Anda di halaman 1dari 64

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY H.G.

P DENGAN POST OP
ORIF OS ULNA DAN RADIUS 1/3 TENGAH DISLOKASI DEXTRA
DI RUANG EDELWEIS RSU UKI JAKARTA

OLEH:

KELOMPOK 4

1. ANDREAS NGENGET
2. FEBRY PRISKILA SIMMIN
3. JULLIET CICILLYA TUMINTING
4. MARCELINA VIRGINIA PIRI
5. NADYA MEYVA DURADO
6. NANCY MONICA MADJID
7. RIA CHRISTA TAMPILANG

PRORGAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE
MANADO
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan hikmat
dan kekuatan sehingga kami dapat membuat Laporan Asuhan Keperawatan Ny H.G.P
Dengan Fraktur Os Ulna Dan Os Radius 1/3 Tengah Dislokasi Di Ruang Edelweis RSU
UKI Jakarta.
Laporan ini merupakan salah satu tugas untuk menyelesaikan stase Keperawatan

Bedah, Program Studi Profesi Ners, Fakultas Keperawatan di Universitas Katolik De La

Salle Manado. Dalam penyusunan laporan ini kelompok mendapat bantuan dari berbagai

pihak. Oleh Karena itu pada kesempatan ini kelompok mengucapkan terimakasih kepada:

1. Direktur RSU UKI dr. Dominggus M. Efruan, MARS yang telah menerima kami
selama masa praktik keperawatan bedah
2. Ns. Inkes P, S.Kep. Ns. Susi Saragi, S.Kep dan Ns.Verawati Sitorus, S.Kep
sebagai clinical instruction yang sudah membimbing selama praktek di Ruang
Edelweis RSU UKI
3. Fillia V. Tiwatu, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.Mat sebagai Clinical Teacher yang
sudah membimbing selama praktek keperawatan
4. Perawat - perawat ruangan Edelweis yang sudah membagi pengalaman dalam
perawatan di RS UKI
Kami menyadari bahwa terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan tugas

ini, maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk

kesempurnaan penulisan dimasa yang datang.

Jakarta, 12 Maret 2019

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Tujuan 5
1.3 Manfaat 5
BAB II LANDASAN TINJAUAN TEORI 6
2.1 Laporan Pendahuluan 6
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KASUS 34
3.1 Pengkajian Keperawatan 34
3.2 Klasifikasi Data 44
3.3 Analisa Data 46
3.4 Intervensi, Rasional, Implementasi & Evaluasi 49
3.5 Catatan Perkembangan 57
BAB IV PEMBAHASAN 61
4.1 Perbandingan/Analisa antara Tinjauan Teori dengan Kasus Kelompok 61
4.2 Perbandingan/Analisa antara Asuhan Keperawatan Teori dengan Asuhan
Keperawatan Kasus 62
BAB V PENUTUP 63
5.1 Kesimpulan 63
5.2 Saran 63
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kejadian fraktur di Indonesia sebesar 1,3 juta setiap tahun dengan jumlah
penduduk 238 juta, merupakan kejadian yang terbesar di Asia Tenggara (Nasarina,
2018). Pada umumnya fraktur bisa disebabkan karena trauma (trauma langsung,
trauma tidak langsung dan patah tulang akibat tarikan otot) dan keadaan patologis.
Gejala yang sering timbul pada pasien dengan fraktur biasanya nyeri hebat pada
daerah fraktur dan nyeri bertambah ketika ditekan/diraba, tidak mampu menggerakan
daerah fraktur, perubahan bentuk/posisi bila dibandingkan pada keadaan normal,
bahkan ada yang kehilangan sensasi yang diakibatkan karena saraf yang terjepit.
ORIF merupakan metode penatalaksanaan bedah patah tulang yang paling banyak
keunggulannya. Hal ini dikarenakan operasi ORIF merupakan tindakan yang
dilakukan untuk memperbaiki posisi fragmen tulang pada fraktur terbuka yang tidak
dapat di reposisi tapi sulit dipertahankan.

Operasi ORIF diindikasikan untuk fraktur yang tidak bisa sembuh, fraktur yang
tidak bisa di reposisi tertutup dan fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit
dipertahankan. Permasalahan yang sering terjadi pada pasien dengan post ORIF
adalah Nyeri, gangguan perfusi jaringan, kurangnya informasi kesehatan dan
imobilitas fisik sehingga terjadi keterbatasan gerak sendi yang dialami pasien.
Fraktur ketika tidak dapat ditangani dengan tepat bisa menyebabkan kecacatan pada
anggota gerak yang mengalami fraktur. Maka diperlukan asuhan keperawatan secara
menyeluruh yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk
mencegah komplikasi yang lebih lanjut. Untuk itu, berdasarkan uraian diatas, kami
merasa perlu membahas dan menelaah lebih dalam mengenai post op pemasangan
ORIF os ulnda dan radius 1/3 tengah dislokasi dextra menggunakan pendekatan
proses keperawatan yang benar.

4
1.2 Tujuan

Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan bedah pada profesi ners.
2. Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan bedah (Pengkajian, Analisa Data,
Intervensi, Implementasi dan Evaluasi)
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan bedah dengan fraktur

1.3 Manfaat

Manfaat dalam penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:

1. Dapat terpenuhinya tugas mata kuliah keperawatan bedah pada profesi ners
2. Dapat memahami asuhan keperawatan bedah (Pengkajian, Analisa Data,
Intervensi, Implementasi dan Evaluasi)
3. Dapat memahami asuhan keperawatan bedah dengan fraktur.

5
BAB II

LANDASAN TINJAUAN TEORI

2.1 Laporan Pendahuluan


A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya. (Brunner & Suddarth, Buku Ajar Medikal Bedah, 2002, hal. 2357).
Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik (Sylvia & Lorraine, 2015).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Fraktur radius adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius akibat jatuh
dan tangan menyangga dengan siku ekstensi. (Brunner & Suddarth, 2010).
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan
tadi mungkin taklebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan
korteks; biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit
diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur tertutup ( atau sederhana) kalau
kulit atau salah satu dari rongga tubuhtertembus keadaan ini disebut fraktur
terbuka (atau compound) yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dn
infeksi (A,Graham,A & Louis, S, 2000).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan
jaringan lunak disekitar tulang akan menetukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap ( Price, A dan L.Wilson, 2006).

6
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat
badan, dan otot menyusun kurang lebih 50% kesehatan dan baiknya fungsi
sistem muskuloskeletal sangat tergantung pada sistem tubuh lain. Struktur tulang
memberi perlindungan terhadap organ vital, termasuk otak, jantung dan paru.
Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk menyyangga struktur
tubuh. Otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak. Matriks
tulang menyimpan kalsium, fodfor, magnesium, dan fluor. Lebih dari 99%
kalsium tubuh total terdapat dalam tulang. Sumsum tulang merah yang terletak
dalam tulang menghasilkan sel darah merah dan putih dalam proses yang
dinamakan hematopoesis. Kontraksi otot menghasilkan suatu usaha mekanik
untuk gerakan maupun produksi panas untuk mempertahankan temperature
tubuh. (Brunner & Suddarth, 2002). Tulang terbagi dalam empat kategori: tulang
panjang (mis, femur), tulang pendek (mis, tulang tarsial), tulang pipih (mis,
sternum) dan tulang tidak teratur (mis vertebra). Tulang tersusun oleh jaringan
tulang konselus (trabekular/ spongius) atau kortikel (kompak), tulang panjang
(misal femur berbentuk seperti tungkai/batang panjang dengan ujung yang
membalut) ujung tulang panjang ditutupi oleh kartilago artikular pada sendi-
sendinya. Tulang panjang disusun untuk menyangga berat badan dan gerakan.

