Lapkas RM TLRB 1
Lapkas RM TLRB 1
Oleh :
Timothy L Rattu
17014101196
Masa KKM : 5 November 2018 – 11 November 2018
Pembimbing :
dr. Deffy Siallagan
Penguji :
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
A. Definisi ............................................................................................................. 3
B. Epidemiologi ................................................................................................... 3
G. Patogenesis ...................................................................................................... 9
H. Manisfestasi klinik
.………………………………………..…………………………………9
I.Diagnosis…………………………………………………………..….……….…10
2
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan kasus dengan Judul “ Rehabilitasi Medik Pada Pasien Hemiparesis dextra
Et Causa Stroke Hemoragik” telah dibacakan, dikoreksi,
dan disetujui pada tanggal November 2018
Mengetahui,
Pembimbing
Penguji
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Rehabilitasi medik penderita stroke adalah usaha yang dapat dilakukan
guna mengembalikan kemampuan pasien stroke secara fisik pada keadaan semula
atau setidaknya mendekati normal seperti sebelum sakit dalam waktu sesingkat
mungkin. Prinsip rehabilitas medik pada stroke ialah mengusahakan agar sedapat
mungkin pasien tidak bergantung pada orang lain. Dalam penanganan penderita
diperlukan adanya satu tim yang terdiri dari berbagai disiplin keahlian, agar
tercapai hasil yang sebaik-baiknya. Tim rehabilitasi medik pasca stroke terdiri
dari dokter spesialis rehabilitasi medik, fisioterapis, okupasi terapis, ortotis
prostetis, terapi wicara, sosial-medik, psikolog, dan perawat rehabilitasi.4
Manfaat rehabilitasi pada penderita stroke bukan untuk mengubah defisit
neurologis melainkan menolong penderita untuk mencapai fungsi kemandirian
semaksimal mungkin dalam konteks lingkungannya. Jadi tujuannya adalah lebih
kearah meningkatkan kemampuan fungsional daripada memperbaiki defisit
neurologis atau mengusahakan agar penderita dapat memanfaatkan kemampuan
sisanya untuk mengisi kehidupan secara fisik, emosional, dan sosial ekonomi
dengan baik.5,6
Berikut ini disampaikan sebuah laporan kasus seorang penderita dengan
hemiparesis dextra et causa stroke hemoragik yang dirawat di bagian Rehabilitasi
Medik RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Menurut WHO, stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi
secara mendadak baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam
dan dapat menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak.1
B. EPIDEMIOLOGI
Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu dan kematian nomor
dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan
semakin penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara
yang sedang berkembang.5,6
Menurut American Heart Assosiation (AHA), angka kejadian stroke pada
laki-laki usia 20-39 tahun sebanyak 0,2% dan perempuan sebanyak 0,7%. Usia
40-59 tahun angka terjadinya stroke pada perempuan sebanyak 2,2% dan laki-laki
1,9%. Seseorang pada usia 60-79 tahun yang menderita stroke pada perempuan
5,2% dan laki-laki sekitar 6,1%. Prevalensi stroke pada usia lanjut semakin
meningkat dan bertambah setiap tahunnya dapat dilihat dari usia seseorang 80
tahun keatas dengan angka kejadian stroke pada laki-laki sebanyak 15,8% dan
pada perempuan sebanyak 14%.7,8
6
Arteri karotis interna pada kedua sisi menghantarkan darah ke otak melalui
percabangan utamanya, arteri serebri media dan arteri serebri anterior serta arteri
khoroidalis anterior. Kedua arteri vertebralis bergabung di garis tengah pada batas
kaudal pons untuk membentuk arteri basilaris, yang menghantarkan darah ke
batang otak dan serebelum, serta sebagian hemisfer serebri melalui cabang
