/l. Dengan kriteria
ini keberhasilan terapi dicapai pada 50 – 60% kasus, yang terdiri dari 80% kasus
mikroadenoma, dan 20 % makroadenoma.
1. Terapi radiasi
Indikasi radiasi adalah sebagai terapi pilihan secara tunggal, kalau tindakan operasi tidak
memungkinkan, dan menyertai tindakan pembedahan kalau masih terdapat gejala akut setelah
terapi pembedahan dilaksanakan.
Radiasi memberikan manfaat pengecilan tumor, menurunkan kadar GH , tetapi dapat pula
mempengaruhi fungsi hipofisis. Penurunan kadar GH umumnya mempunyai korelasi dengan
lamanya radiasi dilaksanakan. Eastment dkk menyebutkan bahwa, terjadi penurunan GH 50%
dari kadar sebelum disinar (base line level), setelah penyinaran dalam kurun waktu 2 tahun,
dan 75% setelah 5 tahun penyinaran.
Peneliti lainnya menyebutkan bahwa, kadar HP mampu diturunkan dibawah 5 µg/l setelah
pengobatan berjalan 5 tahun, pada 50% kasus. Kalau pengobatan dilanjutkan s/d 10 tahun
maka, 70% kasus mampu mencapai kadar tersebut.
F. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan :
• Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan penampilan fisik
Intervensi Keperawatan :
1. Nonpembedahan
Klien dengan kelebihan GH :
• Dorong klien agar mau mengungkapkan pikiran dan perasaannya terhadap perubahan
penampilan tubuhnya.
• Bantu klien mengidentifikasi kekeuatannya serta segi-segi positif yang dapat
dikembangkan oleh klien.
• Klien dengan kelebihan prolaktin :
• Yakinkan klien bahwa sebagian gejala dapat berkurang dengan pengobatan.
• Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya.
B. Perawatan Preoperasi
• Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang dilakukan.
• Menjelaskan penggunaan tampon hidung selama 2-3 hari pasca operasi. Anjurkan
klien bernafas melalui mulut selama pemasangan tampon.
• Menjelaskan penggunaan balut tekan yang ditempatkan dari bawah hidung,
menggosok gigi, batuk, bersin, karena hal ini dapat menghambat penyembuhan luka.
• Menjelaskan berbagai prosedur diagnostik yang diperlukan sebagai persiapan operasi
seperti pemeriksaan neurologik, hormonal, lapang pandang, swab tenggorok untuk
pemeriksaan kultur dan sensitivitas.
• Pendidikan kesehatan dilakukan sebelum tindakan pembedahan dilaksanakan. Setelah
tindakan transpenoidal hipofisektomi, perawat menjelaskan agar klien menghindari aktifitas
yang dapat menghambat penyembuhan seperti mengejan, batuk, dll. Juga jelaskan agar klien
mengindahkan faktor-faktor yang dapat mencegah obstipasi seperti makan makanan tinggi
serat, minum air yang cukup, pelunak feses bila diperlukan.
Perawatan Pascaoperasi
• Amati respon neurologik klien dan catat perubahan penglihatan, disorientasi dan
perubahan kesadaran serta penurunan kekuatan motorik ekstrimitas.
• Amati pula komplikasi pascaoperasi yang lazim terjadi seperti transient insipidus
(diabetes insipidus sesaat).
• Anjurkan klien untuk melaporkan pada perawat bila terjadi pengeluaran sekret dari
hidung.
• Tinggikan posisi kepala 30-45 derajat.
• Kaji drainase nasal baik kualitas maupun kuantitas.
• Hindari batuk, ajarkan klien bernafas dalam, lakukan hygiene oral secara teratur.
• Kaji tanda-tanda infeksi.
• Kolaborasi pemberian gonadotropin, kortisol ; sebagai dampak hipofisektomi.
Pembedahan
a. Pembedahan transphenoidal
Pendekatan transphenoidal sering digunakan dalam melakukan reseksi suatu adenoma. Sela
tursika dicapai melalui sinus sphenoid, dan tumor diangkat dengan bantuan suatu mikroskop
bedah. Insisi dibuat antara gusi dan bibir atas. Pendekatan ini pun digunakan untuk
memasang implant. Suatu lubang dibuat pada durameter pada jalan masuk sela tursika.
Biasanya dirurup dengan lapisan fascia yang diambil dari tungkai, sehingga pasien harus
disiapkan untuk insisi tungkai. Penampilan ini dilakukan untuk mencegah bocornya cairan
serebrospinal (CSF). Kebocoran CSF dapat terjadi beberapa hari postoperatif tapi harus
ditutup. Hidung mungkin mempet dan suatu sling perban ditempatkan dibawahnya untuk
mengabsorpsi drainage.
Monitoring terhadap adanya kebocoran CSF perlu dilakukan.
Data-data berikut harus diperhatikan :
1. Keluhan postnasal drip
2. Menelan yang konstan
3. Adanya halo ring pada nasal sling atau balutan (tanda berupa cairan CSF yang jernih
disekeliling cairan serosa yang lebih gelap ditengahnya)
4. Memeriksa ada tidaknya glukosa pada drainase nasal.
Cairan serebrospinal mengandung glukosa, sedangkan cairan nasal tidak. Jika tes glukosa
positif, bahan pemeriksaan harus dikirim ke laboratorium untuk konfirmasi lebih lanjut.
Jika terdapat kebocoran yang menetap, pasien dianjurkan untuk tirah baring dengan kepala
terangkat untuk menggantikan tekanan pada tambalan yang sudah ditentukan. Seringkali
kebocoran CSF sembuh dengan sendirinya, tetapi kadang-kadang diperlukan perbaikan
dengan tindakan operasi. Aktivitas yang meningkatkan tekanan intrakranial harus dihindari.
Nyeri kepala dapat timbul dan dapat diobati dengan analgetik nonnarkotik tau cordein. Nyeri
kepala persisten atau rigiditas nuchal (kaku kuduk) dapat memberikan petunjuk akan adanya
meningitis dan hal ini harus segera dilaporkan. Karena kemungkinan terjadinya risiko infeksi,
maka antibiotik profilaktif dapat diberikan saat preoperatif atau postoperatif.
Intervensi keperawatan lainnya bagi pasien dengan operasi transphenoidal meliputi hal
berikut :
1. Memberikan cairan peroral dan diet cairan jernih segera setelah pasien sadar dan tak
lagi merasa mual setelah tinadakan anastesia.
2. Meningkatkan diet yang sesuai (anorexia dapat timbul karena menurutnya sensasi
penciuman).
3. Meyakinkan pasien bahwa kehilangan sensasi penciuman hanya sementara dan akan
membaik segera setelah penutup hidung nasal sling diangkat.
4. Memberikan O2 dengan kelembaban tertentu untuk menjaga kelembaban mukosa nasal
dan oral.
5. Melakukan perawatan mulut
a. Jangan menggosok gigi (untuk mencegah distrupsi benangjahitan).
b. Menggunakan kapas halus dan lembab pada saat membersihkan gigi.
c. Sering melakukan bilas mulut.
b. Pembedahan transfontal
Jika tumor hipofise dibawah tulang-tulang dari sella tursika (ekstra sellar), kraniotoomi
dilakukan untuk mendapatkan suatu lapang operasi yang cukup. Tumor-tumor intraserebral
lain, penyakit-penyakit atau trauma terhadap struktur-struktur yang berdekatan dengan
hipofise atau dapat menyebabkan disfungsi hipofise sementara maupun permanen.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENDERITA GANGGUAN
HIPOPITUITARISME
DEFINISI
Hipopituitarisme adalah hilangnya sebagian atau seluruh fungsi lobus anterior kelenjar
hipofisa.
PENYEBAB
Penyebab yang secara primer mempengaruhi kelenjar hipofisa (hipopituitarisme primer):
- Tumor hipofisa
- Berkurangnya aliran darah ke hipofisa (akibat perdarahan hebat, bekuan darah,
anemia)
- Infeksi dan peradangan
- Sarkoidosis atau amiloidosis
- Penyinaran
- Pengangkatan kelenjar hipofisa melalui pembedahan
- Penyakit autoimun.
Penyebab yang secara sekunder mempengaruhi hipotalamus (hipopituitarisme sekunder):
Tumor hipotalamus
Peradangan
Cedera kepala
Kerusakan pada hipofisa, pembuluh darah maupun sarafnya akibat pembedahan.
GEJALA
Hipopituitarisme mempengaruhi fungsi kelenjar endokrin yang dirangsang oleh hormon-
hormon hipofisa anterior, karena itu gejala bervariasi tergantung kepada jenis hormon apa
yang kurang.
Gejala-gejalanya biasanya timbul secara bertahap dan tidak disadari selama beberapa waktu,
tetapi kadang terjadi secara mendadak dan dramatis.
Bisa terjadi kekurangan satu, beberapa atau semua hormon hipofisa anterior.
Kekurangan gonadotropin (LH dan FSH) pada wanita pre-menopause bisa menyebabkan:
- terhentinya siklus menstruasi (amenore)
- kemandulan
- vagina yang kering
- hilangnya beberapa ciri seksual wanita.
Pada pria, kekurangan gonadotropin menyebabkan:
- impotensi
- pengkisutan buah zakar
- berkurangnya produksi sperma sehingga terjadi kemandulan
- hilangnya beberapa ciri seksual pria (misalnya pertumbuhan badan dan rambut wajah).
Kekurangan gonadotropin juga terjadi pada sindroma Kallmann, yang juga menderita:
- celah bibir atau celah langit-langit mulut
- buta warna
- tidak mampu membaui sesuatu.
Kekurangan hormon pertumbuhan pada dewasa biasanya menyebabkan sedikit gejala atau
tidak menyebabkan gejala; tetapi pada anak-anak bisa menyebabkan lambatnya pertumbuhan,
kadang-kadang menjadi cebol (dwarfisme).
Kekurangan TSH menyebabkan hipotiroidisme, yang menimbulkan gejala berupa:
- kebingungan
- tidak tahan terhadap cuaca dingin
- penambahan berat badan
- sembelit
- kulit kering.
Kekurangan kortikotropin saja jarang terjadi; bisa menyebabkan kurang aktifnya kelenjar
adrenal, yang akan menimbulkan gejala berupa:
- lelah
- tekanan darah rendah
- kadar gula darah rendah
- rendahnya toleransi terhadap stres (misalnya trauma utama, pembedahan atau infeksi).
Kekurangan prolaktin yang terisolasi merupakan keadaan yang jarang terjadi, tetapi bisa
menjelaskan mengapa beberapa wanita tidak dapat menghasilkan air susu setelah melahirkan.
Sindroma Sheehan merupakan suatu komplikasi yang jarang terjadi, dimana terjadi kerusakan
sebagian kelenjar hipofisa. Gejalanya berupa lelah, rontoknya rambut kemaluan dan rambut
ketiak serta ketidakmampuan menghasilkan air susu.
DIAGNOSA
Untuk mengetahui kelainan struktural pada hipofisa dilakukan pemeriksaan CT scan atau
MRI.
Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar hormon-hormon berikut:
- LH (berkurang)
- FSH (berkurang)
- testosteron (berkurang)
- estrogen (berkurang)
- kortisol (berkurang)
- T4 (berkurang)
- TSH (berkurang)
- hormon pertumbuhan (berkurang)
- IGF-1 (insulin-like growth factor 1) (berkurang).
Angiografi dilakukan untuk menilai pembuluh darah yang menuju ke hipofisa.
PENGOBATAN
Pengobatan lebih ditujukan kepada menggantikan kekurangan hormon target, bukan hormon
hipofisa.
Jika terjadi kekurangan TSH maka diberikan hormon tiroid, jika terjadi kekurangan
kortikotropin diberikan hormon adrenokortikal dan jika terjadi kekurangan LH dan FSH
diberikan estrogen, progesteron atau testosteron. Hormon pertumbuhan biasanya diberikan
kepada anak-anak.
Jika penyebabnya adalah tumor hipofisa yang kecil, maka dilakukan pengangkatan tumor.
Tumor penghasil prolaktin diatasi dengan pemberian bromokriptin.
Penyinaran dengan kekuatan tinggi atau dengan proton juga bisa digunakan untuk
menghancurkan tumor hipofisa.
Tumor yang besar dan telah menyebar keluar sella tursika tidak mungkin hanya diatasi
dengan pembedahan. Setelah pembedahan harus diberikan penyinaran berkekuatan tinggi
untuk membunuh sisa sel-sel tumor.
Terapi penyinaran cenderung menyebabkan hilangnya fungsi hipofisa secara perlahan, baik
sebagian maupun keseluruhan. Karena itu fungsi kelenjar target biasanya dinilai setiap 3-6
bulan untuk tahun pertama kemudian setiap tahun pada tahun berikutnya.