7
Tulang pendek (misal metakarpal ) terdiri dari tulang konselus ditutupi
selapis tulang kompak. Tulang pipih (misal, sternum) merupakan tempat penting
untuk hematopoesis dan sering memberikan perlindungan bagi organ vital.
Tulang tak teratur (misal, vertebra ) mempunyai bentuk yang unik sesuai dengan
fungsinya. Osteoblast berfungsi dalam pembentukan tulang dengan
mensekresikan matrik tulang dan terletak dalam osteon (unit matrik tulang).
Osteoklas adalah sel multi nuklea atau berinti banyak yang berperan dalam
penghancuran dan resorbsi tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang
konselus.
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai
bawah dan terletak medial dan fibula/tulang betis: tibia adalah tulang pipa
dengan batang dan dua ujung.
- Ujung atas memperlihatkan adanya kondil lateral, kondil lateral
memperlihatkan posterior sebuah faset untuk persendian dengan kepala
fibula pada sendi fibio-fibular superior, tuberkel dan fibia ada disebelah
depan dengan tepat dibawah kondil-kondil ini, bagian depan member
kaitan kepada tendon dari insersi otot ekstensor kwadrisep.
- Batang dalam irisan melintang bentuknya segitiga, sisi anteriornya paling
menjulang dan sepertiga sebelah tengah, terletak subkutan bagian ini
membentuk krista tibia.
- Ujung bawah masuk dalam formasi persendian mata kaki, tulangnya
sedikit dan kebawah sebelah medial menjulang menjadi maleoulus
medial/meleolus tibia. Fibula/ tulang betis adalah tulang sebelah lateral
tungkai bawah tulang itu adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua
ujung.
- Ujung atas berbentuk kepala dan bersendi dengan bagian belakang luar
dari tibia, tetapi tidak masuk dalam formasi sendi lutut.
- Batangnya ramping terbenam dalam otot tungkai dan memberi banyakn
kaitan
- Ujung bawah sebelah bawah lebih memanjang menjadi maleolus
lateralis/maleolus fibula (Evelyn Paecce, 2002).
8
C. ETIOLOGI

1. Trauma
Fraktur karena trauma dapat dibagi menjadi trauma yaitu:
a. Kekerasan/trauma langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur
terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan/trauma tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat
yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.
2. Fraktur Patologis
Fraktur Patologis adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena
adanya proses pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker
yang bermetastase atau osteoporosis.
3. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Tulang juga bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut
tidak mampu mengabsorpsi energi atau kekuatan yang menimpanya.
4. Spontan, terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
5. Fraktur tibia dan fibula yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan
kaki dalam posisi fleksi atau gerakan memuntir yang keras.
6. Fraktur tibia dan fibula secara umum akibat dari pemutaran pergelangan kaki
yang kuat dan sering dikait dengan gangguan kesejajaran.

D. KLASIFIKASI

Menurut Garis Fraktur

1. Fraktur komplit
Garis patahnya melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks
tulang dan fragmen tulang biasanya berubah tempat.
9
2. Fraktur inkomplit adalah fraktur yang garis patahnya tidak melalui seluruh
penampang tulang
3. Greenstick fracture adalah jenis fraktur yang mengenai satu korteks dimana
korteks tulangnya sebagian masih utuh juga periosteum, akan segera sembuh
dan segera mengalami remodelling ke bentuk normal. Bisa dikatakan fraktur
ini adalah fraktur yang di mana salah satu sisi tulang patah sedangkan sisi yang
lainnya membengkok.
4. Hair line fraktur adalah Garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada
perubahan bentuk tulang.

Menurut Jumlah Dan Garis Patah/Bentuk/Konfigurasi

1. Fraktur kominutif adalah fraktur yang Lebih dari satu garis fraktur, fragmen tulang
pecah, terpisah-pisah dalam berbagai serpihan.
2. Fraktur segmental adalah Bila garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan
satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah menjadi sulit untuk sembuh dan
keadaan ini perlu terapi bedah
3. Fraktur multipel adalah Garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang
berlainan tempatnya. Seperti fraktur femur, cruris dan vertebra.

Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.


1. Fraktur Transversal adalah fraktur yang arahnya melintang sepanjang garis tengah
tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2. Fraktur Oblik adalah fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang atau dengan garis tengah tulang dan merupakan akibat trauma
angulasi juga.
3. Fraktur Spiral adalah fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4. Fraktur Kompresi adalah fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lainbiasanya terjadi pada tulang belakang.
5. Fraktur Avulsi adalah fraktur yang diakibatkan karena tertariknya fragmen tulang

10
dan ligamen atau tendon pada perlekatannya.

Berdasarkan jumlah garis patah.


1. Fraktur Komunitif adalah fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2. Fraktur Segmental adalah fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3. Fraktur Multiple adalah fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.

Menurut, (Sjamsuhidajat,2005) patah tulang dapat dibagi menurut:


1. Ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar, yaitu:
a. Patah tulang tertutup
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: 1) Tingkat 0 : fraktur biasa
dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.
Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement
b. Patah tulang terbuka, yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk
kedalam luka sampai ketulang yang patah. Patah tulang terbuka dibagi
menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya patah tulang.

11
Tabel Derajat patah tulang Terbuka
Derajat I Laserasi < 2cm Sederhana,dislokasi fragmen minimal
Derajat II Laseri > 2cm, konstusio otot Dislokasi fragmen jelas
di sekitarnya
Derajat III Luka lebar, rusak hebat atau Kominutif, segmental, fragmen tulang
hilangnya jaringan ada yang hilang
disekitarnya

E. MANIFESTASI KLINIS

a. Nyeri hebat pada daerah fraktur dan nyeri bertambah bila ditekan/diraba.
b. Tidak mampu menggerakkan lengan/tangan.
c. Spasme otot.
d. Perubahan bentuk/posisi berlebihan bila dibandingkan pada keadaan normal.
e. Ada/tidak adanya luka pada daerah fraktur.
f. Kehilangan sensasi pada daerah distal karena terjadi jepitan syarat oleh
fragmen tulang.
g. Krepitasi jika digerakkan.
h. Perdarahan.
i. Hematoma.
j. Syok
k. Keterbatasan mobilisasi.

F. PATOFISIOLOGI

Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh gangguan adanya


gaya dalam tubuh, yaitu stres, gangguan fisisik,gangguan metabolik, patologik.
Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik terbuka ataupun tertutup.
Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengkudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di
dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai saraf yang dapat

12
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan
dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas
fisik terganggu.
Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan
kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur
adalah patah tulang, bisanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik,
patologik yang terjadi itu terbuka dan tertutup. Pada umumnya pada pasien fraktur
terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk
mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai
sembuh.
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya
pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Respon
dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai contoh
vasokontraksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi vaseral. Karena ada cedera,
respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah peningkatan detak
jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung, pelepasan katekolamin-
katekolamin endogen meningkatkan tahanan pembuluh perifer hal ini akan
meningkatkan tekanan darah diastolic dan mengurangi tekanan nadi (pulse
pressure), tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ. Hormon-
hormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan di dalam sirkulasi sewaktu
terjadinya syok, termasuk histamin, bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar
prostanoid dan sitokin-sitokin lain. Subtansi ini berdampak besar pada mikro-
sirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang masih
dini, mekanisme kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah (venous
return) dengan cara kontraksi volume darah di dalam sistem vena sistemik. Cara
yang paling efektif untuk memulihkan kardiak pada tingkat seluler, sel dengan
perfusi dan oksigen tidak adekuat tidak mendapat substrat esensial yang sangat
diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan produksi energi.
Pada keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke metabolisme
anaerobik, hal mana mengakibatkan pembentukan asam laktat dan
13
berkembangnya asidosis metabolik. Bila syoknya berkepanjangan dan
penyampaian substrat untuk pembentukan ATP (adenosin triphosphat) tidak
memadai, maka membran sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya dan
gradientnya elektrik normal hilang.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah
dan kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur.
Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan
aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati
dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi
sebagai jala-jala untuk melakukan aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk
tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuah fibrin direabsorbsi dan sel-sel
tulang baru mengalami remodoling untuk membentuk tulang sejati.

