Anda di halaman 1dari 38

Case Report Session

PARKINSON

Oleh:

Dessi Hardiyanti 1740312009

Preseptor:
dr. Restu Susanti, Sp.S, M.Biomed

BAGIAN ILMU NEUROLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M DJAMIL PADANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit parkinson merupakan gangguan gerak neurodegeneratif kronis


progresif dengan karakteristik parkinsonisme diiringi kondisi patologis pada
jaringan otak berupa degenerasi neuron serta ditemukannya badan Lewy pada
substansia nigra pars kompakta (SNpc).1,2,3 Sedangkan parkinsonisme merupakan
istilah yang digunakan untuk menggambarkan kumpulan gejala yang terdiri dari
2,6
tremor, rigiditas, bradikinesia dan instabilitas postural. Parkinson merupakan
penyakit neurodegeneratif kedua tebanyak setelah alzeimer dan merupakan
gangguan gerakan kedua terbanyak setelah tremor inisial.4,5,6,7 Gejala pada
parkinson dapat berupa gejala klasik motorik dan gejala non motorik berupa
defisit kognitif, tingkah-laku, gangguan psikiatri, kekacauan otonom dan
gangguan tidur.6,8,11
Gejala parkinson pertamakali dideskripsikan pada 1817 oleh James
Parkinson dalam seminar karya tulisnya berjudul “an essay on the shaking palsy”,
karya tulis ini berisi pengetahuan dasar yang dibutuhkan tenaga medis dalam
memahami parkinson.5,6,9 Seiring perkembangan dunia kedokteran Fahn
mengusulkan klasifikasi terbaru parkinsonisme yang digunakan hingga saat ini,
yakni parkinson primer; parkinsonisme sekunder (parkinsonisme akibat toksin,
obat tumor, trauma, infeksi, vaskular dan metabolik; sindrom parkinsonism-plus
(progressive supranuclear palsy, multiple system atrophy, corticobasal
degeneration); dan gangguan heredodegeneratif (seperti benign parkinsonism).2
Gejala parkinson muncul ketika tubuh sudah kehilangan 60-80% neuron penghasil
dopamin.2,3,9

2
1.2 Batasan Masalah
Ilustrasi kasus ini membahas tentang definisi, klasifikasi dan faktor
pencetus, epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, pemeriksaan
penunjang, serta tatalaksana dari parkinson.

1.3 Tujuan Penulisan


Ilustrasi kasus ini bertujuan untuk memahami definisi, klasifikasi dan
faktor pencetus, epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, pemeriksaan
penunjang, serta tatalaksana penyakit parkinson.

1.4 Metode Penulisan


Metode yang dipakai berupa tinjauan pustaka, ilustrasi kasus, diskusi, dan
kesimpulan yang merujuk ke berbagai literatur.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi
Penyakit parkinson merupakan kondisi neurodegeneratif yang umum
ditemukan.1,4,5,6 Peningkatan angka harapan hidup masyarakat dunia
mengakibatkan penyakit parkinson menjadi salah satu tantangan berat yang
dihadapi dunia kesehatan.2,4,10 Disisi lain penyakit parkinson mengakibatkan beban
biaya langsung maupun tidak langsung yang sangat besar bagi pasien.4
Parkinson umumnya mengenai 1-2% penduduk dunia, dimana
diestimasikan insiden parkinson sebesar 20/100.000 dan prevalensi sebesar
150/100.000 penduduk dunia, sedangkan pada kelompok usia diatas 65 tahun
prevalensi meningkat menjadi 446 kasus/100.000 populasi.6,11 Pria memiliki
kecendrungan lebih besar 1,5 hingga 2 kali lipat lebih tinggi untuk mengalami
parkinson dibandingkan wanita.4,6,10 Penyakit parkinson jarang ditemukan pada
usia dibawah lima puluh tahun, namun meningkat lima hingga sepuluh kali lipat
pada usia dekade 6 hingga dekade 9.10 Sebagian besar kasus parkinson bersifat
sporadis meskipun beberapa gen telah teridentifikasi memiliki implikasi dalam
bentuk parkinson familial seperti mutasi alfa-synuclein, parkin, DJ-1, PINK1
(PTEN–induced kinase), UCH-L1 (ubiquitin carboxy-terminal esterase L1), dan
LRRK2 (leucine rich repeat kinase 2). 1

Tabel 2.1 Epidemiologi penyakit parkinson12

4
2.2 Anatomi ganglia basalis

Ganglia basalis merupakan sekelompok nukleus subkortikal yang terdiri


dari neostriatum (nukleus kaudatus dan putamen), striatum ventral, globus palidus
segmen interna dan globus palidus segmen eksterna (GPi dan Gpe), nukleus
subtalamikus (subthalamic nucleus/ STN) dan substansia nigra pars kompakta dan
retikulata (SNpr dan SNpc). Ganglia basalis merupakan bagian dari sirkuit
kortikal-subkortikal yang lebih besar dan berkaitan dengan ganglia basal dan
talamus.2

Gambar 2.1 Anatomi Ganglia Basalis

Striatum dan STN merupakan titik masuk utama bagi input yang menuju
ganglia basal. striatum menerima input dari korteks dan talamus, sedangkan STN
menerima input dari korteks dan batang otak. Informasi diteruskan melalui
berbagai jaras dan masuk ke nukleus keluaran utama yaitu Gpi dan SNr. keluaran
ganglia basal dari Gpi dan SNr akan diteruskan menuju talamus serta batang otak
(kolikulus superior, nukleus pedikulopontin (pediculopontine nucleus/ PPN) dan
parvocellular reticular formation). 2