0 Comments:
1.
Senin, 29 Maret 2010
Askep Klien GawaT darurat (Gadar) dengan gangguan Kelenjar Hipofise = Hiperpituitari

Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Hifofisis


A. DEFINISI
Hipofisis merupakan sebuah kelenjar sebesar kacang polong, yang terletak di dalam struktur
bertulang (sela tursika) di dasar otak. Sela tursika melindungi hipofisa tetapi memberikan
ruang yang sangat kecil untuk mengembang.
Jika hipofisa membesar, akan cenderung mendorong ke atas, seringkali menekan daerah otak
yang membawa sinyal dari mata dan mungkin akan menyebabkan sakit kepala atau gangguan
penglihatan.
Hipofisa mengendalikan fungsi dari sebagian besar kelenjar endokrin lainnya. Hipofisa
dikendalikan oleh hipotalamus, yaitu bagian otak yang terletak tepat diatas hipofisa. Hipofisa
memiliki 2 bagian yang berbeda, yaitu lobus anterior (depan) dan lobus posterior (belakang).
Hipotalamus mengendalikan lobus anterior (adenohipofisa) dengan cara melepaskan faktor
atau zat yang menyerupai hormon, melalui pembuluh darah yang secara langsung
menghubungkan keduanya. Pengendalian lobus posterior (neurohipofisa) dilakukan melalui
impuls saraf.
Lobus anterior menghasilkan hormon yang pada akhirnya mengendalikan fungsi:
• Kelenjar tiroid, kelenjar adrenal dan organ reproduksi (indung telur dan buah zakar)
• Laktasi (pembentukan susu oleh payudara)
• Pertumbuhan seluruh tubuh.
Adenohipofisa juga menghasilkan hormon yang menyebabkan kulit berwarna lebih gelap dan
hormon yang menghambat sensasi nyeri.
Hipofisa posterior menghasilkan hormon yang berfungsi:
• Mengatur keseimbangan air
• Merangsang pengeluaran air susu dari payudara wanita yang menyusui
• Merangsang kontraksi rahim.
Dengan mengetahui kadar hormon yang dihasilkan oleh kelenjar yang berada dibawah
kendali hipofisa (kelenjar target), maka hipotalamus atau hipofisa bisa menentukan berapa
banyak perangsangan atau penekanan yang diperlukan oleh hipofisa sesuai dengan aktivitas
kelenjar target.
Hormon yang dihasilkan oleh hipofisa (dan hipotalamus) tidak semuanya dilepaskan terus
menerus. Sebagian besar dilepaskan setiap 1-3 jam dengan pergantian periode aktif dan tidak
aktif.
Beberapa hormon (misalnya kortikotropin yang berfungsi mengendalikan kelenjar adrenal,
hormon pertumbuhan yang mengendalikan pertumbuhan dan prolaktin yang mengendalikan
pembuatan air susu) mengikuti suatu irama yang teratur, yaitu kadarnya meningkat dan
menurun sepanjang hari, biasanya mencapai puncaknya sesaat sebelum bangun dan turun
sampai kadar terendah sesaat sebelum tidur.
Kadar hormon lainnya bervariasi, tergantung kepada beberapa faktor. Pada wanita, kadar LH
(luteinizing hormone) dan FSH (follicle-stimulating hormone) yang mengendalikan fungsi
reproduksi, bervariasi selama siklus menstruasi.
Terlalu banyak atau terlalu sedikitnya satu atau lebih hormon hipofisa menyebabkan
sejumlah gejala yang bervariasi.
A. Fungsi Lobus Anterior
Lobus anterior merupakan 80% dari berat kelenjar hipofisa. Bagian ini melepaskan hormon
yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan fisik yang normal atau merangsang aktivitas
kelenjar adrenal, kelenjar tiroid serta indung telur atau buah zakar.
Jika hormon yang dilepaskan terlalu banyak atau terlalu sedikit, maka kelenjar endokrin
lainnya juga akanmelepaskan hormon yang terlalu banyak atau terlalu sedikit.
Salah satu hormon yang dilepaskan oleh lobus anterior adalah kortikotropin (ACTH,
adenocorticotropic hormone), yang merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan kortisol
dan beberapa steroid yang menyerupai testosteron (androgenik).
Tanpa kortikotropin, kelenjar adrenal akan mengkisut (atrofi) dan berhenti menghasilkan
kortisol, sehingga terjadi kegagalan kelenjar adrenal.
Beberapa hormon lainnya dihasilkan secara bersamaan dengan kortikotropin, yaitu beta-
melanocyte stimulating hormone, yang mengendalikan pigmentasi kulit serta enkefalin dan
endorfin, yang mengendalikan persepsi nyeri, suasana hati dan kesiagaan.
TSH (thyroid-stimulating hormone) juga dihasilkan oleh lobus anterior dan berfungsi
merangsang kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid.
Terlalu banyak TSH menyebabkan pembentukan tiroid yang berlebihan (hipertiroidisme),
terlalu sedikit TSH menyebakbn berkurangnya pembentukan hormon tiroid (hipotiroidisme).
Dua hormon lainnya yang dihasilkan oleh lobus anterior adalah LH (luteinizing hormone)
dan FSH (follicle-stimulating hormone). Keduanya merupakan gonadotropin, berfungsi
merangsang indung telur dan buah zakar.
• Pada wanita, kedua hormon ini merangsang pembentukan estrogen dan progesteron serta
merangsang pelepasan sel telur setiap bulannya dari indung telur.
• Pada pria, LH merangsang buah zakar untuk menghasilkan testosteron dan FSH
merangsang pembentukan sperma.
Salah satu hormon terpenting yang dihasilkan oleh lobus anterior adalah hormon
pertumbuhan, yang merangsang pertumbuhan otot dan tulang serta membantu mengatur
metabolisme. Hormon pertumbuhan dapat meningkatkan aliran gula ke otot dan lemak,
merangsang pembentukan protein di hati dan otot serta memperlambat pembentukan jaringan
lemak. Efek jangka panjang dari hormon pertumbuhan adalah menghambat pengambilan dan
pemakaian gula sehingga kadar gula darah meningkat dan meningkatkan pembentukan lemak
dan kadar lemak dalam darah. Kedua efek tersebut sangat penting karena tubuh harus
menyesuaikan diri dengan kekurangan makanan ketika berpuasa.
Bersamaan dengan kortisol, hormon pertumbuhan membantu mempertahankan kadar gula
darah untuk otak dan memindahkan lemak, sehingga sel-sel tubuha lainnya dapat
menggunakannya sebagai cadangan sumber energi.
Pada berbagai kasus, hormon pertumbuhan tampaknya bekerja dengan cara mengaktifkan
sejumlah faktor pertumbuhan, yang paling penting adalah faktor pertumbuhan yang
menyerupai insulin (IGF-1, insulin-klike growth factor).
B. Fungsi Lobus Posterior
Lobus posterior hanya menghasilkan 2 macam hormon, yaitu hormon antidiuretik dan
oksitosin.
Sesungguhnya kedua hormon ini dihasilkan oleh sel-sel saraf di dalam hipotalamus; sel-sel
saraf ini memiliki tonjolan-tonjolan (akson) yang mengarah ke hipofisa posterior, dimana
hormon ini dilepaskan.
• Hormon antidiuretik dan oksitosin tidak merangsang kelenjar endokrin lainnya, tetapi
langsung mempengaruhi organ target.
• Hormon antidiuretik (disebut juga vasopresin) meningkatkan penahanan air oleh ginjal.
Hormon ini membantu tubuh menahan jumlah air yang memadai.
Jika terjadi dehidrasi, maka reseptor khusus di jantung, paru-paru. Otak dan aorta,
mengirimkan sinyal kepada kelenjar hipofisa untuk menghasilkan lebih banyak hormon
antidiuretik. Kadar elektrolit (misalnya natrium, klorida dan kalium) dalam darah harus
dipertahankan dalam angka tertentu agar sel-sel berfungsi secara normal. Kadar elektrolit
yang tinggi (yang dirasakan oleh otak) akan merangsang pelepasan hormon antidiuretik.
Pelepasan hormon antidiuretik juga dirangsang oleh nyeri, stress, olah raga, kadar gula darah
yang rendah, angiotensin, prostaglandin dan obat-obat tertentu (misalnya klorpropamid, obat-
obat kolinergik dan beberapa obat yang digunakan untuk mengobati asma dan emfisema).
Alkohol, steroid tertentu dan beberapa zat lainnya menekan pembentukan hormon
antidiuretik. Kekurangan hormon ini menyebabkan diabetes insipidus, yaitu suatu keadaan
dimana ginjal terlalu banyak membuang air.
Oksitosin menyebabkan kontraksi rahim selama proses persalinan dan segera setelah
persalinan untuk mencegah perdarahan.
Oksitosin juga merangsang kontraksi sel-sel tertentu di payudara yang mengelilingi kelenjar
susu. Pengisapan puting susu merangsang pelepasan oksitosin oleh hipofisa. Sel-sel di dalam
payudara berkontraksi, sehingga air susu mengalir dari dalam payudara ke puting susu.
Hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisa
No Hormon Location Function
1. Hormon pertumbuhan (growth hormone) GH/somatotropin Otot & tulang
meningkatkan pertumbuhan dengan mempengaruhi beberapa fungsi metabolisme seluruh
tubuh, khususnya pembentukan protein
2. Prolaktin hormon adenokortikotropik (ACTH) Kelenjar adrenal mengatur sekresi
beberapa hormon korteks adrenal, yang selanjutnya mempengaruhi metabolisme glukosa,
protein, dan lemak.
3. Hormon stimulasi tiroid (TSH) Tiroid mengatur kecepatan sekresi tiroksin oleh
kelenjer tiroid, dan tiroksin selanjutnya mengatur kecepatan sebagian besar reaksi – reaksi
kimia seluruh tubuh
4. Prolaktin Kelenjar susu meningkatkan perkembangan kelenjar mammae dan
pembentukan susu
5 hormon luteinisasi (LH) Indung telur (buah zakar) mengatur pertumbuhan gonad serta
aktivitas reproduksinya.
6. hormon stimulasi folikel (FSH) Indung telur (buah zakar) mengatur pertumbuhan
gonad serta aktivitas reproduksinya.
7 Oksitosin Rahim & kelenjar susu Berperan dalm proses persalinan bayi dan laktasi
8. Hormon antidiuretik (vasopresin) Ginjal Mengatur kecepatan ekskresi air ke dalam
urin dan dengan cara ini membantu mengatur konsentrasi air dalam cairan tubuh.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PENDERITA HYPERPITUITARI
Konsep Dasar
Hiperpituitarisme yaitu suatu kondisi patologis yang terjadi akibat tumor atau hiperplasi
hipofisis sehingga menyebabkan peningkatan sekresi salah satu hormon hipofisis atau lebih.
Jenis – jenis penyakit hyper pituitary:
1. SIADH (Syndrome of inappropriate Antidiuretic Hormone)
a. Definisi
Kumpulan gejala akibat gangguan hormon antidiuretik, Gangguan produksi hormon
antidiuretik ini menyebabkan retensi garam atau hiponatremia. Ahli Patologi klinik juga akan
mencari data labor lain yang berhubungan dengan osmolaritas serum, peningkatan gravitas
urin, edema atau dehidrasi, hiponatremia dan peningkatan hormon plasma vasopresin.
Biasanya fungsi adrenal, tyroid dan ginjal dalam batas normal. Hal lain kadang gejala SIADH
berhubungan dengan trauma kepala atau tumor, dimana patologi akan mengambil biopsi
untuk memastikannya
b. Etiologi
SIADH sering terjadi pada pasien gagal jantung atau dengan gangguan hipotalamus (bagian
dari otak yang berkoordinasi langsung dengan kelenjar hipofise dalam memproduksi
hormone). Pada kasus lainnya, missal: beberapa keganasan (ditempat lain dari tubuh) bisa
merangsang produksi hormon anti diuretik, terutama keganasan di paru dan kasus lainnya
seperti dibawah ini:
• Meningitis – peradangan pada meningens, selaput pelindung otak dan saraf spinalis.
• Encephalitis – peradangan dijaringan otak.
• Tumor otak
• Psikosis
• Penyakit paru
• Trauma kepala
• Guillain-Barré syndrome (GBS) – keadaan reversible yang menyerang jaringan syaraf,
menyebabkan lemah otot, nyeri dan paralisa temporer di wajah dan otot kaki dan paralisa di
bagian dada bisa menganggu proses bernafas.
• Penggunaan obat tertentu
• Kerusakan hipotalamus atau kelenjar hipofise saat pembedahan
c. Manifestasi klinis :
Pada kasus SIADH berat, gejalanya meliputi::
• Nausea
• Muntah
• Irritability
• Perubahan prilaku seperti meracau, bingung dan halusinasi,
• Seizures
• Stupor
• Koma
d. Patofisiologi
Salah satu rangsangan yang menyebabkan sekresi ( vasopresin) menjadi kuat adalah
penurunan valume darah. Keadaan ini terjadi secara hebat terutama saat volume darah turun
