PENDAHULUAN
di kaki, perut, lengan dan kepala, sering terjadi di kaki. PAP ini relatif
di tubuh.1
Prevalensi PAP mencapai sekitar 20% dari orang dewasa usia lebih
PAP menca;pai 9,7% dan setiap satu juta orangnya, 13.807 diantaranya
menderita PAP.3
akut limb iskemik. Acute limb ischemic (ALI) adalah penurunan perfusi
minggu dari onset gejala. ALI dapat diingat dengan “6P” yaitu pain
(pucat).4
1
Surgery menciptakan suatu klasifikasi untuk oklusi arterial akut. Dikenal
jaringan tidak memadai), Kelas III (telah terjadi iskemia berat yang
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
anggota gerak. Munculannya bisa terjadi hingga 2 minggu dari onset gejala.4
arteri ekstremitas karena emboli atau trombus. Ancaman tersebut tidak hanya
pada angggota gerak tubuh, namun juga berisiko tinggi untuk pasien
dan ginjal.5
2.2 Epidemiologi
Insidens Acute limb ischemic (ALI) mencapai 1,5 kasus per 10.000
orang pertahun . ALI sering pada laki-laki dan wanita tua dengan usia rata-rata
75 tahun. Faktor risikonya berupa usia, perokok, diabetes, obesitas, pola hidup
yang tidak teratur , riwayat penyakit vaskular dalam keluarga, kolestrol tinggi
dan hipertensi.6
Insiden ALI pada ekstremitas bawah mencapai 9–16 kasus per 100.000
orang per tahun dan sekitar 1–3 kasus per 100.000 orang per tahun yang
3
2.3 Etiologi
oleh emboli terkait dengan adanya onset yang cepat, riwayat penyakit jantung
a. Thrombosis
Peripheral Arterial Surgery (TOPAS), sekitar 85% dari seluruh kasus. Angka
kejadian kasus emboli telah menurun sejak beberapa dekade terakhir. Pada penelitian
yang dilakukan di Yunani, yang mengevaluasi penyebab iskemia anggota gerak akut
pada pusat-pusat rujukan antara tahun 2000 dan 2004, 40% kasus disebabkan oleh
kejadian emboli, sedangkan in situ thrombosis menjadi penyebab pada 50% kasus,
dan sisanya sebesar 10% disebabkan oleh trauma, injuri iatrogenic, vaskulitis, atau
4
diseksi. Sebanyak 78% kasus emboli berasal dari jantung, dan sebanyak 9% dari
Di antara seluruh kasus thrombosis in situ, 30% terjadi pada arteri normal,
sedangkan 70% terjadi pada pembuluh darah yang mendapat intervensi (65% graft
infrainguinal). 30% penyebab iskemia anggota gerak akut dikarenakan surgical graft
thrombosis. Pasien dengan graft dapat mengalami graft thrombosis dan berkembang
menjadi gejala iskemia anggota gerak akut dikarenakan degenerasi graft atau adanya
atau kinking pada graft juga dapat menyebabkan thrombosis. Dengan adanya metode
stent grafting untuk penyakit aneurisma aortoiliac, maka thrombosis stent graft akut
dengan iskemia anggota gerak akut. Pada suatu review yang dilakukan pada hampir
900 pasien yang mengalami iskemia anggota gerak akut sekunder akibat thrombosis
penelitian ini, terapi trombolisis dengan dipandu kateter yang dilakukan sebelum
amputasi, akan tetapi hal ini secara signifikan akan meningkatkan patensi graft dalam
jangka panjang, diduga karena dengan melakukan tindakan ini akan memaksimalkan
thrombosis akut pada aneurisma popliteal sebesar 17% pada pasien yang mengalami
iskemia akut dan hanya sebesar 1,8% pada aneurisma asimtomatik yang memerlukan
terapi elektif.8,9
5
b. Emboli
Iskemia anggota gerak akut sering disebabkan oleh emboli, seringkali berasal
femoral atau trifurkasio popliteal. Selama beberapa dekade terakhir, etiologi kejadian
stenosis dengan pembesaran atrium merupakan suatu kejadian yang jarang terjadi
karena prevalensi penyakit katup jantung rematik saat ini telah menurun secara
substansial.
