Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
PENDAHULUAN

Health Care Acquired Pneumonia (HCAP) atau Pneumonia Nosokomial


merupakan pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit
dan disingkirkan semua infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah sakit, meliputi
pasien yang dirawat, selama 2 hari atau lebihkarena infeksi dalam waktu 90 hari
terakhir, tinggal di fasilitas perawatan jangka panjang, menerima terapi antibiotika
intravena, kemoterapi atau perawatan luka dalam 30 hari terakhir atau
mendapatkan terapi hemodialisa.1
Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia
komuniti. Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman multi drug
resistance (MDR) misalnya S.pneumoniae, H.Influenzae, Pseudomonas
aeurigunosa, Escherciia coli, Klebsiella pneumoniae, Methicillin Sensitive
Staphylococcus aureus (MSSA), dan Acinetobacter spp. Pada pasien
imunokompeten, HAP, VAP dan HCAP dapat disebabkan oleh spektrum bakteri
yang luas dan bersifat polimikrobial, namun jarang oleh virus atau jamur. Pato
genyang sering ditemukan adalah basil aerobic gram negatif (contoh: P.
aeruginosa, E. coli, K. pneumonia, Acinetobacter Sp.) dan kokus gram negatif
seperti S.aureus. Hasil studi negara-negara di Asia menunjukkan peningkatan
insidens Acinetobacter Sp. di Malaysia, Thailand,Pakistan dan India. P.aeruginosa
merupakan penyebab utama HAP di China dan Filipina,MRSA di Korea dan
Taiwan. Data ICU RS Persahabatan menunjukkan etiologi pathogen yang paling
sering didapatkandari kultur sputum adalah P.aeruginosa (23%), A.baumanii
(13%), E.cloacae (13%), dan K.pneumonia (10%). P.aeruginosa ditemukan
sebesar 33% pada kultur darah. Bahan pemeriksaan untuk menentukan bakteri
penyebab dapat diambil dari dahak, darah, carain vasif, misalnya bilasan bronkus,
sikatan bronkus, biopsi aspirasi transtorakal dan biopsiaspirasi transtrakea.1,2
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah
maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia
merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7
di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam.
Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat
penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia
dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per
1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi
pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika
adalah 10 %.2
Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya
ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu
beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat
2

menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal
pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.2
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit
infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di
Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan
penyakit paru utama, 58 % diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan
11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 %
kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam
Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi
nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180
pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia
komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang
dirawat per tahun.2 Oleh karena penting untuk mediagnosis, tatalaksana
komprehensi dan tepat sehingga angka kejadian pneumonia nosocomial dapat
ditekan.
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pneumonia
2.1.1 Definisi
Pneumonia adalah peradangan akut pada parenkim paru, bronkiolus
respiratorius dan alveoli, menimbulkan konsolidasi jaringan paru sehingga dapat
mengganggu pertukaran oksigen dan karbon dioksida di paru-paru.2 Pada
perkembangannya , berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk
pneumonia, yaitu pneumonia-masyarakat (community-acquired
pneumonia/CAP), apabila infeksinya terjadi di masyarakat; dan pneumonia-RS
atau pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia/HAP), bila
infeksinya didapat di rumah sakit.1
Pneumonia-masyarakat (community-acquired pneumonia) adalah
pneumonia yang terjadi akibat infeksi diluar rumah sakit , sedangkan pneumonia
nosokomial adalah pneumonia yang terjadi >48 jam atau lebih setelah dirawat di
rumah sakit, baik di ruang rawat umum ataupun di ICU tetapi tidak sedang
menggunakan ventilator. Pneumonia berhubungan dengan penggunaan ventilator
(ventilator-acquired pneumonia/VAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah
48-72 jam atau lebih setelah intubasi tracheal. Pneumonia yang didapat di
pusat perawatan kesehatan (healthcare-associated pneumonia) adalah
pasien yang dirawat oleh perawatan akut di rumah sakit selama 2 hari atau
lebih dalam waktu 90 hari dari proses infeksi, tinggal dirumah perawatan
(nursing home atau long- term care facility), mendapatkan antibiotik intravena,
kemoterapi, atau perawatan luka dalam waktu 30 hari proses infeksi ataupun
datang ke klinik rumah sakit atau klinik hemodialisa2.

