CRS Tension Type Headachace
CRS Tension Type Headachace
Oleh :
Preseptor :
1.1 Definisi
Tension Headache atau Tension Type Headache (TTH) atau nyeri kepala
tipe tegang adalah bentuk sakit kepala yang paling sering dijumpai. Penyakit ini
sering dihubungkan dengan peningkatan stres. Nyeri kepala yang dialami
memiliki karakteristik terjadi bilateral, ada rasa menekan atau mengikat dengan
intensitas ringan sampai sedang. Nyeri tidak bertambah pada aktifitas fisik rutin,
tidak didapatkan mual tapi bisa ada fotofobia atau fonofobia.1
1.2 Epidemiologi
Sekitar 93% laki-laki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri kepala.
TTH adalah bentuk paling umum nyeri kepala primer yang mempengaruhi hingga
dua pertiga populasi. Sekitar 78% orang dewasa pernah mengalami TTH
setidaknya 1 kali seumur hidupnya. Pada populasi dewasa, prevalensi dari TTH
didunia adalah sekita 42%.2,3
TTH dapat mengenai semua usia, namun sebagian besar pasien adalah
dewasa muda yang berusia sekitar antara 20-40 tahun. Nyeri kepala ini lebih
sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 3:1.
Sekitar 40% penderita memiliki riwayat keluarga dengan TTH, 25% penderita
juga menderita migren.1,2
1.3 Etiopatogenesis
Patofisiologi TTH belum sepenuhnya dipahami. Saat ini dikatakan bahwa
ada mekanisme pusat dan perifer yang mendasari dari TTH, tapi etiologi yang
mendasari tidak begitu diketahui. Beberapa hal yang dinilai dapat menyebabkan
TTH adalah ketegangan otot dan psikogenik. Berdasarkan beberapa studi, TTH
memiliki dasar neurobiologik, terutama pada mekanisme nyeri perifer pada TTH
episodik dan gangguan mekanisme nyeri sentral pada TTH kronik.4,5
Mekanisme perifer yang terlibat pada TTH kronik adalah peningkatan
nyeri tekan perikranial dan hipersensitivitas terhadap nyeri tekan. Hal ini
dimungkinkan karena adanya reaksi inflamasi, penurunan aliran darah,
1
peningkatan aktivitas fisik, dan atrofi otot. Penyebab lain yang mungkin
menyebabkan nyeri tekan perikranial adalah adanya peningkatan aktivitas otot
pada poin trigger miofasial. Poin trigger miofasial adalah titik hiperiritabilitas
yang berhubungan pada otot skeletal. Titik ini memiliki nyeri tekan dan mudah
meregang sehingga memiliki ciri khas referred pain.6,7
Mekanisme yang terlibat pada miofasial perikranial berperan penting
dalam TTH episodik, dimana terjadi sensitisasi dari jalur nyeri di sistem saraf
pusat sehingga menyebabkan stimulus nosiseptif terus menerus dari jaringan
miofasial perikranial. Penelitian lain menemukan bahwa selain terjadinya
sensitisasi nosiseptor perifer, terjadi pula sensitisasi pada neuron nukleus
trigeminus. Perubahan ambang nyeri juga terjadi pada TTH kronik, tapi tidak
terjadi pada TTH episodik. Pasien dengan TTH kronik lebih sensitif terhadap
stimulus seperti tekanan, suhu, dan listrik. Penelitian lain juga menemukan terjadi
penurunan jalur inhibisi nosiseptif sentral pada pasien dengan TTH kronik.1,8
Pada TTH dapat juga ditemukan nyeri tekan perikranial yang dapat
diperiksa dengan palpasi manual. Nyeri tekan ini biasanya juga terasa di luar
serangan nyeri kepala, dan makin meningkat ketika nyeri kepala sedang
berlangsung. Nyeri tekan perikranial diperiksa dengan memberikan penekanan
ringan dan gerakan memutar dengan jari kedua dan ketiga pada otot frontal,
temporal, pterigoid, sternokleidomastoideus, splenius, dan trapezius. Nyeri tekan
dapat diberi nilai 0-3 dengan rentang tidak nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, dan
nyeri berat.5
Pernah dilakukan penelitian tentang Enzyme-linked immunosorbent assay
tests pada 96 peserta dengan TTH dengan hasil penelitian menunjukkan adanya
peningkatan interleukin (IL)-8 dan monocyte chemoattractant protein-1. Sitokin
lain, IL-1β dan IL-18, juga telah ditemukan pada TTH tipe kronis.9
1.4 Klasifikasi
Tension Type Headache diklasifikasikan dalam International Headache
Society classification (ICHD II) sebagai berikut:1
1. Episodic Tension Type Headache
Episodic Tension Type Headache terbagi menjadi dua kelompok, yaitu
infrequent dan frequent.