15 – 25 persen, dengan kecepatan sekresi meningkat sering sampai 50 kali dari normal.
Penyebab peningkatan ini adalah atrium, terutama atrium kanan, mempunyai reseptor regang
yang di bangkitkan, reseptor akan mengirimkan sinyal ke otak untuk menghambat sekresi
ADH. Sebaliknya, bila tidak dibangkitkan akibat tidak penuhnya pengisian, terjadi proses
yang berlawanan, dengan peningkatan sekresi ADH yang sangat besar. Lebih lanjut, di
samping reseptor regangan atrium, penurunan regangan baroreseptor pada daerah karotid,
aortik dan pulmonari dalam peningkatan sekresi ADH.
Sekresi darah yang terlalu banyak ke dalam atrium dapat terjadi pada jantung yang
kardiomegali. Atrium yang mebesar tanpa di ikutioleh katup – katupnya membuat darah
menumpuk pada atrium – atrium dan akhirnya terjadilah gagal jantung.
2. Galaktore
1. Definisi
Galaktore adalah pembentukan air susu pada pria atau wanita yang tidak sedang dalam masa
menyusui.
1. Etiologi
Penyebabnya adalah prolaktinoma (tumor yang menghasilkan prolaktin) pada kelenjar
hipofisa. Pada saat terdiagnosis biasanya prolaktinoma ini ukurannya kecil, tetapi pada pria
tumor ini cenderung membesar.Pembentukan prolaktin yang berlebihan dan terjadinya
galaktore juga bisa dirangsang oleh obat-obatan seperti fenotiazin, obat tertentu untuk
tekanan darah tinggi (terutama metildopa) dan narkotik. Penyebab lainnya yang mungkin
adalah hipotiroidisme.gagl ginjal dan efek samping obat bisa menjadi faktor penyebab
1. Manifestasi klinis
• Gangguan siklus menstruasi atau siklusnya berhenti.
• Wajah tampak merah
• vagina kering sehingga terjadi gangguan dalam melakukan hubungan seksual.
• Penderita pria mengalami sakit kepala atau kehilangan lapang pandang perifernya
• Sekitar 2/3 penderita pria kehilangan gairah seksualnya dan menjadi impoten.
1. Patofisiologi
Kelebihan prolaktin hampir selalu di sebabkan oleh adenoma hipofise, biasanya berupa
mikrokardenoma (diameter tumor kurang dari 1 cm). Atau disfungsi hipotalamus. Dopamin
merupakan inhibitor hipotalamik primer untuk pelepasan prolaktin terputusnya trasnmisi
dopamin kehipofise dapat menyebabkan prolaktin berlebihan.
3. Gigantisme
a. Definisi :
Gigantisme adalah pertumbuhan abnormal dari seluruh tubuh karena kelenjar hypophysis
memproduksi hormon berlebihan. Hipofisis adalah kelenjar seukuran biji kacang tanah dan
menggantung dari otak, terbaring di sebelah dalam tulang pelipis dekat bola mata. Penyakit
ini ditandai oleh pembesaran dan penebalan tulang dahi, rahang, kaki, dan tangan secara
berangsur. Penyakit ini berlangsung lambat dan baru diketahui setelah penderita memasuki
usia menengah kelainan yang disebabkan oleh karena sekresi Growth Hormone (GH) yang
berlebihan dan terjadi sebelum dewasa atau sebelum proses penutupan epifisis
b. Etiologi
• Gigantisme Primer atau Hipofisis, di mana penyebabnya adalah adenoma hipofisis
• Gigantisme Sekunder atau hipothalamik, disebabkan oleh karena hipersekresi GHRH
dari Hipothalamus.
• Gigantisme yang disebabkan oleh tumor ektopik (paru, pankreas, dll) yang mensekresi
GH atau GHRH
Gigantisme disebabkan oleh sekresi GH yang berlebihan. Keadaan ini dapat diakibatkan
tumor hipofisis yang menyekresi GH atau karena kelainan hipotalamus yang mengarah pada
pelepasan GH secara berlebihan. Gigantisme dapat terjadi bila keadaan kelebihan hormone
pertumbuhan terjadi sebelum lempeng epifisis tulang menutup atau masih dalam masa
pertumbuhan. Penyebab kelebihan produksi hormone pertumbuhan terutama adalah tumor
pada sel-sel somatrotop yang menghasilkan hormone pertumbuhan.
c. Patofisiologi
Sel asidofilik, sel pembentuk hormone pertumbuhan di kelenjar hipofisis anterior menjadi
sangat aktif atau bahkan timbul tumor pada kelenjar hipofisis tersebut. Hal ini mengakibatkan
sekresi hormone pertumbuhan menjadi sangat tinggi. Akibatnya, seluruh jaringan tubuh
tumbuh dengan cepat sekali, termasuk tulang. Pada Gigantisme, hal ini terjadi sebelum masa
remaja, yaitu sebelum epifisis tulang panjang bersatu dengan batang tulang sehingga tinggi
badan akan terus meningkat (seperti raksasa).
Biasanya penderta Gigantisme juga mengalami hiperglikemi. Hiperglikemi terjadi karena
produksi hormone pertumbuhan yang sangat banyak menyebabkan hormone pertumbuhan
tersebut menurunkan pemakaian glukosa di seluruh tubuh sehingga banyak glukosa yang
beredar di pembuluh darah. Dan sel-sel beta pulau Langerhans pancreas menjadi terlalu aktif
akibat hiperglikemi dan akhirnya sel-sel tersebut berdegenerasi. Akibatnya, kira-kira 10
persen pasien Gigantisme menderita Diabetes Melitus.
Pada sebagian besar penderita Gigantisme, akhirnya akan menderita panhipopitutarisme bila
Gigantisme tetap tidak diobati sebab Gigantisme biasanya disebabkan oleh adanya tumor
pada kelenjar hipofisis yang tumbuh terus sampai merusak kelenjar itu sendiri.
d. Manifestasi klinis :
• Pertumbuhan linier yang cepat
• Tanda – tanda wajah kasar
• pembesaran kaki dan tangan
• Pada anak muda, pertumbuhan cepat kepala dapat mendahului pertumbuhan linier
• Beberapa penderita memiliki masalah penglihatan dan perilaku
• Pertumbuhan abnormal menjadi nyata pada masa pubertas
• Jangkung dapat tumbuh sampai ketinggian 8 kaki atau lebih.
4. Akromegali
a. Definisi
Akromegali adalah pertumbuhan berlebihan akibat pelepasan hormon pertumbuhan yang
berlebihan dan terjadi pada usia 30-50 tahun.
b. Etiologi
Pelepasan hormon pertumbuhan berlebihan hampir selalu disebabkan oleh tumor hipofisa
jinak (adenoma).
c. Manifestasi klinis
• Tulang mengalami kelainan bentuk, bukan memanjang. Gambaran tulang wajah menjadi
kasar, tangan dan kakinya membengkak.
• Penderita memerlukan cincin, sarung tangan, sepatu dan topi yang lebih besar.
• Rambut badan semakin kasar sejalan dengan menebal dan bertambah gelapnya kulit.
• Kelenjar sebasea dan kelenjar keringat di dalam kulit membesar, menyebabkan keringat
berlebihan dan bau badan yang menyengat.
• Pertumbuhan berlebih pada tulang rahang (mandibula) bisa menyebabkan rahang
menonjol (prognatisme).
• Tulang rawan pada pita suara bisa menebal sehingga suara menjadi dalam dan serak.
Lidah membesar dan lebih berkerut-kerut. Tulang rusuk menebal menyebabkan dada
berbentuk seperti tong. Sering ditemukan nyeri sendi; setelah beberapa tahun bisa terjadi
artritis degeneratif yang melumpuhkan. Jantung biasanya membesar dan fungsinya sangat
terganggu sehingga terjadi gagal jantung.
• Kadang penderita merasakan gangguan dan kelemahan di tungkai dn lengannya karena
jaringan yang membesar menekan persarafan. Saraf yang membawa sinyal dari mata ke otak
juga bisa tertekan, sehingga terjadi gangguan penglihatan, terutama pada lapang pandang
sebelah luar.
• sakit kepala hebat.
d. Patofisiologi
Bila tumor asidofilik timbul sesudah masa dewasa muda-yakni, sesudah epifisis tulang
panjang bersatu dengan batang tulang maka orang itu tidak dapat tumbuh lebih tinggi lagi,
namun jaringan ikat longgarnya masih terus tumbuh dan tebal tulangnya msih terus tumbuh.
Perbesaran tadi terutama dapat di lihat pada tulang – tulang kecil tangan dan kaki serta pada
tulang membranosa, termasuk tulang tengkorak, hidung, penonjolan tulang dahi , tepi
supraorbital, bagian bawah rahang, dan bagian tulang vertebra, sebab pada masa dewasa
muda pertumbuhan tulang – tulang ini tidak berhenti. Akibatnya, tulang rahang tampak
menonjol ke depan, kadang kala sampai setengah inci ke depan, dahi menyempit ke depan
sebab pertumbuhan tepi supraorbitalnya sangat besar, hidung membesar sampai dua kali
ukuran normal, kakinya membutuhkan sepatu berukuran 14 atau lebih besar, dan jari –
jarinya menjadi sangat tebal .
Pengkajian
A. Pengkajian perawatan secara umum
1. Pemantauan akan potensial komlikasi kelainan endokrin dan pengelolaannya
2. Pemantauan akan tanda – tanda dan gejala klinik yang menunjukkan adanya
ketidakseimbangan hormonal
3. Mengetahui persepsi pasien dan keluarga pasien mengenai masalah kesehatan,
pengelolaan dan bantuan yang diperlukan.
4. Menentukan barasumber yang diperlukan pasien dan keluarganyauntuk dapat mengatasi
penyakitnya dan untuk pengelolaannya di rumah sakit dan setelah ulang dari rumah sakit.
5. pengkajian psikologis dan sosial
B. Pengkajian keperawatan secara khusus
1. Riwayat penyakit.
2. Kaji usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.
3. Keluhan utama, melipuse :
• Perubahan ukuran dan bentuk tubuh serta organ-organ tubuh seperti jari-jari, tangan,
dll.
• Dispaneuria dan pada pria disertai dengan impotensia.
• Nyeri kepala.
• Gangguan penglihatan.
• Libido seksual menurun, dll.
4. Pemeriksaan fisik dan masalah klinik yang sering di jumpai, meliputi :
• Amati bentuk wajah.
• Kepala, tangan/ lengan dan kaki bertambah besar, dagu menjorok ke depan.
• Adanya kesulitan mengunyah.
• Adanya perubahan pada persendian dimana klien mengeluh nyeri dan sulit bergerak.
• Peningkatan respirasi kulit.
• Suara membesar karena hipertropi laring
• Pada palpasi abdomen, ditemukan hepatomegali.
• Disfagia akibat lidah membesar.
• Kelemahan
• Perubahan nutisi
• Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
• Perubahan kardiovaskular
• Perubahan karakteristik tubuh
• Intoleransi terhadap stress
• Ketidakstabilan emosional
• Perubahan produksi
C. Data Subjektif
1. Kelemahan dan pola tidur
2. Pola makan ( fekuensi dan asupan makanan)
3. Higiene khusus dan kebutuhan untuk bercukur
4. Riwayat kardiovaskular
5. Polaintake dan out[ut cairan
6. Rasa tidak nyaman
7. Penggunaan obat – obatan
8. Riwayat reproduksi
9. Penggunaan medikasi
10. Kelainan endokrin dan pengelolaannya.
D. Data Objektif
1. Tinggi dan berat badan
2. Proporsi tubuh
3. Jumlah dan distribusi masa obat
4. Distribusi lemak
5. Pigmentasi kulit
6. Distribusi rambut
E. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan fungsi target organ
2. Pemeriksaan ACTH, TSH, FSH dan LH serta hormone nontropik
3. Tes provokasi dengan menggunakan stimulan atau supresan hormone dan dengan
melakukan efeknya terhadap kadar hormone sarum.
4. Foto rongen kepala dan tulang kerang tubuh dengan CT scan
F. Diagnosa keperawatan pokok yang dijumpai pada klien dengan hiperpituitarisme
adalah:
1. Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan penampilan fisik.
2. Disfungsi seksual yang berhubungan dengan penurunan libido ; infertilitas
G. Terapi
Dikenal 2 macam terapi, yaitu:
1. Terapi pembedahan
Tindakan pembedahan adalah cara pengobatan utama. Dikenal dua macam pembedahan
tergantung dari besarnya tumor yaitu : bedah makro dengan melakukan pembedahan pada
batok kepala (TC atau trans kranial) dan bedah mikro (TESH atau trans ethmoid sphenoid
hypophysectomy). Cara terakhir ini (TESH) dilakukan dengan cara pembedahan melalui
sudut antara celah infra orbita dan jembatan hidung antara kedua mata, untuk mencapai tumor
hipofisis. Hasil yang didapat cukup memuaskan dengan keberhasilan mencapai kadar HP
yang diinginkan tercapai pada 70 – 90% kasus. Keberhasilan tersebut juga sangat ditentukan
oleh besarnya tumor.
Efek samping operasi dapat terjadi pada 6 – 20% kasus, namun pada umumnya dapat diatasi.
Komplikasi pasca operasi dapat berupa kebocoran cairan serebro spinal (CSF leak), fistula