14
PATHWAY
Kondisi patologis, Trauma langsung/
osteoporosis trauma tidak langsung

Rentan Fraktur

FRAKTUR

Konservatif Tindakan bedah

Gips Pre Op Intra Op Post Op


Bidai Traksi
Tindakan
Defisit Pembedahan Luka Insisi
pengetahuan Kesulitan Terputusnya
Gangguan Ketidakefektifan Perdarahan Luka Tidak Nyeri
bergerak kontinuitas
Mobilitas perfusi jaringan Ansietas Terawat Akut
Defisit volume jaringan
Fisik perifer
cairan Aktivitas/
Terpapar Inflamasi
gerakan
bakteri bakteri Kerusakan
Resiko Resiko terbatas
Efek Integritas Kulit
Cidera Perdarahan
anastesi Gangguan Mobilitas
Fisik Resiko Infeksi
Defisit Nutrisi < kebutuhan tubuh Mual, muntah 15
Perubahan status Cedera sel Diskontinuitas Luka Terbuka Reaksi Peradangan
kesehatan fragmen tulang

Kurang terpapar Edema


Degranulasi sel Terapi restrictif Lepasnya lipid pada
Informasi Port de’ entri Terputusnya
sum-sum tulang Penekanan pada
bakteri kontuinitas
Gangguan jaringan vaskuler
Kurang Pelepasan jaringan
Mobilitas Fisik Terabsorbsi masuk
Pengetahuan mediator Resiko Infeksi Aliran darah
ke aliran darah
kimia
emboli Gangguan Resiko
Nociceptor Integritas Kulit disfungsi
Oklusi arteri paru neurovaskuler
Medula
Spinalis Nekrosis jaringan
Korteks paru
serebri

Gangguan pertukaran
Gangguan Rasa
Gas
Nyaman

Nyeri

16
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Foto Rontgen : Untuk mengetahui lokasi, tipe fraktur dan garis fraktur secara
langsung. Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan
selama proses penyembuhan secara periodik
2. Skor tulang tomography, skor C1, MRI : dapat digunakan mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
3. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau
menrurun. Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah
trauma

5. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi


multiple atau cedera hati.

H. PENATALAKSANAAN

1. Rekognasi
Pergerakan relatif sesudah cidera dapat mengganggu
suplai neurovascular ekstremitas. Karena itu begitu diketahui kemungkinan
fraktur tulang panjang, maka ekstremitas yang cedera harus dipasang bidai
untuk melindunginya dari kerusakan.
2. Traksi
Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang fraktur
untuk meluruskan bentuk tulang. Ada 2 macam yaitu:
a. Skin Traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan
menempelkan plester langsung pada kulit dan biasanya digunakan untuk
jangka pendek (48-72 jam).
b. Skeletal traksi adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang
yang cedera pada sendi panjang untuk mempertahankan bentuk dengan
memasukkan pins atau kawat ke dalam tulang.
3. Reduksi

17
a. Reduksi Tertutup/ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
b. Reduksi Terbuka/OREF (Open Reduction Eksternal Fixation)
4. Imobilisasi Fraktur
Setelah fraktur di reduksi, fragment tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna.

Perawatan Perioperatif
1. Perawatan Pre Operasi:
a. Persiapan Pre Operasi:
1) Pasien sebaiknya tiba di ruang operasi dengan daerah yang akan
di operasi sudah dibersihkan (di cukur dan personal hygiene)
2) Kateterisasi
3) Puasa mulai tengah malam sebelum operasi esok paginya (pada
spinal anestesi dianjurkan untuk makan terlebih dahulu)
4) Informed Consent
5) Pendidikan Kesehatan mengenai tindakan yang dilakukan di
meja operasi
2. Perawatan intra Operasi:
a. Menerima Pasien dan memeriksa kembali persiapan pasien
b. Identitas pasien
c. Surat persetujuan operasi
d. Pemeriksaan laboratorium darah, rontgen, EKG.
e. Mengganti baju pasien
f. Menilai KU dan TTV
g. Memberikan Pre Medikasi : Mengecek nama pasien sebelum
memberikan obat dan memberikan obat pre medikasi.
h. Mendorong pasien kekamar tindakan sesuai jenis kasus pembedahan
i. Perawatan dilakukan sejak memindahkan pasien ke meja operasi
samapai selesai.
I. KOMPLIKASI

18
1. Dini
a. Compartement syndrome : Merupakan komlikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Tekanan intracompartement dapat dibuka langsung
dengan cara whitesides. Penanganan: dalam waktu kurang 12 jam harus
dilakukan fascioterapi.
b. Infeksi : Pada trauma orthopedic infeksi di mulai pada kulit (superficial)
dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,
tapi juga bisa karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti
pin dan plat
c. Avaskuler nekrosis : Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran
darah ketulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis
tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia
d. Shock : karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
e. Kekakuan sendi: Hal ini disebabkan karena pemakaian gips yang terlalu
lama. Pada persendian kaki dan jari-jari biasanya terjadi hambatan
gerak, hal ini dapat diatasi dengan fisiotherapi .

19
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
1. Pengumpulan Data
A. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal
MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
 Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
 Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
 Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
 Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
 Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan
yang lain
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes

20
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik
dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
B. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran Umum
 Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
 Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema,
nyeri tekan.
2) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala.
3) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.
4) Muka

21
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
5) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan)
6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.

7) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
8) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
9) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
10) Paru
 Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
 Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
 Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
 Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
11) Jantung
 Inspeksi : tidak tampak iktus jantung.
 Palpasi : nadi meningkat, iktus tidak teraba.
 Auskultasi : suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
12) Abdomen
 Inspeksi : bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
 Palpasi : tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
 Perkusi : suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
 Auskultasi : peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.

22
13) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
2) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler à 5 P yaitu Pain, Palor,
Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
a) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
 Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
 Cape au lait spot (birth mark).
 Fistulae.
 Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
 Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal).
 Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
 Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari
posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang
memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
 Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary
refill time à Normal > 3 detik
 Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama
disekitar persendian.
 Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu
dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar
atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
c) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

23
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi
keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat,
dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran
metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas)
atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.

C. Pola-Pola Fungsi Kesehatan


1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah
klien melakukan olahraga atau tidak.

2) Pola Nutrisi dan Metabolisme


Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi
dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces
pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak.
4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian

24
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien.
Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding
pekerjaan yang lain
6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien
harus menjalani rawat inap
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body
image)
8) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur
9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak, lama perkawinannya
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang
ditempuh klien bisa tidak efektif.
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien.

25
D. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan
sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada
indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang
harus dibaca pada x-ray:
 Bayangan jaringan lunak.
 Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
juga rotasi.
 Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
 Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
 Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
 Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah
di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
 Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa.
 Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal
dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
2. Pemeriksaan Laboratorium
 Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
 Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
 Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
3. Pemeriksaan lain-lain

26
 Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
 Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
 Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
 Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
 Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
 MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


a) Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
b) Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
c) Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
d) Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
e) Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma
jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
f) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada

3. Intervensi Keperawatan
a) Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
Tujuan & Kriteria hasil : Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan
menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur,
istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan
aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual

27
Intervensi Rasional

1) Pertahankan imobilasasi bagian 1) Mengurangi nyeri dan mencegah


yang sakit dengan tirah baring, gips, malformasi.
bebat dan atau traksi 2) Meningkatkan aliran balik vena,
2) Tinggikan posisi ekstremitas yang mengurangi edema/nyeri.
terkena. 3) Mempertahankan kekuatan otot dan
3) Lakukan dan awasi latihan gerak meningkatkan sirkulasi vaskuler.
pasif/aktif. 4) Meningkatkan sirkulasi umum,
4) Lakukan tindakan untuk menurunakan area tekanan lokal dan
meningkatkan kenyamanan kelelahan otot.
(masase, perubahan posisi) 5) Mengalihkan perhatian terhadap
5) Ajarkan penggunaan teknik nyeri, meningkatkan kontrol terhadap
manajemen nyeri (latihan napas nyeri yang mungkin berlangsung
dalam, imajinasi visual, aktivitas lama.
dipersional)
6) Lakukan kompres dingin selama 6) Menurunkan edema dan mengurangi
fase akut (24-48 jam pertama) rasa nyeri.
sesuai keperluan.
7) Kolaborasi pemberian analgetik 7) Menurunkan nyeri melalui
sesuai indikasi. mekanisme penghambatan rangsang
nyeri baik secara sentral maupun
perifer.
8) Evaluasi keluhan nyeri (skala, 8) Menilai perkembangan masalah
petunjuk verbal dan non verval, klien.
perubahan tanda-tanda vital)