Fibrilasi atrium yang terkait usia dan disfungsi ventrikel kiri dengan
myxoma, atau paradoxical embolism yang disebabkan oleh patent foramen ovale
yang memungkinkan transit thrombus yang ada di vena ke dalam sirkulasi arteri.
Oklusi emboli akut terkait aneurisma aorta dan thrombus intramural jarang terjadi.10
c. Penyebab Iatrogenik
Iskemia anggota gerak akut dapat disebabkan oleh metode akses arterial
melalui arteri femoralis dan injuri pembuluh darah di lokasi akses, baik dengan
terbebasnya alat penutup vaskular ataupun dengan adanya injuri langsung pada arteri
femoralis major maupun arteri iliaca major. Demikian juga, thrombosis yang terjadi
d. Sebab Lain
Vasospasme yang intens, seperti akibat ergotism atau konsumsi kokain, telah
dilaporkan dapat menyebabkan oklusi pada distal aorta dan pembuluh darah iliaka
dimana tunika intima mengalami kompresi oleh tunika media. DVT (deep vein
6
gangguan pada aliran arterial ke kaki. Sindroma phlegmasia cerulean dolens
membutuhkan terapi trombolisis dengan dipandu kateter yang harus dilakukan segera
untuk mengembalikan aliran darah balik vena dan juga aliran arterial ke ekstremitas
bawah.
2.4 Patofisiologi
bifurkasio aorta, iliaca, femoral, atau popliteal di area kaki, dan bifurkasio brachial pada
lengan. Thrombosis in situ seringkali menyebabkan gangguan pada arteri femoral dan
popliteal, terutama pada kondisi pasien yang pernah mengalami bypass arteri, rupture
plak atherosclerosis, atau pada keadaan low output. Penghentian aliran arteri ke
dari metabolism aerob menjadi metabolism anaerob. Perubahan rasio laktat – piruvat
dan kematian sel. Hipoksia otot akan menurunkan simpanan adenosine triphosphate
kalsium bebas intraseluler akan meningkat dan berinteraksi dengan actin, myosin, dan
protease, menyebabkan nekrosis pada serabut otot. Bersamaan dengan kerusakan pada
integritas mikrovaskular dan membrane sel, potassium, fosfat, kreatinin kinase dan
myoglobin intrasel akan keluar dari sel ke sirkulasi sistemik. Lebih lanjut, reperfusi
Jaringan otot dan saraf cukup rentan mengalami injuri iskemia, sehingga ada atau
tidaknya deficit neuromotor merupakan suatu poin yang sangat penting untuk menilai
keparahan iskemia anggota gerak akut. Kerusakan otot yang ireversibel akan dimulai
7
sejak 3 jam setelah terjadi iskemia dan kerusakan ini akan total setelah mencapai 6 jam.