terminalnya, arteri serebri posterior. Sirkulasi anterior dan posterior berhubungan
satu dengan lainnya melalui sirkulus arteriosus Willisi. Sirkulus ini merupakan
lingkaran terutup dan berada di dasar hipotalamus dan khiasma optikum. Sirkulus
ini, mempunyai salah cabang yang menjadi arteri perforata.10,11
Terdapat pula banyak hubungan anastomosis lain di antara arteri-arteri
yang mendarahi otak, dan antara sirkulasi intrakranial dan ekstrakranial; sehingga
oklusi pada sebuah pembuluh darah besar tidak selalu menimbulkan stroke karena
jaringan otak di bagian distal oklusi mungkin mendapatkan perfusi yang adekuat
dari pembuluh darah kolateral.9
Arteri serebri anterior berjalan melalui bagian medial atas dari khiasma
optikum dan selanjutnya terletak di fisura longitudinalis dan parietalis, baik untuk
korteks sensorik maupun motorik. Arteri serebri anterior kiri berhubungan dengan
arteri serebri anterior kanan melalui arteri komunikans anterior yang merupakan
bagian sirkulus arteriosus Willisi.11
Arteri serebri media yang merupakan arteri terbesar, terbagi dan bercabang
untuk memasok darah sebagian besar daerah permukaan lobus frontalis, parietalis,
7
dan temporalis termasuk korteks motorik, korteks sensorik, insula dan korteks
auditorik.11
Arteri vertebralis mempercabangkan arteri spinalis posterior, arteri spinalis
anterior yang memperdarahi medulla spinalis, dan arteri serebelaris posterior
inferior yang menyuplai bagian inferior serebelum sebelum bersatu menjadi arteri
basilaris. Cabang-cabang arteri basilaris adalah cabang kecil di pons dan arteri
serbelaris anterior inferior yang memperdarahi bagian inferior dan anterior
serebelum. Cabang akhir dan merupakan cabang utama arteri basilari adalah arteri
serberi posterior yang memperdarahi lobus oksipitalis termasuk korteks visual dan
cabang arteri serebelaris superior yang memperdarahi bagian superior
serebelum.11
Darah vena otak mengalir dari vena profunda serebri dan vena superfisialis
serebri menuju sinus venosus duramater, dan dari sini menuju ke vena jugularis
interna kedua sisi.10
8
a. Ambang fungsional: adalah batas aliran darah otak (yaitu sekitar 50-60 cc/
100 gram/ menit), yang bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya
fungsi neuronal, tetapi integritas sel-sel saraf masih utuh.
b. Ambang aktivitas listrik otak: adalah batas aliran darah otak (sekitar 15 cc/
100 gram/menit) yang bila tidak tercapai, akan menyebabkan aktivitas listrik
neuronal terhenti. Ini berarti, sebagian struktur intrasel telah berada dalam
proses disintegrasi.
c. Ambang kematian sel: yaitu batas aliran darah otak yang bila tak terpenuhi,
akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak (CBF kurang dari 15 cc/ 100
gram/ menit).
E. KLASIFIKASI STROKE
1. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah suatu kondisi yang terjadi terutama
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak. Pembuluh darah pecah dan
kemudian melepaskan darah ke otak. Setelah pecahnya arteri, pembuluh darah
tidak mampu membawa darah dan oksigen ke otak dan menyebabkan sel mati.
Alasan lain yang dapat menyebabkan strok hemoragik adalah darah yang
mengalir ke otak akibat pecahnya pembuluh darah tersebut membentuk
gumpalan di dalam otak dan menyebabkan kerusakan jaringan otak. Hal ini
dapat menyebabkan kerusakan fungsi otak. Hampir 70% kasus stroke
hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Umumnya terjadi pada saat
melakukan aktivitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat.Kesadaran
umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi
yang tidak terkontrol. Stroke hemoragik terbagi menjadi intracerebral
hemorrhage (ICH) dan subarachnoid hemorrhage (SAH).13
9
ke otak, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik.
Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan
struktur sel yang diikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan sel,
selanjutnya akan berakhir dengan kematian neuron. Dapat berupa iskemia,
emboli, spasme ataupun trombus pembuluh darah otak.Umumnya terjadi
setelah beristirahat cukup lama atau bangun tidur. Tidak terjadi perdarahan,
kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia
jaringan otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami
stroke jenis ini.13
Menurut onset serangannya dan reversibilitas defisit neurologis yang
terjadi, maka stroke iskemik masih diklasifikasikan sebagai berikut:
a. TIA (Trancient Ischemic Attack)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.12
b. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Gangguan neurologi yang timbul dan akan menghilang secara
sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.12
c. Stroke in Evolution (Progressive Stroke)
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang
muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya
berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.12
d. Completed Stroke
Gangguan neurologi yang timbul bersifat menetap atau permanen.12
10
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan
Hemiparesis Sering dari awal Permulaan tidak ada Sering dari awal
onset onset
F. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko stroke dibagi menjadi faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi maupun yang dapat dimodifikasi seperti berikut :14
Umur Hipertensi
Jenis kelamin DM
Ras Dislipidemia
Homosisteinemia, Polisitemia
Hiperurisemia
11
Amfetamin)
G. PATOGENESIS
1. Stroke Non Hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh
trombus atau embolus.Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya
aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi
tersumbat, aliran darah ke area trombus menjadi berkurang, menyebabkan
iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada
jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri
serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut
menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan
neurologi fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh pecahnya dinding
pembuluh darah oleh emboli.8
2. Stroke Hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke
substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen
intrakranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen
intrakranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan
peningkatan tekanan intra kranial (TIK) yang bila berlanjut akan menyebabkan
herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang mengalir
ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme
pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran
darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.8
12
H. MANIFESTASI KLINIK
Pada stroke hemoragik umumnya terjadi pada saat melakukan aktivitas,
namun juga dapat terjadi pada saat istirahat.Kesadaran umumnya menurun dan
penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol,
serta terdapat nyeri kepala dan terdapat muntah.
Sedangkan pada stroke non hemoragik umumnya terjadi setelah
beristirahat cukup lama atau bangun tidur. Tidak terjadi perdarahan, tidak ada
muntah dan tidak terdapat nyeri kepala, kesadaran umumnya baik dan terjadi
proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak serta sering terdapat
gangguan bicara. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami
stroke jenis ini.1
I. DIAGNOSIS
Diagnosis klinik stroke dibuat berdasarkan batasan stroke, dilakukan
pemeriksaan klinis yang teliti, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan fisik dapat
membantu menentukan lokasi kerusakan pada otak. Untuk memperkuat
diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan. Kedua pemeriksaan
tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari stroke, mengetahui
lokasi lesi dan menentukan luas atau beratnya penyakit.7 Meskipun demikian,
alat ini mahal dan tidak semua fasilitas kesehatan memiliki peralatan tersebut.
Sehingga, diperlukan suatu alat diagnostik klinis berupa sistem skoring
sederhana untuk membedakan stroke hemoragik atau stroke iskemik.