28
b) Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
Tujuan & Kriteria Hasil : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi
dengan kriteria klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas
normal

Intervensi Rasional

1) Instruksikan/bantu latihan napas 1) Meningkatkan ventilasi alveolar dan


dalam dan latihan batuk efektif. perfusi.
2) Lakukan dan ajarkan perubahan 2) Reposisi meningkatkan drainase
posisi yang aman sesuai keadaan sekret dan menurunkan kongesti
klien. paru.
3) Kolaborasi pemberian obat
antikoagulan (warvarin, heparin) 3) Mencegah terjadinya pembekuan
dan kortikosteroid sesuai indikasi. darah pada keadaan tromboemboli.
Kortikosteroid telah menunjukkan
keberhasilan untuk
mencegah/mengatasi emboli lemak.
4) Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, 4) Penurunan PaO2 dan peningkatan
kalsium, LED, lemak dan trombosit PCO2 menunjukkan gangguan
pertukaran gas; anemia,
hipokalsemia, peningkatan LED dan
kadar lipase, lemak darah dan
penurunan trombosit sering
berhubungan dengan emboli lemak.
5) Evaluasi frekuensi pernapasan dan 5) Adanya takipnea, dispnea dan
upaya bernapas, perhatikan adanya perubahan mental merupakan tanda
stridor, penggunaan otot aksesori dini insufisiensi pernapasan,
pernapasan, retraksi sela iga dan mungkin menunjukkan terjadinya
sianosis sentral. emboli paru tahap awal.

29
c) Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
Tujuan & Kriteria Hasil : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas
pada tingkat paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional
meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh
menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas.

Intervensi Rasional

1) Pertahankan pelaksanaan aktivitas 1) Memfokuskan perhatian,


rekreasi terapeutik (radio, koran, meningkatakan rasa kontrol
kunjungan teman/keluarga) sesuai diri/harga diri, membantu
keadaan klien. menurunkan isolasi sosial.
2) Bantu latihan rentang gerak pasif 2) Meningkatkan sirkulasi darah
aktif pada ekstremitas yang sakit muskuloskeletal, mempertahankan
maupun yang sehat sesuai keadaan tonus otot, mempertahakan gerak
klien. sendi, mencegah kontraktur/atrofi
dan mencegah reabsorbsi kalsium
karena imobilisasi.
3) Mempertahankan posis fungsional
3) Berikan papan penyangga kaki, ekstremitas.
gulungan trokanter/tangan sesuai
indikasi.
4) Meningkatkan kemandirian klien
4) Bantu dan dorong perawatan diri
dalam perawatan diri sesuai kondisi
(kebersihan/eliminasi) sesuai
keterbatasan klien.
keadaan klien.
5) Menurunkan insiden komplikasi
5) Ubah posisi secara periodik sesuai
kulit dan pernapasan (dekubitus,
keadaan klien.
atelektasis, penumonia)
6) Dorong/pertahankan asupan cairan
6) Mempertahankan hidrasi adekuat,
2000-3000 ml/hari.
men-cegah komplikasi urinarius
dan konstipasi.
7) Berikan diet TKTP. 7) Kalori dan protein yang cukup
diperlukan untuk proses
penyembuhan dan mem-

30
8) Kolaborasi pelaksanaan fisioterapipertahankan fungsi fisiologis
sesuai indikasi. tubuh.
8) Kerjasama dengan fisioterapis
9) Evaluasi kemampuan mobilisasi perlu untuk menyusun program
klien dan program imobilisasi. aktivitas fisik secara individual.
9) Menilai perkembangan masalah
klien.

d) Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
Tujuan & Kriteria hasil : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan
sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi
terjadi
Intervensi Rasional

1) Pertahankan tempat tidur yang 1) Menurunkan risiko kerusakan/abrasi


nyaman dan aman (kering, bersih, kulit yang lebih luas.
alat tenun kencang, bantalan bawah
siku, tumit).
2) Masase kulit terutama daerah
penonjolan tulang dan area distal 2) Meningkatkan sirkulasi perifer dan
bebat/gips. meningkatkan kelemasan kulit dan
otot terhadap tekanan yang relatif
3) Lindungi kulit dan gips pada daerah konstan pada imobilisasi.
perianal 3) Mencegah gangguan integritas kulit
4) Observasi keadaan kulit, penekanan dan jaringan akibat kontaminasi
gips/bebat terhadap kulit, insersi fekal.
pen/traksi. 4) Menilai perkembangan masalah
klien.

31
e) Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma
jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
Tujuan & Kriteria Hasil :

Intervensi Rasional

1) Lakukan perawatan pen steril dan 1) Mencegah infeksi sekunder dan


perawatan luka sesuai protokol mempercepat penyembuhan luka.
2) Ajarkan klien untuk 2) Meminimalkan kontaminasi.
mempertahankan sterilitas insersi
pen. 3) Antibiotika spektrum luas atau
3) Kolaborasi pemberian antibiotika spesifik dapat digunakan secara
dan toksoid tetanus sesuai indikasi. profilaksis, mencegah atau
mengatasi infeksi. Toksoid tetanus
untuk mencegah infeksi tetanus.
4) Leukositosis biasanya terjadi pada
proses infeksi, anemia dan
peningkatan LED dapat terjadi pada
4) Analisa hasil pemeriksaan osteomielitis. Kultur untuk
laboratorium (Hitung darah mengidentifikasi organisme
lengkap, LED, Kultur dan penyebab infeksi.
sensitivitas luka/serum/tulang) 5) Mengevaluasi perkembangan
masalah klien.

5) Observasi tanda-tanda vital


dan tanda-tanda peradangan lokal
pada luka.

32
f) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
Tujuan & Kriteria Hasil : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas
drainase purulen atau eritema dan demam

Intervensi Rasional

1) Kaji kesiapan klien mengikuti 1) Efektivitas proses pemeblajaran


program pembelajaran. dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan
mental klien untuk mengikuti
program pembelajaran.
2) Meningkatkan partisipasi dan
2) Diskusikan metode mobilitas dan kemandirian klien dalam
ambulasi sesuai program terapi perencanaan dan pelaksanaan
fisik. program terapi fisik.
3) Meningkatkan kewaspadaan klien
3) Ajarkan tanda/gejala klinis yang untuk mengenali tanda/gejala dini
memerluka evaluasi medik (nyeri yang memerulukan intervensi lebih
berat, demam, perubahan sensasi lanjut.
kulit distal cedera) 4) Upaya pembedahan mungkin
4) Persiapkan klien untuk mengikuti diperlukan untuk mengatasi
terapi pembedahan bila diperlukan. maslaha sesuai kondisi klien.

33
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS


3.1 Pengkajian Keperawatan
Unit : Edelweiss Tangggal pengkajian : 19/02/19 Jam: 08.10

Ruang : 9 Bed 5 Auto anamnese

Tanggal MRS : 17/02/19 Jam: 08.20 WIB Allo anamnese

I. Identifikasi
A. Klien
Nama : Ny. P
Tempat, tanggal lahir : 02 Agustus 1961 (57thn)
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Menikah
Jumlah anak :3
Agama : Kristen Protestan
Warga negara : Indonesia
Bahasa yang digunakan : Indonesia, daerah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jatinegara

B. Penanggung jawab
Nama : Tn. A
Alamat : Jatinegara
Hubungan dengan pasien : Suami

II. Data Medik


A. Dikirim oleh : IGD
B. Diagnosa Medik

34
 Saat masuk : Open fraktur os ulna dan radius 1/3
tengah dextra
 Saat pengkajian : Post Orief ulna dan radius dextra
III. Keadaan Umum
A. Keadaan Sakit
Keluhan utama : Nyeri tangan kanan
Riwayat penyakit sekarang : Pasien mengatakan terasa nyeri pada luka
post operasi dibagian tangan kanannya
dengan ukuran luka kira-kira 11 cm dan
skala nyeri 4 (0-10)
Pasien tampak sakit : Sedang
Penggunaan alat medik : IVFD tangan kiri, terpasang kateter urin,
operasi orif, luka tertutup elastis verban
B. Tanda-tanda Vital
Kesadaran : compos mentis
GCS : E=4, V=5, M=6 15
Flapping tremor : tidak dilakukan pengkajian karena ada
fraktur
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 92x/menit
RR : 20x/menit
SB : 36,5°C