Selain injuri miosit, injuri pada otot skeletal akan diikuti dengan kerusakan mikrovaskular
yang progresif. Semakin parah kerusakan seluler yang terjadi, makin besar perubahan
yang dialami mikrovaskular. Pada kondisi nekrosis otot, aliran mikrovaskular berhenti
dalm waktu beberapa jam. Secara teori, butuh waktu sekitar 6 jam untuk menyebabkan
injuri fungsional yang ireversibel. Rentang waktu ini dapat lebih lama pada kondisi
Kondisi iskemik akan memicu suatu kondisi injuri reperfusi, suatu proses yang
dipicu oleh pengembalian perfusi dan dimediasi oleh kompleks kaskade sitokin, reactive
oxygen species (ROS), dan neutrofil. Reactive oxygen species (seperti : superoxide anion,
dan xanthine oxidase, suatu enzim yang berlokasi di sel endotel mikrovaskular pada otot
skeletal dan teraktivasi pada kondisi iskemik. Di bawah kondisi normal, xanthine
oksidase setelah 2 jam iskemia. Selama iskemia berlangsung, ATP didegradasi menjadi
iskemia. Ketika oksigen diperoleh selama fase reperfusi, isoform xanthine dehydrogenase
molecular yang dihasilkan selama proses reperfusi. Oksidan yang berasal dari xanthine
penting oksigen elemental dan peran oksigen radikal dalam injuri reperfusi sering
8
iskemik. Merubah darah yang memperfusi menjadi darah yang teroksigenasi selama
reperfusi mirip dengan respon injuri mikrovaskular yang tampak setelah reperfusi
normoxic. Demikian juga, pengenalan oksigen kembali secara bertahap di awal reperfusi
bebas dan menurunkan konsumsi oksigen akan menurunkan injuri pada nekrosis
postischemic.11
kerusakan local maupun sistemik yang disebabkan proses reperfusi. Leukosit juga
memegang peran yang sama pentingnya dalam menyebabkan injuri reperfusi. Neutrofil
teraktivasi akan terakumulasi di dalam otot yang mengalami reperfusi dan memproduksi
Iskemia dan reperfusi otot skelet akan menstimulus sejumlah kaskade inflamasi
leukosit, dan disfungsi endotel. Interleukin (IL)-1β dan tumor necrosis factor (TNF) – α
dapat segera dideteksi setelah reperfusi dan memicu molekul adhesi pada permukaan sel
endotel, emningkatkan kebocoran kapiler, dan menstimulasi produksi IL-6 dan IL-8, yang
9
Efek klinis dari respon seluler terhadap reperfusi berupa pembengkakan jaringan,
suatu kondisi kerusakan yang hebat pada ruang tertutup di lengan bawah, paha, betis, dan
gradient perfusi dan aliran darah kapiler sehingga tidak mencukupi kebutuhan metabolic,
menyebabkan kondisi iskemia dan nekrosis yang semakin parah. Pelepasan mioglobin
menyebabkan acute lung injuri, suatu proses yang telah diujikan pada hewan coba
dan transmigrasi neutrofil serta hilangnya integritas endotel merupakan hal-hal penting
dalam acute lung injury pada injuri reperfusi. Sehingga, edema paru noncardiac dapat
terjadi setelah proses reperfusi pada ekstremitas bawah, suatu proses yang dapat dicegah
Sindroma reperfusi terdiri atas dua komponen. Respon local terhadap reperfusi
dapat berupa kegagalan multiorgan dan kematian. Respon sistemik inilah yang
menyebabkan kegagalan intervensi pada iskemia anggota gerak tingkat lanjut dan
ireversibel. Derajat respon inflamasi yang terjadi setelah proses reperfusi bervariasi.
Ketika nekrosis otot seragam maka dikatakan respon inflamasinya kecil. Derajat
terhadap lokasi oklusi dan efisiensi suplai darah melalui pembuluh kolateral.Besar
kecilnya respon inflamasi akan ditentukan oleh seberapa luas zona iskemik (tapi tidak
sepenuhnya nekrotik). Sehingga reperfusi pada sekelompok besar otot yang terjadi
dengan injuri iskemik tingkat lanjut dan nekrosis jaringan akan menyebabkan pelepasan
sejumlah besar mediator inflamasi toksik ke dalam sirkulasi sistemik. Efek perusak dari
proses reperfusi dapat menyebabkan pasien dengan injuri iskemik ireversibel harus
diamputasi.12
10
2.5 Gejala Klinis
Gejala klinis yang timbul biasanya mendadak dan hebat, onset muncul
dalam beberapa jam dan dapat berkembang hingga beberapa hari akibat oklusi
cepat dari Acute Limb Ischmic merupakan akibat penghentian suplai darah dan
nutrisi yang tiba-tiba ke jaringan tubuh, berbeda dengan chronic limb ischemic
kolateral. 13
Tampilan klinis yang muncul pada pasien ALI diingat dengan 6 P’s
yaitu :
1. Pain (nyeri)
dengan intensitas yang hebat, dengan onset dalam beberapa jam. Namun
apabila sudah mengalami neuropathy bisa saja nyeri sudah tidak dirasakan
lagi.