2
2. Chronic Tension Type Headache
Ketiga klasifikasi TTH di atas menunjukkan gejala yang sama tapi berbeda
pada frekuensi serangannya
3
• Sifat nyeri kepala dirasakan seperti berat di kepala, pegal, rasa kencang ada
daerah bitemporal dan bioksipital, atau seperti diikat di sekeliling kepala.
Nyeri kepalanya tidak berdenyut.
• Pada nyeri kepala ini tidak disertai mual ataupun muntah.
• Pada TTH yang kronis biasanya merupakan manifestasi konflik psikologis
yang mendasarinya seperti kecemasan dan depresi.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mencari penyakit
penyebab dan menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan fisik lengkap dan
pemeriksaan neurologi harus dilakukan. Pemeriksaan nyeri tekan perikranial
(pericranial tenderness) yaitu nyeri tekan pada otot perikranial (otot frontal,
temporal, masseter, pteryangoid, sternokleidomastoid, splenius dan trapezius)
pada waktu palpasi manual merupakan tanda yang paling signifikan pada pasien
TTH.1
1.6 Diagnosis
Kriteria diagnosis TTH Episodik Infrekuen:1
A. Paling tidak terdapat 10 episode serangan dengan rata rata<1 hari/ bulan
atau <12 hari/ tahun, dan memenuhi kriteria B-D.
B. Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari.
C. Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas:
1. Lokasi bilateral.
2. Menekan/mengikat (tidak berdenyut).
3. Intensitasnya ringan atau sedang.
4. Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik
tangga.
D. Tidak didapatkan:
1. Mual atau muntah (bisa anoreksia).
2. Lebih dari satu keluhan: foto fobia atau fonofobia.
E. Tidak ada yang lebih sesuai dengan diagnosis lain dari ICHD-3.
4
180 hari/ tahun). Sedangkan untuk TTH kronik ditegakkan apabila nyeri kepala
timbul > 15 hari per bulan, berlangsung > 3 bulan (≥180 hari/tahun).1
1.8 Penatalaksanaan
1. Non Farmakologis
a. Penggunaan headache diary
Penggunaan headache diary dapat berfungsi baik sebagai
terapeutik maupun diagnostik. Tujuan utamanya adalah untuk
mengevaluasi efikasi dan tolerabilitas dari tatalaksana yang diberikan,
juga untuk mengevaluasi durasi dan lama hari nyeri kepala. Pasien
diminta untuk mencatat apakah tiap hari adakah serangan nyeri kepala
atau tidak, durasi nyeri kepala yang terasa, kualitas dan tingkat nyeri
kepala yang dirasakan, kemungkinan faktor pencetus, gejala-gejala
lain yang menyertai dan efek dari pemberian obat.10
b. Menghindari faktor pencetus
Terapi nonfarmakologi harus diberikan pada seluruh pasien dengan
TTH. Pasien harus diberitahu faktor pencetus yang dapat
menyebabkan nyeri kepala, seperti stress, baik fisik atau mental,
makan yang tidak teratur, intake kopi yang tinggi atau withdrawal
kafein, dehidrasi, gangguan tidur, kurang berolahraga, masalah
5
psikologis, siklus menstruasi, dan gangguan hormon. Perlu juga
diberitahu mengenai perjalanan penyakit pasien yang dapat
berlangsung lama sehingga pasien memahami tentang penyakitnya
sendiri.11
Pilihan yang dapat diberikan pada pasien adalah latihan relaksasi,
EMG biofeedback, dan cognitive-behavioral therapy. Dalam latihan
relaksasi, pasien diajarkan untuk menurunkan tegangan otot. EMG
biofeedback dapat juga dilakukan untuk memeriksa dan menterapi
pasien untuk mengajarkan menurunkan tegangan otot. Pada cognitive-
behavioral therapy, pasien diajak untuk menemukan sendiri hal-hal
yang dapat memicu stress dan mencetuskan nyeri kapalanya sendiri.1
c. Terapi fisik
Terapi fisik yang dapat dilakukan untuk TTH adalah memperbaiki
postur tubuh, massage atau pijat, manipulasi spinal, terapi
oromandibular, program olahraga, kompres hangat dan dingin,
stimulasi ultrasound dan elektrik.11
2. Farmakologis
Pada serangan akut tidak boleh lebih dari 2 hari/minggu, yaitu
dengan analgetik sederhana dan NSAID:1
1. Aspirin 1000 mg/hari,
2. Asetaminofen 1000 mg/hari,
3. NSAIDs (Naproxen 660-750 mg/hari, Ketoprofen 25-50 mg/hari,
asam mefenamat, ibuprofen 800 mg/hari, diklofenak 50-100
mg/hari).
4. Kafein (analgetik ajuvan) 65 mg.
5. Kombinasi: 325 aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein.
6
Tabel 2. Terapi Akut untuk Tension Type Headache 8
1.9 Pencegahan
Langkah pencegahan serangan TTH yang utama adalah mencegah
terjadinya faktor pencetus yang dapat memiju terjadinya nyeri kepala. Pencegahan
juga dapat dilakukan dengan pemberian agen farmakologi. Obat dengan efikasi
terbaik untuk mencegah serangan TTH adalah amitriptilin. Amitriptilin dapat
dimulai dari dosis rendah (10 mg – 25 mg per hari) dan dinaikkan secara bertahap
sesuai kebutuhan. Terapi nonfarmakologi lain seperti terapi relaksasi dan
biofeedback ditemukan berguna untuk menurunlan rekurensi dari TTH.1
1.10 Prognosis
Prognosis penyakit TTH pada populasi bervariasi dimana 45% dewasa
dengan frequent dan chronic TTH mengalami remisi ketika di follow up 3 tahun
kemudian walaupun 39% diantaranya masih mengalami frequent TTH. Prognosis
7
yang buruk dihubungkan dengan adanya CTTH yang disertai dengan migrain,
tidak menikah dan memiliki masalah tidur.9
8
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Seorang pasien perempuan berumur 40 tahun datang ke poliklinik
neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang tanggal 13 Februari 2019 dengan:
Keluhan Utama
Nyeri kepala
Riwayat Penyakit Sekarang:
Nyeri kepala sejak 4 bulan yang lalu. Pasien merasa nyeri pada seluruh
kepala, dimulai pada bagian leher dan belakang kepala lalu menjalar ke
kepala bagian depan. Selama 4 bulan ini nyeri kepala sudah dirasakan
sebanyak lebih dari 10 kali. Tiap serangan nyeri kepala dirasakan selama
lebih kurang 12-24 jam. Nyeri terasa seperti terikat. Nyeri dirasakan
terutama ketika pasien banyak fikiran. Nyeri cukup mengganggu namun
pasien masih bisa melakukan aktifitas sehari-hari. Nyeri kadang berkurang
dengan istirahat. Rasa berdenyut dikepala tidak ada.
Mual dan muntah saat onset tidak ada.
Rasa pusing seperti berputar dan sempoyongan disangkal.
Kejang tidak ada
Lemah anggota gerak tidak ada, bicara pelo tidak ada
9
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, dan stroke
sebelumnya tidak ada.
Riwayat trauma kepala tidak ada
Riwayat tumor atau keganasan tidak ada
Tidak ada riwayat infeksi gigi, telinga, dan sinus paranasal
10
Hidung : Tidak ada kelainan
Mulut : Tidak ada kelainan
Leher : Tidak ada pembesaran KGB, JVP 5-2 cmH2O
Torak
Paru
Inspeksi : Simetris kiri = kanan
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : SN vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, bising tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen : Inspeksi : Distensi tidak ada
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Corpus vertebralis : Tidak ada kelainan
Genitalia : Tidak diperiksa
Status Neurologikus
A. Tanda rangsangan selaput otak :
kaku kuduk : (-) kernig : (-)
laseque : (-) brudzunski I : (-)
brudinski II : (-)
B. Tanda peningkatan TIK
muntah projektil : (-)
sakit kepala progresif : (-)
C. Pemeriksaan Nervus Kranialis
- N. I (Olfaktorius)
11
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif baik Baik
Objektif (dengan bahan) tidak dilakukan tidak dilakukan
- N. II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan baik baik
Lapangan pandang baik baik
Melihat warna baik Baik
Funduskopi tidak dilakukan tidak dilakukan
- N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata bulat bulat
Ptosis - -
Gerakan bulbus bebas ke segala arah
Strabismus - -
Nistagmus - -
Ekso / Endoftalmus - -
Pupil
- Bentuk bulat bulat
- Refleks Cahaya + +
- Refleks Akomodasi + +
- Refleks Konvergensi + +
- N. IV (Troklearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah baik baik
Sikap bulbus ortho ortho
Diplopia - -
- N. V (Trigeminus)
12
Kanan Kiri
Motorik
- Membuka mulut + +
- Menggerakkan rahang + +
- Menggigit + +
- Mengunyah + +
Sensorik
- Divisi Oftalmika
o Refleks Kornea + +
o Sensibilitas baik baik
- Divisi Maksila
o Refleks Masseter + +
o Sensibilitas baik baik
- Divisi Mandibula
o Sensibilitas baik baik
- N. VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral baik baik
