PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
merupakan salah satu dari empat penyakit tidak menular prioritas (NCD)
penyakit kronis yang terjadi baik ketika pankreas tidak memproduksi cukup
insulin atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang
Hiperglikemia, atau peningkatan gula darah, adalah efek umum dari diabetes
yang tidak terkontrol dan dari waktu ke waktu menyebabkan kerusakan serius
(108 juta orang dewasa) ditahun 1980 menjadi 8,5% (422 juta orang dewasa)
(IDF) Atlas 2015 edisi ke-7 melaporkan bahwa 415 juta penduduk dunia
menderita diabetes (IDF, 2015), sedangkan untuk laporan pada tahun 2017
memiliki jumlah penderita terbesar ke-2 setelah wilayah Pasifik Barat. Pada
tahun 1980 terdapat 17 juta orang menderita DM dengan prevalensi 4,1% dan
meningkat pada tahun 2014 yaitu sebanyak 96 juta orang dengan prevalensi
8,6% (Chan, 2016). Di sisi lain dalam atlat diabetes IDF edisi ke 8 tahun
prevalensi 10,3 juta orang (20-79 tahun). Di Indonesia sendiri, ditinjau dari
data yang diperoleh melalui Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dalam Depkes
signifikan, yaitu dari 6,9% di tahun 2013 menjadi 8,5% di tahun 2018 (>16
juta orang).
Selatan sebanyak 2,5%. Selain itu berdasarkan data survailans penyakit tidak
kasus baru, 66.780 kasus lama dengan 747 kematian (Dinkes Sul-Sel, 2015).
kasus baru DM di Kota Makassar tahun 2015 yaitu 21.018 kasus (laki-laki ;
Luka Isam Cahaya Holistic Care selama 3 bulan terakhir yaitu dari Desember
2018 sampai dengan Maret 2019 terdapat 32 pasien dengan ulkus diabetik.
Dari berbagai data yang dikemukakan diatas, secara jelas kita dapat
memahami bahwa angka kejadian diabetes masih tinggi secara global maupun
nasional. Hal ini tentunya wajar jika dianggap menjadi masalah yang serius,
antara lain serangan jantung, stroke, kebutaan dan gagal ginjal bahkan dapat
70% dan juga menjadi 84% penyebab amputasi kaki atau risiko amputasi
ekstrimitas bawah.
4
amputasi pada penderita diabetes yakni melalui perawatan luka yang baik dan
normal salin (NaCl) dan/atau ditambahkan povidine iodine atau yang lebih
balutan, balutan lebih sering diganti dengan hasil yang tidak optimal, serta
rasa nyeri. Lain halnya dengan metode moisture balance yang memiliki
nyeri. Dengan demikian perawatan luka dengan metode moisture balance ini
2-3 kali lebih cepat dalam proses penyembuhan luka (Sukma, 2018).
Oleh karena itu, berdasarkan apa yang telah dikemukakan diatas, penulis
B. Rumusan masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan khusus
D. Ruang Lingkup
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Terhadap Istitusi
6
b. Terhadap Peneliti
perkuliahan.
2. Manfaat Praktis
a. Terhadap Masyarakat
b. Terhadap klinik