Skor Siriraj adalah salah satu sistem skoring yang telah dikembangkan
sekitar tabun 1984-1985 di Rumah Sakit Siriraj, Universitas Mahidol,
Bangkok, Thailand. Nilai skor Siriraj lebih dari satu mengindikasikan
perdarahan intraserebral, sedangkan nilai di bawah minus satu
mengindikasikan infark serebri. Nilai antara satu dan minus satu menunjukkan
hasil yang belum jelas, sehingga membutuhkan pemeriksaan CT-Scan kepala.16
13
Gambar 2.3 Siriraj Stroke Score12
I. DIAGNOSIS TOPIS
Diagnosis topis dapat ditentukan dari gejala yang timbul, antara lain dengan
cara membedakan letak lesi apakah kortikal atau subkortikal (kapsula interna,
ganglia basalis, thalamus), batang otak dan medula spinalis.17
1. Gejala klinis pada topis di kortikal
a. Afasia
b. Wajah dan lengan lebih lumpuh atau tungkai lebih lumpuh
c. Kejang
d. Gangguan sensoris kortikal
e. Deviasi mata ke daerah lesi
2. Gejala klinis pada topis subkortikal
a. Wajah, lengan dan tungkai mengalami kelumpuhan yang sama berat
b. Gangguan sensorik
c. Sikap distonik
3. Gejala klinis pada topis di batang otak
a. Hemiplegi alternans
b. Nistagmus
c. Gangguan pendengaran
d. Tanda serebelar
e. Gangguan sensorik wajah ipsilateral dan pada tubuh kontralateral
4. Gejala klinis pada topis di medulla spinalis
14
a. Gangguan sensorik setinggi lesi
b. Gangguan miksi dan defekasi
c. Wajah tidak kelainan
d. Brown Sequard syndrome
1. Fase awal
Tujuannya adalah untuk mencegah komplikasi sekunder dan
melindungi fungsi yang tersisa.Program ini dimulai sedini mungkin setelah
keadaan umum memungkinkan dimulainya rehabilitasi. Hal-hal yang dapat
dikerjakan adalah proper bed positioning, latihan lingkup gerak sendi,
stimulasi elektrikal dan begitu penderita sadar dimulai penanganan masalah
emosional.17
2. Fase lanjutan
Tujuannya adalah untuk mencapai kemandirian fungsional dalam
mobilisasi dan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Fase ini dimulai pada
waktu penderita secara medik telah stabil.Biasanya penderita dengan stroke
trombotik atau embolik, biasanya mobilisasi dimulai pada 2-3 hari setelah
stroke.Penderita dengan perdarahan subarakhnoid mobilisasi dimulai 10-15
hari setelah stroke. Program pada fase ini meliputi: 19, 20
a. Fisioterapi
- Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot (kekuatan 2 ke
bawah).
- Diberikan terapi panas superficial (infra red) untuk melemaskan otot.
15
- Latihan lingkup gerak sendi bisa pasif, aktif dibantu atau aktif tergantung
dari kekuatan otot.
- Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.
- Latihan fasilitasi atau reedukasi otot.
- Latihan mobilisasi.
b. Okupasi Terapi
Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai kemandirian dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS), meskipun pemulihan fungsi neurologis
pada ekstremitas yang terkena belum tentu baik. Dengan alat bantu yang
disesuaikan, AKS dengan menggunakan satu tangan secara mandiri dapat
dikerjakan. Kemandirian dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat yang
disesuaikan.
c. Terapi Bicara
Penderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan komunikasi. Ini
dapat ditangani oleh speech therapist dengan cara:
1) Latihan pernapasan (pre speech training) berupa latihan napas, menelan,
meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.
2) Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan
mengucapkan kata-kata.
3) Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke artikulasi
mengucapkan kata-kata.
4) Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga.
d. Ortotik Prostetik
Pada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti dalam
membantu transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat yang sering digunakan
antara lain: arm sling, walker, wheel chair, knee back slap, short leg brace,
cock-up splint, ankle foot orthotic (AFO), knee ankle foot orthotic (KAFO).
e. Psikologi
16
Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan
melampaui serial fase psikologis, yaitu: fase syok, fase penolakan, fase
penyesuaian dan fase penerimaan. Sebagian penderita mengalami fase-fase
tersebut secara cepat, sedangkan sebagian lagi mengalami secara lambat,
berhenti pada salah satu fase, bahkan kembali ke fase yang telah
lewat.Penderita harus berada pada fase psikologis yang sesuai untuk dapat
menerima rehabilitasi.
17
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Tn. RL
Umur : 65 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Singsingon kotamobagu
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Swasta
Tanggal pemeriksaan : 5 November 2018
B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah kanan
18
4. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat stroke dalam keluarga disangkal. Riwayat DM, kolesterol,
hipertensi, jantung dan dislipidemia dalam keluarga juga disangkal.