2.1.2 Etiologi
a. Bakteri
Pneumonia bakterial dibagi menjadi dua bakteri penyebabnya yaitu
1. Typical organisme
Penyebab pneumonia berasal dari gram positif berupa :
- Streptococcus pneumonia : merupakan bakteri anaerob
3
facultatif. Bakteri patogen ini di temukan pneumonia komunitas
rawat inap di luar ICU sebanyak 20-60%, sedangkan pada
pneumonia komunitas rawat inap di ICU sebanyak 33%. 2
- Staphylococcus aureus : bakteri anaerob fakultatif. Pada pasien yang
diberikan obat secara intravena (intravena drug abusers) memungkan
infeksi kuman ini menyebar secara hematogen dari kontaminasi
4

injeksi awal menuju ke paru-paru. 3 Kuman ini memiliki daya taman


paling kuat, apabila suatu organ telah terinfeksi kuman ini akan
timbul tanda khas, yaitu peradangan, nekrosis dan pembentukan
abses.4 Methicillin-resistant S. Aureus (MRSA) memiliki dampak
yang besar dalam pemilihan antibiotik dimana kuman ini
resisten terhadap beberapa antibiotik.3
- Enterococcus (E. faecalis, E faecium) :organisme
streptococcus grup D yang merupakan flora normal usus.7Penyebab
pneumonia berasal dari gram negatif sering menyerang pada pasien
defisiensi imun (immunocompromised) atau pasien yang di rawat di
rumah sakit, di rawat di rumah sakit dalam waktu yang lama dan
dilakukan pemasangan endotracheal tube.3
Contoh akteri gram negatif dibawah adalah :
- Pseudomonas aeruginosa : bakteri anaerob, bentuk batang dan
memiliki bau yang sangat khas.3
- Klebsiella pneumonia : bakteri anaerob fakultatif, bentuk batang
tidak berkapsul. Pada pasien alkoholisme kronik, diabetes atau
PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) dapat meningkatkan
resiko terserang kuman ini.3
- Haemophilus influenza : bakteri bentuk batang anaerob dengan
berkapsul atau tidak berkapsul. Jenis kuman ini yang memiliki
virulensi tinggu yaitu encapsulated type B (HiB)3.

2. Atipikal organisme
Bakteri yang termasuk atipikal ada alah Mycoplasma sp.,
chlamedia sp. , Legionella sp.

b. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet5, biasanya
menyerang pada pasien dengan imunodefisiensi.3 Diduga virus
penyebabnya adalah cytomegalivirus5, herpes simplex virus, varicella
zooster virus.3

c. Fungi
Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur
oportunistik, dimana spora jamur masuk kedalam tubuh saat menghirup
udara. Organisme yang menyerang adalah Candida sp. , Aspergillus sp. ,
Cryptococcus neoformans. 6
5

