Anda di halaman 1dari 17

Karya Ilmiah Tambang Batubara Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan

Timur. Kecamatan Loa Kulu


Oleh
M.Arpani Yoga Paranata
IST AKPRIND YOGYAKARTA, Ista, Graduate Student |

No Bagian karya ilmiah Tanggapan/nformasi


1 PENDAHULUAN Penambangan batu bara di Loa Kulu dilakukan
A. Latar belakang masalah dengan cara pengupasan yaitu membuka lahan
yang mengandung batu bara sampai kedalaman
tertentu
B. rumusan masalah Dampak positif dan negatif penambangan
batubara.
c. tujuan penelitian Dapat mengetahui dampak yang bisa didapat
dari rumusan masalah
d. manfaat penulisan Hal yang akan dipelajari nantinya dari informasi

2 LANDASAN TEORI Batu bara adalah termasuk salah satu bahan


A. pengertian batubara bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan
sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari
endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa
tumbuhan dan terbentuk melalui proses
pembatubaraan.
B. Umur batu bara Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang
lalu, adalah masa pembentukan batu bara yang
paling produktif dimana hampir seluruh deposit
batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan
bumi bagian utara terbentuk.
C. Materi pembentuk Menurut Diessel (1981) pembentuk batubara
batubara adalah sebagai berikut:
Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga
Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit
endapan batu bara dari perioda ini. Dll

D. Pembentukan Batubara Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi


gambut hingga batu bara disebut dengan istilah
pembatu baraan (coalification). Secara ringkas
ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:
Tahap Diagenetik atau Biokimia, Tahap Malihan
atau Geokimia
E. Tahap eksplorasi Tujuan penyelidikan geologi ini adalah
untuk mengidentifikasi keterdapatan,
keberadaan, ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas,
serta kualitas suatu endapan batu barasebagai
dasar analisis/kajian kemungkinan dilakukannya
investasi.
F. Tipe endapan batubara dan Endapan batu bara utama di Indonesia
kondisi terdapat dalam tipe endapan batu bara Ombilin,
Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan
Bengkulu. Kondisi Geologi/Kompleksitas
dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok
utama : Kelompok geologi sederhana, kelompok
geologi moderat, dan kelompok geologi
kompleks.
3 METOLOGI Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif.
PENELITIAN Dalam penelitian ini, penulis berusaha
A. Rancangan penelitian mendeskripsikan atau menggambarkan data-data
yang telah diperoleh dari observasi, wawancara
dan penelusuran pustaka.

B. Pengumpulan data Dalam mengumpulkan data, penulis


melakukan observasi, penelusuran literatur dari
artikel-artikel yang dicari melalui internet dan
melakukan wawancara.
4 PEMBAHASAN 1. Peningkatan Jumlah Lapangan Pekerjaan
A. Dampak Positif 2. Masyarakat Loa Kulu Mendapatkan Dana
Penambangan Batu Bantuan
Bara di Loa Kulu 3. Menambah Devisa Daerah
B. Dampak Negatif 1. Banjir
Penambangan Batu 2. Penggundulan Hutan
Bara di Loa Kulu 3. Rusaknya Tanah
4. Rusaknya Karamba Ikan
5. Tanah Longsor
6. Limbah Batu Bara
7. Intrusi Sungai Mahakam

