Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemeriksaan gerak bola mata bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor


penyebab kelainan mata berdeviasi. Mata yang berdeviasi menyebabkan gangguan
pada penglihatan binokuler normal sehingga pasien tidak bisa melihat secara
stereoskopik. Ini akan menimbulkan keterbatasan pasien dalam bidang pekerjaan
tertentu yang memerlukan presisi yang tinggi, seperti pilot pesawat terbang, bidang
pertanahan, mesin yang berputar cepat, olah raga dengan objek yang berputar cepat
dan lain-lain.
Di samping itu juga bisa mengakibatkan gangguan kepribadian dimana
anak tersebut akan merasa rendah diri dan menarik diri dari pergaulan karena cacat
tersebut. Kedua akibat yang merugikan ini sering tidak disadari oleh penderita
maupun keluarganya. Pemeriksaan gerak bola mata terdiri dari pemeriksaan gerakan
otot mata dan pemeriksaan kesejajaran mata.
Pemeriksaan gerak otot bola mata merupakan pemeriksaan yang
dilakukan untuk mengetahui kemampuan bola mata untuk bergerak ke segala arah
dan mengetahui kelainan pada otot-otot ekstraokular yang menggerakkan bola mata.
Pemeriksaan gerak bola mata terdiri dari tes duksi, versi dan vergensi.
Pemeriksaan kesejajaran bola mata merupakan pemeriksaan yang
dilakukan untuk mengetahui deviasi dan kesejajaran bola mata pada pasien.
Pemeriksaan ini dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis pemeriksaan dasar yaitu
cover tests, corneal light reflex test dan subjective test.

1
1.2 Batasan Masalah

Makalah Meet The Expert ini membahas tentang anatomi otot ekstraokuler, gerak
bola mata, posisi bola mata, pemeriksaan gerak bola mata dan pemeriksaan kesejajaran
bola mata.

1.3 Tujuan Penulisan

Makalah Meet The Expert ini bertujuan untuk menambah wawasan mengenai
pemeriksaan gerak bola mata.

1.4 Metoda penulisan

Makalah Meet The Expert ini dibuat dengan metode penulisan tinjauan
kepustakaan yang merujuk pada berbagai literatur.

1.5 Manfaat Penulisan

Meet The Expert ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan
pengetahuan tentang pemeriksaan gerak bola mata kepada para dokter muda.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Otot Ekstraokuler


2.1.1 Otot-otot Ekstraokuler
Terdapat tujuh otot ekstraokuler (Extraocular Muscles = EOMs) pada mata
manusia: 4 otot rektus (lateral, medial, superior dan inferior), 2 otot obliq, dan
muskulus levator palpebra superior

Gambar 2.1 Gambaran anterior & komposisi frontal otot ekstraokuler mata kiri1

2.1.2 Otot-otot Rektus


Otot rektus berasal dari cincin tendon umum (annulus Zinn), yang melekat
pada apeks orbita, mengelilingi foramina optikum dan bagian medial fisura orbita
superior.

2.1.2.1 Otot Rektus Medial


Otot rektus medial muncul dari bagian medial annulus Zinn dan berjalan
sepanjang dinding medial orbita dan berinsersi di sklera 5.5 mm dari limbus.
Panjang kurang lebih 40 mm, arkus kontak 7 mm, panjang bagian tendon 4.5 mm,
luas insersi 10.3 mm, menembus kapsula tenon pada 12 mm dari insersi. Otot ini
merupakan otot ekstra okuler terbesar. Otot ini didarahi oleh cabang a. oftalmika
dan disarafi oleh lower division nervus kranialis III (okulomotorius).
Fungsi: murni adduksi

3
2.1.2.2 Otot Rektus Inferior
Otot rektus inferior berasal dari bagian inferior annulus Zinn (di bawah
foramen optikum) dan berjalan ke arah anterior lalu ke inferior dan ke lateral
sepanjang lantai orbita lalu membentuk sudut 23 º dengan aksis visual dan
berinsersi pada sklera di bagian bawah depan bola mata lebih kurang 6.5 mm dari
limbus. Otot ini melekat dengan palpebra inferior melalui fascial connection dari
sarung otot dan bisa menyebabkan palpebra berubah pada operasi otot ini. Sarung
otot ini juga melekat dengan sarung otot obliq inferior melalui ligamen of
Lockwood. Panjang otot lebih kurang 40 mm, arkus kontak 6.5 mm. Otot ini
dsarafi oleh lower division nervus kranialis III (okulomotorius).
Fungsi :
 Dalam posisi primer:
fungsi utama : depresi
fungsi sekunder : ekstorsi dan adduksi
 Dalam posisi adduksi 67 º :
fungsi utama : ekstorsi
fungsi sekunder : adduksi
 Dalam posisi abduksi abduksi 23 º
fungsi : (murni) depresi

2.1.2.3 Otot Rektus Lateral


Otot muskulus lateral mempunyai 2 tempat asal dari annulus Zinn yang
merentang dari bagian medial fissure orbitalis superior dan juga dari bagian akhir
tendon orbital superior dan inferior kemudian berjalan bersamaan dengan dinding
lateral orbita ke depan dan berinsersi pada sklera 6.9 mm dari limbus. Panjang
lebih kurang 40mm, arkus kontak 12 mm, panjang bagian tendon 7 mm. Luas
insersi 9.2mm dan menembus kapsula tenon pada 15 mm dari insersi. Didarahi
oleh cabang a. oftalmika, persarafan dari nervus kranialis VI (abducens).
Fungsi: menarik bola mata ke lateral (abduksi)