2.1.3 Patofisiologi
Patogen yang sampai ke trakea berasal dari aspirasi bahan yang
ada di orofaring, kebocoran melalui mulut saluran endotrakeal, inhalasi
dan sumber patogen yang mengalami kolonisasi di pipa endotrakeal.
Faktor risiko pada inang dan terapi yaitu pemberian antibiotik, penyakit
penyerta yang berat, dan tindakan invansif pada saluran nafas.2Faktor
resiko kritis adalah ventilasi mekanik >48jam, lama perawatan di ICU.
Faktor predisposisi lain seperti pada pasien dengan imunodefisien
menyebabkan tidak adanya pertahanan terhadap kuman patogen akibatnya
terjadi kolonisasi di paru dan menyebabkan infeksi.7Proses infeksi
dimana patogen tersebut masuk ke saluran nafas bagian bawah setelah
dapat melewati mekanisme pertahanan inang berupa daya tahan mekanik
( epitel,cilia, dan mukosa), pertahanan humoral (antibodi dan komplemen)
dan seluler (leukosit, makrofag, limfosit dan sitokinin).2 Kemudian
infeksi menyebabkan peradangan membran paru ( bagian dari sawar-udara
alveoli) sehingga cairan plasma dan sel darah merah dari kapiler masuk.
Hal ini menyebabkan rasio ventilasi perfusi menurun, saturasi oksigen
menurun.7 Pada pemeriksaan dapat diketahui bahwa paru-paru akan
dipenuhi sel radang dan cairan , dimana sebenarnya merupakan reaksi
tubuh untuk membunuh patogen, akan tetapi dengan adanya dahak
dan fungsi paru menurun akan mengakibatkan kesulitan bernafas8,
dapat terjadi sianosis, asidosis respiratorik dan kematian.7

2.1.4 Manifestasi Klinik


Gejala khas adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik
non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen,
atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak.9 Gejala umum
lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan
lutut tertekuk karena nyeri dada.10 Pemeriksaan fisik didapatkan
retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat pernafas10,
takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai
pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki,
suara pernafasan bronkial, pleural friction rub.9

2.1.5. Diagnosis
Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-Atlanta),
diagnosis pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut :
6

1. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan
menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk rumah
sakit
2. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar : 14
• Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif
• Ditambah 2 diantara kriteria berikut:
- suhu tubuh > 38oC
- sekret purulen
- leukositosis

Pemeriksaan yang diperlukan adalah :

1. Pewarnaan Gram dan kultur dahak yang dibatukkan, induksi sputum atau
aspirasi sekret dari selang endotrakeal atau trakeostomi. Jika fasilitas
memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan biakan kuman secara semikuantitatif
atau kuantitatif dan dianggap bermakna jika ditemukan 106 colony-forming
units/ml dari sputum, 105-106 colony-forming units/ml dari aspirasi endotracheal
tube, 104-105 colony-forming units/ml dari bronchoalveolar lavage (BAL), 103
colony-forming units/ml dari sikatan bronkus dan paling sedikit 102 colony-
forming units/ml dari vena kateter sentral. Dua set kultur darah aerobik dan
anaerobik dari tempat yang berbeda (lengan kiri dan kanan) sebanyak 7 ml. Kultur
darah dapat mengisolasi bakteri patogen pada > 20% pasien. Jika hasil kultur
darah (+) maka sangat penting untuk menyingkirkan infeksi di tempat lain. Pada
semua pasien pneumonia nosokomial harus dilakukan pemeriksaan kultur darah.
14

Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan
biakan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25 / lapangan pandang kecil (lpk) dan sel
epitel < 10 / lpk.

2. Analisis gas darah untuk membantu menentukan berat penyakit.

3. Jika keadaan memburuk atau tidak ada respons terhadap pengobatan maka
dilakukan pemeriksaan secara invasif. Bahan kultur dapat diambil melalui
tindakan bronkoskopi dengan cara bilasan, sikatan bronkus dengan kateter ganda
terlindung dan bronchoalveolar lavage (BAL). Tindakan lain adalah aspirasi
transtorakal. 14

Pada pasien ini, telah direncanakan kultur dan sensitivity kuman banal
sputum. Namun hasilnya belum keluar. Dari tes laboratorium AGD didapatkan
hasil alkalosis respiratorik dengan saturasi 99%. Dan pasien respon terhadap
pengobatan, klinis membaik pada hari ketiga rawatan. 14
7