Pengkajian Nyeri
P= trauma
Q= seperti disayat
R= lengan tangan kanan
S= 4/10
T= hilang timbul, nyeri bertambah saat bergerak

35
C. Pengukuran
Tinggi Badan : 164 cm Berat Badan : 69 kg
IMT : 25,7
Kesimpulan : pasien termasuk dalam kategori overweight
D. Genogram

g
s

Ket. Kesimpulan: berdasarkan genogram tidak


= laki-laki
= perempuan terdapat riwayat penyakit keluarga, namun
= meninggal pasien memiliki riwayat asma dan pasien
= pasien tinggal serumah dengan suami dan anak-
= tinggal serumah anaknya
IV. Pengkajian Pola Kesehatan
A. Kajian Persepsi Kesehatan-Pemeliharaan Kesehatan

Pasien mengatakan sebelumnya belum pernah masuk RS

1. Data subjektif

 Sebelum Sakit : pasien mengatakan sebelum sakit sangat menjaga kesehatannya.


Jika sakit, pasien langsung pergi ke dokter untuk memeriksakan diri
 Sejak sakit : pasien menyadari dia tidak bisa bergerak lebih dan semua aktifitas di
bantu perawat dan keluarga.

2. Data objektif

 Kebersihan Kepala : rambut tampak keribo, tampak berminyak


 Kulit kepala : tidak berketombe
 Kebersihan kulit : bersih
 Kebersihan rongga mulut : bersih
 Kebersihan genitalia : bersih

36
 Kebersihan anus : bersih
 Tanda vaksinasi : BCG

B. Kajian Nutrisi Metabolik

1. Data Subjektif

 Sebelum sakit : pasien makan 3x sehari (nasi,ikan,sayur,buah),


minum 2-3 liter/hari
 Sejak sakit : pasien makan 3x sehari (nasi,ikan,sayur,buah),
minum 2 liter/hari

2. Data objektif : pasien makan makanan RS dan dihabiskan

Pemeriksaan Fisik

 Keadaan rambut : berminyak


 Hidrasi kulit : kering
 Palpebra : tidak ada gangguan
 Konjungtiva : anemis
 Sclera : non ikhterik
 Hidung : simetris, bersih
 Rongga mulut : mukosa lembab, gigi lengkap
 Kemampuan mengunyah : mampu mengunyah makanan keras
 Kelenjar parotis, tiroid, getah bening : tidak ada pembesaran kelenjar
 Abdomen : bentuk datar lemas, peristaltic 8x/menit
 Kulit : terdapat luka post op tangan kanan uk. 11 cm, luka
tampak mulai kering, tepi luka menyatu dengan kulit, pus(-), bau(-), nekrosis(-)

C. Kajian Pola Eliminasi

1. Data subjektif

Sebelum sakit : BAB 1x sehari dan BAK 6x sehari

37
Sejak sakit : belum BAB sejak masuk RS
Observasi : BAK 500cc/shift, terpasang kateter urine
2. Pemeriksaan fisik

 Peristaltik usus : 8x/menit


 Palpasi suprapubic : kosong
 Nyeri ketuk ginjal : negatif
 Anus : hemoroid (-)
 Massa Tumor : negatif

D. Kajian Pola Aktifitas dan Latihan

1. Data subjektif
- Sebelum sakit : pasien mengatakan rutin melakukan beberapa aktifitas
ringan seperti membersihkan rumah
- Sejak sakit : pasien mengatakan hanya terbaring di tempat tidur dan
terbatas dalam melakukan aktifitas
- Aktifitas harian
 makan 2
 mandi 2
 berpakaian 2
 kerapian 2
 buang air besar 0
 buang air kecil 1
 mobilisasi 2
 ambulasi tempat tidur

- Postur tubuh : tegak


- Gaya berjalan : normal
- Anggota gerak yang cacat : tidak ada
- Terpasang Infus

- pasien tampak meringis saat bergerak

38
Pemeriksaan Fisik

 JVP : 2 cm H2O
 CRT : <3 detik
 Thoraks : bentuk simetris, stridor (-), sianosis (-), vocal fremitus(-),
dispnea (-), perkusi paru sonor, suara napas vesikuler, suara tambahan
tidak ada
 Jantung : penggunaan alat picu jantung (-), Irama gallop (-), murmur(-),
HR 86x/menit
 Lengan Dan Tungkai : atrofi otot (-), rentang gerak bebas, kekuatan otot
ektermitas atas 3/5, bawah 5/5, babinski(-), clubbing jari-jari(-), varices
tungkai (-).
 Columna vertebralis : kelainan bentuk (-), kaku kuduk (-)

A. Kajian Pola Tidur dan Istirahat


1. Data subjektif
- Sebelum sakit : pasien mengatakan tidur 6-7 jam, dengan kualitas
baik
- Sejak sakit : pasien mengatakan sering terbangun karena tidak
nyaman dengan nyeri yang di rasakan

2. Data Objektif : pasien tidak tampak mengantuk.

B. Kajian Pola Persepsi Kognitif


1. Data Subjektif
- Sebelum sakit : Pasien mampu membedakan sesuatu dengan
inderanya
- Sejak sakit : Pasien mengatakan bahwa dia sedang dirawat di
RS UKI juga berorientasi hari dan waktu dengan baik

Pemeriksaan Fisik

39
 Penglihatan
Cornea : normal
Visus : normal
Pupil : isokor
Lensa mata : tidak menggunakan lensa mata
TIO : tidak ditemukan kelainan
 Pendengaran
Membran timpani : terlihat
Tes pendengaran : kiri kanan baik

C. Kajian Pola Persepsi Diri


1. Data subjektif
Sebelum sakit : pasien mengatakan menghargai dirinya dan setiap
proses hidupnya
Sejak sakit : pasien selalu menganjurkan keluarganya untuk menjaga
kesehatan
2. Data objektif
Kontak mata : ada
Rentang perhatian : baik
Suara dan cara bicara : jelas dan pelan
Postur tubuh : tegak
Kulit : terdapat luka post op tangan kanan
Penggunaan protesa : tidak ada

D. Kajian Pola Peran dan Hubungan Dengan Sesama


1. Data subjektif
- Sebelum sakit : pasien mengatakan memiliki hubungan yang baik
dengan keluarga dan tetangga di sekitar rumah
- Sejak sakit : pasien mengatakan mampu beradaptasi dengan
lingkungan rumah sakit

40
2. Data Objektif : pasien kooperatif dengan tim medis

E. Kajian Pola Reproduksi- Seksualitas


1. Data subjektif : pasien mengatakan memiliki hubungan kasih sayang
yang baik dengan anak-anak dan suaminya. Riwayat pemakaian KB
jenis spiral, pasien sudah menopause.

F. Kajian Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress


1. Data subjektif
- Sebelum sakit : pasien sering bertukar pikiran dengan anaknya
jika ada masalah
- Sejak sakit : pasien sering berkomunikasi dengan keluarga jika
mengalami stress

Pemeriksaan fisik
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- HR : 86x/menit
- Kulit : elastis

G. Kajian Pola Sistem Nilai Kepercayaan


1. Data subjektif
- Sebelum sakit : pasien mengatakan rajin ke gereja setiap minggu
dan mengikuti kegiatan-kegiatan rohani di gerejanya.
- Sejak sakit : pasien mengatakan sejak di rawat pasien tidak dapat
beribadah di gereja.