2. Pallor (pucat)
sehingga kulit akan tampak bewarna putih “marble”. Beberapa jam kemudian
akan tampak perubahan warna menjadi biru muda atau ungu akibat
deoksigenasi.
11
3. Poikilothermia (suhu berbeda-beda)
Perbedaan suhu paling baik diraba pada bagian dorsum jari, dan dibandingkan
teraba denyut di daerah femoral tetapi tidak teraba di daerah popliteal, hal ini
5. Paresthesia (kesemutan)
6. Paralysis (kelumpuhan)
iskemia ireversibel, dan pasien mungkin paling baik diobati dengan amputasi.
14,15
2.6 Klasifikasi
kriteria Rutherford :
12
Tabel 2.2 Klasfikasi Rutherford16
meski terdapat penyempitan arteri, tidak ada kehilangan sensasi motorik dan
sensorik, pada pemeriksaan doppler sinyal arteri dan vena dapat terdengar.
ditemukan kehilangan sensasi sensoris pada jari namun sensori motorik masih
baik, pemeriksaan doppler sinyal vena dapat terdengar tetapi arteri tidak.
kehilangan sensasi sensoris lebih luas dan kelemahan motorik otot ringan
hingga sedang, pada pemeriksaan doppler sinyal vena dapat terdengar tetapi
arteri tidak.
●
Kategori III : telah terjadi kerusakan jaringan dan syaraf yang tidak bisa
diselamatkan, sensasi sensoris tidak ada sama sekali sehingga nyeri juga
13
2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
fungsi. Onset serangan dan waktu nyeri yang tiba-tiba, lokasi dan
adanya rasa sakit pada kaki waktu berjalan, apakah rasa sakit muncul pada
waktu perubahan posisi dari duduk ke berdiri atau sebaliknya, dan juga
untuk mengetahui lokasi rasa sakit dan apakah rasa sakit masih dijumpai
● Riwayat dahulu
14
diintervensi untuk “sirkulasi yang buruk” pada masa lampau, dan apakah
amputasi.).17
Hal penting saat melakukan pemeriksaan fisik pada pasien ALI adalah
dilakukan adalah :
a. Inspeksi kaki
kuku jari ibu kaki dan rasa dingin pada tungkai bawah, kulit kering, fisura
pada kulit yang merupakan tanda insufisiensi pembuluh darah. Diantara jari
kaki juga ditemui adanya fisura, ulserasi dan infeksi. Adanya bruit pada
perifer yang cukup tinggi yaitu 95% dari data yang ada, dan dikatakan
kehadiran bruit diatas, kemungkinan untuk ALI pada pasien yang diperiksa
dinilai. Penilaian meliputi arteri femoralis, poplitea dan arteri dorsalis pedis.