oro nasal, epistaksis, sinusitis dan infeksi pada luka operasi.
Keberhasilan terapi ditandai dengan menurunnya kadar GH di bawah 5 µg/l. Dengan kriteria
ini keberhasilan terapi dicapai pada 50 – 60% kasus, yang terdiri dari 80% kasus
mikroadenoma, dan 20 % makroadenoma.
1. Terapi radiasi
Indikasi radiasi adalah sebagai terapi pilihan secara tunggal, kalau tindakan operasi tidak
memungkinkan, dan menyertai tindakan pembedahan kalau masih terdapat gejala akut setelah
terapi pembedahan dilaksanakan.
Radiasi memberikan manfaat pengecilan tumor, menurunkan kadar GH , tetapi dapat pula
mempengaruhi fungsi hipofisis. Penurunan kadar GH umumnya mempunyai korelasi dengan
lamanya radiasi dilaksanakan. Eastment dkk menyebutkan bahwa, terjadi penurunan GH 50%
dari kadar sebelum disinar (base line level), setelah penyinaran dalam kurun waktu 2 tahun,
dan 75% setelah 5 tahun penyinaran.
Peneliti lainnya menyebutkan bahwa, kadar HP mampu diturunkan dibawah 5 µg/l setelah
pengobatan berjalan 5 tahun, pada 50% kasus. Kalau pengobatan dilanjutkan s/d 10 tahun
maka, 70% kasus mampu mencapai kadar tersebut.
F. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan :
• Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan penampilan fisik
Intervensi Keperawatan :
1. Nonpembedahan
Klien dengan kelebihan GH :
• Dorong klien agar mau mengungkapkan pikiran dan perasaannya terhadap perubahan
penampilan tubuhnya.
• Bantu klien mengidentifikasi kekeuatannya serta segi-segi positif yang dapat
dikembangkan oleh klien.
• Klien dengan kelebihan prolaktin :
• Yakinkan klien bahwa sebagian gejala dapat berkurang dengan pengobatan.
• Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya.
B. Perawatan Preoperasi
• Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang dilakukan.
• Menjelaskan penggunaan tampon hidung selama 2-3 hari pasca operasi. Anjurkan
klien bernafas melalui mulut selama pemasangan tampon.
• Menjelaskan penggunaan balut tekan yang ditempatkan dari bawah hidung,
menggosok gigi, batuk, bersin, karena hal ini dapat menghambat penyembuhan luka.
• Menjelaskan berbagai prosedur diagnostik yang diperlukan sebagai persiapan operasi
seperti pemeriksaan neurologik, hormonal, lapang pandang, swab tenggorok untuk
pemeriksaan kultur dan sensitivitas.
• Pendidikan kesehatan dilakukan sebelum tindakan pembedahan dilaksanakan. Setelah
tindakan transpenoidal hipofisektomi, perawat menjelaskan agar klien menghindari aktifitas
yang dapat menghambat penyembuhan seperti mengejan, batuk, dll. Juga jelaskan agar klien
mengindahkan faktor-faktor yang dapat mencegah obstipasi seperti makan makanan tinggi
serat, minum air yang cukup, pelunak feses bila diperlukan.
Perawatan Pascaoperasi
• Amati respon neurologik klien dan catat perubahan penglihatan, disorientasi dan
perubahan kesadaran serta penurunan kekuatan motorik ekstrimitas.
• Amati pula komplikasi pascaoperasi yang lazim terjadi seperti transient insipidus
(diabetes insipidus sesaat).
• Anjurkan klien untuk melaporkan pada perawat bila terjadi pengeluaran sekret dari
hidung.
• Tinggikan posisi kepala 30-45 derajat.
• Kaji drainase nasal baik kualitas maupun kuantitas.
• Hindari batuk, ajarkan klien bernafas dalam, lakukan hygiene oral secara teratur.
• Kaji tanda-tanda infeksi.
• Kolaborasi pemberian gonadotropin, kortisol ; sebagai dampak hipofisektomi.
Pembedahan
a. Pembedahan transphenoidal
Pendekatan transphenoidal sering digunakan dalam melakukan reseksi suatu adenoma. Sela
tursika dicapai melalui sinus sphenoid, dan tumor diangkat dengan bantuan suatu mikroskop
bedah. Insisi dibuat antara gusi dan bibir atas. Pendekatan ini pun digunakan untuk
memasang implant. Suatu lubang dibuat pada durameter pada jalan masuk sela tursika.
Biasanya dirurup dengan lapisan fascia yang diambil dari tungkai, sehingga pasien harus
disiapkan untuk insisi tungkai. Penampilan ini dilakukan untuk mencegah bocornya cairan
serebrospinal (CSF). Kebocoran CSF dapat terjadi beberapa hari postoperatif tapi harus
ditutup. Hidung mungkin mempet dan suatu sling perban ditempatkan dibawahnya untuk
mengabsorpsi drainage.
Monitoring terhadap adanya kebocoran CSF perlu dilakukan.
Data-data berikut harus diperhatikan :
1. Keluhan postnasal drip
2. Menelan yang konstan
3. Adanya halo ring pada nasal sling atau balutan (tanda berupa cairan CSF yang jernih
disekeliling cairan serosa yang lebih gelap ditengahnya)
4. Memeriksa ada tidaknya glukosa pada drainase nasal.
Cairan serebrospinal mengandung glukosa, sedangkan cairan nasal tidak. Jika tes glukosa
positif, bahan pemeriksaan harus dikirim ke laboratorium untuk konfirmasi lebih lanjut.
Jika terdapat kebocoran yang menetap, pasien dianjurkan untuk tirah baring dengan kepala
terangkat untuk menggantikan tekanan pada tambalan yang sudah ditentukan. Seringkali
kebocoran CSF sembuh dengan sendirinya, tetapi kadang-kadang diperlukan perbaikan
dengan tindakan operasi. Aktivitas yang meningkatkan tekanan intrakranial harus dihindari.
Nyeri kepala dapat timbul dan dapat diobati dengan analgetik nonnarkotik tau cordein. Nyeri
kepala persisten atau rigiditas nuchal (kaku kuduk) dapat memberikan petunjuk akan adanya
meningitis dan hal ini harus segera dilaporkan. Karena kemungkinan terjadinya risiko infeksi,
maka antibiotik profilaktif dapat diberikan saat preoperatif atau postoperatif.
Intervensi keperawatan lainnya bagi pasien dengan operasi transphenoidal meliputi hal
berikut :
1. Memberikan cairan peroral dan diet cairan jernih segera setelah pasien sadar dan tak
lagi merasa mual setelah tinadakan anastesia.
2. Meningkatkan diet yang sesuai (anorexia dapat timbul karena menurutnya sensasi
penciuman).
3. Meyakinkan pasien bahwa kehilangan sensasi penciuman hanya sementara dan akan
membaik segera setelah penutup hidung nasal sling diangkat.
4. Memberikan O2 dengan kelembaban tertentu untuk menjaga kelembaban mukosa nasal
dan oral.
5. Melakukan perawatan mulut
a. Jangan menggosok gigi (untuk mencegah distrupsi benangjahitan).
b. Menggunakan kapas halus dan lembab pada saat membersihkan gigi.
c. Sering melakukan bilas mulut.
b. Pembedahan transfontal
Jika tumor hipofise dibawah tulang-tulang dari sella tursika (ekstra sellar), kraniotoomi
dilakukan untuk mendapatkan suatu lapang operasi yang cukup. Tumor-tumor intraserebral
lain, penyakit-penyakit atau trauma terhadap struktur-struktur yang berdekatan dengan
hipofise atau dapat menyebabkan disfungsi hipofise sementara maupun permanen.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENDERITA GANGGUAN
HIPOPITUITARISME
DEFINISI
Hipopituitarisme adalah hilangnya sebagian atau seluruh fungsi lobus anterior kelenjar
hipofisa.
PENYEBAB
Penyebab yang secara primer mempengaruhi kelenjar hipofisa (hipopituitarisme primer):
- Tumor hipofisa
- Berkurangnya aliran darah ke hipofisa (akibat perdarahan hebat, bekuan darah,
anemia)
- Infeksi dan peradangan
- Sarkoidosis atau amiloidosis
- Penyinaran
- Pengangkatan kelenjar hipofisa melalui pembedahan
- Penyakit autoimun.
Penyebab yang secara sekunder mempengaruhi hipotalamus (hipopituitarisme sekunder):
Tumor hipotalamus
Peradangan
Cedera kepala
Kerusakan pada hipofisa, pembuluh darah maupun sarafnya akibat pembedahan.
GEJALA
Hipopituitarisme mempengaruhi fungsi kelenjar endokrin yang dirangsang oleh hormon-
hormon hipofisa anterior, karena itu gejala bervariasi tergantung kepada jenis hormon apa
yang kurang.
Gejala-gejalanya biasanya timbul secara bertahap dan tidak disadari selama beberapa waktu,
tetapi kadang terjadi secara mendadak dan dramatis.
Bisa terjadi kekurangan satu, beberapa atau semua hormon hipofisa anterior.
Kekurangan gonadotropin (LH dan FSH) pada wanita pre-menopause bisa menyebabkan:
- terhentinya siklus menstruasi (amenore)
- kemandulan
- vagina yang kering
- hilangnya beberapa ciri seksual wanita.
Pada pria, kekurangan gonadotropin menyebabkan:
- impotensi
- pengkisutan buah zakar
- berkurangnya produksi sperma sehingga terjadi kemandulan
- hilangnya beberapa ciri seksual pria (misalnya pertumbuhan badan dan rambut wajah).
Kekurangan gonadotropin juga terjadi pada sindroma Kallmann, yang juga menderita:
- celah bibir atau celah langit-langit mulut
- buta warna
- tidak mampu membaui sesuatu.
Kekurangan hormon pertumbuhan pada dewasa biasanya menyebabkan sedikit gejala atau
tidak menyebabkan gejala; tetapi pada anak-anak bisa menyebabkan lambatnya pertumbuhan,
kadang-kadang menjadi cebol (dwarfisme).
Kekurangan TSH menyebabkan hipotiroidisme, yang menimbulkan gejala berupa:
- kebingungan
- tidak tahan terhadap cuaca dingin
- penambahan berat badan
- sembelit
- kulit kering.
Kekurangan kortikotropin saja jarang terjadi; bisa menyebabkan kurang aktifnya kelenjar
adrenal, yang akan menimbulkan gejala berupa:
- lelah
- tekanan darah rendah
- kadar gula darah rendah
- rendahnya toleransi terhadap stres (misalnya trauma utama, pembedahan atau infeksi).
Kekurangan prolaktin yang terisolasi merupakan keadaan yang jarang terjadi, tetapi bisa
menjelaskan mengapa beberapa wanita tidak dapat menghasilkan air susu setelah melahirkan.
Sindroma Sheehan merupakan suatu komplikasi yang jarang terjadi, dimana terjadi kerusakan
sebagian kelenjar hipofisa. Gejalanya berupa lelah, rontoknya rambut kemaluan dan rambut
ketiak serta ketidakmampuan menghasilkan air susu.
DIAGNOSA
Untuk mengetahui kelainan struktural pada hipofisa dilakukan pemeriksaan CT scan atau
MRI.
Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar hormon-hormon berikut:
- LH (berkurang)
- FSH (berkurang)
- testosteron (berkurang)
- estrogen (berkurang)
- kortisol (berkurang)
- T4 (berkurang)
- TSH (berkurang)
- hormon pertumbuhan (berkurang)
- IGF-1 (insulin-like growth factor 1) (berkurang).
Angiografi dilakukan untuk menilai pembuluh darah yang menuju ke hipofisa.
PENGOBATAN
Pengobatan lebih ditujukan kepada menggantikan kekurangan hormon target, bukan hormon
hipofisa.
Jika terjadi kekurangan TSH maka diberikan hormon tiroid, jika terjadi kekurangan
kortikotropin diberikan hormon adrenokortikal dan jika terjadi kekurangan LH dan FSH
diberikan estrogen, progesteron atau testosteron. Hormon pertumbuhan biasanya diberikan
kepada anak-anak.
Jika penyebabnya adalah tumor hipofisa yang kecil, maka dilakukan pengangkatan tumor.
Tumor penghasil prolaktin diatasi dengan pemberian bromokriptin.
Penyinaran dengan kekuatan tinggi atau dengan proton juga bisa digunakan untuk
menghancurkan tumor hipofisa.
Tumor yang besar dan telah menyebar keluar sella tursika tidak mungkin hanya diatasi
dengan pembedahan. Setelah pembedahan harus diberikan penyinaran berkekuatan tinggi
untuk membunuh sisa sel-sel tumor.
Terapi penyinaran cenderung menyebabkan hilangnya fungsi hipofisa secara perlahan, baik
sebagian maupun keseluruhan. Karena itu fungsi kelenjar target biasanya dinilai setiap 3-6
bulan untuk tahun pertama kemudian setiap tahun pada tahun berikutnya.
Read more: http://sely-biru.blogspot.com/2010/03/askep-klien-gawat-darurat-gadar-
dengan_29.html#ixzz1v78umKSD
http://chalieldotcom.wordpress.com/2012/05/17/askep-pada-pasien-hiperpituitari/