C. Penanggulangan 1. Kerusakan Karamba Ikan


Dampak Negatif 2. Erosi Tanah Sekitar Sungai Mahakam
Penambangan Batu 3. Penanggulangan Limbah Batu Bara
Bara di Loa Kulu
5 PENUTUP Jawaban dari rumusan masalah dampak
A. Kesimpulan negatif dan positif tambang batubara Kabupaten
Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Kecamatan Loa Kulu
B. Saran Saran penulis untuk permaslahan tambang
batubara yang ada di Kecamatan Loa Kulu
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Loa Kulu merupakan sebuah kecamatan yang terletak di wilayah tengah
Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Kecamatan Loa Kulu memiliki luas
wilayah mencapai 1.405,7 km2 yang dibagi dalam 9 desa dengan jumlah penduduk
mencapai 31.523 jiwa (2005).
Pada akhir abad ke-19, orang merantau ke Kalimantan Timur bertujuan mencari
pekerjaan yang bisa menghasilkan banyak uang. Salah satunya adalah mereka bekerja
di perusahaan-perusahaan batubara. Pada masa pemerintahan kolonial Hindia
Belanda, Loa Kulu merupakan daerah penghasil batu bara yang cukup besar.
Perusahaan penambangan yang terkenal adalah Oost Borneo Maatschapij (OBM).
Eksploitasi batu bara di Kecamatan Loa Kulu berakhir pada tahun 1970, tepat 2
tahun setelah diambil alih PN Tambang Batu Bara dari OBM pada tahun 1968. Sejak
itu, Loa Kulu yang semula ramai berangsur-angsur mulai sepi ditinggalkan ribuan
pekerja tambang.
Pada akhir tahun 2008, tambang batu bara telah dibuka kembali. Loa Kulu yang
semula sepi berangsur-angsur ramai kembali. Orang-orang dari berbagai daerah
berdatangan. Kebanyakan dari mereka berasal dari Pulau Jawa dan Sulawesi. Mereka
biasanya tinggal di rumah-rumah penduduk dengan cara menyewa atau mengontrak.
Selain pendatang dari luar daerah, warga disekitar daerah penambangan juga
dipekerjakan. Tidak kurang dari seribu warga Loa Kulu yang semula bekerja di
perusahaan-perusahaan kayu mulai pindah bekerja ke perusahaan-perusahaan batu
bara. Hal ini dikarenakan bekerja di perusahaan batu bara lebih menjanjikan
dibanding bekerja di perusahaan kayu yang kebanyakan mulai bangkrut. Mencarai
penghasilan dengan cara bekerja di penambangan batu bara memang sedang trend di
daerah Loa Kulu.
Penambangan batu bara di Loa Kulu dilakukan dengan cara pengupasan yaitu
membuka lahan yang mengandung batu bara sampai kedalaman tertentu. Hal ini
dilakukan pada areal yang luas sehingga mempengaruhi keadaan struktur tanah.
Disamping berubahnya struktur tanah, juga ada dampak-dampak lain yang dirasakan
oleh masyarakat sekitar penambangan termasuk penulis yang merupakan warga Loa
kulu.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, penulis menarik permasalahan sebagai
berikut:
1. Apa dampak positif penambangan batu bara di Loa Kulu?
2. Apadampak negatif penambangan batu bara di Loa Kulu?
3. Bagaimana cara penanggulangan dampak dari penambangan batu bara di
Loa Kulu?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
4. Untuk mengetahui dampak positif penambangan batu bara di Loa Kulu.
5. Untuk mengetahui dampak negatif penambangan batu bara di Loa Kulu.
6. Untuk mengetahui cara penanggulangan dampak dari penambangan batu
bara di Loa Kulu.
D. Manfaat Penelitian
Setelah melakukan studi pustaka dan penyusunan makalah ini, penulis
mengharapkan :Makalah ini sebagai bahan pembelajaran di sekolah-sekolah yang
sesuai dengan bidang pembelajarannya seperti pelajaran Geologi.
1. Agar para siswa mengetahui dampak positif dari penambangan batu bara.
2. Agar para siswa mengetahui dampak negatif dari penambangan batu bara.
3. Untuk mempelajari cara exsplorasi batu bara.
4. Untuk mempelajari jenis-jenis batu bara yang ada di Loa Kulu.
5. Untuk mengetahui cara pembentukan batu bara.
6. Siswa mengetahui cara menanggulangi limbah batu bara.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Batu Bara


Batu bara adalah termasuk salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya
adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya
adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur
utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.
Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang
kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
B. Umur Batu Bara
Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi
pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta
tahun yang lalu, adalah masa pembentukan batu bara yang paling produktif dimana
hampir seluruh deposit batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian
utara terbentuk.
Pada Zaman Permian, kira-kira 270 juta tahun yang lalu, juga terbentuk endapan-
endapan batu bara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia,
dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 juta tahun lalu) di berbagai
belahan bumi lain.
C. Materi Pembentuk Batu Bara
Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis
tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai
berikut:
1. Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal.
Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
2. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga.
Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
3. Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk
batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tumbuhan-tumbuhan
tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
4. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah.
Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, misalnya pinus,
mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti
gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian seperti
di Australia, India dan Afrika.
5. Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern,
buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah
dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