5
2.3 Faktor risiko
Beberapa faktor risiko lingkungan telah diidentifikasi melalui beberapa
penelitian epidemiologi. Usia merupakan faktor risiko utama penyakit parkinson
dimana rata-rata onset penyakit pada usia 50-60 tahun. Dua faktor risiko utama
2,4
lainnya berupa riwayat keluarga (genetic link) dan riwayat paparan pestisida.
Hidup di daerah rural juga menjadi salah satu faktor risiko yang secara
epidemiologis bermakna pada penyakit parkinson.2,7 Tidak ditemukan hubungan
yang bermakna antara merokok terhadap penyakit parkinson, sedangkan konsumsi
asam lemak dan antioksidan hingga saat ini masih dalam penelitian. 6 Semakin
muda onset gejala parkinson semakin besar pula kemungkinan faktor genetik
memiliki peran yang besar dalam kasus terjadinya penyakit parkinson tersebut.
Mutasi alfa-synuclein, parkin, DJ-1, PINK1 (PTEN–induced kinase), UCH-L1
(ubiquitin carboxy-terminal esterase L1), dan LRRK2 (leucine rich repeat kinase
2) merupakan beberapa contoh determinan pada kasus parkinson familial. 1,2,10,11

2.4 Patofisiologi
Ganglia basalis merupakan bagian dari beberapa kesatuan paralel, namun
secara anatomis terhubung dalam sirkuit talamo-kortiko-basal ganglia, yang
memiliki fungsi merencanakan, menginisiasi dan mengeksekusi pergerakan
motorik.6,9,10 Sirkuit ini secara anatomis memiliki fungsi menyerupai saringan
terhadap impuls motorik.10 Berdasarkan sirkuit motorik ganglia basal yang
diajukan dan dikembangkan oleh Alexander dkk, hubungan antara striatum
sebagai titik masuk utama dan GPi/SNr sebagai titik keluaran utama dari ganglia
basal tersusun menjadi jaras langsung (direct) berupa jaras monosinaptik GABA-
ergik inhibitorik dan jaras tidak langsung (indirect) yang mencakup GPe dan STN.
2

Striatum memiliki peran utama dalam memproses informasi sensorimotor


dan meneruskannya ke GPi. Selanjutnya stimulus akan dilanjutkan melalui
proyeksi GABA-ergik yang bersifat inhibitorik menuju segmen motorik talamus
anterior ventral, yang akan meneruskan stimulus melalui jaras glutamaergik
menuju korteks dan berperan dalam proses perencanaan dan inisiasi gerakan
motorik.2 sirkuit ini dikendalikan dan dimodulasi oleh proyeksi dopamin
nigrostriatal. 2,3 Dopamin disintesis oleh neuron terminal dari prekursor tirosin
melalui beberapa aktivasi oleh enzim tirosin hidrolase. Pengaruh dopamin akan
dihentikan oleh aksi beberapa enzim seperti catechol-o-methyltransferase
(COMT) dan monoamine oxydase (MAO) atau melalui pengambilan ulang
dopamin kedalan neuron terminal.3

6
Gambar 2.2 Direct dan indirect pathway

Patofisiologi utama yang menyebabkan gejala motorik kardinal pada


penyakit parkinson, khususnya bradikinesia dan rigiditas dikaitkan dengan
disfungsi sirkuit motorik yang menghubungkan korteks prefrontal, ganglia basal
dan talamus akibat hilangnya neuron penghasil dopamin pada substansia nigra
pars kompakta (SNpc). 2,3,4,6

Neurodegenerasi SNpc pada penyakit parkinson, mengakibatkan


penurunan input dopaminergik pada jaras nigrostriatal dan menyebabkan
penurunan eksitatorik dopaminergik pada reseptor D1 dan input dopaminergik
inhibitorik pada reseptor D2.2,3 Defisiensi dopamin dan kelainan patologi pada
reseptor dopamin di striatum mengakibatkan perubahan pada kedua jaras keluaran
striatopalidal utama yang menuju GPi secara monosinaptik melalui jaras langsung
atau melawati proyeksi ke GPe melalui jaras tidak langsung. 2,3
Pelepasan neurotransmitter dopamin pada striatum bertujuan untuk
meningkatkan aktivitas jaras langsung dan mengurangi aktivitas jaras tidak
langsung, deplesi pada neurotransmitter dopamin akan memberikan efek yang
berlawanan.3,6,10 Hasil akhir dari disfungsi input dopaminergik dari kedua neuron
striatum tersebut adalah peningkatan aktifitas GPi melalui jalur langsung dan
tidak langsung, sehingga memberikan efek inhibisi ke talamus dan korteks
sehingga terjadi disfungsi inisiasi, kecepatan dan amplitudo gerak. 2 Peningkatan
inhibisi terhadap talamus akibat deplesi neurotransmitter dopamin ini merupakan
masalah utama pada penyakit parkinson.3 Namun perubahan pada jaras yang
melibatkan ganglia basalis ini tidak dapat menjelaskan sepenuhnya patofisiologi

7
hiperkinetik ataupun hipokinetik pada gangguan pergerakan, sehingga sangat
memungkinkan bahwa gangguan pergerakan melibatkan perubahan yang lebih
kompleks dalam pengolahan informasi didalam otak.10

Gambar 2.3 Perubahan direct dan indirect pathway


akibat defisit dopamin pada SNpc

2.5 Manifestasi klinis

Gambaran klinis pada penyakit parkinson meliputi empat area utama;


gejala motorik, perubahan kognitif, perubahan tingkah-laku/neuropsikiatrik, dan
gejala terkait kegagalan sistem otonom.4,6,11 Disfungsi neon motorik pada penyakit
parkinson dimulai jauh sebelum keluhan motorik menjadi jelas.10

8
Gambar 2.4 Gabungan gejala klinis terhadap
progresifitas penyakit parkinson10

2.5.1 Gejala motorik


Empat tampilan khas gangguan motorik pada penyakit parkinson adalah
tremor, rigiditas, bradikinesia dan instabillitas postural.1,2,4,9,11 Penelitian dalam
bidang patologi dan neuroimaging menunjukkan gejala motorik muncul setelah
50-80% neuron dalam SNpc telah berdegenerasi.2,3,4