2.1.6 Klasifikasi
Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak terjadinya1 :
1) Community-Acquired Pneumonia11
Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyakit infeksius ini
sering di sebabkan oleh bakteri yaitu Streptococcus pneumonia
(Penicillin sensitive and resistant strains ), Haemophilus
influenza (ampicillin sensitive and resistant strains) and Moraxella
catarrhalis (all strains penicillin resistant). Ketiga bakteri tersebut
dijumpai hampir 85% kasus CAP. CAP biasanya menular karena
masuk melalui inhalasi atau aspirasi organisme patogen ke segmen
paru atau lobus paru-paru. Pada pemeriksaan fisik sputum yang
purulen merupakan karakteristik penyebab dari tipikal bakteri, jarang
terjadi mengenai lobus atau segmen paru. Tetapi apabila terjadi
konsolidasi akan terjadi peningkatan taktil fremitus, nafas bronkial.
Komplikasi berupa efusi pleura yang dapat terjadi akibat infeksi H.
Influenza , emphyema terjadi akibat infeksi Klebsiella , Streptococcus
grup A, S. Pneumonia . Angka kesakitan dan kematian infeksi
CAP tertinggi pada lanjut usia dan pasien dengan imunokompromis.
Resiko kematian akan meningkat pada CAP apabila ditemukan faktor
komorbid berupa peningkatan respiratory rate, hipotensi, demam,
multilobar involvement, anemia dan hipoksia

2) Hospital-Acquired Pneumonia
Berdasarkan America Thoracic Society (ATS) , pneumonia
nosokomial ( lebih dikenal sebagai Hospital-acquired pneumonia atau
Health care-associated pneumonia ) didefinisikan sebagai pneumonia
yang muncul setelah lebih dari 48 jam di rawat di rumah sakit
tanpa pemberian intubasi endotrakeal . Terjadinya pneumonia
nosokomial akibat tidak seimbangnya pertahanan inang dan
kemampuan kolonisasi bakteri sehingga menginvasi traktus
respiratorius bagian bawah. Bakteria yang berperan dalam pneumonia
nosokomial adalah P. Aeruginosa , Klebsiella sp, S. Aureus,
S.pneumonia. Penyakit ini secara signifikan akan mempengaruhi biaya
rawat di rumah sakit dan lama rawat di rumah sakit. ATS membagi
pneumonia nosokomial menjadi early onset (biasanya muncul selama
4 hari perawatan di rumah sakit) dan late onset (biasanya muncul
setelah lebih dari 5 hari perawatan di rumah sakit). Pada early
onset pneumonia nosokomial memili prognosis baik dibandingkan late
onset pneumonia nosokomial; hal ini dipengaruhi pada multidrug-
resistant organism sehingga mempengaruhi peningkatan mortalitas.
8

Pada banyak kasus, diagnosis pneumonia nosokomial dapat


diketahui secara klinis, serta dibantu dengan kultur bakteri; termasuk
kultur semikuantitatif dari sample bronchoalveolar lavange (BAL).12

3) Ventilator-Acquired pneumonia
Pneumonia berhubungan dengan ventilator merupakan pneumonia
yang terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi trakea.13
Ventilator adalah alat yang dimasukan melalui mulut atau hidung,
atau melalu lubang di depan leher. Infeksi dapat muncul jika bakteri
masuk melalui lubang intubasi dan masuk ke paru-paru.13

2.1.7 Komplikasi2,9
a. Pneumonia ekstrapulmoner, pneumonia pneumokokus
dengan bakteriemi.
b. Pneumonia ekstrapulmoner non infeksius gagal ginjal, gagal
jantung, emboli paru dan infark miokard akut.
c. ARDS ( Acute Respiratory Distress Syndrom)
d. Komplikasi lanjut berupa pneumonia
nosokomial
e. Sepsis
f. Gagal pernafasan, syok, gagal multiorgan
g. Penjalaran infeksi (abses otak, endokarditis)
h. Abses paru
i. Efusi pleura
9