Sikap bulbus ortho ortho
Diplopia - -
- N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah simetris simetris
Sekresi air mata + +
Fissura palpebra baik baik
Menggerakkan dahi baik baik
Menutup mata baik baik
Mencibir / bersiul baik baik
Memperlihatkan gigi baik baik
13
Sensasi lidah 2/3 baik baik
Hiperakusis - -
- N. VIII (Vestibulokoklearis)
Kanan Kiri
Suara berbisik + +
Detik arloji + +
Rinne test + +
Weber test tidak ada lateralisasi
Scwabach test
- Memendek sama dengan sama dengan
- Memanjang pemeriksa pemeriksa
Nistagmus
- Pendular - -
- Vertikal - -
- Siklikal - -
Pengaruh posisi kepala - -
- N. IX (Glossofaringeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang baik baik
Refleks muntah / Gag reflex + +
- N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring simetris simetris
Uvula di tengah
Menelan baik baik
Artikulasi baik baik
Suara baik baik
14
Nadi sinus reguler sinus reguler
- N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan baik
Menoleh ke kiri baik
Mengangkat bahu kanan baik
Mengangkat bahu kiri baik
- N. XII (Hipoglossus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam simetris simetris
Kedudukan lidah dijulurkan simetris simetris
Tremor - -
Fasikulasi - -
Atrofi - -
E. Pemeriksaan Koordinasi
- Cara berjalan : baik
- Romberg test :-
- Ataksia :-
- Rebound phenomenon :-
- Test tumit lutut :+
- Disartria :-
- Supinasi-pronasi :+
15
- Tes jari hidung :+
- Tes hidung jari :+
F. Pemeriksaan Fungsi Motorik
- Badan
o Respirasi : spontan
o Duduk : dapat dilakukan
- Berdiri dan berjalan
o Gerakan spontan : baik
o Tremor :-
o Atetosis :-
o Mioklonik :-
o Khorea :-
- Ekstremitas
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Aktif aktif aktif aktif
Kekuatan 555 555 555 555
Trofi Eutrofi eutrofi eutrofi Eutrofi
Tonus Eutonus eutonus eutonus Eutonus
G. Pemeriksaan Sensibilitas
Kanan Kiri
Sensibilitas taktil + +
Sensibilitas nyeri + +
Sensibilitas termis tidak dilakukan tidak dilakukan
Sensibilitas kortikal
- Stereognosis tidak dilakukan tidak dilakukan
- Pengenalan 2 titik tidak dilakukan tidak dilakukan
- Pengenalan rabaan tidak dilakukan tidak dilakukan
16
H. Sistem Refleks
FISIOLOGIS Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea + + Biseps ++ ++
Berbangkis Triseps ++ ++
Laring APR ++ ++
Masseter KPR ++ ++
Dinding perut Bulbokavernosus
- Atas Cremaster
- Tengah Sfingter
- Bawah
PATOLOGIS
Lengan Tungkai
Hoffman-Tromner - - Babinski - -
Chaddoks - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Klonus paha - -
Klonus kaki - -
I. Fungsi Otonom
- Miksi : baik
- Defekasi : baik
- Sekresi keringat : baik
J. Fungsi Luhur
Kesadaran Tanda Dementia
Reaksi bicara Baik Refleks glabella -
Fungsi intelek Baik Refkleks snout -
Reaksi emosi Baik Refleks mengisap -
Refleks memegang -
Refleks palmomental -
17
2.4 Diagnosis
Diagnosa Klinik : Tension type headache
Diagnosa Topik : Ekstrakranial
Diagnosa Etiologi : Idiopatik
Diagnosa Sekunder : -
2.6 Penatalaksanaan
1.Umum
Istirahat
Psikoterapi
2. Khusus
Ibuprofen 3 x 400 mg
Ranitidin 2 x 150 mg
Amitriptilin 1 x 12.5 mg
2.7 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanam : bonam
Quo ad functionam : bonam
18
BAB III
DISKUSI
19
riwayat penggunaan alkohol pada pasien. Sehingga, edukasi mengenai perubahan
pola hidup dan pencegahan faktor risiko tersebut perlu ditambahkan dalam terapi
non farmakologi yang akan disampaikan pada pasien.
Terapi farmakologi yang didapatkan pada pasien ini adalah analgesik
ringan, seperti ibuprofen 3 x 400 mg sebagai tatalaksana pada episode akut dan
dapat dihentikan jika serangan sudah mereda. Pemberian amitriptilin 1 x 12,5 mg
juga dapat diberikan pada pasien karena terbukti efektif dalam mengurangi nyeri
dan dapat diteruskan sebagai terapi profilaksis pada pasien ini.
Prognosis pasien ditegakkan sebagai prognosis baik berdasarkan berbagai
faktor. Pasien memiliki keadaan umum yang baik, fungsi sehari-hari pasien juga
tidak terganggu akibat nyeri kepala ini. Pasien tidak memiliki kondisi komorbid
dan respon terapi yang diberikan cukup baik pada pasien.
20
DAFTAR PUSTAKA
21