Disusun Oleh:
Stephanus Thendean
Pembimbing:
RSUD Koja
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Imunisasi adalah salah satu cara dalam mencegah penyakit menular terutama Penyakit
yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yang diberikan kepada tidak hanya anak sejak
masih bayi hingga remaja tetapi juga kepada orang dewasa. Dalam Undang-undang Kesehatan
Nomor 36 Tahun 2009 dinyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai
dengan ketentuan untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui imunisasi dan
pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak. Penyelenggaraan
imunisasi tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2013.1
Program imunisasi bisa didapatkan tidak hanya di puskesmas atau di rumah sakit saja, akan
tetapi juga diberikan di posyandu yang dibentuk masyarakat dengan dukungan oleh petugas
kesehatan dan diberikan secara gratis kepada masyarakat dengan maksud program imunisasi dapat
berjalan sesuai dengan harapan. Program imunisasi di posyandu telah menargetkan sasaran yang
ingin dicapai yakni pemberian Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) pada anak dan bayi. IDL tercapai
jika bayi telah mendapat imunisasi HB 0, BCG, pentavalen sebanyak tiga dosis, polio sebanyak
empat dosis, dan campak sebelum berusia satu tahun.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Imunisasi adalah proses di mana seseorang dibuat kebal atau resisten terhadap penyakit
menular, biasanya dengan pemberian vaksin. Vaksin merangsang sistem kekebalan tubuh sendiri
untuk melindungi orang terhadap infeksi atau penyakit berikutnya. Imunisasi adalah alat yang
terbukti untuk mengendalikan dan menghilangkan penyakit menular yang mengancam jiwa dan
diperkirakan mencegah antara 2 hingga 3 juta kematian setiap tahun. Ini adalah salah satu investasi
kesehatan yang paling efektif biaya, dengan strategi terbukti yang membuatnya dapat diakses
bahkan oleh populasi yang paling sulit dijangkau dan rentan.3
Imunisasi biasanya terutama diberikan pada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka
masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit infeksi yang
berbahaya. Beberapa imunisasi tidak cukup diberikan hanya satu kali, tetapi harus dilakukan
secara bertahap dan lengkap untuk mendapatkan kekebalan dari berbagai penyakit yang sangat
membahayakan kesehatan dan hidup anak. Semua imunisasi sama pentingnya, sehingga tidak ada
istilah imunisasi wajib dan tidak wajib, akan tetapi di Indonesia, hanya 6 vaksin yang disubsidi
oleh pemerintah yaitu BCG, Polio, DPT, Hep. B, campak, dan HiB sehingga ke-6 vaksin ini
dianggap sebagai imunisasi dasar.4
Beberapa jenis penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah:2
1. Difteri
Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diptheriae.
Difteri itu sendiri memiliki gejala seperti radang tenggorokan, demam, timbulnya selaput
putih pada tenggorokan dan tonsil, dan hilangnya nafsu makan.
2. Pertusis
Pertusis merupakan penyakit pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri
Bordetella pertusis. Pertusis atau batuk rejan memiliki gejala seperti pilek, mata merah,
bersin, demam, dan batuk yang cepat dan keras.
3. Tetanus
Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani yang menghasilkan
neurotoksin. Tetanus memiliki gejala awal seperti kaku pada rahang, leher, sulit menelan,
dan demam. Gejala berikutnya biasanya kejang yang hebat dan tubuh menjadi kaku.
4. Tuberculosis (TBC)
TBC merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa. TBC
memiliki gejala awal seperti demam, batuk yang bersifat kronis yang terkadang disertai
darah, adanya penurunan berat badan, dan keringat pada malam hari.
5. Campak
Campak merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus myxovirus viridae measles.
Campak memiliki gejala awal seperti demam, bercak kemarahan, batuk, pilek, dan
konjungtivitis, serta sering disertai adanya bercak di bagian mulut (koplik spots).
6. Poliomielitis
Poliomielitis merupakan penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus
polio. Polio memiliki gejala seperti demam, nyeri otot yang berlanjut menjadi pada
kelumpuhan di minggu pertama.