4
2.1.2.4 Otot Rektus Superior
Otot Rektus Superior berasal dari bagian atas annulus Zinn tepat dibawah
asal m.levator palpebra. Otot ini berjalan ke arah anterior, superior dan lateral dan
membentuk sudut 23 º dengan aksis visual dan berinsersi pada sklera 7.7mm dari
limbus. Panjang otot 40mm, arkus kontak 6.5 mm, bagian tendon 6mm, luas
insersi 10.6mm dan menembus kapsula tenon pada 15mm dari insersi. Persarafan
dari cabang superior nervus kranialis III (okulomotorius). Perdarahan dari cabang
a.oftalmikus.
Fungsi:
 Pada posisi primer
Fungsi utama : elevasi
Fungsi sekunder : intorsi dan adduksi
 Pada posisi adduksi 67 º
Fungsi utama : intorsi (maksimal)
Fungsi sekunder : adduksi (minimal)
 Pada posisi abduksi 23 º
Fungsi : hanya elevasi

2.1.3 Otot-otot Obliq


2.1.3.1 Otot Obliq Superior
Otot obliq superior muncul dari apeks orbita dari periosteum yang
menutupi os. sphenoid tepat medial dan atas dari foramen optikum. Ini merupakan
otot yang terpanjang dan terbagi dalam 2 bagian:
Bagian aktif panjangnya 32 mm,
Panjang tendon 26 mm,
Arkus kontak 7 – 8 mm.
Dari origo otot ini berjalan kedepan dan atas sepanjang dinding medial
orbita. Setelah melewati trochlea ia berjalan kebawah belakang dan lateral dan
membentuk sudut 51 º dengan aksis visual. Tendonnya bersinsersi pada kuadran
postero supero lateral dibelakang ekuator. Luas insersi 10-12 mm, disarafi nervus
kranialis IV (trochlearis) dan masuk ke otot pada 14 mm dari origo. Otot ini
didarahi dari cabang lateral a.oftalmikus.

5
Fungsi :
 Dalam posisi primer
Fungsi utama : intorsi
Fungsi sekunder : abduksi dan depresi
 Dalam posisi adduksi 51 º
Fungsi utama : depresi (maksimal)
Fungsi sekunder : intorsi (sedikit)
 Dalam posisi abduksi 39 º
Fungsi utama : intorsi
Fungsi sekunder : abduksi

2.1.3.2 Otot Obliq Inferior


Otot Obliq inferior berasal dari anterior nasal lantai orbita (periosteum os
maxilla) beberapa milimeter dibelakang orbital rim dan beberapa milimeter lateral
dari lobang duktus nasolakrimalis. Dari sini berjalan ke lateral, superior dan
posterior dan membuat sudut 51 º dengan aksis visual. Ia lewat dibawah m.rektus
inferior dan bersatu dengan perantaraan sarung otot dalam Ligamentum of
Lockwood. Ligamentum ini penting karena menopang mata dalam orbita, bila ini
terjepit pada fraktur lantai orbita akan menyebabkan gangguan pada obliq inferior.
Otot ini lewat dibawah m.rektus lateral dan berinsersi pada kuadran “postero
infero lateral” posterior dari ekuator. Panjang otot 37 mm, panjang tendon 1 mm,
arkus kontak 15 mm. Luas insersi 4-15 mm, saraf masuk ke otot pada 15mm dari
insersi. Disarafi oleh lower division nervus kranialis III (okulomotorius),
pendarahan dari a.infraorbitalis dan cabang a.oftalmika.
Fungsi :
 Dalam posisi primer
Fungsi utama : ekstorsi
Fungsi sekunder : abduksi dan elevasi
 Dalam posisi adduksi 51 º
Fungsi utama : elevasi (maksimal)
Fungsi sekunder : ekstorsi (sedikit)
 Dalam posisi abduksi 39 º

6
Fungsi utama : ekstorsi
Fungsi sekunder : abduksi

2.1.4 Muskulus Levator Palpebra Superior


Muskulus levator palpebra superior muncul pada apeks orbita dari lesser
wing dari tulang sphenoid, berada superior dari annulus Zinn. Pada pangkalnya,
otot bergabung dengan otot rektus superior di sebelah bawah, dan dengan otot
obliq superior di medial. Otot levator palpebra superior berjalan ke anterior,
berada di atas otot rektus; selubung fasia dari kedua otot ini berhubungan. Otot
levator palpebral superior menjadi aponeurosis pada region forniks superior. Otot
ini memiliki insersi kutan dan tarsal. Otot ini disarafi nervus kranial III
(okulomotorius).