D. Pembentukan Batu Bara


Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara disebut
dengan istilah pembatu baraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang
terjadi, yakni:
1. Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman
terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses
perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat
menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik
serta membentuk gambut.
2. Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi
bituminus dan akhirnya antrasit.
E. Tahap Eksplorasi
Tahap eksplorasi batu bara umumnya dilaksanakan melalui empat tahap, yakni
survei tinjau, prospeksi, eksplorasi pendahuluan, dan eksplorasi rinci. Tujuan
penyelidikan geologi ini adalah untuk mengidentifikasi keterdapatan, keberadaan,
ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas, serta kualitas suatu endapan batu barasebagai
dasar analisis/kajian kemungkinan dilakukannya investasi. Tahap penyelidikan
tersebut menentukan tingkat keyakinan geologi dan kelas sumber daya batu bara yang
dihasilkan.
1. Survei Tinjau (Reconnaissance)
Survei tinjau merupakan tahap eksplorasi batu bara yang paling awal dengan
tujuan mengidentifikasi daerah-daerah yang secara geologis mengandung
endapan batu bara yang berpotensi untuk diselidiki lebih lanjut serta
mengumpulkan informasi tentang kondisi geografi, tata guna lahan, dan
kesampaian daerah. Kegiatannya, antara lain, studi geologi regional, penafsiran
penginderaan jauh, metode tidak langsung lainnya, serta inspeksi lapangan
pendahuluan yang menggunakan peta dasar dengan skala sekurang-kurangnya
1:100.000. Prospeksi (Prospecting)
Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk membatasi daerah sebaran endapan batu
bara yang akan menjadi sasaran eksplorasi selanjutnya. Kegiatan yang dilakukan
pada tahap ini, di antaranya, pemetaan geologi dengan skala minimal 1:50.000,
pengukuran penampang stratigrafi, pembuatan paritan, pembuatan sumuran,
pemboran uji (scout drilling), pencontohan, dan analisis. Metode eksplorasi tidak
langsung, seperti penyelidikan geofisika, dapat dilaksanakan apabila dianggap
perlu.
2. Eksplorasi Pendahuluan (Preliminary Exploration)
Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui gambaran awal bentuk
tiga-dimensi endapan batu bara yang meliputi ketebalan lapisan, bentuk, korelasi,
sebaran, struktur, kuantitas dan kualitas. Kegiatan yang dilakukan antara lain,
pemetaan geologi dengan skala minimal 1:10.000, pemetaan topografi, pemboran
dengan jarak yang sesuai dengan kondisi geologinya, penampangan (logging)
geofisika, pembuatan sumuran/paritan uji, dan pencontohan yang andal.
Pengkajian awal geoteknik dan geohidrologi mulai dapat dilakukan.

3. Eksplorasi Rinci (Detailed Exploration)


Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui kuantitas dan kualitas
serta model tiga dimensi endapan batu bara secara lebih rinci. Kegiatan yang
harus dilakukan adalah pemetaan geologi dan topografi dengan skala minimal
1:2.000, pemboran dan pencontohan yang dilakukan dengan jarak yang sesuai
dengan kondisi geologinya, penampangan (logging) geofisika, serta pengkajian
geohidrologi dan geoteknik. Pada tahap ini perlu dilakukan penyelidikan
pendahuluan pada batu bara, batuan, air dan lainnya yang dipandang perlu
sebagai bahan pengkajian lingkungan yang berkaitan dengan rencana kegiatan
penambangan yang diajukan.