7. Hepatitis B
Hepatitis B merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Hepatitis B
memiliki gejala seperti merasa lemah, nyeri pada bagian perut, urin yang menjadi lebih
kuning pekat, kotoran menjadi pucat, kulit dan mata menjadi kuning, mual, dan muntah.
8. Hemofilus Influenza tipe B (HiB)
HiB merupakan salah satu bakteri yang dapat menyebabkan infeksi seperti meningitis,
epiglotitis, pneumonia, artritis, dan selulitis. Bakteri ini seringkali menyerang anak
dibawah usia 5 tahun terutama usia 6 bulan – 1 tahun.
9. Human Papiloma Virus (HPV)
HPV merupakan virus yang menyerang kulit dan membran mukosa manusia dan hewan.
HPV memiliki banyak serotipe dimana beberapa serotipe dapat menyebabkan kutil
kelamin, sedangkan yang lainnya dapat menyebabkan kanker serviks.
10. Hepatitis A
Hepatitis A merupakan penyakit dengan gejala mual muntah, mudah lelah, nyeri pada
bagian kanan atas, hilangnya nafsu makan, demam, urin yang berwarna kuning gelap dan
kulit serta mata yang mulai menguning.
Contoh penggunaan vaksin hidup: Campak, gondok, rubella (vaksin kombinasi MMR),
Rotavirus, Cacar air, dan Demam kuning (Yellow fever).
Vaksin ini digunakan untuk melindungi terhadap: Penyakit Hib (Haemophilus influenzae tipe
b), Hepatitis B, HPV (Human papillomavirus), Batuk rejan (bagian dari vaksin kombinasi
DTaP), Penyakit pneumokokus, Penyakit meningokokus.
4. Vaksin Toxoid
Vaksin toksoid menggunakan racun yang dibuat oleh kuman yang menyebabkan penyakit.
Vaksin jenis ini menciptakan kekebalan terhadap bagian-bagian kuman yang menyebabkan
penyakit. Itu berarti respon kekebalan ditargetkan ke racun, bukan seluruh kuman. Selain itu,
diperlukan suntikan booster untuk mendapatkan perlindungan berkelanjutan terhadap
penyakit. Vaksin toksoid digunakan untuk melindungi terhadap: Difteri, Tetanus
Respon Kekebalan Tubuh Manusia
Manusia dapat terhindar atau sembuh dari serangan penyakit infeksi karena telah dilengkapi
dengan 2 sistem kekebalan tubuh, yaitu :4
1. Kekebalan tidak spesifik (Non Spesific Resistance)
Disebut sebagai sistem imun non spesifik karena sistem kekebalan tubuh kita tidak ditujukan
terhadap mikroorganisme atau zat asing tertentu. Contoh bentuk kekebalan non-spesifik :
- Pertahanan fisis dan mekanis, misalnya silia atau bulu getar hidung yang berfungsi untuk
menyaring kotoran yang akan masuk ke saluran nafas bagian bawah.
- Pertahanan biokimiawi - air susu ibu yang mengandung laktoferin - berperan sebagai
antibakteri
- Interferon - pada saat tubuh kemasukan virus, maka sel darah putih akan memproduksi
interferon untuk melawan virus tersebut.
- Apabila mikroorganisme masuk ke tubuh, maka sistem kekebalan non-spesifik yang
diperankan oleh pertahanan selular (monosit dan makrofag) akan menangkap, mencerna,
dan membunuh mikroorganisme tersebut.
2. Kekebalan Spesifik (Spesific Resistance)
Sistem kekebalan spesifik dimainkan oleh dua komponen utama, yaitu sel T dan sel B. Sistem
kekebalan spesifik tidak mengenali seluruh struktur utuh mikroorganisme, melainkan sebagai
protein saja yang akan merangsang sistem kekebalan. Bagian dari struktur protein
mikroorganisme yang dapat merangsang sistem kekebalan spesifik ini disebut antigen. Adanya
antigen akan merangsang diaktifkannya sel T atau sistem kekebalan selular. Selanjutnya sel T
ini akan memacu sel B atau sel humoral untuk mengubah bentuk dan fungsi menjadi sel plasma
yang selanjutnya akan memproduksi antibodi. Kelebihan dari sistem kekebalan spesifik adalah
dilengkapi dengan sel memori. Semakin sering tubuh kita kontak dengan antigen dari luar,
maka semakin tinggi pula peningkatan kadar antibodi tubuh karena sel-sel memori telah
mengenali antigen tersebut.