2.1.5 Hubungan antara Insersi Otot Rektus


Berawal dari rektus medial dan diteruskan ke otot rektus inferior, rektus
lateral dan rektus superior, tendon otot rektus masuk semakin jauh dari limbus,
membentuk kurva kontinu melalui sisipan ini sehingga membentuk sebuah spiral,
dikenal dengan spiral of Tillaux. Bagian temporal dari masing-masing insersi otot
rektus vertikal berjarak lebih jauh dari limbus dibandingkan sisi nasal.1

Gambar 2.2 Spiral of Tillaux1

Ketika bola mata terarah lurus kedepan dan kepala juga dalam posisi lurus,
maka bola mata dikatakan dalam posisi primer. Gerakan primer otot merupakan
efek utama otot pada posisi mata ketika otot berkontraksi sementara bola mata

7
pada posisi primer. Gerakan sekunder dan tersier merupakan efek tambahan pada
posisi mata primer. Bola mata biasanya dapat bergerak kurang lebih 50º pada
masing-masing arah dari posisi primer. Namun, pada keadaan pandangan normal,
bola mata bergerak hanya sekitar 15º-20 º dari posisi primer sebelum gerakan
kepala muncul.1

Gambar 2.3 Garis insersi muskulus ekstraokuler pada sklera dilihat dari: A,
depan; B, atas; C, belakang. SR, rectus superior; MR, rectus medial; IR, rektus
inferior; SO, obliq superior.5

Gambar 2.4 Otot ekstrinsik bola mata (mata kanan) pada posisi primer, dilihat
dari atas.

Rotasi okuler secara umum dideskripsikan dengan keterlibatan pergerakan


tiga aksis Fick (Axes of Fick), yang terdiri dari sumbu x (transversal), y (sagital)
dan z (vertikal).1

8
Gambar 2.5 Axes of Fick1
Posisi pandangan meliputi: 1
- Posisi primer adalah posisi mata ketika terfiksasi lurus kedepan
- Posisi diagnostik sekunder, yaitu lurus ke atas, lurus ke bawah, pandangan ke
kanan dan pandangan ke kiri.
- Posisi diagnostik tersier yaitu empat posisi pandangan obliq: ke atas dan ke
kanan, ke atas dan ke kiri, ke bawah dan ke kanan, ke bawah dan ke kiri, serta
posisi kepala menengadah ke kanan dan kiri.
- Posisi kardinal yaitu ke atas dan ke kanan, ke atas dan ke kiri, kanan, kiri, ke
bawah kanan, dan bawah kiri.

Gambar 2.6 Posisi cardinal serta yoke muscles1

9
Gambar 2.7 Posisi pandangan diagnostik: posisi primer (e); posisi sekunder (b, d,
h, f); posisi tersier (a, c, g, i); posisi cardinal (a, c, d, f, g, i) 5

2.2 Gerak Bola Mata


Gerak Mata Monokuler
Duksi merupakan rotasi mata monokuler. Adduksi merupakan gerak bola
mata ke arah nasal, abduksi merupakan gerak mata ke temporal. Elevasi
(supraduksi atau sursumduksi) adalah rotasi bola mata ke atas, depresi (infraduksi
atau dorsumduksi) adalah rotasi mata ke bawah. Intorsi (incycloduction) diartikan
sebagai rotasi ke arah nasal bagian superior dari meridian kornea vertikal. Ekstorsi
(excycloduction) adalah rotasi bagian superior meridian kornea vertikal ke
temporal.1
Berikut ini merupakan istilah penting yang berkaitan dengan EOM pada
gerak mata monokuler:
- Agonis: otot utama yang menggerakan mata ke arah tertentu
- Sinergis: otot pada mata yang sama yang bekerja sama dengan otot agonis
untuk menghasilkan gerakan (m. obliq inferior bersinergi dengan agonis,
rektus superior untuk elevasi bola mata).

10
- Antagonis: otot yang bekerja pada arah yang berlawanan terhadap otot agonis
pada mata yang sama. Misalnya, m. rektus medial dan m. rektus lateral adalah
antagonis.
Hukum Sherrington tentang inervasi resiprokal menyatakan bahwa
meningkatan inervasi dan kontraksi otot-otot ekstraokuler akan diikuti oleh
penurunan inervasi dan kontraksi otot-otot antagonisnya. Misalnya pada saat
abduksi, otot rektus lateral kanan mendapatkan peningkatan inervasi, sedangkan
rektus medial akan mengalami penurunan inervasi.1
Posisi pandangan menentukan efek kontraksi EOM pada rotasi mata.
Terdapat tujuh posisi penglihatan: posisi primer dan enam posisi kardinal. Pada
setiap posisi kardinal, keenam otot ekstraokuler okulorotator memiliki efek
berbeda terhadap rotasi mata, bergantung pada hubungan visual axis mata dengan
orientasi muscle plane terhadap visual axis.