15
Denyut arteri dorsalis pedis akan menghilang pada 8,1% populasi normal,
arteri tibialis posterior pada 2,0% populasi normal. Bila tidak dijumpai
kedua denyut nadi pada kaki tersebut diduga kuat adanya penyakit
vaskular.18
Test ini mudah dan murah dalam medeteksi penyakit ALI dengan
brachialis dan kedua arteri dorsalis pedis serta arteri tibialis posterior. ABI
16
1. Individu yang diduga menderia gangguan arteri perifer karena adanya
gejala exertional leg atau luka yang tidak sembuh
2. Usia >65 tahun
trombus
serta lokasinya yang dicatat dengan alat doppler dari Plaethysmographic Cuffs
yang ditempatkan pada arteri brakialis dan daerah tungkai bawah termasuk
diatas paha, dibawah lutut dan pergelangan kaki. Test ini mempunyai batasan
yang sama dengan ABI tentang adanya pembuluh darah yang kaku. Segmental
17
mempunyai akurasi diagnostik 97%. Pulse volume recording digunakan
volume pada tungkai melalui siklus jantung. Perubahan kontur nadi dan
puncak sistolik yang menajam, pulsasi yang menyempit, adanya dicrotic notch
sampai dasar. Pada gangguan arteri perifer, terdapat gambaran gelombang yang
mulai landai, puncak yang melingkar, pulsasi yang melebar, dicrotic notch
Pengukuran ABI dilakukan dengan kombinasi pre dan post aktivitas yang
status fungsi pasien dengan gangguan pembuluh darah arteri perifer. Metode
ini bersifat non invasive dan baik dalam mendeteksi gangguan pembuluh darah
arteri perifer. Metode ini digunakan bila nilai ABI saat istirahat normal, tetapi
darah. Tekanan darah yang berkurang lebih dari 20% menunjukkan adanya
kemungkinan ALI.
18
d. Duplex Ultrasonography
Doppler akan menampilkan aliran darah yang berwarna dan Doppler velocity
yang diperiksa.
Alat ini berguna dalam mendeteksi PAP pada tungkai bawah yang juga
sangat berguna dalam menilai lokasi penyakit dan membedakan adanya lesi
stenosis dan oklusi, selain itu juga dapat digunakan sebagai persiapan untuk
(velosity) doppler.
e. Angiography
pasien. Saat ini di Indonesia pemeriksaan invasif ini dapat dikerjakan oleh
19
memberikan resiko kepada pasien dengan gagal ginjal oleh karena
dengan kemampuan resolusi tampilan gambar yang lebih baik dan tiap
dalam kasus-kasus aneurisma aorta. CTA memiliki kerugian yang sama dengan
secara intravena. MRA atau CTA dapat diindikasikan apabila pasien tidak
2.8. Penatalaksanaan
2.8.1.Medikamentosa
20
unfractionated heparin, diberikan dalam bentuk bolus dan pemeliharaan.
streptokinase , urokinase dan lain lain. Pada penderita iskemia tungkai akut pada
saat penderita datang biasanya langsung dilakukan pemberian heparin. Ada dua
tujuan yang ingin dicapai dengan pemberian heparin yaitu untuk mencegah
yang dilakukan pada penderita iskemia tungkai akut bisa berbahaya bagi
toksik radikal bebas dari daerah yang mengalami iskemia dan memasuki sirkulasi
sistemik. Ini akan mengakibatkan gangguan fungsi pada organ seperti ginjal, paru
, jantung dan otak. Hal ini dikenal sebagai cedera reperfusi dan bisa
pertimbangan pasien dalam hal ini tidak realistis terutama jika tindakan
medis ataupun dua-duanya. Pasien dengan iskemia yang lebih dari 24 jam,
tungkai mati, pintasan dengan graft terinfeksi atau kontra indikasi untuk
21
intervensi. Sebelum revaskularisasi dilakukan pemeriksaan angiografi diagnostik
untuk menentukan inflow dan outflow serta panjangnya segmen yang terkena.