Minggu, 30 Januari 2011


Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangangguan Hipopituitari
HIPOPITUITARI
A. Definisi
Hipofungsi kelenjar hipofisis (hipopituitarisme) dapat terjadi akibat penyakit pada kelenjar
sendiri atau pada hipotalamus. (Robbins Cotran Kumar)
Hipopitutarisme is pituitary insuffisienency from destruction of the anterior lobe of the
pituitary gland. (Diane C. Baughman)
Hipopituitarisme mengacu kepada keadaan sekresi beberapa hormon hipofisis anterior yang
sangat rendah. (Elizabeth C Erorwin)
Hipopituitarisme adalah hiposekresi satu atau lebih hormon hipofise anterior. (Barbara C.
Long)
Hipopituitarisme adalah disebabkan oleh macam – macam kelainan antara lain nekrosis,
hipofisis post partum (penyakit shecan), nekrosis karena meningitis basalis trauma tengkorak,
hipertensi maligna, arteriasklerosis serebri, tumor granulema dan lain – lain (Kapita Selekta
Edisi:2)
B. Anatomi Fisiologi
Secara Anatomi, Hypofisis cerebri atau glandula pituitari adalah struktur lonjong kecil yang
melekat pada permukaan bawah otak melalui infundibulum. Lokasinya sangat terlindungi
baik yaitu terletak pada sella turcica ossis sphenoidalis. Disebut master endocrine gland
karena hormon yang dihasilkan kelenjar ini banyak mempengaruhi kelenjar endokrin lainnya.