2. Data objektif
- Pasien tampak berdoa saat makan dan sebelum minum obat

41
DAFTAR OBAT

Nama Obat Indikasi Kontraindikasi Efek Samping

Ceftriaxone Infeksi saluran Hipersensitif Diare, mual,


napas, infeksi terhadap antibiotic muntah,
THT, Infeksi cephalosporin, dan stomatitis, dan
saluran kemih, pada neonatus glositis, dermatitis
sepsis, meningitis, alergi, urtikaria
infeksi tulang,
sendi dan jaringan
lunak, infeksi intra
abdominal

Methylprednisolone Anti inflamasi Infeksi jamur Gangguan saluran


pada berbagai sistemik, cerna, edema,
kondisi seperti hipersensitifitas hipertensi,
penyakit rematik, diabetes mellitus
anti alergi, terapi laten, supresi
insufisensi sistem imun
adrenal, terapi
penderita asma

Ranitidine Ulkus duodenum, Hipersensitifitas Sakit kepala


ulkus gaster jinak, terhaadap ranitidin
esofagitis refluks

Tramadol Untuk mengobati Hipersensitifitas, Pusing, vertigo,


dan mencegah depresi napas gangguan tidur,
nyeri yang sedang akut, peningkatan konstipasi, mual,
hingga berat, nyeri tekanan kranial, ansietas, tremor
akut/kronik, nyeri cedera kepala,
post operasi keracunan
alkohol, obat-
obatan yang dapat
mempengaruhi
SSP

42
Pemeriksaan Penunjang

1. Foto Thoraks (17/02/2019)


 Cor dalam batas normal
 Pulmo : tampak infiltrate paru kanan atas
 Sinus dan diafragma dalam batas normal
 Costae dan tulang-tulang normal

Kesan: proses spesifik

2. Antebrachi Dx (17/02/2019)
 Fraktur os ulna dan os radius 1/3 tengah dextra dengan dislokasi, belum
tampak callus
 Trabekulasi tulang normal
 Celah dan permukaan sendi normal

Kesan: fraktur os ulna dan os radius dextra 1/3 tengah

3. Elektrolit (17/02/2019)
 Natrium 142 mmol/L
 Kalium 4.2 mmol/L
 Clorida 105 mmol/L
4. Hematologi
 Hemoglobin 12.2 g/dL
 Leukosit 9.4 ribu/dL
 Hematokrit 38.5 %
 Trombosit 334 ribu/uL
5. Kimia Klinik
 SGOT 28 U/L
 SGPT 19 U/L
 Ureum 25 mg/dL
 Creatinin 0.73 mg/dL
 GDS 103 mg/dL
6. Hemostasis
 Masa Perdarahan 1.30 menit
 Masa pembekuan 12.30 menit
 Kontrol (masa protombin) 12 detik
 Pasien (masa protombin) 14 detik

43
3.2 Klasifikasi Data
Data Subjektif Data Objektif

- Pasien mengatakan terasa nyeri pada luka - KU : Pasien tampak sakit sedang
post operasi dibagian tangan kanannya dengan
skala 4 (0-10) - Kesadaran : Compos Mentis

- Pasien mengatakan ada luka post operasi - GCS : 15 (E:4, V:5, M:6)
dibagian tangan kanan
- TTV :
- Pasien mengatakan tidak bisa tidur nyenyak
TD : 130/90 mmHg
dan sering terbangun karena tidak nyaman
dengan nyeri yang di rasakan Nadi : 92 x/menit
- Pasien mengatakan hanya terbaring di tempat RR : 20x/menit
tidur dan terbatas dalam melakukan aktifitas
SB : 36,5°C
- Pengkajian Nyeri
P= trauma
Q= seperti disayat
R=lengan tangan kanan
S=4/10
T=hilang timbul, nyeri bertambah saat
bergerak
- Wajah pasien tampak meringis saat bergerak
- Tampak ada luka post op orif yang dibalut
dengan elastis verban dibagian tangan kanan
pasien
- Tampak ukuran luka jahitan 11 cm ditangan
kanan
- Luka tampak mulai kering, tepi luka menyatu
dengan luka, pus (-), bau (-), nekrosis (-)
- Pasien tampak kesulitan dalam melakukan
aktifitas

44
- Kekuatan otot
2 5

5 5
- Aktivitas pasien tampak dibantu
- Terpasang infus dan kateter urin

45
3.3 Analisa Data
DATA ETIOLOGI MASALAH

DS: Fraktur Nyeri Akut


- Pasien mengatakan terasa
nyeri pada luka post operasi
dibagian tangan kanannya
Tindakan Bedah
dengan skala 4 (0-10)
- Pasien mengatakan tidak bisa
tidur nyenyak dan sering Post Op
terbangun karena tidak nyaman
dengan nyeri yang di rasakan
DO: Luka insisi Post Op
- KU : Pasien tampak sakit
sedang
- Kesadaran : Compos Mentis Nyeri
- GCS : 15 (E:4, V:5, M:6)
- Ekspresi wajah meringis saat
bergerak
- TTV :
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 92x/menit
RR : 20x/menit
SB : 36,5°C
- Pengkajian Nyeri
P = Akibat trauma
Q = Seperti disayat
R = Lengan tangan kanan
S = 4/10
T=Hilang timbul, nyeri
bertambah saat bergerak

46
DS: Fraktur Kerusakan Integritas
- Pasien mengatakan ada luka Kulit
post operasi dibagian tangan
kanannya
Tindakan Bedah
DO:
- Tampak ada luka post op orif
yang dibalut dengan elastis Post Op
verban dibagian tangan kanan
pasien.
- Ukuran luka 11 cm ditangan Luka insisi Post Op
kanan
- Luka tampak mulai kering,
tepi luka menyatu dengan luka, Terputusnya kontinuitas jaringan
- Pus (-)
- Bau (-) Kerusakan
- Nekrosis (-) Integritas Kulit

47
DS: Fraktur Gangguan Mobilitas
-Pasien mengatakan hanya Fisik
terbaring di tempat tidur dan
terbatas dalam melakukan
Tindakan Bedah
aktifitas
DO :
Post Op
- Pasien tampak kesulitan
dalam melakukan aktifitas
- Kekuatan otot Luka insisi Post Op
2 5
5 5 Kesulitan bergerak
- Aktivitas pasien tampak
dibantu
Aktivitas/gerakkan terbatas
- Terpasang infus dan kateter
urine

Gangguan
Mobilitas Fisik

48
3.4 INTERVENSI, RASIONAL, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL HARI/ IMPLEMENTASI EVALUASI TTD
KEPERAWATAN DAN (NIC)
KRITERIA TANGGAL
HASIL
(NOC)

1. Nyeri Akut Setelah 1. Kaji 1. Untuk mengetahui Selasa, 19- 1.Mengkaji Selasa, 19-01-19
b.d.luka insisi dilakukan karakteristik berapa berat nyeri 02-19 karakteristik nyeri.
post op orif, yang tindakan nyeri yang di alami pasien Pkl : 14.00 WIB
ditandai dengan : keperawatan dalam menentukan 10.00 Hasil :
selama 3 x intervensi yang tepat P = Akibat
DS: 24 jam terputusnya
S : Pasien
- Pasien diharapkan kontinuitas jaringan
mengatakan
mengatakan terasa nyeri yang Q = Seperti disayat
masih terasa
nyeri pada luka dirasakan R = Lengan tangan
nyeri.
post operasi berkurang, kanan
dibagian tangan dengan S = 4/10 O:
kanannya dengan kriteria T = Hilang timbul, - KU: Pasien
skala 4 (0-10) hasil: nyeri bertambah tampak sakit
saat bergerak sedang
- Pasien -TTV dalam
mengatakan tidak 2. Atur posisi 2. Posisi yang nyaman 2. Mengatur posisi
batas 10.05 - Kesadaran
bisa tidur nyenyak pasien akan membantu yang nyaman
normal compos
dan sering memberikan mentis
terbangun karena - pasien kesempatan pada Hasil : pasien
tidak nyaman mampu otot untuk relaksasi diberikan posisi - GCS: 15
dengan nyeri yang mengontrol seoptimal mungkin semi fowler
di rasakan nyeri - TTV ; TD :
3. Ajarkan 3. Teknik relaksasi 10.10 3. Mengajarkan 140/80
DO: teknik relaksasi dan distraksi dapat teknik relaksasi dan mmHg,
- KU : Pasien dan distraksi distraksi

