PENDAHULUAN
1
1.2 Batasan Masalah
Makalah Meet The Expert ini membahas tentang anatomi otot ekstraokuler, gerak
bola mata, posisi bola mata, pemeriksaan gerak bola mata dan pemeriksaan kesejajaran
bola mata.
Makalah Meet The Expert ini bertujuan untuk menambah wawasan mengenai
pemeriksaan gerak bola mata.
Makalah Meet The Expert ini dibuat dengan metode penulisan tinjauan
kepustakaan yang merujuk pada berbagai literatur.
Meet The Expert ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan
pengetahuan tentang pemeriksaan gerak bola mata kepada para dokter muda.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1 Gambaran anterior & komposisi frontal otot ekstraokuler mata kiri1
3
2.1.2.2 Otot Rektus Inferior
Otot rektus inferior berasal dari bagian inferior annulus Zinn (di bawah
foramen optikum) dan berjalan ke arah anterior lalu ke inferior dan ke lateral
sepanjang lantai orbita lalu membentuk sudut 23 º dengan aksis visual dan
berinsersi pada sklera di bagian bawah depan bola mata lebih kurang 6.5 mm dari
limbus. Otot ini melekat dengan palpebra inferior melalui fascial connection dari
sarung otot dan bisa menyebabkan palpebra berubah pada operasi otot ini. Sarung
otot ini juga melekat dengan sarung otot obliq inferior melalui ligamen of
Lockwood. Panjang otot lebih kurang 40 mm, arkus kontak 6.5 mm. Otot ini
dsarafi oleh lower division nervus kranialis III (okulomotorius).
Fungsi :
Dalam posisi primer:
fungsi utama : depresi
fungsi sekunder : ekstorsi dan adduksi
Dalam posisi adduksi 67 º :
fungsi utama : ekstorsi
fungsi sekunder : adduksi
Dalam posisi abduksi abduksi 23 º
fungsi : (murni) depresi
4
2.1.2.4 Otot Rektus Superior
Otot Rektus Superior berasal dari bagian atas annulus Zinn tepat dibawah
asal m.levator palpebra. Otot ini berjalan ke arah anterior, superior dan lateral dan
membentuk sudut 23 º dengan aksis visual dan berinsersi pada sklera 7.7mm dari
limbus. Panjang otot 40mm, arkus kontak 6.5 mm, bagian tendon 6mm, luas
insersi 10.6mm dan menembus kapsula tenon pada 15mm dari insersi. Persarafan
dari cabang superior nervus kranialis III (okulomotorius). Perdarahan dari cabang
a.oftalmikus.
Fungsi:
Pada posisi primer
Fungsi utama : elevasi
Fungsi sekunder : intorsi dan adduksi
Pada posisi adduksi 67 º
Fungsi utama : intorsi (maksimal)
Fungsi sekunder : adduksi (minimal)
Pada posisi abduksi 23 º
Fungsi : hanya elevasi
5
Fungsi :
Dalam posisi primer
Fungsi utama : intorsi
Fungsi sekunder : abduksi dan depresi
Dalam posisi adduksi 51 º
Fungsi utama : depresi (maksimal)
Fungsi sekunder : intorsi (sedikit)
Dalam posisi abduksi 39 º
Fungsi utama : intorsi
Fungsi sekunder : abduksi
6
Fungsi utama : ekstorsi
Fungsi sekunder : abduksi
Ketika bola mata terarah lurus kedepan dan kepala juga dalam posisi lurus,
maka bola mata dikatakan dalam posisi primer. Gerakan primer otot merupakan
efek utama otot pada posisi mata ketika otot berkontraksi sementara bola mata
7
pada posisi primer. Gerakan sekunder dan tersier merupakan efek tambahan pada
posisi mata primer. Bola mata biasanya dapat bergerak kurang lebih 50º pada
masing-masing arah dari posisi primer. Namun, pada keadaan pandangan normal,
bola mata bergerak hanya sekitar 15º-20 º dari posisi primer sebelum gerakan
kepala muncul.1
Gambar 2.3 Garis insersi muskulus ekstraokuler pada sklera dilihat dari: A,
depan; B, atas; C, belakang. SR, rectus superior; MR, rectus medial; IR, rektus
inferior; SO, obliq superior.5
Gambar 2.4 Otot ekstrinsik bola mata (mata kanan) pada posisi primer, dilihat
dari atas.