Tabel 2.1 Aksi Otot Ekstraokuler terhadap Posisi Primer1

11
Tabel 2.2 Fungsi EOM pada posisi primer6

12
Gambar 2.8 Gerakan duksi muskulus rektus horizontal mata kanan1

Gambar 2.9 Muskulus rektus superior mata kanan1

13
Gambar 2.10 Muskulus rektus inferior kanan1

Gambar 2.11 Muskulus obliq superior kanan1

14
Gambar 2.12 Muskulus obliq inferior kanan1

Gerak Mata Binokuler


Ketika kedua mata bergerak secara konjugat (conjugate) dan bergerak ke
arah yang sama, gerakan ini dinamakan versi. Ketika gerak mata diskonjugasi dan
mata bergerak ke arah yang berlawanan, maka pergerakan ini dinamakan vergensi
(konvergensi, divergensi, vertikal vergensi, siklovergensi). Ketika kedua mata
bergerak dalam bidang sagital dengan sumbu antero-posterior, maka pergerakan
ini dinamakan torsi1
Dekstroversi merupakan pergerakan kedua mata ke arah kanan. Levoversi
(left gaze) adalah pergerakan kedua mata ke arah kiri. Elevasi atau upgaze
(supraversi), merupakan rotasi kedua mata ke atas. Depresi, atau downgaze
(infraversi) merupakan gerak kedua mata ke bawah. Pada dekstroversi, kedua
mata melakukan rotasi sehingga bagian superior dari meridian kornea vertical
bergerak ke kanan. Demikian pula, levoversi merupakan gerak kedua mata
sehingga bagian superior meridian kornea vertical berotasi ke kiri.1
Istilah yoke muscles digunakan untuk mendeskripsikan dua otot (satu otot
pada satu mata) yang merupakan penggerak utama pada masing-masing mata
pada arah yang diinginkan. Sebagai contoh, ketika mata bergerak ke kanan, m.

15
rektus lateral mata kanan dan dan m. rektus medial mata kiri secara simultan
mengalami inervasi dan kontraksi.1
Masing-masing otot ekstraokuler memiliki yoke muscle pada mata
sebelahnya. Oleh karena efek kerja otot biasanya paling baik terlihat pada arah
pandangan yang ditentukan, konsep yoke muscle digunakan untuk untuk
mengevaluasi kontribusi masing-masing otot ekstraokuler dalam gerak bola mata.1
Hering’s law of motor correspondence menyatakan bahwa ketika mata
bergerak ke suatu arah yang ditentukan, inervasi simultan menyebabkan sepasang
yoke muscle memiliki kekuatan yang sama. Hering’s law memiliki implikasi
klinis yang penting, terutama dalam menangani kasus strabismus paralitik atau
restriktif. Karena kuantitas inervasi pada kedua mata selalu ditentukan oleh mata
yang terfiksasi, sudut deviasi berbeda tergantung mata yang difiksasi. Ketika mata
yang sehat difiksasi, besarnya ketidaksejajaran (deviasi atau misalignment)
dinamakan deviasi primer. Ketika mata paresis atau restriktif difiksasi, besarnya
deviasi dinamakan deviasi sekunder. Deviasi sekunder lebih besar daripada
deviasi primer karena peningkatan inervasi penting untuk menggerakan mata yang
paresis atau restriktif ke posisi fiksasi. Inervasi ekstra ini ditransmisikan ke yoke
muscle kedua mata, yang mengakibatkan gerakan eksesif otot ini dan dengan
demikian, menyebabkan sudut deviasi yang lebih besar. Apabila Hering’s law
tidak dapat menjadi paduan, diagnosisnya kemungkinan deviasi vertical
terdisosiasi, atau deviasi horizontal terdisosiasi (dissociated horizontal deviation =
DHD).1
Aplikasi hukum Hering juga berguna dalam penjelasan sekuele otot pada
right superior oblique muscle palsy. Jika mata kanan digunakan sebagai fiksasi
pada objek yang terletak di arah atas dan kiri, inervasi pada m. obliq inferior mata
kanan yang diperlukan untuk menggerakkan mata ke posisi pandangan tersebut
berkurang disebabkan m. obiq inferior kanan tidak perlu mengatasi efek antagonis
dari m. obliq superior (hokum Sherrington). Menurut hukum Hering, inervasi
yang berkurang juga terjadi pada yoke muscle dari m. obliq superior kanan, yaitu
m. rektus superior kiri. Penurunan inervasi ini dapat mengakibatkan incorrect
impression bahwa m. rektus superior kiri mengalami parese, atau yang disebut
dengan inhibitional palsy of the contralateral antagonis.1

16
Pada gerak mata binokular, dikenal beberapa istilah vergen. Konvergensi
adalah gerakan kedua mata kearah nasal, relatif terhadap posisi awal yang
ditentukan. Divergensi adalah gerakan kedua mata ke arah temporal, relatif
terhadap posisi awal yang ditentukan. Otot rektus medial merupakan yoke muscle
pada konvergensi; otot rektus lateral merupakan yoke muscle pada divergensi.
Insiklovergensi merupakan rotasi kedua mata seperti pada bagian superior
meridian kornea vertical berotasi ke nasal; eksiklovergen adalah rotasi kedua mata
seperti pada bagian kutub superior dari masing-masing meridian kornea vertikal
berotasi ke temporal. Gerakan vergensi vertikal poitif, walaupun jarang, dapat
muncul: mata kanan bergerak ke atas sementara mata sebelahnya bergerak
kebawah. Gerakan vergensi vertikal negatif, mata kanan bergerak ke bawah
sementara mata kiri bergerak ke atas. 1
Torsi adalah pergerakan bola mata binokular dalam bidang sagital dengan
sumbu antero-posterior. Dekstrosikloversi adalah gerakan kedua mata pada sumbu
sagital ke kanan, sementara gerakan kedua mata pada sumbu sagital ke kiri adalah
levosikloversi.