Komplikasi pneumonia yang dapat menyebabkan kematian


memiliki mekanisme sebagai berikut,
Mikroorganisme

Bronkus & Alveoli

Pneumonia

Sepsis

ARDS CHF Endokarditis

MOD

MOF

Mati

Gambar 1. Komplikasi pneumonia yang menyebabkan


kematian

2.1.8 Terapi
Beberapa pedoman dalam pengobatan pneumonia nosokomial adalah :
1. Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang
harus mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin
sebagai penyebab, perhitungkan pola resistensi setempat.14
2.Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan dosis
dan cara pemberian yang adekuat untuk menjamin efektiviti yang maksimal. 14
10

Tabel 1. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP pada pasien tanpa
faktor risiko patogen MDR, onset dini dan semua derajat penyakit (mengacu
ATS)

Patogen potensial Antibiotik yang direkomendasikan

• Streptocoocus pneumoniae Betalaktam + antibetalaktamase


• Haemophilus influenzae (Amoksisilin klavulanat)
• Metisilin-sensitif Staphylocoocus atau
aureus Sefalosporin G3 nonpseudomonal
• Antibiotik sensitif basil Gram (Seftriakson, sefotaksim)
negatif enterik atau
- Escherichia coli Kuinolon respirasi (Levofloksasin,
- Klebsiella pneumoniae Moksifloksasin)
- Enterobacter spp
- Proteus spp
- Serratia marcescens

Pemberian terapi empiris harus intravena dengan sulih terapi pada pasien yang
terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi saluran cerna yang baik.
3. Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada hasil
kultur yang berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons klinis.
4. Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi
kuman MDR.
5. Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis
memburuk.
6. Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan empirik
apabila respons klinis awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian antibiotik
berdasarkan data mikrobial dan uji kepekaan tidak akan mengubah mortalitas
apabila terapi empirik telah memberikan hasil yang memuaskan. 14
11

Tabel 2. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP untuk semua
derajat penyakit pada pasien dengan onset lanjut atau terdapat faktor risiko
patogen MDR (mengacu ATS)
Patogen potensial Antibiotik yang direkomendasikan
• Patogen MDR tanpa atau dengan Sefalosporin antipseudomonal
patogen pada Tabel 1 (Sefepim, seftasidim, sefpirom)
Pseudomonas aeruginosa atau
Klebsiella pneumoniae Karbapenem antipseudomonal
(ESBL) (Meropenem, imipenem)
Acinetobacter sp atau
ß-laktam / penghambat ß laktamase
(Piperasilin – tasobaktam)

Methicillin resisten ditambah


Staphylococcus aureus Fluorokuinolon antipseudomonal
(MRSA) (Siprofloksasin atau levofloksasin)
atau
Aminoglikosida
(Amikasin, gentamisin atau
tobramisin)

ditambah
Linesolid atau vankomisin atau
teikoplanin

Gambar 1. Skema terapi empirik untuk HAP dan VAP


12

BAB 3
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Z
Nomor RM : 01.00.24.11
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 57 Tahun
Tanggal Masuk : 11 Januari 2018
Alamat : Padang

ANAMNESA
Keluhan Utama : Sesak nafas meningkat ± 4 jam sebelum masuk rumah
sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :


• Sesak nafas meningkat ± 4 jam smrs. Sesak nafas tidak menciut, meningkat
dengan aktifitas.
• Pasien memiliki riwayat sesak sebelumnya, pada 2 minggu yang lalu. Karena
sesaknya tersebut pasien dirawat di Bangsal Paru RSUP Dr. M. Djamil
Padang pada tanggal 31/12/2017 sampai 04/01/2018, dilakukan rontgent dan
pemeriksaan sputum, didapatkan hasil BTA (-).
• Pasien batuk sejak 3 bulan yang lalu. Pasien sekarang batuk berdahak dengan
dahak bewarna kekuningan sejak 3 hari yang lalu, hilang timbul.
• Pasien tidak batuk darah, namun pasien pernah memiliki riwayat batuk darah,
bewarna merah segar, lengket di dahak, 2 minggu yang lalu.
• Pasien tidak ada merasakan nyeri pada dada, keringat malam, demam.
• Pasien memiliki riwayat demam pada 2 minggu yang lalu, demam tidak
menggigil. Pasien tidak mengeluhkan penurunan nafsu makan dan berat
badan.
• Mual (+) Muntah (+)
• Penurunan BB (-)
• Penurunan nafsu makan (-)

Riwayat Penyakit Dahulu :


• Pasien tidak memiliki riwayat meminum OAT.
• Pasien memiliki riwayat DM, tapi tidak pernah kontrol lagi sejak tahun 2010.
• Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi dan keganasan.