2.5.1.1 Resting tremor


Tremor bersifat halus (3-6 Hz) dan sering ditemukan pada anggota gerak
saat istirahat (resting tremor)1,6. Resting tremor akan hilang ketika pasien bergerak
atau tidur.9 Tremor ini lebih sering mengenai lengan bagian distal dibandingkan
pada tungkai, seringkali dideskripsikan sebagai “pill rolling” dan umumnya
1,4,6
diawali pada satu sisi kemudian berkembang menjadi bilateral seiring waktu.
Tremor juga dapat terjadi di bibir, dagu dan lidah, berbeda dengan tremor inisial
1,6,9
yang jarang melibatkan leher, kepala atau suara. Resting tremor terjadi pada
4,6
70% pasien penyakit parkinson. Kebanyakan pasien parkinson menganggap
tremor merupakan salah satu gejala yang sangat mengganggu, khususnya akibat
tekanan psikis ketika pasien berada dalam lingkup sosial.6 Berikut beberapa faktor
yang dapat membedakan resting tremor pada parkinson dengan tremor inisial.9

Tabel 2.2 Perbedaan Resting tremor pada parkinson dengan tremor esensial9
9
2.5.1.2 Rigiditas
Prinsip dari pergerakan tubuh adalah koordinasi antara dua otot tubuh yang
bekerja berlawanan, dimana pada pasien parkinson rigiditas terjadi akibat
berkurangnya kadar dopamin sehingga mengganggu keseimbangan dan koordinasi
dari otot oposisi ketika otot yang lainnya akan berkontraksi.6

Rigiditas lebih umum terjadi pada ekstremitas bagian distal dibandingkan


otot-otot aksial tubuh, kondisi ini sering digambarkan sebagai “lead pipe” atau
1,4,6,9
cogwheel”. Rigiditas ditemukan hampir pada seluruh pasien parkinson,
diawali pada satu sisi kemudian diikuti sisi kontralateral.4,6.

2.5.1.3 Bradikinesia
Pergerakan yang melambat (bradikinesia) dan keinginan yang melambat
(bradiphrenia) merupakan temuan yang sering ditemukan pada penyakit parkinson
dan merupakan kaarakteristik utama.1,9 Gejala bradikinesia terjadi akibat
berkurangnya kadar dopamin di dalam otak sehingga persinyalan dari jaringan
otak ke otot menjadi berkurang.6,9 Manifestasi awal seringkali berupa
melambatnya gerakan dalam beraktifitas dan melambatnya waktu reaksi, hal ini
merupakan penanda gangguan pada ganglia basalis.9

Bradikinesia dapat dinilai melalui beberapa gejala seperti menurunnya


ketangkasan jari tangan, langkah yang melambat dan kesulitan berdiri dari kursi. 4
Bradikinesia mengakibatkan perubahan pada cara berjalan pasien parkinson atau
dikenal sebagai parkinson’s gait, dimana pasien berjalan dengan langkah kecil,
dan pasien akan mengalami kesulitan dalam memulai, menghentikan atau berganti

10
arah ketika sedang berjalan disertai berkurang atau menghilangnya ayunan tangan
ketika bergerak.6,9 Air liur yang menetes juga dapat menjadi salah satu tampilan
bradikinesia pada pasien parkinson akibat terganggunya proses menelan. Penilaian
bradikinesia pada pasien dapat dilakukan dengan meminta pasien melakukan
gerakan yang cepat, berulang dan bergantian pada tangan seperti melakukan tes
pronasi-supinasi.9

Gambar 2.5 Parkinson’s gait

2.5.1.4 Instabilitas postural


Instabilitas postural terjadi akibat gangguan pada refleks postural,
sehingga pasien akan kesulitan mempertahankan keseimbangan tubuhnya.
1,4,6,9
Kondisi ini meningkatkan risiko jatuh pada pasien parkinson. Instabilitas
postural umumnya terjadi pada tahap lanjut penyakit parkinson dan telah
didahului oleh manifestasi klinis lainnya.9
Penilaian stabilitas postural dapat dinilai melalui tes tarik (pull test)
dimana pasien dengan cepat ditarik kebelakang atau kedepan pada bagian bahu,
tes ini digunakan untuk menilai derajat retropulsi dan propulsi. Pasien yang
mundur lebih dari dua langkah ketika ditarik kebelakang atau tidak adanya respon
postural pada pasien ketika ditari, menunjukkan adanya abnormalitas pada
stabilitas postural pasien tersebut.9

2.5.1.5 Deformitas postural


Rigiditas pada leher dan tubuh pasien parkinson dapat mengakibatkan
terbentuknya postur aksial yang abnormal. Deformitas postural seperti fleksi
leher, siku dan lutut seringkali berasosiasi dengan bradikinesia. Deformitas
striatal limb (21%) juga dapat ditemukan pada beberapa pasien parkinson, seperti
tangan striatal berupa deviasi ulna pada tangan, fleksi pada sendi MCP dan
ekstensi pada PIP dan DIP serta kaki striatal berupa fleksi atau ekstensi dari ibu

11
jari kaki. Abnormalitas skeletal lainnya dapat berupa extreme neck flexion, truncal
flexion (camptocormia) dan skoliosis.

Gambar 2.6 Tangan striatal (A), kaki striatal (B), Lewy body pada pemeriksaan
patologi anatomi (C)

Gambar 2.7 Camptocormia pada pasien parkinson dengan fleksi pada badan (A)
dapat dikoreksi oleh pasien dengan postur ekstensi (B), atau dengan berbaring
posisi supine (C)

2.5.1.6 Gejala motorik lainnya


Selain gejala motorik klasik juga dapat ditemukan gejala motorik lainnya
pada pasien parkinson berupa masked face (hipomimia), penurunan jumlah

12
kedipan mata, distonia, stooped posture, freezing, gangguan berbicara seperti
hipoponia atau palilalia.4,9