F. Tipe Endapan Batu Bara dan Kondisi


1. Tipe Endapan Batu Bara
Secara umum endapan batu bara utama di Indonesia terdapat dalam tipe
endapan batu bara Ombilin, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan Bengkulu.
Tipe endapan batu bara tersebut masing-masing memiliki karakteristik tersendiri
yang mencerminkan sejarah sedimentasinya. Selain itu, proses pasca
pengendapan seperti tektonik, metamorfosis, vulkanik dan proses sedimentasi
lainnya turut mempengaruhi kondisi geologi atau tingkat kompleksitas pada saat
pembentukan batu bara.
2. Kondisi Geologi/Kompleksitas
Berdasarkan proses sedimentasi dan pengaruh tektonik, karakteristik geologi
tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok utama : Kelompok geologi
sederhana, kelompok geologi moderat, dan kelompok geologi kompleks. Uraian
tentang batasan umum untuk masing-masing kelompok tersebut beserta tipe
lokalitasnya adalah sebagai berikut.
a. Kelompok Geologi Sederhana
Endapan batu baradalam kelompok ini umumnya tidak dipengaruhi oleh
aktivitas tektonik, seperti sesar, lipatan, dan intrusi. Lapisan batu bara pada
umumnya landai, menerus secara lateral sampai ribuan meter, dan hampir
tidak mempunyai percabangan. Ketebalan lapisan batu bara secara lateral dan
kualitasnya tidak memperlihatkan variasi yang berarti. Contoh jenis
kelompok ini antara lain, di lapangan Bangko Selatan dan Muara Tiga Besar
(Sumatera Selatan), Senakin Barat (Kalimantan Selatan), dan Cerenti (Riau).
b. Kelompok Geologi Moderat
Batu bara dalam kelompok ini diendapkan dalam kondisi sedimentasi
yang lebih bervariasi dan sampai tingkat tertentu telah mengalami perubahan
pasca pengendapan dan tektonik. Sesar dan lipatan tidak banyak, begitu pula
pergeseran dan perlipatan yang diakibatkannya relatif sedang. Kelompok ini
dicirikan pula oleh kemiringan lapisan dan variasi ketebalan lateral yang
sedang serta berkembangnya percabangan lapisan batu bara, namun
sebarannya masih dapat diikuti sampai ratusan meter. Kualitas batu bara
secara langsung berkaitan dengan tingkat perubahan yang terjadi baik pada
saat proses sedimentasi berlangsung maupun pada pasca pengendapan. Pada
beberapa tempat intrusi batuan beku mempengaruhi struktur lapisan dan
kualitas batu baranya. Endapan batu barakelompok ini terdapat antara lain di
daerah Senakin, Formasi Tanjung (Kalimantan Selatan)
c. Kelompok Geologi Kompleks
Batu bara pada kelompok ini umumnya diendapkan dalam sistim
sedimentasi yang komplek atau telah mengalami deformasi tektonik yang
ekstensif yang mengakibatkan terbentuknya lapisan batu bara dengan
ketebalan yang beragam. Kualitas batu baranya banyak dipengaruhi oleh
perubahan-perubahan yang terjadi pada saat proses sedimentasi berlangsung
atau pada pasca pengendapan seperti pembelahan atau kerusakan lapisan
(wash out).
Pergeseran, perlipatan dan pembalikan (overtumed) yang ditimbulkan oleh
aktivitas tektonik, umum dijumpai dan sifatnya rapat sehingga menjadikan lapisan
batu bara sukar dikorelasikan. Perlipatan yang kuat juga mengakibatkan kemiringan
lapisan yang terjal. Secara lateral, sebaran lapisan batu baranya terbatas dan hanya
dapat diikuti sampai puluhan meter. Endapan batu bara dari kelompok ini, antara lain,
diketemukan di Ambakiang, Formasi Warukin, Ninian, Belahing dan Upau
(Kalimantan Selatan), Sawahluhung (Sawahlunto. Sumatera Barat). daerah Air Kotok
(Bengkulu), Bojongmanik (Jawa Barat), serta daerah batu bara yang mengalami
ubahan intrusi batuan beku di Bunian Utara (Sumatera Selatan).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Menurut Subana (2001), penelitian
deskriptif adalah suatu penelitian yang menuturkan dan menafsirkan data yang
berkenaan dengan fakta, keadaan, variabel,dan fenomena yang terjadi saat penelitian
berlangsung dan menyajikan apa adanya.
Dalam penelitian ini, penulis berusaha mendeskripsikan atau menggambarkan data-
data yang telah diperoleh dari observasi, wawancara dan penelusuran pustaka.
B. Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data, penulis melakukan observasi, penelusuran literatur
dari artikel-artikel yang dicari melalui internet dan melakukan wawancara.
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Dampak Positif Penambangan Batu Bara di Loa Kulu