2.3 Posisi Bola mata


Orthoforia merupakan kondisi ideal dari kedudukan bola mata
yang normal. Kerja otot-otot mata dalam keadaan seimbang sehingga
memungkinkan terjadinya fusi tanpa usaha apapun dan penyimpangan ini tidak
berubah walaupun reflek fusi diganggu. Akan tetapi pada umumnya keadaan
heteroforia ringan ditemukan pada mata orang normal. Heteroforia adalah
penyimpangan sumbu penglihatan yang tersembunyi yang masih dapat diatasi
dengan reflek fusi dan penyimpangan ini menjadi nyata bila reflek fusi diganggu.
Sementara, heterotropia adalah suatu kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan
kedudukan bola mata yang tidak bisa diatasi oleh mekanisme fusi sehingga terjadi
deviasi ocular nyata. Fusi adalah suatu proses penggabungan secara mental
berdasarkan kemampuan otak untuk mendapatkan suatu penglihatan tunggal yang
berasal dari dua sensasi masing-masing mata.

17
Pada pemeriksaan dengan Cover-Uncover test untuk Heteroforia
(diperhatikan pergerakan mata yang ditutup):
 Mata bergerak kedalam (setelah tutup dibuka) Eksoforia
 Mata bergerak keluarEsoforia
 Mata bergerak keatasHipoforia
 Mata bergerak kebawahHiperforia
Pada pemeriksaan dengan cover test untuk heterotropia (diperhatikan mata
yang tidak ditutup)
 Mata bergerak kedalam (setelah satu mata ditutup)Eksotropia
 Mata bergerak keluarEsotropia
 Mata bergerak keatasHipotropia
 Mata bergerak kebawahHipertropia

2.4 Pemeriksaan Gerak Bola Mata


Pemeriksaan gerak bola mata merupakan pemeriksaan yang dilakukan
untuk mengetahui kemampuan bola mata untuk bergerak ke segala arah dan
mengetahui kelainan otot-otot ekstraokular yang menggerakkan bola mata.
Pemeriksaan gerak bola mata terdiri dari tes duksi, versi dan vergensi. Tes duksi
merupakan pemeriksaan untuk mengetahui fungsi rotasi dari bola mata secara
monokuler. Tes versi merupakan pemeriksaan untuk mengetahui gerakan kedua
bola mata yang bergerak secara konjugasi ke arah yang sama (ke kiri, kanan, atas,
bawah). Tes vergensi merupakan pemeriksaan untuk mengetahui gerakan kedua
bola mata yang bergerak ke arah yang berlawanan (ke medial atau lateral).
Pada keadaan normal pada tes duksi, bola mata dapat bergerak ke arah
nasal/medial (aduksi), temporal/lateral (abduksi), superior (elevasi/supraduksi),
inferior (depresi/infraduksi). Intorsi/insikloduksi merupakan gerakan rotasi dari
meridian kornea superior ke arah nasal, sedangkan ekstorsi/eksikloduksi
merupakan gerakan rotasi dari meridian kornea superior ke arah temporal.
Pada keadaan normal pada tes versi, kedua bola mata dapat bergerak ke
arah kanan (dekstroversi), ke kiri (levoversi), ke atas (supraversi), ke bawah
(infraversi). Dekstrosikloversi merupakan gerakan rotasi meridian superior kornea
kedua mata ke arah kanan pasien, sedangkan levosikloversi merupakan gerakan

18
rotasi meridian superior kornea kedua mata ke arah kiri pasien. Pada keadaan
normal pada tes vergensi, kedua bola mata dapat secara sinergis bergerak ke arah
medial (konvergensi) atau ke arah lateral (divergensi) secara bersamaan.
Pemeriksaan gerak bola mata dikerjakan apabila pasien datang dengan keluhan
salah satu atau kedua mata menceng atau apabila pasien mengeluh melihat
dobel/ganda bila melihat dengan kedua mata (diplopia binokular) atau pemeriksa
mencurigai adanya strabismus. Tidak ada kontraindikasi mutlak dilakukan
pemeriksaan ini.

Pemeriksaan Duksi dan Versi


 Pemeriksa duduk dengan jarak sekitar 50 cm di depan pasien.
 Pemeriksa memposisikan jari telunjuk 30 cm di depan pangkal
hidung pasien dan meminta pasien melihat ke jari telunjuk pemeriksa.
 Pemeriksa meminta pasien untuk mengikuti atau melirik sesuai arah
gerakan jari telunjuk pemeriksa dan menilai pergerakan bola mata pasien.
 Pemeriksa menggerakkan jari teluntuk secara berurutan ke kiri pemeriksa
kemudian selanjutnya secara berurutan ke arah kiri atas, atas, kanan atas,
kanan, kanan bawah, bawah, dan kiri bawah. Pemeriksa mengamati gerak
bola mata pasien apakah dapat bergerak secara baik mengikuti arah jari
pemeriksa.
 Catat hasil pemeriksaan dengan membuat garis palang 8 untuk setiap mata
(gambar dua kali untuk OD dan OS)
 Apabila pasien dapat melirik ke arah yang diinginkan beri tanda panah di
ujung garis tersebut.
 Apabila pasien tidak dapat melirik ke arah tertentu, dapat diberikan garis
tegak lurus di ujung garis palang yang tidak bisa dilirik pasien.

Pemeriksaan Vergensi
 Pemeriksa duduk dengan jarak sekitar 50cm di depan pasien.
 Pemeriksa memposisikan jari telunjuk 30 cm di depan pangkal
hidung pasien dan meminta pasien melihat ke jari telunjuk pemeriksa.