2.5.2 Gejala non motorik


Gejala non motorik mencakup perubahan kognitif, perubahan tingkah-laku/
psikiatri, gejala kegagalan sistem otonom, sensori, gangguan tidur, dan beberapa
gejala lainnya. Gejala non motorik merupakan masalah yang mempengaruhi
kualitas hidup pasien parkinson. Terapi dopamin umumnya tidak berefek terhadap
gejala non motorik, disisi lain gejala non motorik malah dapat dipicu oleh terapi
dopamin, seperti psikosis dan hipotensi ortostatik yang berhubungan dengan efek
samping penggunaan L-Dopa.4
Demensia merupakan salah satu komorbid tersering yang ditemukan pada
pasien parkinson, dimana 25 hingga 48% pasien parkinson mengalami demensia.
1,4,9
Gangguan tidur terjadi pada 98% pasien parkinson, kekacauan otonom seperti
konstipasi, hipotensi ortostatik, disfungsi seksual, inkontinensia alvi, gangguan
kemih, depresi, gangguan kulit, disfungsi olfaktori (hiposmia) dan sialorea dapat
terjadi pada pasien parkinson.4,6,10 Berikut tabel gejala motorik dan gejala non
motorik pada penyakit parkinson9:
Tabel 2.3 Gejala klinis pada pasien penyakit parkinson9

2.6 Diagnosis
2.6.1 Kriteria diagnostik pasien dengan penyakit parkinson
Penyakit parkinson didiagnosa berdasarkan kriteria klinis; belum terdapat
tes definitif untuk mendiagnosa penyakit parkinson, kecuali konfirmasi
histopatologi adanya badan Lewy pada pemeriksaan post-mortem.2,6,9 Movement
Disorder Society’s (MDS), UK Parkinson’s Disease Society Brain Bank’s dan
National Institute of Neurological Disorder and Stroke (NNINDS) telah
menerbitkan kiriteria diagnostik penyakit parkinson.9,10

13
Gambar 2.8.Kriteria diagnosis penyakit parkinson
Movement Disorder Society 10
resting tremor, cogwheel phenomenon, face mask, mikrographia, mikrophonia,
parkinson’s gait, pull test yang positif.

Gambar 2.9 Kriteria diagnosis penyakit parkinson


UK Parkinson’s Disease Society Brain Bank’s 9

14
Gambar 2.10 Kriteria diagnosis penyakit parkinson
Institute of Neurological Disorder and Stroke 9

2.6.2 Uji diagnostik


2.6.2.1 Pencitraan
Visualisasi deplesi dopamin pada striatum pada pasien dengan penyakit
parkinson menggunakan F-Labelled-L-Dopa dan PET menunjukkan relevansi
yang sejalan dengan penyakit parkinson. MRI struktural dapat membantu
mengidentifikasi parkinsonisme simtomatik dan beberapa teknik khusus pada
MRI dapat memvisualisasikan perubahan spesifik struktur ganglia basalis dan
infratentorial pada parkinsonisme atipikal.10

2.6.2.2 Genetik
Daftar mutasi yang dapat mengakibatkan penyakit parkinson terus
bertambah, dimana beberapa gen berkaitan dengan fenotip parkinsonisme dan
telah ditandai sebagai lokus PARK. Beberapa gen lainnya, termasuk GBA, GCH1,
ADH1C, TBP, ATXN2, MAPT dan GLUD2 telah diidentifikasi dan berkontribusi
meningkatkan risiko penyakit parkinson. Namun implikasi klinik pemeriksaan
genetik sangat terbatas dan tidak begitu dibutuhkan karena temuan genetik tidak
merubah pilihan terapi pada pasien dengan penyakit parkinson.10

15
2.6.2.3 Cairan serebrospinal dan darah
Sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan cairan serebrospinal dan
biomarker darah tampaknya bersifat suboptimal dan belum bermanfaat secara
klinis dalam mendiagnosa penyakit parkinson.10

2.6.2.4 Penyakit parkinson dan parkinsonisme


Membedakan penyakit parkinson dengan sindroma parkinson /
parkinsonisme merupakan masalah tersendiri, beberapa tampilan klinis dapat
saling menyerupai dan membuat klinisi kesulitan dalam menyusun diagnosa yang
tepat.11 Terapi L-Dopa dan Amorphine dengan efikasi relatif rendah bisa menjadi
salah satu pembeda antara parkinson dengan parkinsonisme.1,11

Tabel 2.4 Tampilan klinis parkinsonisme9

2.7 Manajemen penyakit parkinson

2.7.1 skala pada parkinson


Skala Hoehn dan Yahr merupakan skala yang sering digunakan untuk
menentukan perkembangan penyakit parkinson, dimulai dari stage 0 (tidak ada
tanda penyakit) hingga stage 5. The Unified Parkinsons Disease Rating Scale
(UPDRS) merupakan skala yang umum digunakan untuk menilai disabilitas dan
perburukan pada pasien parkinson (terlampir).9

Tabel 2.5 Skala Hoehn and Yahr

16
2.7.2 Terapi suportif

Terapi suportif pada pasien penyakit parkinson harus mencakup terapi


rehabilitatif dan fisik, terapi okupasi, terapi bicara, nutrisi dan kemampuan
sosial.4,8 Manajemen terapi suportif memberi keuntungan yang besar pada pasien
terutama stadium lanjut dengan menurunkan tingkat ketergantungan dan
menurunkan komplikasi seperti nyeri, dekubitus, dan jatuh pada pasien penyakit
parkinson.8

Pada pasien parkinson mobilitas otot harus dipertahankan selama. Terapi


fisik dan terapi okupasi dapat dianjurkan segera setelah memungkinkan untuk
dilakukan.8 Olahraga yang meningkatkan fleksibilitas, kekuatan, dan
4
keseimbangan menjadi pilihan utama bagi pasien penyakit parkinson. Terapi
rehabilitasi dapat dilakukan tiga kali seminggu dengan durasi 30-40 menit.8

Malnutrisi merupakan masalah yang sering dihadapi pasien parkinson, hal


ini terjadi akibat gangguan motilitas lambung dan usus, serta hilangnya selera
makan. Pada pasien yang masih dapat makan secara mandiri, frekuensi dan porsi
makan pasien harus selalu dikontrol.8 Intervensi nutrisi dapat diberikan untuk
mengurangi morbiditas pada pasien parkinson, seperti meningkatkan konsumsi
serat, hidrasi yang cukup dan mengurangi asupan makanan tinggi lemak untuk
mengatasi konstipasi dan pengosongan lambung yang pelan pada pasien
parkinson.4