5. Riwayat kebiasaan
Pasien lebih dominan menggunakan tangan kanan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Riwayat merokok sejak muda ( kira kira 25 tahun
) berhenti sejak tahun 2013 serta meminum alkohol disangkal oleh
pasien. Saat ini aktivitas pasien kebanyakan di tempat tidur akibat sulit
mobilisasi.
7. Riwayat psikologis
a. Pasien dan keluarga merasa sedih dan cemas akan penyakit yang
dialami.
b. Pasien memiliki semangat untuk sembuh yang tinggi.
c. Pasien bersifat kooperatif saat anamnesis dan pemeriksaan serta
berkeinginan untuk cepat pulih kembali.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum : sakit sedang , karnofky score 60
Kesadaran : Compos Mentis, Glasgow Coma Scale (GCS) E4M6V5
19
Tanda vital : Tekanan darah = 140/80 mmHg
Nadi = 80 x/menit
Respirasi = 24 x/menit
Suhu = 36,7°
SpO2 = 98%
Tinggi Badan : 165cm
Berat Badan : 64 kg
IMT : BB (kg)/TB (m)2 = 64/(1.65)2= 23,5 (Normal)
Kepala : Normosefali
Mata : Pupil bulat isokor Ǿ 3 mm/3mm, RC +/+, RCTL +/+
konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Hidung : Sekret (-), konka oedem (-), septum deviasi (-)
Telinga : Sekret (-), MAE lapang, membran timpani intak
Mulut : Sianosis (-), mulut mencong (+)
Leher : Trakea letak di tengah, pembesaran KGB (-)
Paru : Gerakan dada simetris kiri = kanan, strem fremitus kiri =
kanan, sonor di kedua lapangan paru, suara nafas
vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
Jantung : Ictus cordis tidak tampak dan tidak teraba, BJ I-II normal,
Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen : Datar, lemas, BU (+) normal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, oedem (-)
2. Status Neurologis
a. Tanda Rangsang Meningeal :
Kaku kuduk (-), Lasegue (-), Kernig (-), Brudzinksi (-)
b. Nervus kranialis :
Ditemukan paresis nervus VII sentral UMN dan nervus XII
20
(olfactorius) tembakau, teh)
21
XI Pasien angkat bahu, pemeriksa tekan bahu ke
(accesorius) bawah dan raba massa otot trapezius
Putar kepala pasien melawan tahanan tangan Normal
pemeriksa, raba massa otot sternokleido
mastoideus.
c. Status Motorik
Refleks fisiologis -- / -- / -- +/ + / + ++ / ++ / ++ -/ - / -
d. Status sensorik
- Protopatik : normal
- Proprioseptik : normal
3. Skala Barthel
22
Aktivitas Tingkat Kemandirian N Nilai
23
Aktivitas Tingkat Kemandirian N Nilai
Total 100 40
Nilai Interpretasi:
0-20 : Ketergantungan total 100 : Mandiri
25-40 : Ketergantungan berat
45-55 : Ketergantungan sedang
60 - 95 : Ketergantungan ringan
4. Pemeriksaan Mini Mental Scale Examination (MMSE)
Kognitif
Sekarang ini (tahun, musim, bulan, tanggal, hari) apa ? 5 5
Mengenal
Pasien disuruh menyebut lagi 3 objek diatas 3 2
kembali
24
Bahasa Pasien disuruh menyebut pensil, arloji 2 0
1 1
Total 30 25
Penilaian :
<24 ➔ dianggap terdapat gangguan kognitif
>24 ➔dianggap tidak terdapat gangguan kognitif
25
Kapasitas Fungsional Nilai
Mendekati ajal 10
Meninggal 0
6.