Yang membangkitkan sistem kekebalan spesifik kita adalah antigen yang merupakan
bagian dari mikroorganisme (virus atau bakteri). Antigen ini selanjutnya akan ditanggapi oleh
sistem kekebalan tubuh dengan memproduksi antibodi. Berdasarkan cara memperoleh kekebalan,
maka kekebalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :4,6
1. Kekebalan pasif
Kekebalan yang diperoleh dari luar, yang berarti bahwa tubuh mendapat bantuan dari luar
antibodi yang sudah jadi. Sifat kekebalan pasif tidak berlangsung lama, umumnya tidak kurang
dari 6 bulan. Misalnya bayi yang secara alami telah memiliki kekebalan pasif dari ibunya.
2. Kekebalan aktif
Yang umum disebut imunisasi diperoleh melalui pemberian vaksinasi dan berlangsung
bertahun tahun, karena tubuh memiliki sel memori terhadap antigen tertentu.
Jadwal Imunisasi
Keterangan:
Cara Membaca kolom usia: Misal berarti usia 2 bulan (60 hari) sampai dengan 2
bulan 29 hari (89 hari)
a
Vaksin rotavirus monovalen tidak perlu dosis ke-3
b
Apabila diberikan pada remaja usia 10 – 13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan
interval 6 – 12 bulan; respon antibodi setara dengan 3 dosis
Daerah
Optional Catch-Up Booster
Endemis
2. Vaksin Polio
Apabila bayi lahir dirumah segera berikan OPV-0
Apabila lahir di sarana kesehatan, OPV-0 diberikan saat bayi dipulangkan
Selanjutnya untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster diberikan OPV atau IPV.
Paling sedikit harus mendapat satu dosis vaksin IPV bersamaan dengan pemberian OPV-3
3. Vaksin BCG
Pemberian Vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan, optimal pada usia 2 bulan.
Apabila vaksin akan diberikan pada usia 3 bulan atau lebih, maka perlu dilakukan tes
tuberkulin terlebih dahulu
4. Vaksin DTP
Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu. Dapat diberikan vaksin
DTPw atau DTPa atau dapat dikombinasi dengan vaksin lain
Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin tersebut yaitu
2, 4 dan 6 bulan
Untuk anak usia lebih dari 7 tahun diberikan vaksin Td atau Tdap
Untuk DTP 6 dapat diberikan Td atau Tdap pada usia 10 – 12 tahun dan booster diberikan
setiap 10 tahun
6. Vaksin Rotavirus
Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama diberikan pada usia 6 – 14
minggu (dosis pertama tidak diberikan pada usia ≥15 minggu), dosis ke-2 diberikan dengan
interval minimal 4 minggu. Batas akhir pemberian pada usia 24 minggu
Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali dosis, dosis pertama diberikan pada usia 6 –
14 minggu (dosis pertama tidak diberikan pada usia ≥15 minggu), dosis kedua dan ketiga
diberikan dengan interval 4 – 10 minggu. Batas akhir pemberian pada usia 32 minggu
7. Vaksin Influenza
Vaksin influenza diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, diulang setiap tahun
Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization) pada anak usia kurang dari 9 tahun
diberi 2 kali dengan interval minimal 4 minggu
Untuk anak usia 6 – 36 bulan, dosis 0,25 ml
Untuk anak usia ≥ 36 bulan, dosis 0,5 ml
8. Vaksin Campak
Vaksin campak kedua (18 bulan) tidak perlu diberikan apabila sudah mendapatkan MMR
Pemberian vaksin dapat dilakukan pada lokasi dan cara yang berbeda. Suntikan
intramuskular (IM) pada anak yang berusia dibawah 12 bulan, penyuntikan dapat dilakukan di
paha atas. Pada anak berusia 1-18 tahun, penyuntikan dapat dilakukan di paha atas atau lengan atas
(bahu). Pada orang dewasa berusia 19 tahun keatas penyuntikan dilakukan di lengan atas (bahu).7
Untuk suntikan subkutan (SC), pada anak yang berusia dibawah 12 bulan, penyuntikan
dilakukan di paha atas. Sedangkan anak yang berusia diatas 12 bulan, disuntik dibagian lengan
atas. Namun, menyuntik anak berusia dibawah 12 bulan di bagian lengan atas dan anak di atas 12
bulan di paha atas tetap diperbolehkan. Sedangkan untuk suntikan intrakutan (IC) pada BCG,
dilakukan pada lengan kanan atas sebelum anak berumur 2 bulan dengan cara disuntikan dilapisan
terluar hingga menggembungkan kulit dan untuk pemberian vaksin melalui oral, vaksin diberikan
dengan cara diteteskan melalui mulut.7
Cara pemberian vaksin dapat ditentukan berdasarkan jenis vaksinnya, vaksin hidup atau
mati. Umumnya vaksin mati disuntikan dengan cara intramuskular, sedangkan vaksin hidup
disuntukan cengan cara subkutan.