Riwayat Penyakit Keluarga :


• Tidak ada keluarga memiliki riwayat meminum OAT.
• Tidak ada keluarga memiliki riwayat DM dan Hipertensi.
13

• Tidak ada keluarga memiliki riwayat keganasan.

Riwayat Kebiasaan, sosial, pekerjaan :


• Pasien seorang tukang bangunan dengan riwayat merokok 20 batang/hari
(Indeks Brinckman: Berat), pasien masih merokok.

PEMERIKSAAN FISIK
• Keadaan Umum : Sedang
• Kesadaran : CMC
• TB/BB : 170/70 kg
• Tekanan darah : 130/70mmHg
• Frekuensi nadi : 90x/menit
• Frekuensi nafas : 20x/menit
• Suhu : 370C

• Kepala : normosefal
• Mata : konjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)
• Leher
JVP : 5+2 cmH2O,
Trakea : tidak ditemukan kelainan,
KGB : tidak ada pembesaran KGB.
 Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba I jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas atas RIC II, batas kiri 1 jari medial LMCS
RIC V, batas kanan linea sternalis
Auskultasi : S1 S2 reguler, bising (-)

 Paru depan (dada)


Inspeksi : statis kanan = kiri , dinamis pergerakan kiri=
kanan
Palpasi : fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor
Aukultasi : suara nafas vesikuler, wheezing (-)/(-), ronkhi (-)/(-
)

 Paru belakang (punggung)


Inspeksi : statis kanan = kiri , dinamis pergerakan kiri=
kanan
Palpasi : fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor
14

Aukultasi : suara nafas vesikuler, wheezing (-)/(-), ronkhi (-)/(-


)

 Abdomen
Inspeksi : distensi (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Aukultasi : bising usus (+) normal

 Genitalia : tidak ditemukan kelainan


 Ekstremitas : edema (-), akral hangat, CRT < 2 detik

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
• Hb = 14,3g/dl
• Leukosit = 16.680/mm3
• Trombosit = 403.000/mm3
• Ht = 35%
• GDS = 242 mg/dl
• Ureum = 20 mg/dl
• Creatinin = 1,4 mg/dl
• Na = 141 Mmol/L
• K = 4,2 Mmol/L
• Cl = 98 Mmol/L
• Ca = 9,2 mg/dl
• Total Protein = 7,1 g/dl
• Albumin = 3,4 g/dl
• Globulin = 3,3 g/dl
• SGOT = 32 u/l
• SGPT = 28 u/l
• Bilirubin Tota = 0,2 mg/dl
• Bilirubin Direct = 0,3 mg/dl
• Bilirubin Indirect = 0,4 mg/dl
• Badan Keton (-).

• AGD
pH : 7,5
pCO2 : 20,5
pO2 : 165,3
HCO3 :17,3
BEecf : -5,5,
Saturasi O2 : 99%.
15

GAMBARAN RONTGEN TORAKS

DIAGNOSIS KERJA :
Health Care Acquired Pneumonia
Diabetes Mellitus Tipe II tidak terkontrol

DIAGNOSIS BANDING :
Bronkiolitis
TB Paru

RENCANA PENGOBATAN DAN PEMERIKSAAN :


O2 3-4 L/menit
IVFD NaCl 0,9% 1 kolf/12 jam
Cefixime 2x200mg
Lansoprazole 1x30mg
Candesartan 1x8mg
Levemir 1x10 unit
Novorapid 3x1.
16