8
Gambar 2.5 Axes of Fick1
Posisi pandangan meliputi: 1
- Posisi primer adalah posisi mata ketika terfiksasi lurus kedepan
- Posisi diagnostik sekunder, yaitu lurus ke atas, lurus ke bawah, pandangan ke
kanan dan pandangan ke kiri.
- Posisi diagnostik tersier yaitu empat posisi pandangan obliq: ke atas dan ke
kanan, ke atas dan ke kiri, ke bawah dan ke kanan, ke bawah dan ke kiri, serta
posisi kepala menengadah ke kanan dan kiri.
- Posisi kardinal yaitu ke atas dan ke kanan, ke atas dan ke kiri, kanan, kiri, ke
bawah kanan, dan bawah kiri.
9
Gambar 2.7 Posisi pandangan diagnostik: posisi primer (e); posisi sekunder (b, d,
h, f); posisi tersier (a, c, g, i); posisi cardinal (a, c, d, f, g, i) 5
10
- Antagonis: otot yang bekerja pada arah yang berlawanan terhadap otot agonis
pada mata yang sama. Misalnya, m. rektus medial dan m. rektus lateral adalah
antagonis.
Hukum Sherrington tentang inervasi resiprokal menyatakan bahwa
meningkatan inervasi dan kontraksi otot-otot ekstraokuler akan diikuti oleh
penurunan inervasi dan kontraksi otot-otot antagonisnya. Misalnya pada saat
abduksi, otot rektus lateral kanan mendapatkan peningkatan inervasi, sedangkan
rektus medial akan mengalami penurunan inervasi.1
Posisi pandangan menentukan efek kontraksi EOM pada rotasi mata.
Terdapat tujuh posisi penglihatan: posisi primer dan enam posisi kardinal. Pada
setiap posisi kardinal, keenam otot ekstraokuler okulorotator memiliki efek
berbeda terhadap rotasi mata, bergantung pada hubungan visual axis mata dengan
orientasi muscle plane terhadap visual axis.
11
Tabel 2.2 Fungsi EOM pada posisi primer6
12
Gambar 2.8 Gerakan duksi muskulus rektus horizontal mata kanan1
13
Gambar 2.10 Muskulus rektus inferior kanan1
14
Gambar 2.12 Muskulus obliq inferior kanan1
15
rektus lateral mata kanan dan dan m. rektus medial mata kiri secara simultan
mengalami inervasi dan kontraksi.1
Masing-masing otot ekstraokuler memiliki yoke muscle pada mata
sebelahnya. Oleh karena efek kerja otot biasanya paling baik terlihat pada arah
pandangan yang ditentukan, konsep yoke muscle digunakan untuk untuk
mengevaluasi kontribusi masing-masing otot ekstraokuler dalam gerak bola mata.1
Hering’s law of motor correspondence menyatakan bahwa ketika mata
bergerak ke suatu arah yang ditentukan, inervasi simultan menyebabkan sepasang
yoke muscle memiliki kekuatan yang sama. Hering’s law memiliki implikasi
klinis yang penting, terutama dalam menangani kasus strabismus paralitik atau
restriktif. Karena kuantitas inervasi pada kedua mata selalu ditentukan oleh mata
yang terfiksasi, sudut deviasi berbeda tergantung mata yang difiksasi. Ketika mata
yang sehat difiksasi, besarnya ketidaksejajaran (deviasi atau misalignment)
dinamakan deviasi primer. Ketika mata paresis atau restriktif difiksasi, besarnya
deviasi dinamakan deviasi sekunder. Deviasi sekunder lebih besar daripada
deviasi primer karena peningkatan inervasi penting untuk menggerakan mata yang
paresis atau restriktif ke posisi fiksasi. Inervasi ekstra ini ditransmisikan ke yoke
muscle kedua mata, yang mengakibatkan gerakan eksesif otot ini dan dengan
demikian, menyebabkan sudut deviasi yang lebih besar. Apabila Hering’s law
tidak dapat menjadi paduan, diagnosisnya kemungkinan deviasi vertical
terdisosiasi, atau deviasi horizontal terdisosiasi (dissociated horizontal deviation =
DHD).1
Aplikasi hukum Hering juga berguna dalam penjelasan sekuele otot pada
right superior oblique muscle palsy. Jika mata kanan digunakan sebagai fiksasi
pada objek yang terletak di arah atas dan kiri, inervasi pada m. obliq inferior mata
kanan yang diperlukan untuk menggerakkan mata ke posisi pandangan tersebut
berkurang disebabkan m. obiq inferior kanan tidak perlu mengatasi efek antagonis
dari m. obliq superior (hokum Sherrington). Menurut hukum Hering, inervasi
yang berkurang juga terjadi pada yoke muscle dari m. obliq superior kanan, yaitu
m. rektus superior kiri. Penurunan inervasi ini dapat mengakibatkan incorrect
impression bahwa m. rektus superior kiri mengalami parese, atau yang disebut
dengan inhibitional palsy of the contralateral antagonis.1
16
Pada gerak mata binokular, dikenal beberapa istilah vergen. Konvergensi
adalah gerakan kedua mata kearah nasal, relatif terhadap posisi awal yang
ditentukan. Divergensi adalah gerakan kedua mata ke arah temporal, relatif
terhadap posisi awal yang ditentukan. Otot rektus medial merupakan yoke muscle
pada konvergensi; otot rektus lateral merupakan yoke muscle pada divergensi.
Insiklovergensi merupakan rotasi kedua mata seperti pada bagian superior
meridian kornea vertical berotasi ke nasal; eksiklovergen adalah rotasi kedua mata
seperti pada bagian kutub superior dari masing-masing meridian kornea vertikal
berotasi ke temporal. Gerakan vergensi vertikal poitif, walaupun jarang, dapat
muncul: mata kanan bergerak ke atas sementara mata sebelahnya bergerak
kebawah. Gerakan vergensi vertikal negatif, mata kanan bergerak ke bawah
sementara mata kiri bergerak ke atas. 1
Torsi adalah pergerakan bola mata binokular dalam bidang sagital dengan
sumbu antero-posterior. Dekstrosikloversi adalah gerakan kedua mata pada sumbu
sagital ke kanan, sementara gerakan kedua mata pada sumbu sagital ke kiri adalah
levosikloversi.
17
Pada pemeriksaan dengan Cover-Uncover test untuk Heteroforia
(diperhatikan pergerakan mata yang ditutup):
Mata bergerak kedalam (setelah tutup dibuka) Eksoforia
Mata bergerak keluarEsoforia
Mata bergerak keatasHipoforia
Mata bergerak kebawahHiperforia
Pada pemeriksaan dengan cover test untuk heterotropia (diperhatikan mata
yang tidak ditutup)
Mata bergerak kedalam (setelah satu mata ditutup)Eksotropia
Mata bergerak keluarEsotropia
Mata bergerak keatasHipotropia
Mata bergerak kebawahHipertropia
18
rotasi meridian superior kornea kedua mata ke arah kiri pasien. Pada keadaan
normal pada tes vergensi, kedua bola mata dapat secara sinergis bergerak ke arah
medial (konvergensi) atau ke arah lateral (divergensi) secara bersamaan.
Pemeriksaan gerak bola mata dikerjakan apabila pasien datang dengan keluhan
salah satu atau kedua mata menceng atau apabila pasien mengeluh melihat
dobel/ganda bila melihat dengan kedua mata (diplopia binokular) atau pemeriksa
mencurigai adanya strabismus. Tidak ada kontraindikasi mutlak dilakukan
pemeriksaan ini.
Pemeriksaan Vergensi
Pemeriksa duduk dengan jarak sekitar 50cm di depan pasien.
Pemeriksa memposisikan jari telunjuk 30 cm di depan pangkal
hidung pasien dan meminta pasien melihat ke jari telunjuk pemeriksa.
19
Pemeriksa meminta pasien untuk mengikuti arah gerakan jari
telunjuk pemeriksa dan menilai pergerakan bola mata pasien.
Pemeriksa menggerakkan jari teluntuk ke depan mendekati pangkal
hidung pasien dan menilai gerakan konvergensi pasien.
Pemeriksa menggerakkan jari telunjuk ke belakang menjauhi pangkal
hidung pasien dan menilai gerakan divergensi pasien.
Cover-Uncover test
Uji tutup buka pada satu mata (lihat gambar the monocular cover uncover
tests) merupakan pemeriksaan yang paling penting dilakukan untuk membedakan
heterophoria dengan heterotropia. Dengan satu mata tertutup (OD), pemeriksa
menilai adanya pergerakan mata (OS), jika positif menandakan heterotropia OS.
Namun apabila tidak ada pergerakan OS dan OD bergerak saat ditutup dan
kembali bergerak dengan arah yang berlawanan (mekanisme fusi) saat penutup
20
(okluder) dibuka, keadaan ini dikenal dengan heteroforia OD, dimana posisi mata
normal sebelum dan sesudah ditutup.1
21
diketahui dari besarnya kekuatan prisma yang dipakai. Kekuatan prisma dinaikkan
sampai tidak ada lagi pergerakan mata dengan penutupan secara bergantian
tersebut. Cara yang tepat untuk mengukur deviasi yang besar adalah dengan
meletakkan prisma didepan kedua mata.1
22
Hirchberg Test
Pemeriksaan refleks kornea dengan metodes Hirschberg berdasarkan
kepada reflek cahaya yang terdapat pada kornea yang timbul dari sumber cahaya
yang dipegang pemeriksa (penlight) pada jarak 33 cm. Jika mata berdeviasi maka
refleks cahaya akan jatuh pada tempat yang berbeda dibandingkan dengan mata
yang berfiksasi. Reflek cahaya bergeser ke arah nasal pada esotropia dan akan
bergeser ke temporal pada eksotropia. Jika pantulan cahaya penlight berada di
tengah pupil kedua mata, maka normal atau tidak ada deviasi, akan tetapi jika
pantulan cahaya penlight berada dipinggir pupil mata deviasi dan di tengah pupil
mata yang terfiksasi maka deviasi 15 derajat, jika pantulan sinar pertengahan
pupil dan limbus pada mata deviasi dan ditengah pupil yang fiksasi maka deviasi
30 derajat dan jika pantulan sinar dipinggir limbus mata yang deviasi dan ditengah
pupil mata yang fiksasi maka deviasi 45 derajat.1
23
kuantitatif yang lebih baik dari deviasi dengan menggunakan prisma. Metode
Krimsky menggunakan reflek yang dihasilkan oleh penlight pada kedua kornea.
Metode yang asli meletakkan prisma didepan mata yang berdeviasi. Metode
modifikasi menempatkan prisma pada mata yang berfiksasi. Dengan mengatur
kekuatan prisma sehingga pantulan cahaya penlight akan jatuh pada tengah
kornea, memungkinkan untuk memperkirakan besarnya deviasi.
Bruckner test
Pemeriksaan Bruckner dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop
direct untuk menilai red reflex secara bersamaan pada kedua mata. Pemeriksaan
dilakukan diruangan dengan pencahayaan yang redup. Pastikan bahwa pasien
melihat ke cahaya selama pemeriksaan. Pada kasus strabismus, mata akan
memberikan reflek yang tidak sama. Mata yang berdeviasi akan memiliki reflek
yang lebih bercahaya dan lebih cerah dibandingkan mata yang berfiksasi.
Pemeriksaan ini tidak dapat mengukur besarnya deviasi. Disamping itu
pemeriksaan ini juga dapat mengetahui adanya kekeruhan pada aksis visual.
Pemeriksaan refleks kornea dapat dipegaruhi oleh adanya sudut Kappa.
Sudut Kappa (lihat gambar) merupakan sudut yang dibentuk oleh sumbu
24
penglihatan dan sumbu bola mata. Sudut Kappa positif pada keadaan refleks
cahaya kornea deviasi ke arah nasal. Ini menimbulkan suatu gambaran
eksodeviasi dan merupakan suatu varian normal yang terdapat pada banyak orang.
Bila sumbu visual digeser ke arah temporal terhadap sumbu bola mata maka akan
terdapat sudut Kappa negatif dan mata tampak esodeviasi. Sudut kappa tidak akan
mempengaruhi pemeriksaan cover tests.
25
eksodeviasi. Prosedur yang sama dengan silinder tersusun vertikal dilakukan
untuk pemeriksaan deviasi vertikal. Untuk mengukur besarnya deviasi, pemeriksa
harus menggunakan prisma dengan kekuatan yang berbeda sampai didapatkan
garis berhimpit dengan titik cahaya.
26
Gambar 2.19 Double Maddox rod test
Red-glass test1,15
Uji red-glass atau uji red filter digunakan untuk mendeteksi ada atau
tidaknya diplopia dan tipe diplopia pasien. Selain itu, uji ini dapat digunakan
untuk mendeteksi supresi dan menentukan korespondensi retina.15
Sebuah kaca berwarna merah ditempatkan di depan salah satu mata pasien.
Pasien kemudian diminta memfiksasi pandangan pada sebuah sumber cahaya
kecil berwarna putih dan diminta menyatakan posisi cahaya merah; apakah berada
di kanan, kiri, atas, atau bawah cahaya putih. Pada esotropia, gambar titik fiksasi
mata yang mengalami deviasi jatuh di retina yang terletak nasal dari fovea,
sehingga menghasilkan uncrossed diplopia. Pada exotropia, gambar titik fiksasi
mata yang mengalami deviasi jatuh di retina yang terletak temporal dari fovea,
sehingga menghasilkan crossed diplopia. Pada normal retinal correspondence
(NRC), tercipta gambar ganda dengan jarak yang sama dengan sudut strabismus.16
27
Gambar 2.20 Uji red-glass
28
BAB III
KESIMPULAN
Gerak bola mata berfungsi untuk menempatkan stimuli visual dari lapang
pandangan perifer (retina perifer) ke titik pusat yang mempunyai tajam
penglihatan paling baik (fovea), dan juga mempertahankan fiksasi fovea pada
obyek yang bergerak.
Posisi objek yang menyenangkan untuk dilihat adalah pada posisi objek
tersebut terletak di depan dan selevel dengan mata. Pada orang dengan mata lurus
dan berfiksasi pada satu objek dengan kedua mata maka akan menerima bayangan
pada kedua retina yang bersamaan posisinya (koresponden). Jika fungsi kedua
matanya normal dan sama maka ia akan melihat kedua bayangan tersebut sama
dan menyatu baik ukuran, pencahayaan maupun warna objek tersebut. Hal ini bisa
tercapai jika kedudukan bola mata dimana kerja otot-otot mata dalam keadaan
seimbang sehingga memungkinkan terjadinya fusi tanpa usaha apapun dan
penyimpangan ini tidak berubah walaupun reflek fusi diganggu.
Pada kelainan seperti strabismus, terdapat kelainan kedudukan bola mata
(ocular misalignment) sehingga visual axis dari kedua mata tidak mengarah secara
bersamaan kepada titik fiksasi. Hal ini disebabkan oleh abnormalitas penglihatan
binokular atau anomali kontrol neuromuskular terhadap pergerakan bola mata
Oleh karena itu, pemeriksaan gerak bola mata dan pemeriksaan
kesejajaran bola mata sangat penting untuk mendeteksi kelainan gerak bola mata
dan posisi bola mata selanjutnya bisa ditanggulangi pada usia dini.
29
DAFTAR PUSTAKA
30
16. Traboulsi EI, Utz VM. (eds.) 2016. Practical Management of Pediatric
Ocular Disorders and Strabismus. New York: Springer.
17. Ridwan, Muslim. Strabismus
31