49
tampak sakit -melaporkan mengalihkan dan Hasil : pasien N : 72x/menit,
sedang bahwa nyeri mengurangi nyeri diajarkan teknik RR:21x/menit,
berkurang nafas dalam.
- Kesadaran : SB : 36,5°C.
Compos Mentis - tidak
mengalami 4. Observasi 4. Untuk mengetahui 10.15 4. Mengobservasi
- GCS : 15 (E:4, gangguan tanda-tanda adanya peningkatan tanda-tanda vital
V:5, M:6) tidur vital tekanan darah,
perubahan suhu Hasil:
- Ekspresi wajah tubuh, adanya tanda TD: 140/90mmHg
meringis saat hipovolemik dan N: 86x/menit
bergerak pola napas R: 20x/menit
SB :36,8°C. - karakteristik
- TTV :
nyeri.
5. Ciptakan 5. Rangsangan yang 10.20 5. Menciptakan
TD : 130/90
lingkungan berlebihan dari lingkungan yang P = Akibat
mmHg
yang tenang lingkungan akan tenang terputusnya
Nadi : 92x/menit memperberat rasa kontinuitas
nyeri Hasil : pengunjung jaringan
RR : 20x/menit di batasi
Q=Seperti
SB : 36,5°C 6. Kolaborasi 6. Mengurangi nyeri 12.00 6. Memberikan disayat
pemberian yang dirasakan terapi obat
- Pengkajian Nyeri analgesik analgesik R=Lengan
tangan kanan
P = Akibat trauma Hasil : pasien
diberikan S = 4/10
Q = Seperti Tramadol 1 mg (2
disayat amp IV) - wajah pasien
tampak meringis
R = Lengan
tangan kanan
S = 4/10

50
T= Hilang timbul, A : Gangguan
nyeri bertambah Rasa Nyaman
saat bergerak Nyeri

P : Intervensi
dilanjutkan
1. Kaji
karakteristik
nyeri
2. Atur posisi
pasien
3. Ajarkan
teknik
relaksasi dan
distraksi
4. Observasi
tanda-tanda
vital
5. Ciptakan
lingkungan
yang tenang
6. Kolaborasi
pemberian
analgesik

51
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL HARI/ IMPLEMENTASI EVALUASI TTD
KEPERAWATAN DAN (NIC)
KRITERIA TANGGAL
HASIL
(NOC)

2. Kerusakan Setelah 1. Observasi 1. Untuk mengetahui Selasa, 19- 1. Mengobservasi Selasa, 19-02-19
integritas kulit dilakukan tanda-tanda adanya peningkatan 02-19 tanda-tanda vital
b.d.terputusnya tindakan vital tekanan darah, Pkl : 14.00 WIB
kontuinitas keperawatan perubahan suhu 10.00 Hasil:
TD: 140/90mmHg S : Pasien
jaringan, ditandai selama 3 x tubuh, adanya tanda
N: 86x/menit mengatakan ada
dengan : 24 jam hipovolemik dan
R: 20x/menit luka post oprasi
diharapkan pola napas
DS: SB :36,8°C. dibagian tangan
terjadi
- Pasien kanannya
perbaikan
mengatakan ada jaringan 2. Observasi 2. Mengetahui sejauh 2. Mengobservasi O:
luka post operasi kriteria 10.20
kulit sekitar mana perkembangan kulit sekitar luka - KU: Pasien
dibagian tangan hasil: luka dan penyembuhan tampak sakit
kanannya
identifikasi jaringan Hasil : kulit sekitar sedang
-TTV dalam
DO: pada tahap luka normal, tidak
batas - Kesadaran
- Tampak ada luka perkembangan terjadi kemerahan
normal compos
post op orif yang luka dan tidak kulit
tidak teraba panas mentis
dibalut dengan -tidak ada
elastis verban tanda-tanda - GCS: 15
dibagian tangan infeksi
10.25 3. Mengobservasi
kanan pasien. 3. Observasi 3. Mengidentifikasi - TTV ; TD :
-luka bersih, keadaan luka
keadaan luka tingkat keparahan luka 140/80
- Ukuran luka 11 tidak dan menentukan mmHg,
Hasil : Tampak
cm ditangan kanan lembab dan intervensi yang tepat luka jahitan dengan
tidak kotor N : 72x/menit,
- Luka tampak ukuran 11 cm, luka
RR:21x/menit,
mulai kering, tepi tampak mulai
kering, tepi luka

52
luka menyatu menyatu dengan SB : 36,5°C.
dengan luka, luka, pus(-), bau (-),
nekrosis (-) -keadaan luka
- Pus (-) baik, tidak ada
pus, tidak ada
- Bau (-) 4. Memberikan tanda-tanda
4. Berikan 4. Mencegah 10.30
perawatan luka infeksi
- Nekrosis (-) perawatan luka terjadinya infeksi
dengan teknik Hasil : dokter A : kerusakan
aseptik bedah integritass
membersihkan luka kulit
dengan teknik
aseptik P : Intervensi
dilanjutkan
1. Observasi
5. Memberikan tanda-tanda
5. Antibiotik berguna 12.00 vital
5. Kolaborasi antibiotik
dalam untuk mengurangi
mikroorganisme Hasil : pasien 2. Observasi
pemberian
pathogen pada diberikan antibiotik kulit sekitar
antibiotik
daerah yang beresiko Ceftriaxone 2gr luka dan
terjadi infeksi (IV), identifikasi
Methylprednisolone pada tahap
125 mg (IV) perkembangan
luka
3. Observasi
keadaan luka
4. Berikan
perawatan luka

53
dengan teknik
aseptik
5. Kolaborasi
dalam
pemberian
antibiotik

54
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI (NIC) RASIONAL HARI/ IMPLEMENTASI EVALUASI TTD
KEPERAWATAN KRITERIA
HASIL (NOC) TANGGAL

3. Gangguan Setelah dilakukan 1. Observasi tanda- 1. Untuk Selasa, 19- 1. Mengobservasi Selasa, 19-02-
mobilitas fisik b.d tindakan tanda vital mengetahui 02-19 tanda-tanda vital 19
luka post operasi keperawatan adanya
orif, selama 3x24 jam peningkatan 10.00 Hasil: Pkl : 14.00
aktivitas/gerakan diharapkan pasien tekanan TD:140/90mmHg WIB
terbatas yang mampu darah, N: 86x/menit,
ditandai dengan : mempertahankan/ perubahan R: 20x/menit,
meningkatkan suhu tubuh, SB :36,8°C.
S : pasien
DS: kemampuan adanya tanda mengatakan
-Pasien dalam hipovolemik masih sulit
mengatakan hanya bergerak/aktivitas. dan pola bergerak,
terbaring di napas
tempat tidur dan Kriteria hasil :
terbatas dalam
melakukan - pasien 2. Memberi O : pasien
menunjukan 2. Beri penjelasan 2. Pasien 10.20
aktifitas penjelasan tampak sulit
kemampuan tentang pentingnya mengerti tentang melakukan
DO : dalam bergerak/ melakukan aktivitas pentingnya pentingnya mobilisasi
-Pasien tampak beraktifitas aktivitas aktivitas -Kekuatan
kesulitan dalam sehingga otot
melakukan - TTV dalam dapat Hasil : pasien 2 5
aktifitas dalam batas kooperatif mengerti tentang
normal dalam penjelasan dari 5 5
- Kekuatan otot tindakan perawat
keperawatan -Aktivitas
2 5 pasien
tampak
5 5
dibantu

55
- Aktivitas pasien 3. Anjurkan keluarga 3. Keluarga 10.25 3. Menganjurkan A : Gangguan
tampak dibantu untuk mendampingi turut keluarga untuk mobilitas
klien berpartisipasi mendampingi fisik
- Terpasang infus untuk klien
dan kateter urine memenuhi P : Intervensi
kebutuhan Hasil : keluarga dilanjutkan
klien mengerti dan
mendampingi 1. Observasi
klien tanda-tanda
vital
2. Beri
4. Memenuhi 10.30 4. Membantu penjelasan
4. Bantu pasien dalam
kebutuhan pasien dalam tentang
memenuhi
pasien secara memenuhi pentingnya
kebutuhanya
perlahan kebutuhannya melakukan
aktivitas
Hasil : pasien
dibantu makan 3. Anjurkan
keluarga
untuk
12.00 mendampingi
5. Secara 5. Membantu
5. Bantu mobilisasi klien
perlahan mobilisasi pasien
pasien
meningkatkan 4. Bantu
mobilisasi Hasil : pasien di
pasien dalam
pasien bantu duduk,
memenuhi
berdiri dan ke
kebutuhanya
ruang tunggu.
5. Bantu
mobilisasi
pasien