Vaksin BCG Vaksin beku kering yang mengandung Mycobacterium bovis hidup yang
dilemahkan Bacillus Calmette Guerin, strain paris.
Vaksin DPT-HB- Suspensi homogen yang mengandung toksoid tetanus murni, toksoid difteri
HiB (Pentabio) murni, pertussis inaktif 12 OU, HbsAg, konjugat Hib, aluminium fosfat
(adjuvant), thimerosal (pengawet)
Vaksin Polio Oral Vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1,2,3
(OPV) (strain Sabin) yang sudah dilemahkan
Vaksin Inactive Bentuk suspensi injeksi untuk pencegahan poliomyelitis pada bayi dan anak
Polio Vaccine (IPV) immunocompromised, kontak di lingkungan keluarga dan pada individu di
mana vaksin polio oral menjadi kontraindikasi
Vaksin Campak Vaksin beku kering yang terdiri dari virus campak strain CAM 70 yang
dilemahkan
Vaksin DT Suspensi kolodial homogen yang terdiri dari toksoid tetanus dan toksoid difteri
murni yang terabsorpsi ke dalam alumunium fosfat. (pemberian kekebalan
simultan terhadap difteri dan tetanus pada anak-anak)
Vaksin Td Suspensi kolodial homogen yang terdiri dari toksoid tetanus dan toksoid difteri
murni yang terabsorpsi ke dalam alumunium fosfat. (imunisasi ulangan
terhadap tetanus dan difteri pada individu mulai usia 7 tahun)
Vaksin TT Suspensi kolodial homogen yang terdiri dari toksoid tetanus dan toksoid
difteri murni yang terabsorpsi ke dalam alumunium fosfat. (perlindungan
terhadap tetanus neonatorum pada wanita usia subur)
predisposisi kejang.
4. Koinsidensi (coincidental).
KIPI terjadi bersamaan dengan gejala penyakit lain yang sedang diderita. Contoh: Bayi
yang menderita penyakit jantung bawaan mendadak sianosis setelah diimunisasi.
Tabel 3. Tindak Lanjut terhadap KIPI2
1. Reaksi lokal Nyeri, eritema, bengkak di Kompres hangat, jika Pengobatan dapat
ringan daerah bekas suntikan <1cm. nyeri menggagu beri dilakukan oleh guru
Timbul <48 jam setelah parasetamol 10 UKS atau orangtua.
imunisasi mg/kgBB/kali Berikan pengertian
pemberian. kepada ibu/keluarga
<6 bulan 60mg/kali bahwa hal ini dapat
pemberian sembuh sendiri tanpa
1-3 tahun: 120 obat.
mg/kali pemberian
2. Reaksi lokal Eeritema/indurasi >8cm, Kompres hangat, Jika ada perubahan,
berat nyeri, bengkak dan manifestasi parasetamol hubungi pusksesmas.
sistemis
3. Reaksi Arthus Nyeri, bengkak, indurasi dan Kompres hangat, dan
edema. Terjadi reimunisasi parasetamol.
pada pasien dengan kadar
antibodi yang masih tinggi.
Timbul beberapa jam dengan
puncaknya 12-36 jam setelah
imunisasi
4. Reaksi Umum Demam, lesu, nyeri otot, nyeri Berikan minum
kepala, dan menggigil hangat dan selimut,
parasetamol.
5. Kolaps/keadaan Episode hipotonik- Rangsangan dengan
pre-syok hiporesponsif. Anak tetap wewangian atau bau-
sadar, tetapi tidak bereaksi bauan yang
terhadap rangsangan. Pada merangsang. Apabila
pemeriksaan frekuensi, belum dapat diatasi
amplitudo nadi serta tekanan dalam waktu 30
darah tetap dalam batas normal menit, segera rujuk
ke puskesmas
terdekat.
4. Reaksi Lumpuh layu, asendens, Rujuk ke rumah sakit
Sindroma biasanya tungkai, ataksia, untuk
Guillain-Barre penurunan reflex tendon, perawatan dan
gangguan menelan dan pemeriksaan
pernafasan, parestesi, lebih lanjut.
meningismus, tidak demam,
peningkatan protein dalam
cairan serebrospinal tanpa
pleositosis. Terjadi antara 5
hari s.d. 6 minggu setelah
imunisasi, perjalanan penyakit
dari 1 s.d. 3-4 hari, prognosis
umumnya baik.
6. Syok anafilaktis
Terjadi mendadak, gejala Suntikan adrenalin
klasik: 1:1.000
kemerahan merata, edema, dosis 0,1–0,3
urtikaria, ml,sk/im,
sembab pada kelopak mata, jika pasien membaik
sesak, dan
nafas berbunyi, jantung stabil dilanjutkan
berdebar dengan
kencang, tekanan darah suntikan
menurun, deksametason (1
anak pingsan/tidak sadar, ampul) secara
dapat pula intravena/
terjadi langsung berupa intramuskuler.
tekanan Segera pasang
darah menurun dan pingsan infus NaCl 0,9%,
tanpa rujuk ke
didahului oleh gejala lain. rumah sakit terdekat.
7. Abses dingin Bengkak dan keras, nyeri Kompres hangat Jika tidak ada
daerah parasetamol. perubahan,
bekas suntikan, terjadi karena hubungi
vaksin puskesmas terdekat.
disuntikkan masih dingin.
8. Pembengkakkan Bengkak di sekitar suntikan, Kompres hangat. Jika tidak ada
terjadi perubahan,
karena penyuntikan kurang hubungi puskesmas
dalam. terdekat.
Imunisasi Susulan
Pada kasus dimana imunisasi tidak bisa dilakukan atau jika imunisasi tertunda, terdapat jadwal
tambahan untuk mengejar ketertinggalan imunisasi. Seri vaksin tidak perlu diulang, walaupun
jadwal antara dosis sudah terlewati. Tabel dibawah berikut menunjukkan jadwal untuk mengejar
ketertinggalan imunisasi dan interval minimum antara dosis untuk anak yang vaksinnya tertunda.11
Polio 6 mgg 4mgg (jika usia <4 thn) 6 bln (min. 4 tahun)
Inaktif
6 bln (final, jika usia >4
thn)
Meningoc 8 mgg
occal
DPT 7 tahun 4 mgg 4 mgg jika dosis pertama 6 bln jika dosis
<1 thn pertama <1 thn
HPV 9 thn
Hep. A 6 bln
Hep. B 4 mgg 8 mgg dan plg sedikit 16
mgg setelah dosis
pertama
MMR 4 mgg
4 mgg jika
>13 tahun
BAB III
KESIMPULAN
Upaya pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan banyak cara. Salah satunya adalah
dengan meningkatkan kekebalan atau imunitas tubuh dalam menghadapi ancaman penyakit yang
dilakukan dengan pemberian imunisasi. Imunisasi dasar pada anak usia dibawah 2 tahun sangat
penting untuk dilakukan oleh karena bisa menurunkan angka kesakitan dan kematian yang
seharusnya dapat dicegah walaupun imunisasi tidak menjamin 100% bahwa seseorang tidak akan
terjangkit penyakit tersebut.
Dalam hal ini maka harus terus digalakkan program imunisasi kepada masyarakat luas
sehingga masyarakat menyadari pentingnya imunisasi dan mau membawa anaknya untuk
melakukan imunisasi, khususnya imunisasi dasar. Jika imunitas pada masyarakat tinggi, maka
risiko terjadinya penularan dan wabah juga akan berkurang.
Daftar Pustaka