1. Peningkatan Jumlah Lapangan Pekerjaan
Dengan adanya pembukaan penambangan batu bara di Loa Kulu banyak
menyedot masyarakat Loa Kulu bekerja di pertambangan batu bara. Kira-kira
50% pekerja setiap perusahaan batu bara adalah masyarakat Loa Kulu. Ini dapat
membantu mengurangi tingkat pengangguran di daerah Loa Kulu. Seperti halnya
di daerah Jembayan, banyak sopir taksi, pegawai bangunan, pegawai perusahaan
kayu dan pedagang berpindah kerja menjadi pegawai di perusahaan batu bara.
2. Masyarakat Loa Kulu Mendapatkan Dana Bantuan
Perusahaan batu bara memberikan dana royalti kepada masyarakat loa kulu
sebagai tanda terima kasih karena masyarakat sekitar Loa Kulu telah memberikan
informasi atas adanya batu bara di sekitar Loa Kulu. Dana royalti tersebut
diberikan kepada forum masing-masing desa dan akan dikelola oleh forum
tersebut. Jadi setiap bulannya, masyarakat Loa Kulu memperoleh dana royalti
sebesar 2,5 US$ setiap tonnya. Apabila suatu perusahaan penambang batu bara
memproduksi sekitar satu ponton dengan kapasitas 10.000 ton, maka perusahaan
memproduksi batu bara sebesar 300.000 ton per bulan. Dari produksi tersebut,
maka masyarakat Loa Kulu akan memperoleh dana royalti sebesar 750.000 US$.
Apabila di kurskan ke rupiah maka masyarakat Loa Kulu memperoleh uang
sebesar Rp. 7.577.625.000,00 yang akan dibagi kepada 12 desa. Maka dengan
dana tersebut masyarakat Loa Kulu dapat memperbaiki pendidikan, kesehatan,
sarana transportasi dan lain sebagainya. Contohnya saja di desa Loa Kulu Kota,
Forum sudah memiliki program Rp 141,8 juta untuk penggunaan bidang
Pendidikan, bidang Kesehatan Rp. 106,3 juta, untuk bidang Kepemudaan dan
Sosial Budaya sebesar Rp. 70,9 juta, bidang keagamaan Rp. 70,9 juta, bidang
penanggulangan kemiskinan sebesar Rp. 70,9 juta.
3. Menambah Devisa Daerah
batu bara pemasarannya sebagian diekspor. Salah satu perusahaan tambang
batu bara mengekspor hasil penambangan ke Filipina, Korea Selatan, dan China.
Biasanya batu bara digunakan untuk pembangkit tenaga listrik. Komoditi ini telah
banyak diusahakan oleh para investor, akan tetapi jumlah investor yang
beroperasi belum bisa mengeksploitasi seluruh areal cadangan batu bara yang
ada.
B. Dampak Negatif Penambangan Batu Bara di Loa Kulu
1. Banjir
Sebelum ada penambangan batu bara, di desa Ponoragan yang merupakan
salah satu desa di Kecamatan Loa Kulu jarang terjadi banjir. Kira-kira terjadi
banjir setiap satu tahun sekali. Itupun kalau hujan deras yang bersamaan dengan
pasang air Sungai Mahakam. Jarangnya terjadi banjir dikarenakan masih
banyaknya pohon-pohon yang akarnya mengikat butir-butir air.
Tapi sekarang sering terjadi banjir yang disebakan adanya batu bara tersebut
karena air hujan tidak bisa ditampung oleh pohon-pohon yang telah ditebang
untuk pembukaan lahan batu bara. Banjir yang berkepanjangan ini menyebabkan