Operator menyeberang lesi dengan menggunakan wire dan kateter yang memiliki
fibrin. Obat yang pertama kali digunakan untuk intraarterial trombolisis adalah
Perdarahan sering timbul pada tempat masuknya kateter, tetapi juga dapat timbul
pada tempat lain. Resiko perdarahan timbul pada 6 – 9% kasus dan resiko
perdarahan intra kranial biasanya mencapai 3%. Resiko makin tinggi sebanding
dengan lama dan dosis trombolisis, hipertensi, usia lebih dari 80 tahun dan jumlah
trombosit rendah.21
22
trombosis yang diakibatkan kelainan kronik pada pembuluh darah angka amputasi
segmen disekitarnya.21
2.9 Prognosis
Pasien dengan akut limb iskemik biasanya memiliki faktor pencetus berupa
Populasi ini memiliki prognosis jangka panjang yang buruk. Angka kelangsungan
hidup rata-rata dalam lima tahun pada iskemik tungkai akut yang disebabkan oleh
trombosis adalah sekitar 45%, dan jika disertai dengan emboli, akan berkurang
menjadi sekitar 20%. Angka kelangsungan hidup rata-rata pada 1 bulan penderita
yang berusia diatas 75 tahun dengan iskemik tungkai akut adalah sekitar 40%.
Resiko untuk kehilangan anggota gerak tergantung kepada beratnya iskemik dan
23
BAB 3
KESIMPULAN
anggota gerak.
2. Insidens Acute limb ischemic (ALI) mencapai 1,5 kasus per 10.000 orang
pertahun ,pada ekstremitas bawah mencapai 9–16 kasus per 100.000 orang
per tahun dan sekitar 1–3 kasus per 100.000 orang per tahun yang
5. Gejala klinis ALI dapat diingat dengan “6P” yaitu pain (nyeri), paralysis
seperti rasa sakit pada kaki waktu berjalan, perubahan posisi dari duduk ke
berdiri atau sebaliknya, dan juga untuk mengetahui lokasi rasa sakit dan
24
8. Pemeriksaan ABI mudah dan murah dalam medeteksi ALI dengan
25
DAFTAR PUSTAKA
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/VascularHealth/PeripheralArt
eryDisease/About-Peripheral-Artery-Disease-
2017.
2. O’donnell ME, Reid JA, Lau LL, Hannon RJ, Lee B. Optimal management of
peripheral arterial disease for the non-specialist. The Ulster Medical Journal,
dengan status penyakit arteri perifer (PAP) pada pasien hipertensi. Skripsi.
6. Smith DA, Bhimji SS. Arterial occlusion, acute. Dalam: StatPearls (Internet).
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441851/. 2017.
26
7. Knowles M, Timaran CH. Epidemiology of acute critical limb ischemia.
9. Creager MA, Kaufman JA, Conte MS. Clinical practice: Acute limb
ischemia. The New England Journal of Medicine, 366 (23): 2198-206. 2012.
10. Nehler MR. Diagnosis and treatment of acute limb ischemia. Inter Society
11. Patel N, Sacks D, Patel RI, et al. SIR reporting standards for the treatment of
12. Utomo VP. Tugas kardiologi acute limb ischemia: Terjemahan Vascular
Malang. 2013.
13. Creager MA, Kaufman JA, Conte MS. Clinical practice: Acute limb
ischemia. The New England Journal of Medicine, 366 (23): 2198-206. 2012.
14. Acar RD, Sahin M, Kirma C. One of the most urgent vascular circumstances:
15. Fuster V, Walsh R, Harrington RA. Hurst’s the heart, 13th ed. New York:
27
16. Rutherford RB, Baker JD, Ernst C, Johnston KW, Porter JM, Ahn S, Jones
17. Meijer WT, Hoes AW, Rutgers D, Bots ML, Hofman A, Grobbee DE.
18. Tendera M. Aboyans V, Bartelink ML, et al. ESC guidelines on the diagnosis
2851-2906. 2011.
19. 11th National Congress of Indonesian Heart Association and 15th Annual
19-22, 2006.
20. Hirsch AT, Haskal ZJ, Hertzer NR, et al. ACC / AHA 2005 practice
21. Creager MA, Kaufman JA, Conte MS. Clinical practice: Acute limb
ischemia. The New England Journal of Medicine, 366 (23): 2198-206. 2012.
28