D. RESUME
Seorang laki-laki, 65 tahun datang dengan keluhan kelemahan anggota
gerak sebelah kanan sejak 16 hari yang lalu. Keluhan dirasakan tiba-tiba
ketika pasien sedang beraktivitas seperti hari-hari biasanya. Pasien juga
mengeluh berbicara pelo. Pasien dapat makan dan minum seperti biasa.
Keluhan pasien tidak disertai penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual,
muntah, dan pandangan kabur ataupun penglihatan ganda. Saat ini, pasien
sudah duduk di kursi roda karena sudah tidak bisa berjalan seperti
biasanya. BAB dan BAK normal.
Pasien memiliki riwayat sakit hipertensi dan DM sejak 6 tahun yang lalu
yang tidak terkontrol, kolesterol dan hiperurisemia disangkal oleh pasien.
26
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital: TD 140/80 mmHg,
Nadi 80x/menit, Respirasi 22x/menit, Suhu 36,7°C, IMT 20,6 (Normal).
Pemeriksaan tanda rangsang meningeal negatif. Pada pemeriksaan nervus
kranialis didapatkan paresis UMN nervus VII sinistra dan paresis nervus
XII sinistra. Pemeriksaan motorik menunjukkan hemiparesis dextra
dengan kekuatan otot ekstremitas superior dextra 1/1/1/1 dan ekstremitas
inferior dextra 2/2/2/2, refleks fisiologis menurun pada ekstremitas
superior inferior dextra, tonus otot ekstremitas superior inferior dextra
menurun, refleks patologis negatif pada keempat ekstremitas.
Penghitungan indeks Barthel didapatkan: 40 (ketergantungan berat ) dan
MMSE didapatkan skor 25 (tidak ada gangguan kognitif).
E. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Hemiparesis dextra
Diagnosis topis : Lesi intrakranial regio parietal sinistra
Diagnosis etiologi : Stroke Hemoragik
Diagnosis fungsional :
27
F. PROBLEM REHABILITASI MEDIK
1. Kelemahan sisi tubuh sebelah kanan
2. Gangguan AKS (aktivitas kehidupan sehari-hari) dalam hal berupa
dressing, toiletting, grooming dan bathing.
3. Perasaan sedih dan cemas akan penyakit yang dialami
2. Speech Theraphy
Evaluasi:
1) Bicara pelo
Program :
1) Terapi bicara
3. Okupasi Terapi
Evaluasi:
28
1) Kelemahan anggota gerak kiri (kekuatan otot ektremitas superior 1/1/1/1
dan inferior 2/2/2/2)
2) Koordinasi jari terganggu
Program:
4. Psikologi
Evaluasi:
1) Kecemasan penderita dan keluarga terhadap penyakit yang dialami
penderita.
2) Penderita merasa kurang percaya diri
Program:
1) Memberi dukungan mental pada penderita dan keluarga agar penderita
tidak cemas dengan sakitnya dan lebih percaya diri.
2) Memberi dukungan agar penderita selalu rajin dan tekun dalam
menjalankan terapi.
5. Sosial Medik
Evaluasi :
1) Penderita adalah seorang pensiunan Pemkot, istrinya adalah PNS
dengan dua orang anak yang tinggal dengan penderita.
2) Rumah permanen satu lantai terdiri dari dua buah kamar tidur, dan satu
kamar mandi. Kamar mandi menggunakan toilet duduk.
3) Sumber penerangan menggunakan listrik (PLN).
4) Sumber air minum dari mata air setempat dengan menggunakan PAM
5) Biaya perawatan ditanggung oleh BPJS.
a. Program:
Memberikan edukasi kepada penderita untuk berobat dan latihan
secara teratur
Edukasi untuk masalah penghasilan mencari pekerjaan yang bisa
dilakukan misalnya seperti membuka warung, kantin, dll.