Dibagi menjadi 2 (dua) lobus, yaitu:


1. Lobus anterior ( adenohypofisis),
dibagi lagi menjadi:
a. Pars anterior ( pars distalis )
b. Pars intermedia
Dipisahkan oleh suatu celah,
sisa kantong embrional.
Juluran dari pars anterior yaitu pars
tuberalis meluas keatas sepanjang
permukaan anterioar dan lateral
tangkai hypofisis.
2. Lobus posterior (neurohypofisis)
Dibagi menjadi 2 (dua) lobus, yaitu:
Dengan Vaskularisasi Arteri carotis interna bercabang Arteri Hypophysialis superior dan
inferior. Vena bermuara ke dalam sinus intercavernosus.
Secara Histologi, kelenjar hipofise terbagi menjadi dua bagian yaitu: adenohipofise, dan
neurohipofise.
a. Adenohipofise
1. Pars distalis
Bagian ini merupakan bagian utama dari kelenjar hypofisis krn meliputi 75% dari seluruh
kelenjar. Dengan sedian yang diberi pewarnaan HE dapat dibedakan menjadi 2 macam sel :
a. Sel Chromophobe (Sel utama)
Sitoplasma tidak menyerap bahan warna sehingga tampak intinya saja, ukuran selnya kecil.
Sel ini biasanya berkelompok dibagian tengah dari lempengan sel chromofil sehingga ada
dugaan bahwa sel ini merupakan sel yang sedang tidak aktif dan nantinya dapat berubah
menjadi sel acidofil atau sel basofil pada saat diperlukan.
b. Sel Kromofil
Bagian ini terdiri dari :
1. Sel Acidophil
Ukurannya lebih besar dengan batas yang jelas dan dengan pewarnaan HE rutin
sitoplasmanya berwarna merah muda. Berdasakan reaksinya terhadap bahan cat, dapat
dibedakan menjadi 2 sel:
a. Sel orangeophil (alpha acidophil = sel somatrotope)
Sel ini dapat dicat dengan orange-G, menghasilkan hormon GH
b. Sel carminophil (epsilon acidhophil = sel mammotrope)
Sel ini bereaksi baik terhapat cat azocarmin. Jumlah sel ini meningkat selama dan setelah
kehamilan. Hormon yang dihasilkan hormon prolaktin
2. Sel Basophil
Sel ini memiliki inti lebih besar dari sel acidiphil dan dengan pewarnaan HE sitoplasmanya
tampak berwarna merah ungu atau biru. Bila memakai pengecatan khusus aldehyde fuchsin,
dapat dibedakan 2 macam sel :
a. Sel beta basophil (sel thyrotrophic)
Sel ini tercat baik dengan aldehyde – fuchsin dan menghsilkan hormon thyrotropic hormone
b. Sel delta basophil
Sel ini tercat baik dengan aldehyde – fuchsin dan menghsilkan hormon thyrotropic hormone.
Dengan perwarnaan aldehyde – fuchsin tidak tercat dengan baik. Berdasarkan hormon yang
dibentuk, diduga sel ini ada 3 macam:
1. Sel Gonadotropin tipe I menghasilkan FSH
2. Sel Gonadotropin tipe II menghasilkan LH
3. Sel Corticotrophic menghasilkan hormon ACTH, pada manusia sel ini membentuk
melanocyte stimulating hormone ( MSH)
2. Pars intermedia
Bagian hypophysis ini pada manusia mengalami rudimenter, dan tersusun dari suatu lapisan
sel tipis yang berupa lempengan – lempengan yang tidak teratur dan gelembung yang berisi
koloid. Pada manusia diduga membentuk melanocyte stimulating hormon ( MSH ) yang akan
merangsang kerja sel melanocyte untuk membentuk pigmen lebih banyak. Tetapi hal ini
masih dalam penelitian lebih lanjut.
b. Neurohipofise
Terdiri dari dua macam struktur:
1. Pars Nervousa: infundibular processus
2. Infundibulum: neural stalk (merupakan tangkai yang menghubungkan neurohipofise
dengan hipotalamus)
Bagian ini tersusun dari:
a. Serabut syaraf tak bermyelin yang berasal dari neuro secretory cell hypotalamus yang
dihubungkan melalui hypotalamo – hypophyseal tract.
b. Sel Pituicyte: sel ini menyerupai neuroglia yaitu selnya kecil dan mempunyai
pelanjutan- pelanjutan sitoplasma yang pendek.
Ciri khas yang terdapat dalam neuro – hipophyse ini adalah adanya suatu struktur yang
disebut herring’s bodies yang merupakan neurosekret dari neuro-secretory cell dari
hypotalamus yang kemudian dialirkan melalui axon dan ditimbun dalam neuro hypophyse
sebagai granul. Hormon – hormon yang dihasilkan oleh bagian ini adalah : ADH (vasopressin
), oxytocin.
Dipandang dari sudut fisiologi, kelenjar hipofisis dibagi menjadi:
1. Hipofisis Anterior (Adenohipofisis)
Hormon yang dikeluarkan oleh hipofisis anterior berperan utama dalam pengaturan fungsi
metabolisme di seluruh tubuh. Hormon-hormonnya yaitu:
a. Hormon Pertumbuhan
Meningkatkan pertumbuhan seluruh tubuh dengan cara mempengaruhi pembentukan protein,
pembelahan sel, dan deferensiasi sel.
b. Adrenokortikotropin (Kortikotropin)
Mengatur sekresi beberapa hormon adrenokortikal, yang selanjutnya akan mempengaruhi
metabolism glukosa, protein dan lemak.
c. Hormon perangsang Tiroid (Tirotropin)
Mengatur kecepatan sekresi tiroksin dan triiodotironin oleh kelenjar tiroid, dan selanjutnya
mengatur kecepatan sebagian besar reaksi kimia diseluruh tubuh.
d. Prolaktin
Meningkatkan pertunbuhan kelenjar payudara dan produksi air susu.
e. Hormon Perangsang Folikel dan Hormon Lutein
Mengatur pertumbuhan gonad sesuai dengan aktivitas reproduksinya.
2. Hipofisis Posterior (Neurohipofisis)
Ada 2 jenis hormon:
a. Hormon Antideuretik (disebit juga vasopresin)
Mengatur kecepatan ekskresi air ke dalam urin dan dengan cara ini akan membantu mengatur
konsentrasi air dalam cairan tubuh.
b. Oksitosis.
Membantu menyalurkan air susu dari kelenjar payudara ke putting susu selama pengisapan
dan mungkin membantu melahirkan bayi pada saat akhir masa kehamilan.
3. Pars Intermedia
Daerah kecil diantara hipofisis anterior dan posterior yang relative avaskular, yang pada
manusia hamper tidak ada sedangkan pada bebrapa jenis binatang rendah ukurannya jauh
lebih besar dan lebih berfungsi.
Pembuluh darah yang menghubungkan hipotalamus dengan sel- sel kelenjar hipofisis
anterior. Pembuluh darah ini berkhir sebagai kapiler pada kedua ujungnya, dan makanya
disebut system portal.dalam hal ini system yang menghubungkan hipotalamus dengan
kelenjar hipofisis disebut juga system portal hipotalamus – hipofisis. System portal
merupakan saluran vascular yang penting karena memungkinkan pergerakan hormone
pelepasan dari hypothalamus ke kelenjar hipofisis, sehingga memungkinkan hypothalamus
mengatur fungsi hipofisis. Rangsangan yang berasal dari tak mengaktifkan neuron dalam
nucleus hypothalamus yang menyintesis dan menyekresi protein degan berat molekul yang
rendah. Protein atau neuro hormone ini dikenal sebagai hormone pelepas dan penghambat.
Hormon –hormon ini dilepaskan ke dalam pembuluh darah system portal dan akhirnya
mencapai sel – sel dalam kelenjar hipofisis. Dalam rangkaian kejadian tersebut hormon-
hormon yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis diangkt bersama darah dan merangsang
kelenjar-kelenjar lain ,menyebabkan pelepasan hormon – hormon kelenjar sasaran. Akhirnya
hormon – hormon kelenjar sasaran bekerja pada hipothalamus dan sel – sel hipofisis yang
memodifikasi sekresi hormon.
C. Etiologi
Hipopiutuitarisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar hipofisis atau hipotalamus.
Penyebabnya menyangkut :
1. Infeksi atau peradangan oleh : jamur, bakteri piogenik.
2. Penyakit autoimun (Hipofisis limfoid autoimun)
3. Tumor, misalnya dari sejenis sel penghasil hormon yang dapat mengganggu
pembentukan salah satu atau semua hormon lain.
4. Umpan balik dari organ sasaran yang mengalami malfungsi. Misalnya, akan terjadi
penurunan sekresi TSH dari hipofisis apabila kelenjar tiroid yang sakit mengeluarkan HT
dalam kadar yang berlebihan.
5. Nekrotik hipoksik (kematian akibat kekurangan O2) hipofisis atau oksigenasi dapat
merusak sebagian atau semua sel penghasil hormon. Salah satunya sindrom sheecan, yang
terjadi setelah perdarahan maternal.
D. Patofisiologi
Penyebab hipofungsi hipofisis dapat bersifat primer dan sekunder. Primer bila gangguannya
terdapat pada kelenjar hipofisis itu sendiri dan sekunder bila gangguan terdapat pada
hipotalamus, penyebab tersebut diantaranya:
1. Defek perkembangan kongenital, seperti pada dwarfisme pituitari.
2. Tumor yang merusak hipofise atau merusak hipotalamus.
3. Iskemia, seperti pada nekrosis post parfum.
Hipopituitary pada orang dewasa dikenal sebagai penyakit simmods yang ditandai dengan
kelemahan umum: intolesansi terhadap dingin, nafsu makan buruk, penurunan BB dan
hipotensi. Wanita yang mengalami penyakit ini tidak akan mengalami menstruasi dan pada
pria akan menderita impotensi dan kehilangan libido. Pada masa kanak-kanak akan
menyebabkan dwafirasme (kerdil).
E. Tanda dan Gejala
1. Sakit kepala dan gangguan penglihatan atau adanya tanda – tanda tekanan intara kranial
yang meningkat. Mungkin merupakan gambaran penyakit bila tumor menyita ruangan yang
cukup besar.
2. Gambaran dari produksi hormon pertumbuhan yang berlebih termasuk akromegali
(tangan dan kaki besar demikian pula lidah dan rahang), berkeringat banyak, hipertensi dan
artralgia (nyeri sendi).
3. Hiperprolaktinemia: amenore atau oligomenore galaktore (30%), infertilitas pada
wanita, impotensi pada pria.
4. Sindrom Chusing : obesitas sentral, hirsutisme, striae, hipertensi, diabetes mellitus,
osteoporosis.
5. Defisiensi hormon pertumbuhan : (Growt Hormon = GH) gangguan pertumbuhan pada
anak – anak.
6. Defisiensi Gonadotropin : impotensi, libido menurun, rambut tubuh rontok pada pria,
amenore pada wanita.
7. Defisiensi TSH : rasa lelah, konstipasi, kulit kering gambaran laboratorium dari
hipertiroidism.
8. Defisiensi Kortikotropin : malaise, anoreksia, rasa lelah yang nyata, pucat, gejala –
gejala yang sangat hebat selama menderita penyakit sistemik ringan biasa, gambaran
laboratorium dari penurunan fungsi adrenal.
9. Defisiensi Vasopresin : poliuria, polidipsia, dehidrasi, tidak mampu memekatkan urin.
F. Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorik.
Pengeluaran 17 ketosteroid dan 17 hidraksi kortikosteroid dalam urin menurun, BMR
menurun.
2. Pemeriksaan Radiologik / Rontgenologis Sella Tursika
a. Foto polos kepala
b. Poliomografi berbagai arah (multi direksional)
c. Pneumoensefalografi
d. CT Scan
e. Angiografi serebral
3. Pemeriksaan Lapang Pandang
a. Adanya kelainan lapangan pandang mencurigakan
b. Adanya tumor hipofisis yang menekan kiasma optik
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan kartisol, T3 dan T4, serta esterogen atau testosteron
b. Pemeriksaan ACTH, TSH, dan LH
c. Tes provokasi dengan menggunakan stimulan atau supresan hormon, dan dengan
melakukan pengukuran efeknya terhadapkadar hormon serum.
G. Komplikasi
1. Gangguan hipotalamus.
2. Penyakit organ ’target’ seperti gagal tiroid primer, penyakit addison atau gagal gonadal
primer.
3. Penyebab sindrom chusing lain termasuk tumor adrenal, sindrome ACTH ektopik.
4. Diabetes insipidus psikogenik atau nefrogenik.
5. Syndrom parkinson
H. Penatalasanaan Medik
1. Kausal.
Bila disebabkan oleh tumor, umumnya dilakukan radiasi. Bila gejala – gejala tekanan oleh
tumor progresif dilakukan operasi.
2. Terapi Substitusi
a. Hidrokortison antara 20 – 30 mg sehari
diberikan per–os, umumnya disesuaikan dengan siklus harian sekresi steroid yaitu 10 – 15 mg
waktu pagi, 10 mg waktu malam. Prednison dan deksametason tidak diberikan karena kurang
menyebabkan retensi garam dan air, bila terdapat stres (infeksi, operasi dan lain - lain), dosis
oral dinaikkan atau diberikan parenteral. Bila terjadi krisis adrenal atasi syok segera dengan
pemberian cairan per-infus NaCl-glukosa, steroid dan vasopreses.
b. Puluis tiroid / tiroksin diberikan setelah terapi dengan hidrokortison.
c. Testosteron pada penderita laki – laki berikan suntikan testosteron enantot atau
testosteron siprionat 200 mg intramuskuler tiap 2 minggu. Dapat juga diberikan
fluoxymestron 10 mg per-os tiap hari.
d. Esterogen diberikan pada wanita secara siklik untuk mempertahankan siklus haid.
Berikan juga androgen dosis setengah dosis pada laki – laki hentikan bila ada gejala virilisasi
’’growth hormone’’ bila terdapat dwarfisme (cebol).
3. Tumor hipofisis, diobati dengan pembedahan radioterapi atau obat (misal : akromegali
dan hiperprolaktinemia dengan hymocriptine). Beberapa cara pengobatan sering dilakukan.
4. Defisiensi hormon host diobati sebagai berikut : penggantian GH untuk defisiensi GH
pada anak – anak, tiroksin dan kortison untuk defisiensi TSH dan ACTH, penggantian
androgen atau esterogen untuk defisiensi gonadotropin sendiri (isolated) dapat diobati dengan
penyuntikan FSH atau HCG.
5. Desmopressin dengan insuflasi masal dalam dosis terukur.
I. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pemberian hormon pertumbuhan sintesis (oksigen).
2. Ciptakan agar kondisi klien dapat dengan bebas mengungkapkan perasaan dan
fikirannya tentang perubahan tubuh yang dialaminya.
3. Bangkitkan motivasi agar klien mau melaksanakan program pengobatan yang sudah
ditentukan.
4. Anjurkan klien memeriksakan diri secara teratur ke tempat pelayanan terdekat.
5. Anjurkan pada keluarga untuk dapat membantu klien memenuhi kebutuhan sehari-
harinya bila diperlukan serta dapat menciptakan lingkungan yang kondusif dalam keluarga
seperti menghindari perselisihan atau persaingan yang tidak sehat.
6. Bantu klien untuk mengembangkan sisi positif yang dimiliki serta bantu untuk
beradaptasi.
7. Ajarkan klien cara melakukan perawatan kulit secara teratur setiap hari.
8. Berikan pendidikan kesehatan tentang penyakitnya, pengobatannya, dan kunci
keberhasilan pengobatan
J. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Hipopituitari
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada klien dengan kelainan ini antara lain mencakup:
a) Riwayat penyakit masa lalu
Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita klien, serta riwayat radiasi
pada kepala.
b) Sejak kapan keluhan dirasakan
Dampak defisiensi GH mulai tampak pada masa balita sedang defisiensi gonadotropin nyata
pada masa praremaja.
c) Apakah keluhan terjadi sejak lahir.
Tubuh kecil dan kerdil sejak lahir terdapat pada klien kretinisme.
d) Kaji TTV dasar untuk perbandingan dengan hasil pemeriksaan yang akan datang.
e) Berat dan tinggi badan saat lahir atau kaji pertumbuhan fisik klien.Bandingkan
perumbuhan anak dengan standar.
f) Keluhan utama klien:
1. Pertumbuhan lambat.
2. Ukuran otot dan tulang kecil.
3. Tanda – tanda seks sekunder tidak berkembang, tidak ada rambut pubis dan rambut
axila, payudara tidak tumbuh,
penis tidak tumbuh, tidak mendapat haid, dan lain – lain.
4. Interfilitas.
5. Impotensi.
6. Libido menurun.
7. Nyeri senggama pada wanita.