banyak kerugian bagi petani padi dan petani ikan. Bagi petani padi banyak sawah
yang gagal panen karena terkena banjir tersebut. Pada saat akan menebar benih,
lahan sawah masih tergenang air yang disebabkan oleh banjir sehingga para
petani tidak bisa menanam padi dan padi membusuk. Pada saat pertengahan
tanam, hujan deras membuat lahan sawah terendam dan banjir sehingga padinya
membusuk dan gagal panen. Biasanya petani Loa Kulu panen 3 kali dalam
setahun tapi sekarang panen hanya setahun sekali.
Bagi petani ikan, banyak petani ikan yang lepas ikut arus air banjir sehingga
banyak petani ikan yang rugi besar. Setelah banjir, petani ikan akan
mengeluarkan dana lebih banyak lagi untuk merenovasi kolam dan membeli bibit
ikan dan para petani ikan harus memulai lagi dari nol.
2. Penggundulan Hutan
Banyak hutan yang ditebang untuk pembukaan lahan batu bara baik oleh
masyarakat maupun dari pihak perusahaan batu bara itu sendiri. Dari masyarakat
banyak yang melakukan pembukaan lahan hutan karena masyarakat menganggap
bahwa tanah tersebut adalah tanah milik leluhurnya dan masyarakatlah yang
menjadi ahli warisnya. Dari hal tersebut maka ditakutkan terjadi tanah longsor
dan banjir karena tidak ada yang menahan laju air hujan yang langsung jatuh ke
tanah. Dari hujan yang langsung mencapai tanah tersebut akan mengakibatkan
percikan air yang menyebabkan adanya erosi pada tanah dan terjadi longsor. Jadi,
daerah di tempat yang lebih rendah menjadi korban tanah longsor dan korban
banjir. Selain itu, dampak dari penggundulan hutan ini banyak hewan lari dari
habitatnya. Sebagai contoh, di daerah dekat Loa Sumber pernah ada kera yang
lumayan besar yang menyebrang jalan. Padahal dulu tidak ada kera besar yang
menyebrang jalan. Ini bukti bahwa telah terjadi penggundulan hutan dan merusak
habitat kera.
3. Rusaknya Tanah
Tanah bekas penambangan batu bara jarang dapat untuk ditanami lagi, karena
tanah bekas penambangan batu bara sudah kehilangan humusnya. Seperti di
beberapa daerah di jalan ke Samarinda banyak lobang-lobang besar bekas adanya
penambangan batu bara. Ini menjadi bukti bahwa setelah adanya pengerukan batu
bara, perusahaan tidak mengadakan reboisasi. Sehingga, nanti bekas dari
pengerukan batu bara ini akan menjadi lahan yang gundul dan ekologi di daerah
batu bara rawan rusak.
4. Rusaknya Karamba Ikan
Ponton yang membawa batu bara sering kali menabrak dan menghancurkan
keramba petani ikan. Banyak keramba yang rusak akibat hal tersebut. Beberapa
pendapat mengatakan bahwa kadang terjadi penabrakan keramba ikan karena
adanya kabut yang cukup tebal dan jarak pandang yang cukup pendek. Sehingga
banyak orang yang hanya melihat saja karambanya yang rusak. Tapi hal ini
diganti rugi oleh pihak perusahaan batu bara. Kerusakan karamba membuat
petani karamba memulai lagi dari nol.