Gangguan dalam berkomunikasi seperti disartria yang berat, hipofia,


takilalia merupakan masalah lain yang berhubungan dengan stadium lanjut
penyakit parkinson. Terapi bicara dapat dianjurkan sedinimungkin. Lee Silverman
Voice Treatment (LSVT) BIG and LOUD secara klinis dan scientific merupakan
metode yang baik dalam memperbaiki kemampuan berbicara serta fungsi lain
yang terkait, seperti menelan dan ekspresi wajah pada pasien penyakit
parkinson.4,8,11 LSVT BIG and LOUD menekankan pada vokalisasi yang lebih
keras dan pergerakan dengan intensitas dan amplitudo yang lebih besar untuk
melatih ulang dan mengkalibrasikan sirkuit saraf, sehingga otak memahami
bahwa vokalisasi yang lebih keras dan gerakan dengan intensitas dan amplitudo
besar merupakan hal yang normal untuk dilakukan sehari-hari.4,11

17
2.7.3 Terapi medikamentosa

Gambar 2.11 Mekanisme kerja obat anti parkinson 12

Terapi pengganti dopamin yang kurang dengan porekursor L-Dopa


merupakan gold standard pada penyakit parkinson. 1,10 Substitusi dopamin yang
hilang pada striatum dapat diberikan melalui pemberian prekursor asam amino L-
Dopa secara sistemik.10 L-Dopa dipilih karena dopamin tidak dapat mewati sawar
darah otak. L-Dopa diberikan bersamaan dengan inhibitor dekarboksilase perifer
(karbidopa). Karbidopa digunakan untuk mnecegah konversi L-Dopa menjadi
dopamin di sistem perifer dan mencegah insiden efek samping dopaminergik
1
perifer seperti mual, muntah dan hipertensi. Namun penggunaannya dapat
mengakibatkan komplikasi motorik termasuk drug-induce dyskinesia.10

Mekanisme kerja dopamin pada neuron striatum dimediasi oleh dua kelas
dopamin reseptor; resptor D1 dan D2. Kebanyakan dopaminomimetik bekerja pada
reseptor D2. Dopamin agonis dapat memperpanjang waktu paruh L-Dopa,
sehingga kelas obat ini dapat menjadi terapi tambahan pada pasien dengan
fluktuasi motorik.10 Agonis dopaminergik telah lama dikenal sebagai terapi
alternatif inisial pada terapi simtomatik, namun studi menunjukkan penggunaan
agonis dopaminergik sebagai terapi dapat meningkatkan risiko drug-induce
dyskinesia, sehingga masih menjadi terapi yang kontroversial.1 Namun didalam
literatur lain disampaikan golongan agonis dopamin dipercaya menginduksi lebih
sedikit pulsasi dopamin pada striatum sehingga risiko untuk berkembangnya
komplikasi motorik pada penggunaan agonis dopamin lebih rendah daripada
penggunaan terapi substitusi.10

18
Beberapa obat lainya telah digunakan sebagai terapi awal penyakit
parkinson. Antikolinergik dapat digunakan pada pasien dengan gejala tremor
dominan, dimana golongan ini bekerja dengan menghambat reseptor asetilkolin
sehingga relatif dapat menyeimbangi aktivitas dopamin yang menurun. 3
Amantadin dapat digunakan sebagai terapi awal bradikinesia, rigiditas dan
gangguan cara jalan. Terapi yang digunakan pada terapi penyakit parkinson
disajikan dalam tabel berikut: 1

Tabel 2.6 Obat pada pasien parkinson12

19
Beberapa kelas obat yang umum diresepkan pada layanan primer bersifat
kontraindikasi untuk digunakan pada pasien penyakit parkinson karena dapat
menghambat efek terapi medikamentosa penyakit parkinson dan dapat
memperburuk gejala pasien.11

Tabel 2.7 Obat kontraindikasi pada pasien parkinson11

2.7.4 Algoritma tatalaksana medikamentosa


Pasien dengan penyakit parkinson umumnya datang dengan mengelukan
gejala motorik. Penilain pemberian terapi farmakologis pada pasien parkinson
didasarkan pada keluhan yang mendominasi dan mengganggu pasien. Berikut
beberapa algoritma terapi farmakologi secara garis besar pada pasien parkinson:12

Gambar 2.12 Algoritma terapi pada parkinson dengan keluhan tremor 12


Gambar 2.13 Algoritma terapi pada parkinson dengan keluhan bradikinesia 12
Gambar 2.14 Algoritma terapi pada parkinson dengan instabilitas
postural dan gangguan cara berjalan 12

2.7.5 Terapi bedah


Deep Brain Stimulation DBS telah digunakan sebagai salah satu pilihan
terapi pada penyakit parkinson. Prosedur ini menargetkan talamus motorik, globus
1,3
pallidus segmen interna atau pada nukleus subtalamik. DBS hanya boleh
digunakan pada pasien dengan gangguan yang sangat berat dan memiliki respon
yang buruk terhadap terapi L-Dopa.3
2.7.6 Recent therapy
Terapi gen melalui modifikasi gen dapat berupa overexpressing atau
inhibisi pada beberapa gen target, hal ini diduga dapat mengembalikan fungsi gen
kembali menjadi normal. Terapi stem sel juga mulai diteliti dan dikembangkan
sebagai terapi pada pasien parkinson, terapi ini dilakukan dengan memasukkan
stem sel yang telah dimodifikasi sehingga mampu memproduksi dopamin dan
juga dapat mengkonversi sel penghasil dopamin.6 Baik terapi gen maupun terapi
stem sel masih dalam penelitian lanjutan, sehingga penggunaannya dalam dunia
medis saat ini masih begitu terbatas.
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN :

Nama : Tn. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 58 tahun
MR : 98.91.78
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Petani