g) Pemeriksaan fisik
Amati bentuk dan ukuran tubuh, ukur BB dan TB, amati bentuk dan ukuran buah dada,
pertumbuhan rambut axila dan pubis pada klien pria amati pula pertumbuhan rambut wajah
(jenggot dan kumis).
h) Palpasi kulit, pada wanita biasanya menjadi kering dan kasar.
i) Tergantung pada penyebab hipopituitary, perlu juga dikaji data lain sebagai data
penyerta seperti bila penyebabnya adalah tumor maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap
fungsi serebrum dan fungsi nervus kranialis dan adanya keluhan nyeri kepala.
j) Kaji pula dampak perubahan fisik terhadap kemapuan klien dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya.
k) Data penunjang dari hasil pemeriksaan diagnostik seperti : Foto kranium untuk melihat
pelebaran dan atau erosi sella tursika.
l) Pemeriksaan serta serum darah : LH dan FSH GH, androgen, prolaktin, testosteron,
kartisol, aldosteron, test stimulating yang mencakup uji toleransi insulin dan stimulasi tiroid
releasing hormone.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat dijumpai pada klien hipopituitary adalah :
a) Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan fungsi
tubuh akibat defisiensi gonadotropin dan defisiensi hormon pertumbuhan.
b) Koping individu tak efektif berhubungan dengan kronisitas kondisi penyakit.
c) Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh.
d) Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan gangguan transmisi
impuls sebagai akibat penekanan tumor pada nervus optikus.
e) Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan.
f) Defisit perawatan diri berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot.
g) Resiko gangguan integritas kulit (kekeringan) berhubungan dengan menurunnya kadar
hormonal.
3. Intervensi
Secara umum tujuan yang diharapkan dari perawatan klien dengan hipofungsi hipofisis
adalah:
1. Klien memiliki kembali citra tubuh yang positif dan harga diri yang tinggi.
2. Klien dapat berpartisipasi aktif dalam program pengobatan.
3. Klien dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari.
4. Klien bebas dari rasa cemas.
5. Klien terhindar dari komplikasi

Diagnosa Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan
fungsi tubuh akibat defisiensi gonadotropin dan defisiensi hormon pertumbuhan.
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien memiliki kembali citra tubuh yang
positif dan harga diri yang tinggi.
Kriteria Hasil 1. Melakukan kegiatan penerimaan, penampilan misalnya: kerapian,
pakaian, postur tubuh, pola makan, kehadiran diri.
2. Penampilan dalam perawatan diri / tanggung jawab peran.
Intervensi 1. Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan.
Rasional: Kita dapat mengkaji sejauh mana tingkat penolakan terhadap kenyataan akan
kondisi fisik
tubuh, untuk mempercepat teknik penyembuhan / penanganan.
2. Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan,
prognosa kesehatan.
Rasional: Dengan mengetahui proses perjalanan penyakit tersebut maka klien secara
bertahap akan mulai menerima kenyataan.
3. Tingkatkan komunikasi terbuka, menghindari kritik / penilaian tentang perilaku klien.
Rasional:Membantu untuk tiap individu untuk memahami area dalam program sehingga salah
pemahaman
tidak terjadi.
4. Berikan kesempatan berbagi rasa dengan individu yang mengalami pengalaman yang
sama.
Rasional: Sebagai problem solving
5. Bantu staf mewaspadai dan menerima perasaan sendiri bila merawat pasien lain.
Rasional: Perilaku menilai, perasaan jijik, marah dan aneh dapat mempengaruhi perawatan
/ditransmisikan pada klien, menguatkan harga negatif / gambaran.
Diagnosa Koping individu tak efektif berhubungan dengan kronisitas kondisi penyakit
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan tingkat koping individu meningkat.
Kriteria Hasil 1. Mengungkapkan perasaan yang berhubungan
dengan keadaan emosional.
2. Mengidentifikasi pola koping personal
dan konsekuensi perilaku yang diakibatkan.
3. Mengidentifikasi kekuatan personal dan
menerima dukungan melalui hubungan keperawatan.
4. Membuat keputusan dan dilanjutkan dengan
tindakan yang sesuai / mengubah situasi provokatif dalam lingkungan personal.
Intervensi 1. Kaji status koping individu yang ada.
Rasional: Meningkatkan proses interaksi sosial karena klien mengalami peningkatan
komunikatif.
2. Berikan dukungan jika individu berbicara.
Rasional: Klien meningkatkan rasa percaya diri kepada orang lain.
3. Bantu individu untuk memcahkan masalah (problem solving).
Rasional: Dengan berkurangnya ketegangan, ketakutan klien akan menurun dan tidak
mengucil /
mengisolasikan diri dari lingkungan.
4. Instruksikan individu untuk melakukan teknis relasi, dalam proses teknik pembelajaran
penatalaksanaan stress.
Rasional: Ketepatan penanganan dan proses penyembuhan.
5. Kolaborasi dengan tenaga ahli psikologi untuk proses penyuluhan.
Rasional: Klien mengerti tentang penyakitnya.
Diagnosa Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh.
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan harga diri meningkat.
Kriteria Hasil 1. Mengungkapkan hasil perasaan dan pikiran mengenai diri.
2. Mengidentifikasikan dua atributif positif mengenai diri.
Intervensi 1. Bina hubungan saling percaya perawat dan klien.
Rasional: Rasa percaya diri meningkat, pasien menerima kenyataan akan penampilan tubuh.
2. Tingkatkan interaksi sosial.
Rasional: Pasien akan merasa berarti, dihargai, dihormati, serta diterima oleh lingkungan.
3. Diskusikan harapan /keinginan / perasaan.
Rasional: Dengan cara pertukaran pengalaman perasaan akan lebih mampu dalam mencegah
faktor penyebab terjadinyaharga diri rendah.

