Anda di halaman 1dari 9

TUGAS MAKALAH FT.

MUSKULOSKELETAL I

DI SUSUN

OLEH

Nama : Nurfaidah

Kelas : III A DIV FISIOTERAPI

NIM : PO714241161031

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN

KESEHATAN MAKASSAR JURUSAN FISIOTERAPI

TAHUN 2018-2019
FORMAT MAKALAH FT. MUSKULOSKELETAL I
KELAS REGULER

BAB I.
PATOLOGI KASUS Fraktur proksimal humerus

A. Definisi
Fraktur Humerus Proksimal adalah putusnya hubungan tulang humerus
bagian atas yang sering di sebabkan oleh suatu trauma atau sekunder
dari osteoporosis. Fraktur biasanya terjadi setelah jatuh pada posisi
lengan (outstrecht hand), atau tanpa trauma yang kuat pada klien
osteoporosi dengan kondisi terjadinya fraktur impaksi pada humerus
proksimal (Zairin Noor Helmi, 2014:538).
B. Etiologi
Fraktur bisa disebabkan oleh trauma langsung, trauma tidak
langsung, kelehan ataupun factor potologis (Thieme et al. 2009)
Fraktur humerus proksimal umumnya karena jatuh pada bahu dan
bisa disertai dengan dislokasi bahu. Ini adalah cedera yang umum pada
wanita lanjut usia bahkan setelah jatuh sepele karena osteoporosis pasca
menopause
Umumnya fraktur yang terjadi, dapat disebabkan beberapa
keadaan berikut:
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki
terlalu jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur
patologis.

C. Patofisiologi
Tulang dikatakan fraktur atau patah bila terdapat interupsi dari
kontinuitas jaringan tulang, biasanya fraktur disertai cedera jaringan di
seputarnya yaitu ligamen, otot, tendo, pembuluh darah dan persyarafan. Trauma
ini terjadi pada patah tulang dapat menyebabkan fraktur yang akan
mengakibatkan seseorang memiliki keterbatasan gerak, ketidakseimbangan dan
nyeri pergerakan. Jaringan lunak yang terdapat di sekitar fraktur : seperti
pembuluh darah syaraf dan otot serta organ lain yang berdekatan dapat dirusak
pada waktu orang lain ataupun karena mencuatnya tulang yang patah. Apabila
kulit sampai robek, hal ini akan menyebabkan potensial injeksi. Tulang
memiliki sangat banyak pembuluh darah, akibat dari fraktur yang keluar dari
pembuluh darah ke dalam jaringan lunak atau pada luka yang terbuka. Luka dan
keluarnya darah tersebut dapat mempercepat pertumbuhan bakteri.
D. Gambaran Klinis
Klinis meliputi nyeri, edema dan hematoma pada lengan atas dan
biasanya tampak lebih berat pada dua minggu pertama. Fraktur proximal
humerus terletak di dalam otot bahu dan pembengkakan dan hematoma
sering terlihat lebih jelas pada lengan bawah bagian anterior-inferior.
Edema yang berlebihan menunjukkan adanya kerusakan pembuluh
darah yang tersembunyi.

BAB II. PEMERIKSAAN/PENGUKURAN FISIOTERAPI MASA


REHABILITASI
A. Pemeriksaan Subyektif
1. Identitas Pasien
Nama : Ny S
Umur : 67 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jln Perintis Kemerdekaan Km 14 Daya

2. Riiwayat Perjalanan Penyakit


±10 jam sebelum masuk rumah sakit, motor yang dikendarai oleh
penderita mengalami pecah ban dan kehilangan keseimbangan sehingga
menabrak pembatas jalan. Penderita terlempar dari motor dan jatuh
dengan lengan kanan membentur benda keras. penderita mengalami nyeri
dan sulit menggerakan lengan kanan. Penderita kemudian di bawah ke
RSUD.
B. Pemeriksaan Obyektif
1. Inspeksi
a. Inspeksi statis : tampak bekas incisi pada sisi lateral humeri sinistra,
tidak ada oedem, dan saat diam pasien tidak merasakan nyeri.
b. Inspeksi dinamis : tampak merasakan nyeri ketika menggerakkan
bahunya ke arah abduksi dan fleksi.

2. Palpasi
Pemeriksaan palpasi adalah pemeriksaan dengan cara meraba,
memegang, dan menekan bagian tubuh pasien yang dirasakan adanya
keluhan. Didapat hasil yaitu:
a. adanya nyeri tekan,
b. tidak ada spasme,
c. tidak ada perbedaan suhu lokal pada daerah fraktur bahu kiri dengan
bahu kanan,
d. tidak ada oedem.
3. Move test
a. Gerak aktif
Gerak aktif shoulder
Gerakan Full ROM Nyeri
Fleksi - +
Ekstensi - +
Abduksi + +
Adduksi - +
Endorotasi + +
Eksorotasi - +
Gerak aktif elbow
Gerakan Full ROM Nyeri
Fleksi - +
Ekstensi + +
Supinasi - +
Pronasi + +
b. Gerak pasif
Gerak pasif shoulder
Gerakan Full ROM Nyeri End feel
Fleksi - + Empty
Ekstensi - + Empty
Abduksi + + Hard
Adduksi - + Empty
Endorotasi + + Hard
Eksorotasi - + Empty
Gerak pasif elbow
Gerakan Full ROM Nyeri End feel
Fleksi - + Soft
Ekstensi + + Hard
Supinasi - + Soft
Pronasi + + Soft

4. Tes Spesifik/Pengukuran Fisioterapi

a. Manual Muscule Testing (MMT)


Shoulder
Fleksor 2
Ekstensor 2
Abductor 2
Adductor 2
Internal rotator 2
External rotator 2
Keterangan : Nilai 2 ada kontraksi tapi tidak bisa menggerakan tubuh melawan
gravitasi .
b. Pengukuran LGS ( Lingkup Gerak Sendi )
Shoulder

Pemeriksaan LGS
1. Gerak aktif S (50° – 0° – 85°)
F (85° – 0° – 60°)
T (5° – 0° – 90°)
R(F=0°) (40° – 0° – 90°)
R(F=90°) (85° – 0° – 45°)
2. Gerak pasif S (50° - 0° - 85°)
F (90° - 0° - 60°)
T (5° - 0° - 100°)
R(F=0°) (40° - 0° - 90°)
R(F=90°) (85° - 0° - 60°)

C. Diagnosa Fisioterapi
Adanyan keterbatasan gerak di daerah shoulder
D. Problematik Fisioterapi
1. Impairment
 Adanya nyeri tekan dan nyeri gerak pada gerakan fleksi dan abduksi
bahu.
 Adanya keterbatasan lingkup gerak sendi ke arah fleksi dan abduksi
bahu.
 Terdapat penurunan kekuatan otot penggerak bahu kiri.

2. Functional Limitation
 Adanya keluhan-keluhan dalam keseharian pasien seperti
toileting, menggosok punggung saat mandi, berpakaian, dan
gerakan lain yang melibatkan lengannya.
3. Disability
 Pasien tidak bisa bersosialisasi dengan masyarakat secara
maksimal

BAB III. INTERVENSI FISIOTERAPI


A. Fase Maximum Proteksi
1. Tujuan untuk mengontrol nyeri/inflamasi, menurunkan, bengkak, dan
meminimalkan efek immobilisasi mencegah komplikasi vascular
untuk mempertahankan kondisi pada area yang sehat.
2. Prosedur Intervensi
a. Modilitas/ teknik manual : memberikan latihan mobilisasi traksi
untuk ROM eksternal rotasi,internal rotasi, abduksi dan fleksi
serta menambah LGS.
b. Posisi pasien : Pasien tidur terlentang,tangan pasien abduksi 900.
c. Posisi fisioterapis : fisioterapis berdiri di samping pasien untuk
memberikan latihan mobilisasi
d. Peletakan tangan fisioterapi : tangan kanan berada tepat di axila
pasien sedangkan tangan kiri di bawah tuberculum minus dan
lengan bawah pasien berada di antara lengan dan trunk
fisioterapis(dijepit)
e. Teknik pelaksanan : Dengan posisi tangan pasien abduksi
shoulder dan fisioterapis menjepit lengan bawah pasien. Setelah
itu lakukan distraksi kearah lateral superior dengan posisi kaki
kuda-kuda dan lakukan gerakan ossilasi tetapi lengan pasien tidak
boleh bergerak kecuali pada caput humerinya
f. Dosis : 10 kali pengulangan

3. Evaluasi latihan yang diberikan ini agar pasien biasa menambah


untuk ROM eksternal rotasi,internal rotasi, abduksi dan fleksi serta
menambah LGS.

B. Fase Moderate Proteksi


1. Tujuan untuk memelihra fisiologis otot dan mencegah atropi otot, re-
eduksi fungsi otot, merangsang system saraf melalui permukaan kulit yang
efektif menghilangkan nyeri.
2. Prosedur Intervensi
a. Modilitas/ teknik manual : Tens
b. Posisi pasien : posisi pasien dalam keadaan duduk di atas bed
dalam keaadan releks
c. Posisi fisioterapis : berdiri disamping pasien untuk
memberikan tens di bagian yang mengalami nyeri
d. Teknik pelaksanan :
 Taruh kedua pad pada daerah yang sakit dan beri jarak sekitar 2,5
cm.
 Jangan menstimulasi pada area dekat/langsung di atas fraktur yang
baru/non-union, diatas jaringan parut baru, kulit baru dan orang
yang tidak merasakan sensasi.
 Alat ini menimbulkan rasa kesemutan, hal tersebut dapat diatur
melalui pengontrol kekuatan impuls listrik.
 Mulai dari intensitas kecil/rendah, dan kemudian disesuaikan
dengan kenyamanan pasien. Setelah selesai matikan alat dan
rapikan kembali.
e. Dosis : arus yang digunakan Retanguler, pluse symmetric
100ms/100 dengan intensitas sesuai toleransi pasien (13.0 sampai
15.0). Lama waktu terapi 15 menit.

3. Evaluasi Lama pemberian arus 15 menit agar tidak terjadi kelelahan


otot karena pada arus pulse burst TENS terjadi kontraksi otot.Efektifitas
dan kenyamanan TENS pulse burst dalam mengurangi nyeri kronik di
lutut pada usia lanjut maka akan mempengaruhi langsung pada tingkat
sel dimana arus listrik menimbulkan eksitasi sel saraf tepi kemudian
secara tak langsung mempengaruhi tingkat system yang di indikasikan
dengan terlepasnya bahan analgetik endogen seperti endorphin,
enkephalin dan serotonin.

C. Fase Minimum Proteksi/Fase Kronik (pilih salah satu)


1. Tujuan untuk menghindari adanya komplikasi akibat kurang gerak, seperti
adanya kontraktur, dan kekakuan .
2. Prosedur Intervensi
a. Modilitas/ teknik manual : Latihan Passive Range of Motion
b. Posisi pasien : Posisi pasien tidur terlentang
c. Posisi fisioterapis : fisioterapis berdiri di samping pasien
Teknik pelaksanan :
 Pegangan terapis pada pergelangan tangan dan juga pada lengan
bawah (sedikit di bawah siku). Peletakan tangan pasien sebaiknya
menyilang agar mempermudah gerakan saat ekstensi dilakukan.
 Posisi awal dari lengan pasien adalah mid position, kemudian
lakukan gerakan fleksi, instruksikan agar pasien rileks.
 Pada saat bahu membentuk sudut 900 berikan gerakan eksternal
rotasi (berputar keluar) pada lengan hingga membentuk posisi
supinasi lengan bawah.
 Hindari penguluran berlebihan pada bahu yang mengalami
kelemahan.
 Lakukan pengulangan sebanyak tujuh kali atau sesuai toleransi
d. Dosis : 7 kali pengulangan
3. Evaluasi latihan ini dilakukan agar pasien yang mengalami fraktur
supaya pasien menghindari adanya komplikasi akibat kurang gerak, seperti
adanya kontraktur, dan kekakuan

JENIS KASUS/KONDISI FISIOTERAPI YANG DIPILIH

1. Fraktur clavicula
2. Fraktur fossa glenoidalis
3. Fraktur proksimal humerus
4. Fraktur neck humerus
5. Fraktur shaft humerus
6. Fraktur distal humerus
7. Fraktur condylus humerus
8. Fraktur caput radialis
9. Fraktur olecranon
10. Fraktur shaft radius
11. Fraktur shaft ulna
12. Fraktur distal radius
13. Fraktur distal ulna
14. Barton’s atau Smith’s fracture
15. Fraktur scaphoideum
16. Fraktur styloideus radii
17. Fraktur metacarpal
18. Fraktur phalangeal
19. Fraktur pelvis
20. Fraktur acetabular
21. Fraktur caput femur
22. Fraktur neck femur
23. Fraktur shaft femur
24. Fraktur distal femur (supracondylaris fractures)
25. Fraktur sekitar knee joint
26. Fraktur tibialis plateau
27. Fraktur patella
28. Fraktur shaft tibia
29. Fraktur shaft fibula
30. Fraktur sekitar ankle
31. Fraktur talus
32. Fraktur avulsi tendon peroneal
33. Fraktur calcaneus
34. Fraktur midfoot
35. Fraktur metatarsal
36. Dislokasi anterior shoulder
37. Dislokasi posterior shoulder
38. Dislokasi elbow
39. Dislokasi proximal/distal interphalangeal joint
40. Dislokasi hip
41. Dislokasi knee
42. Dislokasi patella
43. Dislokasi subtalar joint
44. Shoulder arthroplasty
45. Total elbow arthroplasty
46. Wrist arthroplasty
47. Hand arthroplasty
48. Total hip replacement
49. Total knee replacement
50. Total ankle replacement
51. Sternoclavicular joint injuries
52. Ruftur rotator cuff muscles
53. Ruftur caput longum biceps brachii
54. Ruftur ligamen cruciatum anterior
55. Ruftur meniskus knee
56. Ruftur quadriceps dan tendon patellaris

Keterangan : Untuk pemilihan kasus, sebaiknya di undi dengan cara yang jujur. Dalam
pengundian, buatlah kertas sebanyak 56 sesuai jumlah kasus kemudian di undi dengan
cara yang jujur.

Anda mungkin juga menyukai