Seorang pasien laki-laki usia 58 tahun datang ke poli saraf RS Dr. M. Djamil
Padang dengan :

ANAMNESIS :

Keluhan utama

Kaku pada lengan dan tungkai yang semakin meningkat sejak 15 hari
sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat penyakit sekarang

- Kaku pada lengan dan tungkai yang semakin meningkat sejak 15 hari
sebelum masuk rumah sakit, kaku dirasakan pada kedua tangan, kedua
kaki dan punggung. Kaku mulai dirasakan sejak 3 tahun yang lalu diawali
pada sisi kanan kemudian dalam beberapa minggu diikuti sisi berlawanan,
disampaikan pasien dan keluarga, semakin hari pasien tampak semakin
kaku hingga kesulitan untuk duduk dan berjalan, akibatnya pasien
kesulitan menjalankan aktivitas hariannya.
- Tangan gemetaran sejak 3,5 tahun yang lalu diawali pada tangan kanan
kemudian tangan kiri, gemetaran semakin berat ketika pasien beristirahat
- Berjalan pelan dengan langkah kecil sejak 3 tahun yang lalu, tanpa ada
rasa nyeri. Pasien kesulitan dan butuh waktu yang lama untuk berdiri dan
duduk dari kursi atau tempat tidur
- Sering terjatuh ketika beraktivitas dirumah 1 tahun yang lalu
- Pasien juga mengeluhkan sulit BAB, pasien BAB sekali 4 hari
- Tidak terdapat keluhan yang berat dalam daya ingat
- Riwayat paparan pestisida selama 30 tahun ketika bertani ada
- Riwayat merokok (+), ada selama 20 tahun 2-3 batang per hari.

Riawayat penyakit dahulu

- Riwayat trauma pada kepala tidak ada


- Riwayat stroke tidak ada
- Riwayat penurunan kesadaran sebelumnya tidak ada
- Riwayat penggunaan obat-obatan tidak ada
- Riwayat DM, HT, penyakit jantung dan alergi pada pasien tidak ada

Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan yang sama seperti pasien

Riwayat pribadi dan sosial

- Pasien seorang petani dengan aktivitas berat namun sudah tidak aktif
bekerja lagi semenjak 2 tahun yang lalu karna badan kaku dan bekerja
dengan pelan.

PEMERIKSAAN FISIK

I.Umum

Keadaan umum : Sakit sedang


Kesadaran : Composmentis
Kooperatif : (+)
Nadi : 90 x/menit
Irama : reguler
Pernapasan : 18 x/menit
Tekanan darah : 130/80 mmHg

Suhu : 36,60 C
Tinggi badan : 160 kg
Berat badan : 59 kg

Rambut : Hitam. Tidak mudah rontok dan dicabut


Kelenjar getah bening : tidak ditemukan pembesaran KGB

Torak
Paru
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan (statis dan dinamis)
Palpasi : fremitus sama antara kiri dan kanan
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Jantung
Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus kordis teraba 1 jari medial linea mid
clavicula sinistra RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
: BJ 1 dan 2 normal. Irama reguler. Murmur (-).
Auskultasi S3 (-) gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel. Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani

Korpus vertebrae
Inspeksi : tidak ditemukan kelainan
Palpasi : tidak ditemukan kelainan

II. Status Neurologikus


Skala Koma Glasgow : E4M6V5

A. Tanda rangsangan selaput otak


Kaku kuduk :-
Brudzinsky I :-
Brudzinsky II :-
Kernig :-

B. Tanda peningkatan tekanan intrakranial


Pupil : Isokor. Bentuk bulat, diameter 3 mm/ 3 mm, refleks
cahaya (+/+),
C. Pemeriksaan Nervus Kranialis
Nervus kranialis Kanan Kiri

N I (Olfaktorius)

-subjektif Baik Baik

-objektif (dg bahan) Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N II (Optikus)

-tajam penglihatan Baik Baik

-lapangan pandang Baik Baik

-melihat warna Baik Baik

-funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N III (Okulomotorius)

-bola mata Ortho Ortho

-ptosis Tidak ada Tidak ada

-gerakan bulbus Ke segala arah Ke segala arah

-strabismus Tidak ada Tidak ada

-nistagmus Tidak ada Tidak ada

-ekso/endotalmus Tidak ada Tidak ada

-pupil
bentuk Bulat, isokor, Φ 3 mm Bulat, isokor, Φ 3 mm
reflex cahaya + +
reflex akomodasi + +
reflex konvergensi + +

N IV (Trochlearis)

-gerakan mata ke bawah Bebas Bebas

-sikap bulbus Ortho Ortho

-diplopia Tidak ada Tidak ada

N V (Trigeminus)
-Sensorik
Divisi Oftalmika
*reflex kornea + +
*sensibilitas + +
Divisi Maksila
*reflex Masseter Baik Baik
*sensibilitas Baik Baik
Divisi Mandibula
*sensibilitas Baik Baik

N VI (Abdusen)

-gerakan mata ke lateral Bebas Bebas

-sikap bulbus Ortho Ortho

-diplopia Tidak ada Tidak ada

N VII (Fasialis)

-raut wajah Plika nasolabialis kedua sisi simetris

-sekresi air mata + +

-fisura palpebral + +

-menggerakkan dahi + +

-menutup mata + +

-mencibir/bersiul + +

-memperlihatkan gigi + +

-sensasi lidah 2/3 depan + +

-hiperakusis - +

N VIII (Vestibularis)

-suara berbisik Baik Baik

-detik arloji Baik Baik

-rinne test Tidak diperiksa Tidak diperiksa

-weber test Tidak diperiksa Tidak diperiksa


-swabach test Tidak diperiksa Tidak diperiksa
*memanjang
*memendek

-nistagmus Tidak ada Tidak ada


*pendular
*vertical
*siklikal

-pengaruh posisi kepala Tidak ada Tidak ada

N IX (Glossofaringeus)

-sensasi lidah 1/3 blkg Baik Baik

-refleks muntah (Gag Rx) + +

N X (Vagus)
-Arkus faring Simetris

-uvula Di tengah

-menelan Baik

-artikulasi Baik

-suara Baik

-nadi Teratur

N XI (Asesorius)

-menoleh ke kanan +

-menoleh ke kiri +

-mengangkat bahu kanan +

-mengangkat bahu kiri +


N XII (Hipoglosus)
-kedudukan lidah dalam Di tengah

-kedudukan lidah Di tengah


dijulurkan

-tremor -

-fasikulasi -

-atropi -

Pemeriksaan Koordinasi;
Cara berjalan Parkinson’s gait Disartria -

Romberg test Tidak dilakukan Disgrafia Mikrografia

Ataksia Tidak dilakukan Supinasi-pronasi Melambat

Rebound phenome Tidak dilakukan Tes jari hidung Melambat

Tes tumit lutut Tidak dilakukan

Pemeriksaan Fungsi Motorik;


Kanan Kiri

a.Badan -Respirasi Simetris kiri dan kanan

-duduk Simetris Simetris

b.Berdiri & -gerakan spontan Tidak ada Tidak ada

berjalan -tremor ada ada

-atetosis Tidak ada Tidak ada

-mioklonik Tidak ada Tidak ada

-khorea Tidak ada Tidak ada

c.Ekstremitas Superior Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri

-gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif

-kekuatan 555 555 555 555

-tropi Eutropi Eutropi Eutropi Eutropi

-tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

Pemeriksaan Sensibilitas ;

Taktil Baik

Nyeri Baik

Termis Baik

Stereognosis Baik

Pengenalan 2 titik Baik

Pengenalan rabaan Baik

Sistim reflex
a.fisiologis

Kanan Kiri Kanan Kiri

Kornea + + Biseps ++ ++

Triseps ++ ++

Laring Tidak dilakukan KPR ++ ++

APR ++ ++

Dinding Bulbokavernosus Tidak Tidak


perut dilakukan dilakukan
-atas Baik
-bawah Baik
-tengah Baik

Cremaster Tidak Tidak


dilakukan dilakukan

Sfingter Tidak Tidak


dilakukan dilakukan

b.Patologis
Lengan Kanan Kiri Tungkai Kanan Kiri

Hofmann- - - Babinski - -
Tromner

Chaddoks - -

Oppenheim - -

Gordon - -

Schaeffer - -

Klonus paha - -

Klonos kaki - -

Fungsi otonom
-miksi : baik
-defekasi : baik
-sekresi keringat : baik
Fungsi luhur :

Kesadaran Tanda demensia

-reaksi bicara : dalam batas normal -refleks Glabella :-

-reaksi intelek : dalam batas normal -refleks Snout :-

-reaksi emosi : dalam batas normal -refleks mengisap :-

-refleks memegang : -

-refleks Palmomental : -

Pemeriksaan khusus parkinson;


1. Resting tremor test :+
2. Cogwheel phenomenon :+
3. Pronation-supination test : melambat
4. Parkinson’s gait :+
5. Face mask :+
6. Mikrographia :+
7. Mikrophonia :+
8. Pull test :+
9. Striatal Limb : tidak ditemukan
10. Camptocormia : tidak ditemukan

Pemeriksaan Penunjang
Hb : 13,9 d/dL
Ht : 43%
Leukosit : 9.380/ mm3
Trombosit : 360.000/mm3
GDS : 128%
Ureum : 16 mg/dL
Kreatinin : 0,7 mg/dL
Na : 142 Mmol/L
K : 4,56 Mmol/L
Cl : 101,9 Mmol/L

: dalam batas
Kesan normal

Diagnosis
Diagnosa klinis : Penyakit parkinson
Diagnosa topik : Substansia nigra pars kompakta
Diagnosa etiologi : Degeneratif
Diagnosa : Tidak ada
sekunder

Prognosis:
Quo ad vitam
: bonam
Quo ad sanam
: dubia ad malam
Quo ad functionam
: dubia ad malam

Terapi
Umum :
- Edukasi penyakit parkinson tidak bisa disembuhkan namun dapat
dikendalikan
- Edukasi penyakit parkinson kronik degeneratif, obat hanya untuk kurangi
gejala
- Terapi rehabilitasi dan fisik tiga kali seminggu, selama 30-40 menit
- Terapi bicara
- Terapi nutrisi diet tinggi serat

Khusus :

- Levodopa/Benserazide (Leparson) 2x125 mg PO


- Trihexyphenidyle (THP) 2x2 mg PO
BAB IV
DISKUSI

Telah datang seorang laki-laki usia 58 tahun ke poli saraf RSUP. Dr. M.
Djamil Padang dengan diagnosa klinis penyakit parkinson. Berdasarkan literatur
pria memiliki kecendrungan lebih besar 1,5 hingga 2 kali lipat lebih tinggi untuk
mengalami parkinson dibandingkan wanita.4,6,10 Usia merupakan faktor risiko
utama dalam diagnosa penyakit parkinson dimana dengan dasar neurodegeneratif,
maka penyakit parkinson jarang ditemukan pada usia dibawah lima puluh tahun,
namun meningkat lima hingga sepuluh kali lipat pada usia dekade 6 hingga
dekade 9.10

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesia dan pemeriksaan fisik.


Berdasarkan anamnesis diketahui pasien sudah mengalami kekakuan, gemetaran,
sering terjatuh dan berjalan dengan langkah kecil, gejala muncul sejak 3 tahun
yang lalu berupa tremor diikuti kaku dan mudah jatuh, gejala diawali tremor saat
istirahat pada tangan kanan dan kemudian diikuti tangan kiri beberapa bulan
berikutnya. Pemeriksaan fisik didapatkan resting tremor, cogwheel phenomenon,
face mask, mikrographia, mikrophonia, parkinson’s gait, pull test yang positif.
Gambaran pasien berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik ini menunjukkan
gejala TRAP yang menjadi dasar diagnosa klinis untuk mengarah pada
parkinsonisme / sindroma parkinson.9,10 Sesuai kriteria dan alur diagnosa MDS,
NINDS, dan UK PDSBB dengan mengekslusikan kemungkinan penyebab
parkinson sekunder seperti trauma berulang kepala, penggunaan obat dan senyawa
toksik terhadap otak, riwayat radang pada jaringan otak, riwayat stroke, adan
kemungkinan lain yang mengarah pada parkinsonisme maka pasien masuk dalam
kriteria probable penyakit parkinson, untuk melengkapi hingga menjadi definite
penyakit parkinson belum dapat dilakukan, sebab harus dilakukan pemeriksaan
post-mortem untuk menemukan hallmark patologi berupa badan Lewy, atau
melihat respon terapi L-Dopa pada pasien.9,10

Manajemen terapi pada pasien berupa edukasi mengenai progresifitas


penyakit parkinson, medikamentosa dalam kontrol gejala bukan terapi etiologis
perlu disampaikan pada pasien dan keluarga. Dapat dilakukan terapi rehabilitasi
dan fisik sesegera mungkin ketika memungkinkan dan dapat dilaksankan 3 kali
seminggu dengan durasi 30-40 menit.8 Intervensi nutrisi dapat diberikan untuk
mengurangi morbiditas pada pasien parkinson, seperti meningkatkan konsumsi
serat, hidrasi yang cukup dan mengurangi asupan makanan tinggi lemak untuk
mengatasi konstipasi dan pengosongan lambung yang pelan pada pasien
parkinson.4 untuk mengatasi masalah komunikasi dapat dianjurkan LSVT BIG
and LOUD yang menekankan pada vokalisasi yang lebih keras dan pergerakan
dengan intensitas dan amplitudo yang lebih besar untuk melatih ulang dan
mengkalibrasikan sirkuit saraf.4,11

Pasien berada pada skala Hoehn Yahr derajat 4, dimana telah terjadi
disfungsi berat pada tubuh yang melibatkan kedua sisi namun masih dapat
berjalan pada jarak tertentu.9 Penggunaan skala ini dapat menunjukkan tingkat
severitas pasien penyakit parkinson dan parkinsonisme.

Penggunaan Levodopa/bensorazide marupakan gold standard therapy


pada penyakit parkinson, namun dengan keluhan utama pada pasien berupa
kekakuan dan terjadi pada usia kurang dari 60 tahun hal ini tidak sejalan dengan
algoritma tatalaksana parkinson dimana pilihan terapi pertama adalah golongan
dopamin agonis.12 Substitusi dopamin yang hilang pada striatum dapat diberikan
melalui pemberian prekursor asam amino L-Dopa secara sistemik. 10 L-Dopa
dipilih karena dopamin tidak dapat mewati sawar darah otak. L-Dopa diberikan
bersamaan dengan inhibitor dekarboksilase perifer (karbidopa/benserazide).
Karbidopa / benserazide digunakan untuk mnecegah konversi L-Dopa menjadi
dopamin di sistem perifer dan mencegah insiden efek samping dopaminergik
perifer seperti mual, muntah dan hipertensi.1 THP merupakan bagian dari
golongan antikolinergik dimana golongan inin bekerja dengan menghambat
reseptor asetilkolin sehingga relatif dapat menyeimbangi aktivitas dopamin yang
menurun pada pasien penyakit parkinson.3 Dosis terapi Levodopa/ Benserazide
yang digunakan 2x125 mg PO sesuai dengan kadar dosis inisial, sedangkan dosis
THP 2x2 mg PO tidak sesuai dengan literatur, dimana tahap dosis yang
direkomendasikan pada tahap inisiasi adalah 1x1 mg dititrasi naik hingga
mencapai dosis maintenance 3x2 mg.12
DAFTAR PUSTAKA

1. Frank W. Drislane, Michael Benatar, Bernard Chang, Juan Acosta, Andrew


tarulli, Louis Caplan. Blue prints neurology edisi ke 3. Philadelpia: Wolter
Kluwer Lippincott Williams & Wilkins: 2009
2. Dewati E, Tunjungsari D, Ariarini NNR. Penyakit parkinson dalam buku
ajar neurologi buku 1 edisi pertama. Tangerang: penerbit kedokteran
indonesia: 2017
3. Divya S. A review on parkinson disease: its pathophysiology, treatment
and surgery; Pharmatutor; 2015; 3(2); 25-32.
4. Beitz JM. Parkinson disease a review; frontiers in bioscience; 2014; 65-74
5. Alshehri AM. Parkinson disease: an overview of diagnosis and ongoing
management ; internationa Journal of Pharmaceutical research & allied
science; 2017; 6(2) : 163-170.
6. Jagadesaan AJ, Murugesan R, Devi SV, Meera M, Madhumala G, Padmaja
MV, Ramesh A, Banarjee A, Sushmita S, Khokhlov AN, Morotta F, Pathak
S. Current trend in etiology, prognosis and therapeutic aspect of parkinson
disease: a review. ; acta biomed; 2017; vol 88; N.3; 249-262
7. Shafique H, Blagrove A, Chung A, Logendrarajah R. Causes parkinson
disease : literature review; journal of parkinsonsm & restless legs
syndrome; 2011; 1(1); 5-7
8. Varanese S, Birnbaum Z, Rossi R, Rocco AD. Treatment of advanced
parkinson disease: hindawi; 2010;
9. Jankovic J. Parkinson disease: clinical feature and diagnosis; journal
neurology neurosurgery psychiatry; 2008; 79; 368-376.
10. Poewe W, Seppi K, Tanner CM, Halliday GM, Brundin P, Volkmann J,
Schrag AE, Long AE. Parkinson disease; disease primer; 2017; vol 3;
17013
11. Fritsch T, Smyth KA, Wallendal MS, Hyde T, Leo G, Geldmacher DS;
parkinson disease: research update and clinical management; 2012;
Southern medical journal; 12 ; 105(12)
12. Connolly BS, Lang AE; Pharmacological treatment of parkinson disease a
review: Journal of American Medical Association; 2014; 311(16); 1670-
1683.

Anda mungkin juga menyukai