BAB 4
DISKUSI

Seorang laki-laki berusia 57 tahun datang ke IGD RSUP Dr. M. Djamil


Padang dengan keluhan sesak nafas meningkat ± 4 jam sebelum masuk rumah
sakit. Sesak nafas tidak menciut, meningkat dengan aktifitas. Pasien memiliki
riwayat sesak sebelumnya, pada 2 minggu yang lalu. Karena sesaknya tersebut
pasien dirawat di Bangsal Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal
31/12/2017 sampai 04/01/2018, dilakukan rontgent dan pemeriksaan sputum,
didapatkan hasil BTA (-).
Pasien batuk sejak 3 bulan yang lalu. Pasien sekarang batuk berdahak
dengan dahak bewarna kekuningan sejak 3 hari yang lalu, hilang timbul. Pasien
tidak batuk darah, namun pasien pernah memiliki riwayat batuk darah, bewarna
merah segar, lengket di dahak, 2 minggu yang lalu. Pasien tidak ada merasakan
nyeri pada dada, keringat malam, demam. Pasien memiliki riwayat demam pada 2
minggu yang lalu, demam tidak menggigil. Pasien tidak mengeluhkan penurunan
nafsu makan dan berat badan.
Pasien tidak memiliki riwayat meminum OAT. Pasien memiliki riwayat
DM, tapi tidak pernah kontrol lagi sejak tahun 2010. Pasien tidak memiliki
riwayat hipertensi dan keganasan. Keluarga pesien tidak ada yang memiliki
riwayat minum OAT, memiliki penyakit hipertensi, keganasan atau DM. Pasien
seorang tukang bangunan dengan riwayat merokok 20 batang/hari (Indeks
Brinckman: Berat), pasien masih merokok.
Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang, kesadaran
komposmentis kooperatif, TD 120/70 mmHg, nadi 90 kali/menit, suhu afebris,
nafas 20x/menit, TB 170 cm, BB 70 kg, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, JVP 5+2 cmH2O.
Pada pemeriksaan fisik paru ditemukan inspeksi: dada simetris kanan dan
kiri (statis) dan pergerakan dinding dada sama kanan dan kiri (dinamis), palpasi:
fremitus sama kanan dan kiri, dan perkusi didapatkan sonor pada kedua lapangan
paru, auskultasi suara nafas bronkovesikuler, Rh +/+, Wh -/-. Pada pemeriksaan
fisik jantung ditemukan iktus kordis terlihat di 1 jari medial LMCS RIC V.
Palpasi: iktus kordis teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI. Perkusi: ditemukan batas
jantung kanan di LSD, batas jantung atas di RIC 2 dan batas jantung kiri di 1 jari
lateral LMCS RIC VI. Auskultasi: S1S2 reguler, gallop (-), murmur (-).
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan dalam batas normal, saat inspeksi
abdomen tidak distensi, supel, hepar dan lien tidak teraba. Perkusi yaitu timpani.
Auskultasi, bising usus normal. Alat kelamin dan anus tidak diperiksa. Pada
ekstremitas tidak ditemukan adanya edema pada kedua tungkai dan akral hangat.
Rontgen Thorax :
17

• Terlihat infiltrat di kedua lapangan paru


• CTR >50%

• Trakea di tengah
• Sinus costofrenikus lancip

Kesan: Pneumonia

Pada pemeriksaan laboratorium, AGD ditemukan pH : 7,5 pCO2: 20,5 pO2:


165,3 HCO3 :17,3 BE: -5,5, Sat O2 : 99%. Pada pemeriksaan laboratorium rutin
ditemukan : Hb = 14,3g/dl, Leukosit = 16.680/mm3, Trombosit = 403.000/mm3,
Ht = 35%, GDS = 242 mg/dl, Ureum = 20 mg/dl, Creatinin = 1,4 mg/dl, Na = 141
Mmol/L, K = 4,2 Mmol/L, Cl = 98 Mmol/L Ca = 9,2 mg/dl, Total Protein = 7,1
g/dl, Albumin = 3,4 g/dl, Globulin = 3,3 g/dl SGOT = 32 u/l, SGPT = 28 u/l,
Bilirubin Total = 0,2 mg/dl, Bilirubin Direct = 0,3 mg/dl, Bilirubin Indirect = 0,4
mg/dl, Badan Keton (-).
Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium : Gula darah sewaktu
meningkat, kreatinin meningkat, alkalosis respiratorik, leukositosis.
Berdasarkan anamesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan rontgen thorax, pasien ini di diagnosis dengan Health Care Acquired
Pneumonia, Diabetes Mellitus Tipe II tidak terkontrol.
18

Tindakan pengobatan pada pasien ini sewaktu di IGD berupa O2 3-4l/m,


IVFD NaCl 0,9% 1 kolf/12 jam, Ceftriaxon 2x2gr, Flumacyl nebu 2x1, Ranitidin
2x1 amp, Levofloxacin 1x750mg, Ceftriaxon 2x200mg, Candesartan 1x8mg,
Levemir 1x10 unit, NovoRapid 3x1.
Terapi pasien ketika rawatan O2 3-4 l/m IVFD NaCl 0,9% 1 kolf/12 jam,
Cefixime 2x200mg, Lansoprazole 1x30mg, Candesartan 1x8mg, Levemir 1x10
unit, NovoRapid 3x1.
Tindakan pengobatan pada pasien ini sewaktu pulang berupa Cefixime
2x200mg, Lansoprazole 1x30mg, Candesartan 1x8mg, Levemir 1x10 unit,
NovoRapid 3x1.
Prognosis pasien ini berupa prognosis ad vitam yaitu dubia ad bonam,
prognosis ad sanationam yaitu dubia ad bonam, dan prognosis ad fungsionam
yaitu dubia ad bonam.
19

DAFTAR PUSTAKA

1. American Thoracic Society. Guidelines for management of adults with


community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity,
antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med 2001; 163:
1730-54.
2. American Thoracic Society. Guideline for the Managerment of Adults with
Hospital-aquired, Ventilator-associated, and Healthcare-associated
Pneumonia. Am J Respir Crit Care Med 2005; 171: 388-416.
3. Said Mardjanis. Respirologi Anak. Edisi I, Jakarta : Badan Penerbit
IDAI.2008
4. Dahlan Zul. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.2000
5. Kamangar N, MD et al. Bacterial Pneumonia.2013 [updated 2013 Nov 18 ;
cited 2014 jan 31]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/300157overview#showalla0102
6. Warsa C Usman. Buku Ajar Mikrobiologi. Edisi Revisi. Jakarta : Binarupa.
Aksara. 1993
7. Reevers, Chalene J. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : Salemba.
Medica. 2000
8. Mandanas A Romeo, MD et al. Fungal Pneumonia Overview of Fungal
Pneumonia. 2013 [updated 2013 Nov 20; cited 2013 Des 31]. Available
from : http://emedicine.medscape.com/article/300341-overview
9. Alwi. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing.2010
10. Muttaqin. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.2008
11. Fauci, Braunwald, Kasper et al. Harrison : Manual Kedokteran. Jilid 2.
Tanggerang : 2012.
12. Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.2000
13. Cunha A Burke, MD et al. Community Acquired Pneumonia. 2013 [updated
2014 Jan 13; cited 2014 Jan 31]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/234240-overview#a1
14. Cunha A Burke, MD et al. Nosocomial Pneumonia . 2013 [updated 2014 Jan
13; cited 2014 Jan 31]. Available from
:http://emedicine.medscape.com/article/234753-overview#a1
15. Darmanto R, Respiratologi. Jakarta : EGC. 2009
16. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia nosokomial : Pedoman
diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. 2003.

Anda mungkin juga menyukai