29
6. Ortotik Prostetik
a. Evaluasi:
Gangguan berjalan dan berpindah tempat
Kelemahan anggota gerak superior dan inferior sinistra
b. Program:
Menggunakan kursi roda
Armsling
H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : bonam
I. EDUKASI
1. Alih baring
2. Proper bed positioning
3. Konsultasi ke instalasi gizi untuk mengatur porsi makan dari pasien
4. Teratur menjalankan terapi di poliklinik Rehab Medik dan Saraf
5. Rajin berlatih dan kontrol secara teratur
6. Tetap optimis dan menghindari stress.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Kabi Glen. Gambaran Faktor Risiko Pada Penderita Stroke Iskemik Yang
Dirawat Inap Neurologi RSUP Prof DR.R.D.Kandou Manado periode Juli
2012 – Juli 2013. Manado. Jurnal e-Clinic;2015.
2. American Heart Association Statistics Committee And Stroke Statistics
Subcommittee. Heart Disease And Stroke Statistics-2016 Update: A Report
From American Heart Association. Circulation. 2016
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan: 2013; 91-4
4. Carolee JW, Stein CJ, Arena R, Cherney LR, Cramer SC, Harvey RL, etc.
Guideline For Adult Stroke Rehabilitation and Recorvery.
Stroke.2016;47:e98-169.
5. Brainin M, et all. Poststroke chronic disease management: towards improved
identification and interventions for poststroke spasticity-related complications.
International Journal of Stroke. World Stroke Organization. 2013,6; 42–46
6. Misbach J, Wendra A. Stroke In Indonesia. A First Large Prospective Hospital
Based Study of Acute Stroke in 28 Hospitals in Indonesia. Jakarta ;2013
7. Batson DW, Avent J. Adult Neurogenic Communication Disorders. In:
Braddom RL. Physical Medicine and Rehabilitation. 4th ed. Philadelphia:
Saunders; 2011. p. 54-57
31
8. Hutagalung HS. Efek Aspirin, cilostazol serta clopidogrel terhadap outcome
fungsional pada pasien stroke iskemik [thesis]. Medan: Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Sumatera Utara; 2014. p. 1-2.
9. Ankush C, Li W, Stone C, Ding Y. The Cerebral Circulation and
Cerebrovascular Disease. Brain circulation;2017(3):45-49.
10. Khaled M, Mohr JP, Gutierrez J. A Functional Perspective on the Embryology
and Anatomy of cerebral blood supply.Journal of stroke 2015;17(2):144-158.
11. Baehr M, Frotscher M. Duus' Topical Diagnosis in Neurology. 5th ed.
Stuttgart: Thieme; 2012. Chapter 11, Blood supply and vascular disorders of
the central nervous system. p. 270-314.
12. Misbach J. Stroke: aspek diagnostik, patofisiologi, manajemen. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2012.
13. Cuccurullo SJ. Physical Medicine and Rehabilitation Board Review. 3rd
edition. New jersey: Demos medical publishing. 2015.
14. Dawson AS, Knox J, McClure A, Foley N, Teasell R. Stroke Rehabilitation.
Fourth edition. Canadian Best Practice Recommendation for stroke care.
2013.
15. Ritarwan, K. Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Penderita Stroke yang
Dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan [thesis]. Medan: Departemen
Neurologi FK USU/RSUP H. Adam Malik; 2012
16. Widiastuti P, Nuartha A. Sistem skoring diagnostic untuk stroke: skor Siriraj.
Kalbe Med. 2015;42(10):2-4
17. Misbach J. Guideline Stroke Tahun 2011. PERDOSSI: Jakarta;2011.
18. Walelang Th. Faktor resiko dan pencegahan stroke. Poceeding symposium
stroke update. Manado. Perdosi; 2011.
19. Haiqing Zheng, Cao N, Yin Y, Feng W. Stroke Recorvery and Rehabilitation
in2016: a year in review of basic science and clinical science. Stroke vascular
neurology;2017.
20. Masahiro AB, Wataru K. Rehabilitation for Cerebrovascular Disease: Current
and New Methods in Japan.JMAJ;2012(55):3.
32