56
3.5 Catatan Perkembangan
HARI / NDX JAM IMPLEMENTASI EVALUASI TTD
TANGGAL

Rabu, I 09.30 1. Mengobservasi Rabu, 20/02-19


20/02-19 karakteristik nyeri.
Pukul 14.00 WIB
Hasil :
P = Akibat terputusnya
kontinuitas jaringan S : Pasien mengatakan masih
terasa nyeri diabgian luka post
Q = Seperti disayat op dengan skala nyeri 3 (0-10)
R = Lengan tangan kanan
S = 3/10 O:
- KU: Pasien tampak sakit
T = Hilang timbul, nyeri sedang
bertambah saat bergerak
- Kesadaran compos mentis
- GCS: 15
09.35 2. Mengatur posisi yang
nyaman - TTV ; TD: 140/80mmHg,
Hasil : pasien diberikan N: 80x/menit,
posisi semi fowler
R: 20x/menit,
SB :36,5°C.
3. Mengajarkan teknik
09.40 -pasien tampak rileks
relaksasi dan distraksi
Hasil : pasien diajarkan - karakteristik nyeri:
teknik nafas dalam.
P = Akibat terputusnya
kontinuitas jaringan

4. Mengobservasi tanda- Q = Seperti disayat


09.45
tanda vital
R = Lengan tangan kanan
Hasil :
S = 3/10
TD: 140/80mmHg,
N: 80x/menit, T = Hilang timbul, nyeri
R: 20x/menit, bertambah saat bergerak
SB :36,5°C.

57
09.50 5. Menciptakan A : Nyeri Akut
lingkungan yang tenang
Hasil : pengunjung di
batasi P : Intervensi dihentikan pasien
rencana pulang.

12.00 6. Memberikan terapi obat


analgesik
Hasil : pasien diberikan
Tramadol 1 mg (2 amp
IV)

58
Rabu, II 09.30 1. Mengobservasi tanda- Rabu, 20/02-19
20/02- 19 tanda vital
Pukul: 14.00
Hasil ; TD: 140/90mmHg,
N: 86x/menit,
R: 20x/menit,
S : Pasien mengatakan ada luka
SB :36,8°C.
post oprasi dibagian tangan
kanannya
10.15 2. Mengobservasi kulit
O:
sekitar luka - KU: Pasien tampak sakit
Hasil : kulit sekitar luka sedang
normal, tidak terjadi
- Kesadaran compos mentis
kemerahan dan tidak kulit
tidak teraba panas - GCS: 15
- TTV ; TD: 140/80mmHg,
10.20 3. Mengobservasi keadaan N: 80x/menit,
luka
R: 20x/menit,
Hasil : Luka tampak mulai
kering, tepi luka menyatu SB :36,5°C.
dengan luka, pus (-), bau (-
), nekrosis (-) - Keadaan luka baik, tidak ada
pus, tidak ada tanda-tanda
infeksi

10.25 4. Memberikan perawatan


luka
A : Kerusakan integritass kulit
Hasil : dokter bedah
membersihkan luka
dengan teknik aseptik P : Intervensi dihentikan pasien
rencana pulang

5. Memberikan antibiotik
10.30
Hasil : pasien diberikan
antibiotik ceftriaxone 2 gr
(IV), Methylprednisolone
125 mg (IV)

59
Rabu, III 09.30 1. Mengobservasi tanda- Rabu, 20/02/19
20/02-19 tanda vital
Pukul: 14.00
Hasil : TD: 140/80mmHg,
N: 80x/menit,
R: 20x/menit,
S : pasien mengatakan massih
SB :36,5°C.
sulit bergerak

10.40 2. Memberi penjelasan


tentang pentingnya O : pasien tampak sulit
aktivitas melakukan mobilisasi
Hasil : pasien mengerti - Kekuatan otot
tentang penjelasan dari
perawat 3 5

10.45 3. Menganjurkan keluarga


untuk mendampingi klien 5 5

Hasil : keluarga mengerti


dan mendampingi klien Aktivitas pasien tampak dibantu

10.50 4. Membantu pasien dalam


memenuhi kebutuhannya A : Gannguan mobilitas fisik
Hasil : pasien dibantu
makan
P : Intervensi dihentikan pasien
rencana pulang
10.55 5. Membantu mobilisasi
pasien.
Hasil : pasien di bantu
duduk, berdiri dan ke
ruang tunggu.

60
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Perbandingan/Analisa antara Tinjauan Teori dengan Kasus

Kelompok

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya


disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001). Fraktur radius adalah
fraktur yang terjadi pada tulang radius akibat jatuh dan tangan menyangga
dengan siku ekstensi. (Brunner & Suddarth, Buku Ajar Medikal Bedah, 2002,
hal. 2372). Berdasarkan kasus yang kelompok kelola, klien fraktur pada os ulna
dan os radius.
Etiologi fraktur dibagi menjadi beberapa bagian yaitu karena trauma,
Fraktur Patologis, Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan, Spontan, Fraktur tibia
dan fibula yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki dalam posisi
fleksi atau gerakan memuntir yang keras, serta Fraktur tibia dan fibula secara
umum akibat dari pemutaran pergelangan kaki yang kuat dan sering dikait dengan
gangguan kesejajaran. (Apley, G.A. 1995 : 840). Berdasarkan kasus yang
kelompok kelola, disebabkan akibat klien terjatuh dan yang menyangga tubuh
klien adalah tangannya. Oleh karena itu dalam kasus kelompok ini memiliki
kesamaan dengan teori yang dipaparkan sebelumnya.

61
4.2 Perbandingan/Analisa antara Asuhan Keperawatan Teori
dengan Asuhan Keperawatan Kasus
Berdasarkan asuhan keperawatan teori tentang pengkajian pada bagian
identitas lebih menjelaskan tentang bagaimana terjadinya fraktur sedangkan
pengkajian kasus kelompok yang kami kelola menjelaskan tentang identitas
lengkap klien.
Berdasarkan asuhan keperawatan teori, terdapat enam diagnosa
keperawatan yaitu sebagai Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi;
Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti); Gangguan
mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi); Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi
(pen, kawat, sekrup); Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer
(kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang); Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang
terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang
akurat/lengkapnya informasi yang ada. Sedangkan dalam kasus kelolaan
kelompok hanya mengangkat tiga diagnosa keperawatan, yaitu Nyeri b.d.luka
post op orif; Kerusakan integritas kulit b.d.terputusnya kontuinitas jaringan (post
op orif); dan Gangguan mobilitas fisik b.d luka poast operasi orif.

62
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan
lunak disekitar tulang akan menetukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap ( Price, A dan L.Wilson, 2006). Dalam kasus dan asuhan keperawatan
yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan teori yang dipaparkan. Walaupun
demikian terdapat beberapa kesenjangan yang ada antara teori dan kasus dalam
asuhan keperawatan yaitu pada pengkajian, diagnosa serta intervensi.

5.2 Saran

Penulis menyadari bahwa makalah diatas masih terdapat berbagai kekurangan dan
adapun hal yang menjadi bahan masukkan yaitu diharapkan perawat dapat
meningkatkan peran sebagai edukator dimana perawat berperan aktif dalam
pemberian edukasi pada penderita pneumonia untuk meningkatkan pengetahuan
pasien mengenai penyakitnya. Sehingga memudahkan pasien atau keluarga pasien
dalam melakukan perawatan setelah keluar dari Rumah Sakit.

63
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Sylvia Price. 2001. Pathofisiologi Konsep Klinisk Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Volume 1.
Jakarta : EGC
Doengoes, Marylinn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius. FKUI.
Muttaqin, Arif. 2005. Ringkasan Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Sistem Muskuloskletal. Edisi 1.
Sylvia & Lorraine. 2015. Patofisiologi Edisi 6 Vol 2 Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta : EGC

64

Anda mungkin juga menyukai