19
 Pemeriksa meminta pasien untuk mengikuti arah gerakan jari
telunjuk pemeriksa dan menilai pergerakan bola mata pasien.
 Pemeriksa menggerakkan jari teluntuk ke depan mendekati pangkal
hidung pasien dan menilai gerakan konvergensi pasien.
 Pemeriksa menggerakkan jari telunjuk ke belakang menjauhi pangkal
hidung pasien dan menilai gerakan divergensi pasien.

2.5 Pemeriksaan Kesejajaran Bola Mata


Kelainan posisi bola mata dapat diketahui dengan adanya 9 posisi normal
pergerakan bola mata, antara lain posisi primer bola mata normal (orthoporia)
adalah mata melihat lurus kedepan, 4 posisi sekunder yaitu mata melihat lurus
kedepan, lurus kebawah, lurus kekiri dan lurus kekanan serta ada 4 posisi tertier
yaitu mata melihat keatas kanan, keatas kiri, kebawah kanan dan kebawah kiri.7
Pemeriksaan kesejajaran mata (ocular alignment) dapat dikelompokkan
menjadi tiga jenis pemeriksaan dasar yaitu cover tests, corneal light reflex test,
dan subjective tests.1

Cover Tests (Uji Tutup Mata)


Kemampuan pergerakan mata, pembentukan bayangan dan persepsi,
fiksasi foveal pada masing-masing mata, perhatian (fokus) dan kerjasama pasien
dibutuhkan untuk pemeriksaan uji tutup mata. Terdapat 3 jenis pemeriksaan: the
cover-uncover test (uji tutup buka), the alternate cover test dan simultaneous
prism and cover test (uji tutup mata dengan prisma). Pemeriksaan tersebut
dilakukan dengan fiksasi kedua mata pada suatu objek jarak dekat dan jauh.

Cover-Uncover test
Uji tutup buka pada satu mata (lihat gambar the monocular cover uncover
tests) merupakan pemeriksaan yang paling penting dilakukan untuk membedakan
heterophoria dengan heterotropia. Dengan satu mata tertutup (OD), pemeriksa
menilai adanya pergerakan mata (OS), jika positif menandakan heterotropia OS.
Namun apabila tidak ada pergerakan OS dan OD bergerak saat ditutup dan
kembali bergerak dengan arah yang berlawanan (mekanisme fusi) saat penutup

20
(okluder) dibuka, keadaan ini dikenal dengan heteroforia OD, dimana posisi mata
normal sebelum dan sesudah ditutup.1

Gambar 2.13 Cover-uncover test monokuler

Pemeriksaan alternate cover tests (lihat gambar) dapat mendeteksi deviasi


laten dan manifess dan dapat mengukur deviasi total keduanya. Pemeriksaan ini
tidak dapat membedakan foria dengan tropia. Okluder diletakkan bergantian
didepan masing-masing mata. Penting untuk memindahkan okluder secara cepat
dari satu mata ke mata yang lain untuk mencegah fusi. Masing-masing mata harus
ditutup cukup lama (sedikitnya dua detik) untuk mendapatkan disosiasi sempurna
reflek binokular. Mata yang baru saja dilepaskan okludernya akan mengadakan
gerakan koreksi yang berlawanan dengan arah deviasi. Besarnya deviasi diukur
dengan menggunakan prisma untuk menghilangkan pergerakan mata ketika
penutup dipindahkan bergantian dari satu mata ke mata sebelahnya. Dan perlu
untuk meletakkan prisma secara horizontal ataupun vertikal. Besarnya deviasi

21
diketahui dari besarnya kekuatan prisma yang dipakai. Kekuatan prisma dinaikkan
sampai tidak ada lagi pergerakan mata dengan penutupan secara bergantian
tersebut. Cara yang tepat untuk mengukur deviasi yang besar adalah dengan
meletakkan prisma didepan kedua mata.1

Gambar 2.14 Cover test alternatif

Pemeriksaan simultaneous prism dan cover tests berguna untuk


menentukan heterotropia yang sebenarnya ketika kedua mata tidak ditutup.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menutup mata yang berfiksasi dan pada saat
yang bersamaan prisma diletakkan didepan mata yang berdeviasi. Pemeriksaan ini
diulang dengan menggunakan prisma yang kekuatannya ditambah sampai deviasi
mata tidak lagi ditemukan. Besarnya deviasi ditentukan dari kekuatan prisma.1

Corneal Light Reflex Tests (Uji Refleks Kornea)


Pemeriksaan refleks kornea berguna untuk menentukan kesejajaran bola
mata pada pasien yang tidak kooperatif untuk dilakukan pemeriksaan cover test
atau orang yang mempunyai fiksasi yang jelek. Pemeriksaan ini terdiri dari
Metode Hirschberg, Kirmsky, dan Bruckner.1

22
Hirchberg Test
Pemeriksaan refleks kornea dengan metodes Hirschberg berdasarkan
kepada reflek cahaya yang terdapat pada kornea yang timbul dari sumber cahaya
yang dipegang pemeriksa (penlight) pada jarak 33 cm. Jika mata berdeviasi maka
refleks cahaya akan jatuh pada tempat yang berbeda dibandingkan dengan mata
yang berfiksasi. Reflek cahaya bergeser ke arah nasal pada esotropia dan akan
bergeser ke temporal pada eksotropia. Jika pantulan cahaya penlight berada di
tengah pupil kedua mata, maka normal atau tidak ada deviasi, akan tetapi jika
pantulan cahaya penlight berada dipinggir pupil mata deviasi dan di tengah pupil
mata yang terfiksasi maka deviasi 15 derajat, jika pantulan sinar pertengahan
pupil dan limbus pada mata deviasi dan ditengah pupil yang fiksasi maka deviasi
30 derajat dan jika pantulan sinar dipinggir limbus mata yang deviasi dan ditengah
pupil mata yang fiksasi maka deviasi 45 derajat.1

Gambar 2.15 Hirschberg test1


Krimsky Test
Pemeriksaan refleks kornea metode Krimsky (lihat gambar) merupakan
modifikasi dari pemeriksaan Hirschberg, yang memungkinkan penilaian

23
kuantitatif yang lebih baik dari deviasi dengan menggunakan prisma. Metode
Krimsky menggunakan reflek yang dihasilkan oleh penlight pada kedua kornea.
Metode yang asli meletakkan prisma didepan mata yang berdeviasi. Metode
modifikasi menempatkan prisma pada mata yang berfiksasi. Dengan mengatur
kekuatan prisma sehingga pantulan cahaya penlight akan jatuh pada tengah
kornea, memungkinkan untuk memperkirakan besarnya deviasi.

Gambar 2.16 Krimsky test

Bruckner test
Pemeriksaan Bruckner dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop
direct untuk menilai red reflex secara bersamaan pada kedua mata. Pemeriksaan
dilakukan diruangan dengan pencahayaan yang redup. Pastikan bahwa pasien
melihat ke cahaya selama pemeriksaan. Pada kasus strabismus, mata akan
memberikan reflek yang tidak sama. Mata yang berdeviasi akan memiliki reflek
yang lebih bercahaya dan lebih cerah dibandingkan mata yang berfiksasi.
Pemeriksaan ini tidak dapat mengukur besarnya deviasi. Disamping itu
pemeriksaan ini juga dapat mengetahui adanya kekeruhan pada aksis visual.
Pemeriksaan refleks kornea dapat dipegaruhi oleh adanya sudut Kappa.
Sudut Kappa (lihat gambar) merupakan sudut yang dibentuk oleh sumbu

24
penglihatan dan sumbu bola mata. Sudut Kappa positif pada keadaan refleks
cahaya kornea deviasi ke arah nasal. Ini menimbulkan suatu gambaran
eksodeviasi dan merupakan suatu varian normal yang terdapat pada banyak orang.
Bila sumbu visual digeser ke arah temporal terhadap sumbu bola mata maka akan
terdapat sudut Kappa negatif dan mata tampak esodeviasi. Sudut kappa tidak akan
mempengaruhi pemeriksaan cover tests.

Gambar 2.17 Sudut Kappa

Maddox Rod test


Pemeriksaan Maddox Rod menggunakan alat yang terdiri dari rangkaian
silinder paralel yang mengubah titik sumber cahaya menjadi bayangan garis. Alat
optik silinder menyebabkan garis cahaya terletak 90° terhadap arah silinder
paralel. Karena fusi dihalangi oleh Maddox Rod, heteroforia dan heterotropia
tidak dapat dibedakan. Pemeriksaan Maddox Rod dapat digunakan untuk
memeriksa deviasi horizontal dan vertikal.
Pemeriksaan Maddox Rod (lihat gambar) dilakukan pada jarak 33 cm dan
6 m. Pemeriksaan Maddox Rod untuk deviasi horizontal, Maddox Rod diletakkan
didepan mata kanan dengan silinder pada arah horizontal. Pasien difiksasikan
dengan titik cahaya dan kemudian pasien melihat garis vertikal dengan mata
kanan dan cahaya putih dengan mata kiri. Jika cahaya berhimpit dengan garis,
berarti ortoforia. Jika cahaya berada disebelah kiri garis berarti terdapat
esodeviasi. Jika cahaya terlihat berada di sebelah kanan garis berarti terdapat

25
eksodeviasi. Prosedur yang sama dengan silinder tersusun vertikal dilakukan
untuk pemeriksaan deviasi vertikal. Untuk mengukur besarnya deviasi, pemeriksa
harus menggunakan prisma dengan kekuatan yang berbeda sampai didapatkan
garis berhimpit dengan titik cahaya.

Gambar 2.18 Maddox Rod test

Double Maddox Rod Test


Pemeriksaan double Maddox Rod (gambar 2.23) digunakan untuk
menentukan siklodeviasi. Maddox rod diletakkan didepan kedua mata dengan
trial frame dan Maddox Rod disusun secara vertikal. Hal ini akan menyebabkan
pasien melihat bayangan garis horizontal. Untuk memudahkan pasien mengenali
dua garis, diletakkan prisma kecil base up atau base down didepan satu mata.
Pasien atau pemeriksa memutar sumbu Maddox Rod sampai garis terlihat paralel.
Derajat dan arah deviasi (insiklo atau eksiklo) dapat ditentukan melalui sudut
rotasi yang menyebabkan bayangan garis menjadi horizontal dan parallel.1

26
Gambar 2.19 Double Maddox rod test

Red-glass test1,15
Uji red-glass atau uji red filter digunakan untuk mendeteksi ada atau
tidaknya diplopia dan tipe diplopia pasien. Selain itu, uji ini dapat digunakan
untuk mendeteksi supresi dan menentukan korespondensi retina.15
Sebuah kaca berwarna merah ditempatkan di depan salah satu mata pasien.
Pasien kemudian diminta memfiksasi pandangan pada sebuah sumber cahaya
kecil berwarna putih dan diminta menyatakan posisi cahaya merah; apakah berada
di kanan, kiri, atas, atau bawah cahaya putih. Pada esotropia, gambar titik fiksasi
mata yang mengalami deviasi jatuh di retina yang terletak nasal dari fovea,
sehingga menghasilkan uncrossed diplopia. Pada exotropia, gambar titik fiksasi
mata yang mengalami deviasi jatuh di retina yang terletak temporal dari fovea,
sehingga menghasilkan crossed diplopia. Pada normal retinal correspondence
(NRC), tercipta gambar ganda dengan jarak yang sama dengan sudut strabismus.16

27
Gambar 2.20 Uji red-glass

28
BAB III
KESIMPULAN

Gerak bola mata berfungsi untuk menempatkan stimuli visual dari lapang
pandangan perifer (retina perifer) ke titik pusat yang mempunyai tajam
penglihatan paling baik (fovea), dan juga mempertahankan fiksasi fovea pada
obyek yang bergerak.
Posisi objek yang menyenangkan untuk dilihat adalah pada posisi objek
tersebut terletak di depan dan selevel dengan mata. Pada orang dengan mata lurus
dan berfiksasi pada satu objek dengan kedua mata maka akan menerima bayangan
pada kedua retina yang bersamaan posisinya (koresponden). Jika fungsi kedua
matanya normal dan sama maka ia akan melihat kedua bayangan tersebut sama
dan menyatu baik ukuran, pencahayaan maupun warna objek tersebut. Hal ini bisa
tercapai jika kedudukan bola mata dimana kerja otot-otot mata dalam keadaan
seimbang sehingga memungkinkan terjadinya fusi tanpa usaha apapun dan
penyimpangan ini tidak berubah walaupun reflek fusi diganggu.
Pada kelainan seperti strabismus, terdapat kelainan kedudukan bola mata
(ocular misalignment) sehingga visual axis dari kedua mata tidak mengarah secara
bersamaan kepada titik fiksasi. Hal ini disebabkan oleh abnormalitas penglihatan
binokular atau anomali kontrol neuromuskular terhadap pergerakan bola mata
Oleh karena itu, pemeriksaan gerak bola mata dan pemeriksaan
kesejajaran bola mata sangat penting untuk mendeteksi kelainan gerak bola mata
dan posisi bola mata selanjutnya bisa ditanggulangi pada usia dini.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthamologhy. Pediatric ophthalmology and


strabismus. Section 6. United states of America: Basic and clinical science
course; 2014-2015. p. 15-117
2. American Ophthalmology Association. Care of the patient with strabismus:
esotropia and exotropia. USA; 2011: p. 11-12
3. Silbert AL, Matta NS, Silbet DL. 2012. Incidence of strabismus and
amblyopia in preverbal children previously diagnosed with pseudoesotropia
4. Jost RM, Yanni SE, Beauchamp CL, Stager DR, Stager DJr, Dao L, et al.
2014. Beyond screening for risk factors: Objective detection of strabismus and
amblyopia. JAMA Ophtalmol. 132(7): 814-820
5. Khurana AK. 2007. Comprehensive ophthalmology 4th edition. New Age
International (P) Ltd, Publishers
6. Lang GK. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2nd ed: ocular motility
and strabismus. Germany: Appl Aprinta Druck; 2006. p.471-506.
7. Ilyas S & Yulianti SR. Ilmu penyakit mata edisi kelima. Jakarta: FKUI; 2014.
Hlm. 245-62.
8. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course
Section 6: Pediatric Ophthalmology and Strabismus. 2008-2009.
9. Ansons AM, Davis H. Diagnosis and Management of Ocular Motility
Disorders, Fourth Edition. New Jersey: John Wiley & Sons. 2014.
10. Artini W, Hutauruk JA & Yudisianil. Pemeriksaan Dasar Mata. Jakarta: FKUI;
2011. Hlm. 10-16
11. Levin LA, Albert DM. (eds.) Ocular Disease: Mechanisms and Management.
China: Elsevier. 2010.
12. Sundaram V, Barsam A, Alwitry A, Khaw PT. (eds.) Training in
ophthalmology: The essential clinical curriculum. Italy: Oxford University
Press. 2009.
13. Hall JE, Guyton AC. Guyton and Hall textbook of medical physiology.
Philadelphia, PA: Saunders Elsevier.2011
14. Fray, Katherine J. Functional Benefits of Sensory and Motor Evaluation
Before Strabismus Surgery. American Orthoptic Journal. Volume 60. 2010.
15. Yuen T, Pihlblad MS. Sensory and Motor Testing. 2016. Tersedia di:
eyewiki.aao.org/Sensory_and_Motor_Testing. Diakses pada 29 Januari 2017.

30
16. Traboulsi EI, Utz VM. (eds.) 2016. Practical Management of Pediatric
Ocular Disorders and Strabismus. New York: Springer.
17. Ridwan, Muslim. Strabismus

31

Anda mungkin juga menyukai