4. Rujuk ke pelayanan pendukung.


Rasional: Memberikan tempat untuk pertukaran masalah dan pengalaman yang sama.
Diagnosa Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan gangguan
transmisi impuls sebagai akibat penekanan tumor pada nervus optikus.
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan penglihatan berangsur –angsur membaik.
Kriteria Hasil 1. Menunjukkan tanda adanya penurunan gejala yang menimbulkan
gangguan persepsi sensori
2. Mengidentifikasi dan menghilangkan faktor resiko jika mungkin.
3. Menggunakan rasionalisasi dalam tindakan penanganan.
Intervensi 1. Kurangi penglihatan yang berlebih.
Rasional: Mengurangi tingkat ketegangan otot mata, meningkatkan relaksasi mata.
2. Orientasikan terhadap keseluruhan 3 bidang (orang, tempat, waktu).
Rasional: Untuk mengetahui faktor penyebab melalui tes sensori indera penglihatan.
3. Sediakan waktu untuk istirahat bagi klien tanpa gangguan.
Rasional: Meningkatkan kepekaan indera penglihatan melalui stimulus indera khususnya
penglihatan.
4. Gunakan berbagai metode untuk menstimulasi indera.
Rasional: Mempertahankan normalitas melalui waktu lebih muda bila tidak mampu
menggunakan penglihatan.

Diagnosa Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan.


Tujuan Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan berkurang.
Kriteria Hasil 1. Peningkatan kenyaman psikologis dan fisik.
2. Menggambarkan ansietas dan pola kopingnya.
Intervensi 1. Bina hubungan saling percaya.
Rasional: Komunikasi terapeutik dapat memudahkan tindakan.
2. Catat respon verbal non verbal pasien.
Rasional: Mengetahui perasaan yang sedang dialami klien.
3. Berikan aktivitas yang dapat menurunkan ketegangan.
Rasional: Kondisi rileks dapat menurunkan tingkat ancietas.
4. Jadwalkan istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur.
Rasional: Mengatasi kelemahan, menghemat energi dan dapat meningkatkan kemampuan
koping.
Diagnosa Defisit perawatan diri berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot.
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat aktif dalam aktifitas perawatan
diri.
Kriteria Hasil 1. Mengidentifikasi kemampuan aktifitas perawatan diri.
2. Melakukan kebersihan optimal setelah bantuan dalam perawatan diberikan.
3. Berpartisipasi secara fisik / verbal dalam aktifitas, perawatan diri / pemenuhan
kebutuhan dasar.
Intervensi 1. Kaji faktor penyebab menurunnya defisit perawatan diri.
Rasional: Menghambat faktor penyebab dapat meningkatkan perawatan diri.
2. Tingkatkan partisipasi optimal.
Rasional: Partisipasi optimal dapat memaksimalkan perawatan diri.
3. Evaluasi kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktivitas perawatan.
Rasional: Dapat menumbuhkan rasa percaya diri klien.
4. Beri dorongan untuk mengexpresikan perasaan tentang kurang perawatan diri.
Rasional: Dapat memberikan kesempatan pada klien untuk melakukan perawatan diri.
Diagnosa Resiko tinggi gangguan integritas kulit (kekeringan) berhubungan dengan
menurunnya kadar hormonal.
Tujuan Setelah dilakukan keperawatan integritas kulit dalam kondisi normal.
Kriteria Hasil 1. Mengidentifikasi faktor penyebab.
2. Berpartisipasi dalam rencana pengobatan yang dilanjutkan untuk meningkatkan
penyembuhan luka.
3. Menggambarkan etiologi dan tindakan pencegahan.
4. Memperlihatkan integritas kulit bebas dari luka tekan.
Intervensi 1. Pertahankan kecukupan masukan cairan untuk hidrasi yang adekuat.
Rasional: Mengurangi ketidaknyamanan yang dihubungkan dengan membran mukosa yang
kering dan untuk rehidrasi.
2. Berikan dorongan latihan rentang gerak dan mobilisasi.
Rasional: Meningkatkan pemeliharaan fungsi otot / sendi.
3. Ubah posisi atau mobilisasi.
Rasional: Meningkatkan posisi fungsional pada ekstrimitas.
4. Tingkatkan masukan karbohidrat dan protein untuk mempertahankan keseimbangan
nitrogen positif.
Rasional: Kelemahan dan kehilangan pengaturan metabolisme terhadap makanan dapat
mengakibatkan
malnutrisi.
5. Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin.
Rasional: Posisi datar menjaga keseimbangan tubuh dan mencegah retensi cairan pada daerah
tertentu sehingga tidak terjadi edema lokal.
B. Perawatan Preoperasi
• Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang dilakukan.
• Menjelaskan penggunaan tampon hidung selama 2-3 hari pasca operasi. Anjurkan
klien bernafas melalui mulut selama pemasangan tampon.
• Menjelaskan penggunaan balut tekan yang ditempatkan dari bawah hidung,
menggosok gigi, batuk, bersin, karena hal ini dapat menghambat penyembuhan luka.
• Menjelaskan berbagai prosedur diagnostik yang diperlukan sebagai persiapan operasi
seperti pemeriksaan neurologik, hormonal, lapang pandang, swab tenggorok untuk
pemeriksaan kultur dan sensitivitas.
• Pendidikan kesehatan dilakukan sebelum tindakan pembedahan dilaksanakan. Setelah
tindakan transpenoidal hipofisektomi, perawat menjelaskan agar klien menghindari aktifitas
yang dapat menghambat penyembuhan seperti mengejan, batuk, dll. Juga jelaskan agar klien
mengindahkan faktor-faktor yang dapat mencegah obstipasi seperti makan makanan tinggi
serat, minum air yang cukup, pelunak feses bila diperlukan.
Perawatan Pascaoperasi
• Amati respon neurologik klien dan catat perubahan penglihatan, disorientasi dan
perubahan kesadaran serta penurunan kekuatan motorik ekstrimitas.
• Amati pula komplikasi pascaoperasi yang lazim terjadi seperti transient insipidus
(diabetes insipidus sesaat).
• Anjurkan klien untuk melaporkan pada perawat bila terjadi pengeluaran sekret dari
hidung.
• Tinggikan posisi kepala 30-45 derajat.
• Kaji drainase nasal baik kualitas maupun kuantitas.
• Hindari batuk, ajarkan klien bernafas dalam, lakukan hygiene oral secara teratur.
• Kaji tanda-tanda infeksi.
• Kolaborasi pemberian gonadotropin, kortisol ; sebagai dampak hipofisektomi.

Pembedahan
a. Pembedahan transphenoidal
Pendekatan transphenoidal sering digunakan dalam melakukan reseksi suatu adenoma. Sela
tursika dicapai melalui sinus sphenoid, dan tumor diangkat dengan bantuan suatu mikroskop
bedah. Insisi dibuat antara gusi dan bibir atas. Pendekatan ini pun digunakan untuk
memasang implant. Suatu lubang dibuat pada durameter pada jalan masuk sela tursika.
Biasanya dirurup dengan lapisan fascia yang diambil dari tungkai, sehingga pasien harus
disiapkan untuk insisi tungkai. Penampilan ini dilakukan untuk mencegah bocornya cairan
serebrospinal (CSF). Kebocoran CSF dapat terjadi beberapa hari postoperatif tapi harus
ditutup. Hidung mungkin mempet dan suatu sling perban ditempatkan dibawahnya untuk
mengabsorpsi drainage.
Monitoring terhadap adanya kebocoran CSF perlu dilakukan.
Data-data berikut harus diperhatikan :
1. Keluhan postnasal drip
2. Menelan yang konstan
3. Adanya halo ring pada nasal sling atau balutan (tanda berupa cairan CSF yang jernih
disekeliling cairan serosa yang lebih gelap ditengahnya)
4. Memeriksa ada tidaknya glukosa pada drainase nasal.
Cairan serebrospinal mengandung glukosa, sedangkan cairan nasal tidak. Jika tes glukosa
positif, bahan pemeriksaan harus dikirim ke laboratorium untuk konfirmasi lebih lanjut.
Jika terdapat kebocoran yang menetap, pasien dianjurkan untuk tirah baring dengan
kepala terangkat untuk menggantikan tekanan pada tambalan yang sudah ditentukan.
Seringkali kebocoran CSF sembuh dengan sendirinya, tetapi kadang-kadang diperlukan
perbaikan dengan tindakan operasi. Aktivitas yang meningkatkan tekanan intrakranial harus
dihindari.
Nyeri kepala dapat timbul dan dapat diobati dengan analgetik nonnarkotik tau cordein.
Nyeri kepala persisten atau rigiditas nuchal (kaku kuduk) dapat memberikan petunjuk akan
adanya meningitis dan hal ini harus segera dilaporkan. Karena kemungkinan terjadinya risiko
infeksi, maka antibiotik profilaktif dapat diberikan saat preoperatif atau postoperatif.
Intervensi keperawatan lainnya bagi pasien dengan operasi transphenoidal meliputi hal
berikut :
1. Memberikan cairan peroral dan diet cairan jernih segera setelah pasien sadar dan tak
lagi merasa mual setelah tinadakan anastesia.
2. Meningkatkan diet yang sesuai (anorexia dapat timbul karena menurutnya sensasi
penciuman).
3. Meyakinkan pasien bahwa kehilangan sensasi penciuman hanya sementara dan akan
membaik segera setelah penutup hidung nasal sling diangkat.
4. Memberikan O2 dengan kelembaban tertentu untuk menjaga kelembaban mukosa nasal
dan oral.
5. Melakukan perawatan mulut
a. Jangan menggosok gigi (untuk mencegah distrupsi benangjahitan).
b. Menggunakan kapas halus dan lembab pada saat membersihkan gigi.
c. Sering melakukan bilas mulut.
b. Pembedahan transfontal
Jika tumor hipofise dibawah tulang-tulang dari sella tursika (ekstra sellar), kraniotoomi
dilakukan untuk mendapatkan suatu lapang operasi yang cukup. Tumor-tumor intraserebral
lain, penyakit-penyakit atau trauma terhadap struktur-struktur yang berdekatan dengan
hipofise atau dapat menyebabkan disfungsi hipofise sementara maupun permanen.

DAFTAR PUSTAKA

Bagnara,Turnor.1998.Endokrinologi Umum. Yogyakarta: AirlanggaUniversity.


Corwin,Elizabet.J.1997.Buku Saku Patologi 2. Jakarta : EGC.
C. Long, Barbara.1996. Perawatan Medikal Bedah Edisi 3. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan keperawatan.
Doengoes,Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta: ECG.
Ganong.W.F.1995.Buku Ajar Fisiologi kedokteran Edisi 14. Jakarta :EGC.
Guyton.1987.Buku Ajar Fisiologi Manusia – Penyakit Manusia. Jakarta: EGC.
Guyton dan Hall.1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC.
Hayes,Evelyn.R dan Joyce.L.Kee.1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Kumar,Robbins.1995.Buku Ajar Patologi II Edisi 4. Jakarta : EGC.
Ovedoff, David.2002.KapitaSelekta Kedokteran. Jakarta : Binarupa Aksara.
Price,Sylvia.A dan Wilson.1995.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai