BAB I
PENDAHULUAN
menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal
pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.2
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit
infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di
Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan
penyakit paru utama, 58 % diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan
11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 %
kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam
Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi
nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180
pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia
komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang
dirawat per tahun.2 Oleh karena penting untuk mediagnosis, tatalaksana
komprehensi dan tepat sehingga angka kejadian pneumonia nosocomial dapat
ditekan.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pneumonia
2.1.1 Definisi
Pneumonia adalah peradangan akut pada parenkim paru, bronkiolus
respiratorius dan alveoli, menimbulkan konsolidasi jaringan paru sehingga dapat
mengganggu pertukaran oksigen dan karbon dioksida di paru-paru.2 Pada
perkembangannya , berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk
pneumonia, yaitu pneumonia-masyarakat (community-acquired
pneumonia/CAP), apabila infeksinya terjadi di masyarakat; dan pneumonia-RS
atau pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia/HAP), bila
infeksinya didapat di rumah sakit.1
Pneumonia-masyarakat (community-acquired pneumonia) adalah
pneumonia yang terjadi akibat infeksi diluar rumah sakit , sedangkan pneumonia
nosokomial adalah pneumonia yang terjadi >48 jam atau lebih setelah dirawat di
rumah sakit, baik di ruang rawat umum ataupun di ICU tetapi tidak sedang
menggunakan ventilator. Pneumonia berhubungan dengan penggunaan ventilator
(ventilator-acquired pneumonia/VAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah
48-72 jam atau lebih setelah intubasi tracheal. Pneumonia yang didapat di
pusat perawatan kesehatan (healthcare-associated pneumonia) adalah
pasien yang dirawat oleh perawatan akut di rumah sakit selama 2 hari atau
lebih dalam waktu 90 hari dari proses infeksi, tinggal dirumah perawatan
(nursing home atau long- term care facility), mendapatkan antibiotik intravena,
kemoterapi, atau perawatan luka dalam waktu 30 hari proses infeksi ataupun
datang ke klinik rumah sakit atau klinik hemodialisa2.
2.1.2 Etiologi
a. Bakteri
Pneumonia bakterial dibagi menjadi dua bakteri penyebabnya yaitu
1. Typical organisme
Penyebab pneumonia berasal dari gram positif berupa :
- Streptococcus pneumonia : merupakan bakteri anaerob
3
facultatif. Bakteri patogen ini di temukan pneumonia komunitas
rawat inap di luar ICU sebanyak 20-60%, sedangkan pada
pneumonia komunitas rawat inap di ICU sebanyak 33%. 2
- Staphylococcus aureus : bakteri anaerob fakultatif. Pada pasien yang
diberikan obat secara intravena (intravena drug abusers) memungkan
infeksi kuman ini menyebar secara hematogen dari kontaminasi
4
2. Atipikal organisme
Bakteri yang termasuk atipikal ada alah Mycoplasma sp.,
chlamedia sp. , Legionella sp.
b. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet5, biasanya
menyerang pada pasien dengan imunodefisiensi.3 Diduga virus
penyebabnya adalah cytomegalivirus5, herpes simplex virus, varicella
zooster virus.3
c. Fungi
Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur
oportunistik, dimana spora jamur masuk kedalam tubuh saat menghirup
udara. Organisme yang menyerang adalah Candida sp. , Aspergillus sp. ,
Cryptococcus neoformans. 6
5
2.1.3 Patofisiologi
Patogen yang sampai ke trakea berasal dari aspirasi bahan yang
ada di orofaring, kebocoran melalui mulut saluran endotrakeal, inhalasi
dan sumber patogen yang mengalami kolonisasi di pipa endotrakeal.
Faktor risiko pada inang dan terapi yaitu pemberian antibiotik, penyakit
penyerta yang berat, dan tindakan invansif pada saluran nafas.2Faktor
resiko kritis adalah ventilasi mekanik >48jam, lama perawatan di ICU.
Faktor predisposisi lain seperti pada pasien dengan imunodefisien
menyebabkan tidak adanya pertahanan terhadap kuman patogen akibatnya
terjadi kolonisasi di paru dan menyebabkan infeksi.7Proses infeksi
dimana patogen tersebut masuk ke saluran nafas bagian bawah setelah
dapat melewati mekanisme pertahanan inang berupa daya tahan mekanik
( epitel,cilia, dan mukosa), pertahanan humoral (antibodi dan komplemen)
dan seluler (leukosit, makrofag, limfosit dan sitokinin).2 Kemudian
infeksi menyebabkan peradangan membran paru ( bagian dari sawar-udara
alveoli) sehingga cairan plasma dan sel darah merah dari kapiler masuk.
Hal ini menyebabkan rasio ventilasi perfusi menurun, saturasi oksigen
menurun.7 Pada pemeriksaan dapat diketahui bahwa paru-paru akan
dipenuhi sel radang dan cairan , dimana sebenarnya merupakan reaksi
tubuh untuk membunuh patogen, akan tetapi dengan adanya dahak
dan fungsi paru menurun akan mengakibatkan kesulitan bernafas8,
dapat terjadi sianosis, asidosis respiratorik dan kematian.7
2.1.5. Diagnosis
Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-Atlanta),
diagnosis pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut :
6
1. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan
menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk rumah
sakit
2. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar : 14
• Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif
• Ditambah 2 diantara kriteria berikut:
- suhu tubuh > 38oC
- sekret purulen
- leukositosis
1. Pewarnaan Gram dan kultur dahak yang dibatukkan, induksi sputum atau
aspirasi sekret dari selang endotrakeal atau trakeostomi. Jika fasilitas
memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan biakan kuman secara semikuantitatif
atau kuantitatif dan dianggap bermakna jika ditemukan 106 colony-forming
units/ml dari sputum, 105-106 colony-forming units/ml dari aspirasi endotracheal
tube, 104-105 colony-forming units/ml dari bronchoalveolar lavage (BAL), 103
colony-forming units/ml dari sikatan bronkus dan paling sedikit 102 colony-
forming units/ml dari vena kateter sentral. Dua set kultur darah aerobik dan
anaerobik dari tempat yang berbeda (lengan kiri dan kanan) sebanyak 7 ml. Kultur
darah dapat mengisolasi bakteri patogen pada > 20% pasien. Jika hasil kultur
darah (+) maka sangat penting untuk menyingkirkan infeksi di tempat lain. Pada
semua pasien pneumonia nosokomial harus dilakukan pemeriksaan kultur darah.
14
Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan
biakan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25 / lapangan pandang kecil (lpk) dan sel
epitel < 10 / lpk.
3. Jika keadaan memburuk atau tidak ada respons terhadap pengobatan maka
dilakukan pemeriksaan secara invasif. Bahan kultur dapat diambil melalui
tindakan bronkoskopi dengan cara bilasan, sikatan bronkus dengan kateter ganda
terlindung dan bronchoalveolar lavage (BAL). Tindakan lain adalah aspirasi
transtorakal. 14
Pada pasien ini, telah direncanakan kultur dan sensitivity kuman banal
sputum. Namun hasilnya belum keluar. Dari tes laboratorium AGD didapatkan
hasil alkalosis respiratorik dengan saturasi 99%. Dan pasien respon terhadap
pengobatan, klinis membaik pada hari ketiga rawatan. 14
7
2.1.6 Klasifikasi
Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak terjadinya1 :
1) Community-Acquired Pneumonia11
Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyakit infeksius ini
sering di sebabkan oleh bakteri yaitu Streptococcus pneumonia
(Penicillin sensitive and resistant strains ), Haemophilus
influenza (ampicillin sensitive and resistant strains) and Moraxella
catarrhalis (all strains penicillin resistant). Ketiga bakteri tersebut
dijumpai hampir 85% kasus CAP. CAP biasanya menular karena
masuk melalui inhalasi atau aspirasi organisme patogen ke segmen
paru atau lobus paru-paru. Pada pemeriksaan fisik sputum yang
purulen merupakan karakteristik penyebab dari tipikal bakteri, jarang
terjadi mengenai lobus atau segmen paru. Tetapi apabila terjadi
konsolidasi akan terjadi peningkatan taktil fremitus, nafas bronkial.
Komplikasi berupa efusi pleura yang dapat terjadi akibat infeksi H.
Influenza , emphyema terjadi akibat infeksi Klebsiella , Streptococcus
grup A, S. Pneumonia . Angka kesakitan dan kematian infeksi
CAP tertinggi pada lanjut usia dan pasien dengan imunokompromis.
Resiko kematian akan meningkat pada CAP apabila ditemukan faktor
komorbid berupa peningkatan respiratory rate, hipotensi, demam,
multilobar involvement, anemia dan hipoksia
2) Hospital-Acquired Pneumonia
Berdasarkan America Thoracic Society (ATS) , pneumonia
nosokomial ( lebih dikenal sebagai Hospital-acquired pneumonia atau
Health care-associated pneumonia ) didefinisikan sebagai pneumonia
yang muncul setelah lebih dari 48 jam di rawat di rumah sakit
tanpa pemberian intubasi endotrakeal . Terjadinya pneumonia
nosokomial akibat tidak seimbangnya pertahanan inang dan
kemampuan kolonisasi bakteri sehingga menginvasi traktus
respiratorius bagian bawah. Bakteria yang berperan dalam pneumonia
nosokomial adalah P. Aeruginosa , Klebsiella sp, S. Aureus,
S.pneumonia. Penyakit ini secara signifikan akan mempengaruhi biaya
rawat di rumah sakit dan lama rawat di rumah sakit. ATS membagi
pneumonia nosokomial menjadi early onset (biasanya muncul selama
4 hari perawatan di rumah sakit) dan late onset (biasanya muncul
setelah lebih dari 5 hari perawatan di rumah sakit). Pada early
onset pneumonia nosokomial memili prognosis baik dibandingkan late
onset pneumonia nosokomial; hal ini dipengaruhi pada multidrug-
resistant organism sehingga mempengaruhi peningkatan mortalitas.
8
3) Ventilator-Acquired pneumonia
Pneumonia berhubungan dengan ventilator merupakan pneumonia
yang terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi trakea.13
Ventilator adalah alat yang dimasukan melalui mulut atau hidung,
atau melalu lubang di depan leher. Infeksi dapat muncul jika bakteri
masuk melalui lubang intubasi dan masuk ke paru-paru.13
2.1.7 Komplikasi2,9
a. Pneumonia ekstrapulmoner, pneumonia pneumokokus
dengan bakteriemi.
b. Pneumonia ekstrapulmoner non infeksius gagal ginjal, gagal
jantung, emboli paru dan infark miokard akut.
c. ARDS ( Acute Respiratory Distress Syndrom)
d. Komplikasi lanjut berupa pneumonia
nosokomial
e. Sepsis
f. Gagal pernafasan, syok, gagal multiorgan
g. Penjalaran infeksi (abses otak, endokarditis)
h. Abses paru
i. Efusi pleura
9
Pneumonia
Sepsis
MOD
MOF
Mati
2.1.8 Terapi
Beberapa pedoman dalam pengobatan pneumonia nosokomial adalah :
1. Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang
harus mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin
sebagai penyebab, perhitungkan pola resistensi setempat.14
2.Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan dosis
dan cara pemberian yang adekuat untuk menjamin efektiviti yang maksimal. 14
10
Tabel 1. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP pada pasien tanpa
faktor risiko patogen MDR, onset dini dan semua derajat penyakit (mengacu
ATS)
Pemberian terapi empiris harus intravena dengan sulih terapi pada pasien yang
terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi saluran cerna yang baik.
3. Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada hasil
kultur yang berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons klinis.
4. Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi
kuman MDR.
5. Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis
memburuk.
6. Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan empirik
apabila respons klinis awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian antibiotik
berdasarkan data mikrobial dan uji kepekaan tidak akan mengubah mortalitas
apabila terapi empirik telah memberikan hasil yang memuaskan. 14
11
Tabel 2. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP untuk semua
derajat penyakit pada pasien dengan onset lanjut atau terdapat faktor risiko
patogen MDR (mengacu ATS)
Patogen potensial Antibiotik yang direkomendasikan
• Patogen MDR tanpa atau dengan Sefalosporin antipseudomonal
patogen pada Tabel 1 (Sefepim, seftasidim, sefpirom)
Pseudomonas aeruginosa atau
Klebsiella pneumoniae Karbapenem antipseudomonal
(ESBL) (Meropenem, imipenem)
Acinetobacter sp atau
ß-laktam / penghambat ß laktamase
(Piperasilin – tasobaktam)
ditambah
Linesolid atau vankomisin atau
teikoplanin
BAB 3
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Z
Nomor RM : 01.00.24.11
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 57 Tahun
Tanggal Masuk : 11 Januari 2018
Alamat : Padang
ANAMNESA
Keluhan Utama : Sesak nafas meningkat ± 4 jam sebelum masuk rumah
sakit.
PEMERIKSAAN FISIK
• Keadaan Umum : Sedang
• Kesadaran : CMC
• TB/BB : 170/70 kg
• Tekanan darah : 130/70mmHg
• Frekuensi nadi : 90x/menit
• Frekuensi nafas : 20x/menit
• Suhu : 370C
• Kepala : normosefal
• Mata : konjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)
• Leher
JVP : 5+2 cmH2O,
Trakea : tidak ditemukan kelainan,
KGB : tidak ada pembesaran KGB.
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba I jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas atas RIC II, batas kiri 1 jari medial LMCS
RIC V, batas kanan linea sternalis
Auskultasi : S1 S2 reguler, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : distensi (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Aukultasi : bising usus (+) normal
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
• Hb = 14,3g/dl
• Leukosit = 16.680/mm3
• Trombosit = 403.000/mm3
• Ht = 35%
• GDS = 242 mg/dl
• Ureum = 20 mg/dl
• Creatinin = 1,4 mg/dl
• Na = 141 Mmol/L
• K = 4,2 Mmol/L
• Cl = 98 Mmol/L
• Ca = 9,2 mg/dl
• Total Protein = 7,1 g/dl
• Albumin = 3,4 g/dl
• Globulin = 3,3 g/dl
• SGOT = 32 u/l
• SGPT = 28 u/l
• Bilirubin Tota = 0,2 mg/dl
• Bilirubin Direct = 0,3 mg/dl
• Bilirubin Indirect = 0,4 mg/dl
• Badan Keton (-).
• AGD
pH : 7,5
pCO2 : 20,5
pO2 : 165,3
HCO3 :17,3
BEecf : -5,5,
Saturasi O2 : 99%.
15
DIAGNOSIS KERJA :
Health Care Acquired Pneumonia
Diabetes Mellitus Tipe II tidak terkontrol
DIAGNOSIS BANDING :
Bronkiolitis
TB Paru
BAB 4
DISKUSI
• Trakea di tengah
• Sinus costofrenikus lancip
Kesan: Pneumonia
DAFTAR PUSTAKA