5. Tanah Longsor
Tanah di perbukitan sekitar penambangan batu bara banyak yang longsor
ketika terjadi hujan, karena hujan yang turun langsung mencapai tanah. Sehingga,
air hujan yang langsung sampai ke tanah meengakibatkan percikan-percikan
menyebabkan erosi tanah dan terjadi longsor karena tanah tidak ada yang
menahan karena gundulnya hutan.
6. Limbah Batu Bara
Dampak negatif dari aktifitas pertambangan batu bara bukan hanya
menyebabkan terjadi kerusakan lingkungan. Melainkan, ada bahaya lain yang
saat ini diduga sering disembunyikan para pengeoloa pertambangan batu bara di
Indonesia. Kerusakan permanen akibat terbukanya lahan, kehilangan beragama
jenis tanaman, dan sejumlah kerusakan lingkungan lain ternyata hanya bagian
dari dampak negatif yang terlihat mata.
Pertambangan batu bara ternyata menyimpan bahaya lingkungan yang berbahaya
bagi manusia. Bahaya lain dari pertambangan batu bara adalah air buangan
tambang berupa luput dan tanah hasil pencucian yang diakibatkan dari proses
pencucian batu bara yang lebih popular disebut Sludge
Saat ini banyak analis pertambangan yang tidak mau mengekspose secara detail
tentang bahaya air cucian batu bara. Limbah cucian batu bara yang ditampung
dalam bak penampung sangat berbahaya karena mengandung logam-logam
beracun yang jauh lebih berbahaya dibanding proses pemurnian pertambangan
emas yang mengunakan sianida (CN).
Proses pencucian dilakukan untuk menjadikan batu bara lebih bersih dan
murni sehingga memiliki nilai jual tinggi. Proses ini dilakukan karena pada saat
dilakukan eksploitasi biasanya batu bara bercampur tanah dan batuan.
Agar lebih mudah dan murah, dibuatlah bak penampung untuk pencucian. Kolam
penampung itu berisi air cucian yang bercampur lumpur.
Sluge mengandung bahan kimia karsinogenik yang digunakan dalam
pemrosessan batu bara yang logam berat beracun yang terkandung di batu bara
seperti arsenic, merkuri, kromium, boron, selenium dan nikel.
Dibandingkan tailing dari limbah luput pertambangan emas, unsur berancun dari
logam berat yang ada limbah pertambangan batu bara jauh lebih berbahaya.
Sayangnya sampai sekarang tidak ada publikasi atau informasi dari perusahan
pertambangan terhadap bahaya sluge kepada masyarakat di sekitar pertambangan.
Unsur ini menyebabkan penyakit kulit, gangguan pencernaan, paru dan
penyakit kanker otak. Air sungai tempat buangan limbah digunakan masyarakat
secara terus menerus. Gejala penyakit itu biasa akan tampak setelah bahan
beracun terakumulasi dalam tubuh manusia.
Beberapa perusahaan tambang di Kalimantan Timur ditengarai tidak melakukan
pengelolaan water treatmen terhadap limbah buangan tambang dan juga tanpa
penggunaan bahan penjernih Aluminum Clorida, Tawar dan kapur. Akibatnya
limbah buangan tambang menyebabkan sungai sarana pembuagan limbah cair
berwarna keruh.
Alangkah bijaknya jika perusahaan pertambangan batu bara tetap memperhatikan
kualitas limbah tambangnya dengan membuat water treatment dan penggunaan
bahan penjernih air hingga limbah buangan aman bagi masyarakat dan
lingkungan.
7. Intrusi Sungai Mahakam
Sedimentasi yang terus berlangsung di Sungai Mahakam menyebabkan air
laut berbalik ke arah hulu sungai sehingga menyebabkan intrusi air laut sepanjang
120 kilometer dari arah muara atau delta Mahakam. Intrusi air laut ini tidak hanya
menyebabkan penduduk yang bermukim di sekitar Sungai Mahakam kesulitan
mendapatkan air bersih, tetapi berbagai jenis ikan air tawar juga ikut musnah.
Hal ini disebabkan adanya pembabatan hutan secara besar-besaran di bagian
hulu dan sekitar daerah aliran sungai (DAS) sehingga menimbulkan sedimentasi
atau pengendapan lumpur. Sedimentasi ini telah menyebabkan muara Sungai
Mahakam menjadi sangat dangkal, tak sampai satu meter pada saat air laut
sedang surut. Akibatnya, kapal-kapal besar tidak bisa masuk Sungai Mahakam
pada saat air sedang surut dan harus menunggu air laut pasang.
Kondisi ini semakin diperburuk lagi dengan kegiatan tambang emas dan batu bara
di bagian hulu Sungai Mahakam. Sejumlah perusahaan tambang batu bara
diketahui membuang limbahnya langsung ke Sungai Mahakam sehingga terjadi
pencemaran dengan bahan partikel terlarut (suspended particulate matter/SPM)
yang tinggi dengan konsentrasi 80 miligram/liter. Bahkan sebuah perusahaan
tambang batu bara yang beroperasi di Kecamatan Loa Kulu, terbukti menutup
sebuah sub daerah aliran sungai Mahakam dan dijadikan jalan tambang. Padahal,
mestinya perusahaan tersebut membuat gorong-gorong untuk jalan tambang.
C. Penanggulangan Dampak Negatif Penambangan Batu Bara di Loa Kulu
Dalam menanggulangi dampak negatif dari penambangan batu bara di Loa Kulu
masyarakat, perusahaan tambang batu bara, dan pemerintah kabupaten telah
mengadakan beberapa usaha untuk menanggulangi dampak tersebut yaitu :
1. Kerusakan Karamba Ikan
Masyarakat memberi lampu pada setiap karamba supaya ponton batu bara
pada saat malam hari atau pada saat terjadi kabut tidak menabrak karamba warga
di sekitar sungai mahakam. Dari pihak perusahaan tambang batu bara apabila
telah terjadi kecelakan ponton menabrak karamba ikan, maka para korban
mendapatkan ganti rugi sesuai dengan berat atau ringannya kerusakan karamba
dan ganti rugi ikan yang lepas akibat rusaknya karamba tersebut.
2. Erosi Tanah Sekitar Sungai Mahakam
Pemerintah Kabupaten mengadakan pemasangan turap di sepanjang sungai
mahakam di Kecamatan Loa Kulu untuk mencegah adanya erosi tanah akibat air
mahakam. Selain itu, juga mencegah sedimentasi lumpur di sungai mahakam.
Pemasangan turap ini juga berfungsi untuk mencegah air mahakam agar tidak
meluap ke jalan pada saat terjadi pasang besar.
3. Penanggulangan Limbah Batu Bara
Dalam mengadakan exsplorasi pada tahap pembukaan singkapan dilakukan
penyemprotan air sehingga menghasilkan lumpur yang bercampur batu bara. Air
tersebut akan mengalir ke sawah penduduk dan sungai. Hal ini akan bisa
menyebabkan gagal panen dan pencemaran sungai. Agar tidak terjadi hal
demikian, dibuatlah kolam limbah yang bertingkat. Dalam kolam limbah
bertingkat tersebut akan terjadi pengendapan lumpur dan penyaringan larutan
batu bara. Sehingga, yang keluar dari kolam limbah hanya air.
Di dekat penampungan batu bara sebelum masuk kompeyor, dibuatkan
kolam untuk menampung limbah batu bara. Karena pada saat hujan, batu bara
yang terkena air akan luntur. Lunturan batu bara tersebut juga sama bahayanya
dengan batu bara apabila masuk ke sungai karena dapat menyebabkan matinya
organisme perairan. Jadi, di kolam dekat kompeyor akan di tampung hasil
lunturan batu bara dan di tunggu hingga mengendap. Setelah mengendap, air di
kolam tersebut di keluarkan dengan alkon dan endapan lunturan batu bara di
tinggalkan di kolam penampungan.
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Dari pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Dampak dari adanya penambangan batu bara di Loa Kulu diantaranya
meningkatnya jumlah lapangan pekerjaan, masyarakat Loa Kulu mendapatkan
dana bantuan, menambah devisa negara.
2. Selain membawa dampak positif, penambangan batu bara juga membawa
dampak negatif diantaranya banjir, penggundulan hutan, rusaknya hutan,
rusaknya karamba ikan, tanah longsor, limbah batu bara, intrusi sungai mahakam.
3. Dari adanya dampak negatif tersebut masyarakat, perusahaan tambang batu
bara, dan pemkab mengadakan cara penanggulangan dampak negatif dari
penambangan batu bara. Beberapa hal yang dapat ditanggulangi antara lain
kerusakan karamba ikan, erosi tanah di sekitar sungai mahakam, dan
penanggulangan limbah batu bara.
B. Saran
Berdasarkan landasan teori dan pembahasan maka penulis menyarankan :
1. Bagi pemerintah supaya memberikan sanksi kepada perusahaan tambang batu
bara yang membuang limbahnya langsung ke sungai tanpa ada pengolahan limbah.
2. Bagi perusahaan batu bara sebaiknya mengolah limbah batu bara terlebih dahulu
sebelum dibuang ke lingkungan.
3. Bagi generasi muda agar melakukan penelitian terhadap endapan limbah batu
bara sebagai sumber energi baru.
http://tjahjaniari.blogspot.com/2010/12/karya-ilmiah-remaja.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai