Anda di halaman 1dari 26

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKALAH
TEKNIK PENGAMBILAN DAN PEMERIKSAAN
SPESIMEN CAIRAN LAMBUNG DAN CAIRAN OTAK

OLEH

KELAS C6

KELOMPOK 2

NURUL AENUNG (15020160002)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Deskripsi lambung dan otak
B. Teknik pengambilan spesimen
C. Pengolahan spesimen
D. Pengujian spesimen
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah


SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat
terselesaikan. Makalah ini disusun berdasarkan pengumpulan dari berbagai
sumber, dan untuk memenuhi salah satu tugas.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian tugas ini. Semoga tugas yang penulis buat dapat
bermanfaat bagi penulis pribadi maupun pihak yang membaca.
Penulis menyadari bahwa tugas ini sangat jauh dari sempurna,
masih banyak kelemahan dan kekurangan. Setiap saran, kritik, dan komentar
yang bersifat membangun dari pembaca untuk meningkatkan kualitas dan
menyempurnakan tugas ini.

Makassar, 24 Maret 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pemeriksaan laboratorium merupakan hal yang terpenting
dalam proses diagnosis suatu penyakit. Banyak informasi penting
yang bisa didapatkan dari proses tersebut yang dapat digunakan
sebagai dasar untuk menentukan langkah yang akan diambil terhadap
pasien. Dengan demikian, proses pemeriksaan laboratorium memiliki
peranan vital bagi pasien. Pemeriksaan laboratorium terhadap pasien
menggunakan bahan pemeriksaan yang berasal dari tubuh pasien.
Pada prinsipnya semua organ dan cairan tubuh dapat diperiksa,
namun yang sering dilakukan untuk pemeriksaan rutin hanya
specimen yang memiliki arti klinis, misalnya darah, urine, serum,
sekret/efusi, cairan sendi, cairan lambung dan cairan otak (LCS)
Pada makalah ini akan dibahas secara khusus pemeriksaan
laboratorium klinik terhadap specimen cairan otak atau Liquor Cerebro
Spinalis (LCS) dan spesimen cairan lambung atau tukak lambung.
Pemeriksaan ini berperan penting dalam mendiagnosa adanya
gangguan terhadap terhadap tubuh. Untuk lebih jelasnya akan
dibahas lebi lanjut ditinjauan pustaka.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka adapun rumusan masalah yaitu :
1. Apakah yang dimaksud cairan lambung (getah lambung) dan cairan
otak atau Liquor Cerebro Spinalis (LCS) (?
2. Bagaimana cara pengambilan cairan lambung dan cairan otak atau
Liquor Cerebro Spinalis (LCS) ?
3. Bagaimana cara pegolahan pengambilan cairan lambung dan
cairan otak atau Liquor Cerebro Spinalis (LCS)?
4. Bagaimana cara pegolahan pengujian cairan lambung dan cairan
otak atau Liquor Cerebro Spinalis (LCS)?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi cairan lambung (getah lambung) dan
cairan otak atau Liquor Cerebro Spinalis (LCS)
2. Untuk mengetahui cara pengambilan cairan lambung dan cairan
otak atau Liquor Cerebro Spinalis (LCS)
3. Untuk mengetahui cara pegolahan pengambilan cairan lambung
dan cairan otak atau Liquor Cerebro Spinalis (LCS)
4. Untuk mengetahui cara pegolahan pengujian cairan lambung dan
cairan otak atau Liquor Cerebro Spinalis (LCS)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1.1 Cairan Lambung
Cairan lambung Merupakan Cairan yang disekresi secara aktif
oleh sel mukosa lambung yang terdiri atas dua kelenjar yaitu kelenjar
peptik fundus dan kelenjar pilorik. Kelenjar peptik mensekresi pepsin,
lipase, dan HCl, sedangkan kelenjar pilorik mensekresi bahan untuk
proses fermentasi. Pemeriksaan cairan lambung ini dapat dilakukan
dengan pemeriksaan makroskopis, mikroskopis maupun kimia.
Terdapat beberapa cara dalam pengambilan sampel cairan lambung
ini diantaranya dapat menggunakan sondage lambung (sondage
Wangestane, sondage Levine, dan sondage Rile), endoskopi serta
ultrasonographi. Lambung adalah cairan yang terdapat di dalam
lambung yaitu Air, Asam lambung, Enzim pencernaan
(Pepsin, Renin, dan Lipase), Garam-garam mineral (Sodium Chlorida
,Potassium Chlorida, Phospate dan mucin.
Macam-macam getah lambung
a. Asam chloridan (HCl)
Bersifat baktericid ringan yang dihasilkan sel parietal. Asam
chlorida juga berfungsi untuk mengaktifkan pepsinogen menjadi
pepsin.
b. Pepsin
Fungsi : untuk memecah protein menjadi protease
Di dalam pankreas (sebagai proteolitik) :Pepsin tripsin &
chemotripsin asam amino. Pepsin dihasilkan di sel gablet yang
disebut chief cell
c. Lipase
Fungsi : memecah lemak menjadi asam lemak dan gliseral
d. Mucin
Fungsi : untuk melindungi lambung untuk melindikan makanan
Dihasilkan oleh neck cell yang terdapat di dalam fundus FIE
(Faktor Intrinsik Eritropolitik). Merupakan mukroprotein yang ber
fungsi untuk membantu penyerapan vit B12 dalam usus.Makanan
yang masuk ke dalam lambung akan dipecah oleh enzim pepsin
menjadi pepton protein, pepton dan protease akan diurai oleh
enzim proteolitik menjadi asam amino.
1.2 Cairan Otak
Cairan otak ialah cairan jernih, tak berwarna yang 70 % dibuat oleh
plexus choroideus di dalam ruang atau ventrikel otak melalui transport
akitf dan ultrafiltrasi, sedangkan 30% dibentuk pada tempat lain,
termasuk pada ventrikel dan rongga subarachnoid. Pada
orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700
ml, volume otak sekitar 1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-
162 ml (rata-rata104 ml)dan darah sekitar 150 ml.80% dari jaringan
otak terdiri dari cairan, baik ekstra sel maupun intra sel. Rata-
rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 5
00ml/hari, sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 7
5-150 ml dalam sewaktu. Ini merupakan suatu kegiatan dinamis,
berupa pembentukan, sirkulasi dan absorpsi. Untuk mempertahankan
jumlah cairan serebrospinal tetap dalam sewaktu,
maka cairan serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari.
Liquour Cerebrospinalis adalah cairan otak yang diambil
melalui lumbal punksi, Cairan otak tidak boleh dipandang sama
dengan cairan yang terjadi oleh proses ultrafiltrasi saja dari plasma
darah. Di samping filtrasi, faktor sekresi dari plexus choriodeus turut
berpengaruh. Karena itu cairan otak bukanlah transudat belaka. Akan
tetapi seperti transudat, susunan cairan otak juga selalu dipengaruhi
oleh konsentrasi beberapa macam zat dalam plasma darah.
Pengambilan cairan otak itu dilakukan dengan maksud
diagnostik atau untuk melakukan tindakan terapi. Kelainan dalam hasil
pemeriksaan dapat memberi petunjuk kearah suatu penyakit susunan
saraf pusat, baik yang mendadak maupun yang menahun dan
berguna pula setelah terjadi trauma.
B. Teknik pengambilan spesimen
1.1 Cairan otak
Cairan otak biasanya diperoleh dengan melakukan punksi
lumbal pada lumbal III dan IV dai cavum subarachnoidale, namun
dapat pula pada suboccipital ke dalam cisterna magma atau punksi
ventrikel, yang dapat disesuaikan dengan indikasi klinik. Seorang
klinik yang ahli dapat memperkirakan pengambilan tersebut. Hasil
punksi lumbal dimasukkan dalam 3 tabung atau 3 syringe yang
berbeda, antara lain :
1. Tabung I berisi 1 mL
Dibuang karena tidak dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan
karena mungkin mengandung darah pada saat penyedotan.
2. Tabung II berisi 7 mL
Digunakan untuk pemeriksaan serologi, bakteriologi dan kimia klinik.
3. Tabung III berisi 2 mL
Digunakan untuk pemeriksaan jumlah sel, Diff.count dan protein
kualitatif/kuantitatif.
Tata Cara :
1. Pasien dalam posisi miring pada salah satu sisi tubuh. Leher fleksi
maksimal (lutut di tarik ke arah dahi ).
2. Tentukan daerah pungsi lumbal di antara L4 dan L5 yaitu dengan
menentukan garis potong sumbu kraniospinal ( kolumna verterbralis )
dan garis antara kedua spina ishiadika anterior superior ( SIAS ) kiri
dan kanan. Pungsi dapat pula di lakukan anatara L4 dan L5 atau
antara L2 dan L3 namun tidak boleh pada bayi.
3. Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi
radius 10 cm dengan larutan Povidon iodin di ikuti larutan alkohol
70% dan tutup dengan duk steril di mana daerah pungsi lumbal di
biarkan terbuka.
4. Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan
yang telah memakai sarung tangan steril selama 15 – 30 detik yang
akan menandai titik pungsi tersebut selama 1 menit.
5. Tasukan jarum spinal/stylet pada tempat yang telah di tentukan.
Masukan jarum perlahan-lahan menyusur tulang vertebra sebelah
proksimal dengan mulut jarum terbuka ke atas samapai menembus
duramater. Jarak antara kulit dan ruang subarakhnoi berbeda pada
tiap anak tergantung umur dan keadaan gizi. Umumnya 1,5 – 2,5 cm
pada bayi dan meningkat menjadi 5 cm pada umur 3 –5 tahun. Pada
remaja jaraknya 6 – 8 cm.
6. Lepaskan stylet perlahan-lahan dan cairan keluar. Untuk
mendapatkan aliran cairan yang lebih baik, jarum di putar hingga
mulut jarum mengarah ke kranial. Ambil cairan untuk pemeriksaan
7. Cabut jarum dan tutup lubang tusukan dengan plester.
1.2 Cairan lambung
Getah lambung diperoleh melalui sonde lambung, biasanya
menggunakan Levin Stomach Tube. Aspirasi dilakukan pagi hari
setelah puasa 12 jam dan bebas dari obat-obatan yang mempengaruhi
lambung. Pada pagi hari penderita dilarang menggosok gigi untuk
menghindari kontaminasi perdarahan. Penderita juga dilarang menelan
saliva atau sputum karena dapat mempengaruhi keasaman lambung.
C. Pengolahan sampel
1.1 Getah lambung
Adapun cara pengolahan getah lambung adalah sebagai berikut :
1. Pasien dalam keadaan duduk
2. Ikat serbet pad lehernya, bernafas melalui mulut dengan kepala
agak menunduk dan lidah sedikit dilurukan
3. Masukkan ujung sonde wangnesteen kedalam mulutnya sampai
hampir menyentuk didinding belakang nasofaring
4. Suruh pasien menutup mulutnya dan menelan sonde berkali – kali
5. Setelah ujung sonde mencapai kedalaman yang dikenhendaki
ujung luar sonde direkatkan kepada pipi dengan sepotong plester
6. Isi lambung diisap dengan balonatau semprot yang dipasan pada
ujung luar sonde.
1.2 Cairan otak
1. Apabila yang dikehendaki adalah pemeriksaan tanpa
bakteriologi siapkan 3 tabung untunk menampung cairan otak
2. Tabung 1 untuk menampung beberapa tetes yang keluar
pertama tama dari jarum pungsi (jangan dipakai untuk
pemeriksaan sebenarnya), tabung II dan III diisi langsung
melalui jarum pungsi dengan sama banyak cairan otak (2-4ml)
dan boleh dipakai untuk pemeriksaan non bakteriologis
3. Sediakan pula tabung yang berisi larutan natrium sitrat
20%(digunakan jika perkiraan otak akan membeku)
4. Jika menghendaki pemeriksaan bakteriologis, tabung III harus
tabung steril yang isinya kemudian dipakai untuk pembiakan.
D. Pengujian sampel
1.1 Getah lambung
 Pemeriksaan Makroskopis
Pemeriksaan ini harus menggunakan sampel cairan lambung yang
diperoleh sebelum dilakukan rangsangan pada lambung untuk
pemeriksaan lain. Beberapa hal yang diperiksa antara lain:
a. Volume
Dalam keadaan normal volume cairan lambung berbeda-beda
dari beberapa ml sampai 75 ml, dengan rata-rata 25 ml. Jika
didapatkan volume yang mendekati 100 ml, hal ini adalah
keadaan yang abnormal. Jumlah tersebut mungkin disebabkan
oleh hipersekresi, menurunnya motilitas lambung, obstruksi
pilorus, atau sindrom Zollinger-Ellison.

b. Warna
Warna normal getah lambung adalah abu-abu mutiara dan
agak keruh (opalesent). Kelainan warna yang mungkin didapat
adalah:
 Kehijau-hijauan (biliverdin) atau kuning (bilirubin) akibat
terjadinya regurgitasi isi duodenum ke dalam lambung.
Keadaan ini akan mengakibatkan kesalahan pada hasil
pemeriksaan titrasi keasaaman lambung karena isi
duodenum bersifat basa.
 Merah muda (darah segar) dapat disebabkan oleh trauma
waktu memasukkan sonde, ataupun kelainan pada
esofagus seperti ulkus, karsinoma, dan lain-lain.
 Coklat (darah tua) disebabkan karena hemoglobin dalam sel
darah merah telah diubah menjadi asam hematin oleh HCl.
 Bermacam-macam warna oleh obat-obatan.

c. Bau
Bau getah lambung normal agak asam. Bau yang keras dapat
disebabkan oleh stasis dalam lambung yang disertai proses
fermentasi. Bau yang busuk dapat disebabkan oleh adanya
nekrosis dalam lambung, sedangkan bau tinja mungkin
disebabkan oleh obstruksi usus atau akibat adanya fistula
antara usus dan lambung,
d. Lendir
Dalam keadaan normal hampir tidak ada lendir dalam cairan
lambung, atau didapatkan dalam jumlah yang sangat sedikit.
Pada keadaan abnormal, jumlah lendir akan bertambah. Lendir
ini dapat berasal dari mulut atau saluran pernafasan. Lendir
akan terlihat tidak homogen, tampak seperti garis-garis halus,
bergelembung, dan terapung di atas cairan. Jika diperiksa
secara mikroskopis,lendir ini mengandung banyak sel epitel
dan kuman. Karena lendir mengikat sebagian asam bebas
dalam lambung, maka penilaian titrasi asam bebas akan
menurun sedangkan nilai kandungan asam total tidak berubah.
e. Sisa-sisa makanan
Dalam keadaan normal tidak terdapat sisa-sisa makanan. Bila
ada, mungkin akibat motilitas lambung berkurang. Untuk
menguji hal ini, pasien diberi makanan yang mudah dikenali,
seperti kismis semalam sebelum diadakan sonde lambung.
Selain karena kurangnya motilitas, retensi isi lambung mungkin
disebabkan oleh adanya obstruksi pilorus akibat sikatrik atau
tumor.
f. Pus
Dalam keadaan normal, tidak dijumpai pus pada cairan
lambung. Adanya lekosit jarang sekali terlihat pada
pemeriksaan mikroskopis. Lekosit mungkin berasal dari saluran
makanan atau saluran pernapasan akibat sputum yang
tertelan.
g. Potongan jaringan
Biasanya bila didapatkan potongan jaringan menunjukkan
adanya trauma atau tumor sehingga diperlukan pemeriksaan
lebih lanjut.
h. pH dan berat jenis
pH normal cairan lambung adalah 1,2±0,0 pada orang dewasa
dalam keadaan puasa atau 1,3-2,5 setelah makan. Berat jenis
cairan ini sekitar 1,007.
 Pemeriksaan Mikroskopis.
Dalam getah lambung normal didapatkan sejumlah kecil sel epitel,
lekosit, eritrosit (oleh trauma sonde), dan beberapa butir amilum.
Sering terdapat kesulitan untuk menentukan bilamana jumlah
unsur itu menjadi abnormal dan memastikan apakah unsur-unsur
tersebut berasal dari lambung atau tempat lain seperti bronkus
atau paru-paru.
 Tes Terhadap Darah Samar
Tes ini menggunakan sifat hemoglobin sebagai peroksidase yang
memecah hidrogen peroksida dan mengoksidasi benzidine atau
guajac menjadi zat berwarna biru. Getah lambung normal memberi
reaksi yang negatif (tidak ada perubahan warna). Adanya darah
samar mungkin disebabkan oleh ulkus ventrikuli, karsinoma,
papilomata, diatesis hemoragik, muntah hebat, pembendungan
vena, dan lain-lain. Sering tes ini menjadi positif akibat darah dari
trauma waktu sonde. Tes ini juga positif untuk hemoglobin dan
beberapa derivatnya seperti methemoglobin, karboksi hemoglobin,
hematin, dan myoglobin. Sebaliknya, hasil negatif palsu dapat
disebabkan oleh konsumsi vitamin C dan reagen yang lama atau
rusak.

 Pepsin
Tes terhadap adanya pepsin atau pepsinogen hanya berarti
apabila telah dinyatakan adanya achlorhydria.
1.2 Cairan otak
1. Pemeriksaan Makroskopik
 Metode : Visual (Manual)
 Tujuan : Untuk mengetahui cairan LCS secara makroskopik
meliputi : warna, kejernihan, bekuan, pH dan BJ.
 Alat dan Bahan :
a. Tabung reaksi
b. Beaker gelas
c. Kertas indikator pH universal
d. Refraktometer abbe
 Spesimen : Cairan LCS
 Cara Kerja :
a. Cairan LCS dimasukkan dalam tabung bersih dan kering.
b. Diamati warna, kejernihan, adanya bekuan pada cahaya terang.

Param Interpretasi
No Penilaian
eter Normal
1. Warna Tidak berwarna, Kuning
muda, Kuning, Kuning Tidak
tua, Kuning coklat, merah, berwarna
hitam coklat,abu – abu
2. Kejerni Jernih, agak keruh, keruh,
han sangat keruh, keruh Jernih
kemerahan
3. Bekuan Tidak ada bekuan, ada Tidak ada
bekuan bekuan
4. pH 7,3 atau setara dengan
pH plasma/serum
5. BJ 1.000 – 1.010 1.003 – 1.008
c. Dicelupkan indikator pH universal pada LCS dan diukur pH dengan
membandingkan deret standar pH.
d. Cairan LCS diteteskan 1-2 tetes pada refraktometer dan diperiksa
pada eye piece BJ.
 Hal yang perlu diperhatikan :
a. LCS yang bercampur darah dalam jumlah banyak pada kedua
tabung, tidak dapat diperiksa karena karena akan sama hasilnya
dengan pemeriksaan dalam darah, terutama bila ada bekuan
merah sebagaimana darah membeku.
b. Adanya bekuan terlihat berupa kabut putih yang menggumpal
karena bekuan terdiri atas benang fibrin.
c. Dalam keadaan normal cairan otak tidak berwarna, dalam
keadaan patologis cairan otak berwarna :
1)Kekuning-kuningan
2)Warna ini dapat disebaakan derivat hemoglobin dari
perdarahan yang telah lama terjadi ( minimum 6 jam maximum
1-1,5 minggu), brasal dari bilirubin darah bila intensitas ikterus
hebat. Cairan otak xanthocrome karena kadar protein yang
sangat tinggi atau pendarahan dapat membeku
3)Merah
Warna merah disebakan oleh karena:
 Pendarahan artifisialyang merupakan komplikasi dari punksi
 Pendarahan sub arachnoidal
4)Coklat
Warna coklat disebabkan perdarahan yang lama disertai
dengan adanya hemolisis , maka LC akan berwarna coklat
5)Keabu-abuan
Warna keabu-abuan ini disebabkan oleh adanya leukosit
dalam jumlah besar
2. Pemeriksaan Mikroskopik
A. Hitung Jumlah Sel
 Metode : Bilik Hitung
 Prinsip : LCS diencerkan dengan larutan Turk pekat akan
ada sel leukosit dan sel lainnya akan lisis dan dihitung
selnya dalam kamar hitung di bawah mikroskop.
 Tujuan : Untuk mengetahui jumlah sel dalam cairan LCS.
 Alat dan Reagensia :
a. Mikroskop
b. Hemaocytometer : Bilik hitung Improved neubauer, kaca
penutup, pipet thoma leukosit
c. Tissue
d. Larutan Turk Pekat : Kristal violet 0,1 gram, asam asetat
glacial 10 mL dan aquadest 90 mL.
 Spesimen : LCS
 Cara Kerja :
a. Larutan Turk pekat diisap sampai tanda 1 tepat
b. Larutan LCS diisap sampai tanda 11 tepat.
c. Dikocok perlahan dan dibuang cairan beberapa tetes.
d. Diteteskan pada bilik hitung dan dihitung sel dalam
kamar hitung pada semua kotak leukosit di mikroskop
lensa objektif 10x/40x.
 Perhitungan :
PDP : 1/10 = 0,1x
TKP : 1/0,1 = 10x
KBH : 4 kotak leukosit
Ʃ Sel : Jumlah sel ditemukan (berwarna keunguan
dengan inti dan sitoplasma)

Sel = PDP x TKP x Jumlah sel ditemukan


KBH
= 0,1 x 10 x Ʃ
4
= 2,5 x Ʃ
= ……..sel/mm3 LCS
 Interpretasi : Jumlah sel normal = 0 – 5 sel/mm3 LCS

B. Hitung Jenis Sel (Diff.Count)


 Metode : Giemsa Stain
 Tujuan : Untuk membedakan jenis sel mononuklear dan
polinuklear dalam cairan LCS
 Alat dan Reagensia :
a. Objek Gelas
b. Kaca Penghapus
c. Sentrifuge
d. Tabung reaksi
e. Metanol absolut
f. Giemsa
g. Timer
 Spesimen : LCS
 Cara Kerja :
a. Cairan LCS di masukkan dalam tabung secukupnya.
b. Disentrifugasi selama 5 menit 2000 rpm
c. Supernatant dibuang dan endapan diambil.
d. Diteteskan pada objek gelas dan dibuat preparat
hapusan tebal
e. Di keringkan dan difiksasi selama 2 menit dengan
metanol absolut.
f. Diwarnai dengan Giemsa selama 15-20 menit.
g. Dicuci dan diperiksa dimikroskop lensa objektif 100x
denga imersi.
 Perhitungan
Jenis sel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah %
MN
PMN
Jumlah

 Interpretasi : Normal MN 100% dan PMN 0%


3. Pemeriksaan Kimia
A. Uji Pandy
Metode yang digunakan untuk memeriksa adanya protein dalam
Liquor Cerebrospinalis adalah Test Pandy. Reagen Pandy dibuat
dari larutan jenuh fenol dalam air (phenolum liquefactum 10 ml :
aquadest 90 ml : simpan beberapa hari pada suhu 37 oC dengan
sering dikocok-kocok) bereaksi dengan globulin dan dengan albumin.
Reagen ini dipakai untuk mengetahui protein (albumin dan
globulin) dalam cairan otak dimana akan bereaksi dengan globulin
dan albumin.Tes pandy mudah dilakukan pada waktu pungsi dan
sering dijalankan sebagai bed side test.Itu sebabnya test pandy
masih digunakan meskipun telah banyak test lain untuk menentukan
protein dalam cairan otak yang lebih spesifik dan lebih bermanfaat
bagi klinik.Dalam keadaan normal tidak terjadi kekeruhan atau
adanya kekeruhan yang sangat ringan berupa kabut halus. Semakin
keruh hasil reaksi ini semakin tinggi kadar protein .Hasil reaksi ini
harus segera dinilai setelah pencampuran liquor dengan
reagen.Hasil dilaporkan dalam bentuk positif atau negatif saja. Perlu
diingat jika ada darah dalam cairan otak hasil pemeriksaan tidak ada
artinya.
Pemeriksaan pandy menggunakan gelas arloji sebagai wadah
pereaksinya. Hal ini untuk memudahkan dalam pengamatan
kekeruhan pada sampel. Pada gelas arloji ditambahkan 1 ml reagen
pandy kemudian diteteskan 1 tetes sampel cairan otak pada reagen
yang ditambahkan di atas gelas arloji tersebut. Kemudian diamati
hasilnya apakah menunjukkan kekeruhan atau tidak. Kekeruhan
diakibatkan denaturasi protein dalam larutan fenol yang jenuh yang
menyebabkan protein mengendap. Semakin keruh campuran,
semakin banyak kadar protein dalam sampel tersebut. Pengamatan
kekeruhan menggunakan latar gelap dan digoyangkan perlahan-
lahan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam praktikum kali ini adalah
 Dipastikan reagen yang digunakan tidak kadaluarsa.
 Cairan otak yang diteteskan pada reagen terhindar dari
sedimen atau endapan agar tidak menyebabkan hasil yang
positif palsu.
 Pada saat pengamatan hasil menggunakan latar belakang
hitam agar mudah melihat kekeruhan yang berwarna putih.
 Pada saat pengamatan gelas arloji digoyang perlahan-lahan
untuk melihat seberapa banyak kekeruhan yang terjadi dan
apakah terdapat butiran seperti pasir atau tidak.

a) Metode : Pandy
b) Prinsip : Protein dalam larutan jenuh phenol akan
mengalami denaturasi berupa kekeruhan hingga terjadi
endapan putih.
c) Tujuan : Untuk mengetahui adanya protein dalam LCS
d) Alat dan Reagensia :
• Tabung reaksi
• Pipet tetes
• Larutan Pandy : phenol 10 mL dan aquadest 90 mL.
(larutan bila keruh disaring atau dibiarkan mengendap
sisa jenuhnya).
e) Spesimen : LCS.
f) Cara Kerja :
 Dimasukkan 1 mL cairan otak ke dalam tabung reaksi.
 Ditambah beberapa tetes larutan Pandy.
 Amati adanya kekeruhan pada larutan tersebut.
g) Interpretasi :
 Negatif : tidak terbentuk kekeruhan putih
 Positif : terbentuk kekeruhan putih.
B. Uji Nonne-Apelt
a) Metode : Nonne Apelt
b) Prinsip : Protein dalam larutan jenuh garam ammonium
sulfat akan mengalami denaturasi berupa kekeruhan hingga
terbentuka endapan.
c) Tujuan : Untuk mengetahui adanya protein jenis globulin
dalam LCS
d) Alat dan Reagensia :
• Tabung reaksi
• Pipet tetes
• Larutan Nonne : Ammonium sulfat jenuh 80 gram dalam 100 mL
aquadest. (disaring bila keruh.
e) Spesimen : LCS
f) Cara Kerja :
 Dimasukkan 1 mL cairan otak ke dalam tabung reaksi.
 Ditambah beberapa tetes larutan Nonne melalui dinding tabung
dengan kemiringan 45°.
 Amati adanya cincin putih keruh pada kedua lapis larutan
tersebut pada posisi tegak.
g) Interpretasi :
 Negatif : tidak terbentuk cincin putih
 Positif : terbentuk cincin putih.

C. Uji Protein
a) Metode : Biuret
b) Prinsip : Protein dalam sampel bereaksi dengan ion cupri (II)
dalam medium alkali membentuk komplek warna yang dapat
diukur dengan spektrofotometer
c) Tujuan : Untuk menetapkan kadar protein dalam LCS.
d) Alat :
 Tabung reaksi
 Mikropipet 20 µLdan 1000 µL.
 Tip kuning dan biru.
 Fotometer
e) Reagensia :
 Reagen Kerja: Cupri (II) asetat 6 mmol/L, Kalium Iodida 12
mmol/L, NaOH 1,15 mol/L, deterjen.
 Reagen standard : 8,0 g/dL
 Stabilitas : Reagensia stabil setelah dibuka sampai kadaluarsa
bila disimpan pada suhu ruang.
f) Spesimen : LCS.
g) Cara Kerja :
 Masukkan ke dalam tabung berlabel :
Blanko Standar Sampel
Standar - 20 µl -
Serum - - A. l
Reagen 1000 1000 μl
kerja μl

 Campur dan inkubasi selama 10 menit pada suhu ruang.


 Diukur absorben standar dan sampel pada Photometer dengan
panjang gelombang 578 nm terhadap blanko reagent.
h) Perhitungan :
Total Protein= Absorben sampel x konsentrasi standar (8,0
g/dL)
Absorben standard
= ..............g/dL x 1000
= ......mg/dL
Nilai Normal : 15 – 45 mg/dL

D. Uji Glukosa
a) Metode : GOD-PAP.
b) Prinsip :Glukosa dioksidasi oleh glukosa oksidase
menghasilkan hidrogen peroksida yang bereaksi dengn 4-
aminoantipirin dan fenol dengan pengaruh katalis
peroksidase menghasilkan quinoneimine yang berwarna
merah.
c) Tujuan : Untuk menentukan kadar glukosa dalam LCS
d) Reaksi : Glukosa + ½ O2 + 2 H2O glukosa

oxidase Glukonate + H2O2. 2 H2O2 + 4-Aminoantipyrine +


Phenol POD Quinoneimine + 4 H2O
e) Alat :
• Tabung reaksi kecil
• Timer
• Mikropipet 10 dan 1000 µl
• Tissue
• Tip kuning dan biru
• Rak Tabung
• Fotometer
f) Reagensia :
• Reagen kerja Glukosa
• Reagen standar Glukosa 100 mg/dl
• Stabilitas : Reagensia stabil setelah dibuka sampai
kadaluarsa bila disimpan pada suhu 2-8oC.
g) Spesimen : LCS.
h) Cara kerja:
 Dipipet ke dalam tabung:
Blanko Standar Sampel
Standar - 10 µl
Serum - - -
Reagen 1000 1000 10 µl
kerja µl µl
 Dicampur dan diinkubasi pada suhu ruang selama 10
menit.
 Diukur absorben standar dan sampel pada Photometer
terhadap blanko dengan panjang gelombang 546 nm.
i) Pengamatan dan Pembacaan :
 Absorben blanko aquabidest : 0,000
 Dicatat Absorben pengukuran reagent blanko, standar
dan sampel
j) Perhitungan :
Glukosa = Absorben sampel x konsentrasi standard
(100 mg/dL)
Absorben standard
= ..............mg/dL
Nilai Normal : 45 – 70 mg/dL

E. Uji Chlorida
a) Metode : TPTZ
b) Prinsip : Ion Chlorida bereaksi dengan Mercury (II),
2,4,4-tri-(2-pyridil)-S-triazide kompleks (TPTZ) membentuk
merkuri (II) chlorida. TPTZ bebas bereaksi dengan ion besi
(II) menghasilkan warna biru kompleks. Perubahan
absorben pada 578 nm sebanding dengan kadar chlorida.
c) Tujuan : Untuk menentukan kadar Chlorida dalam
LCS
d) Alat :
• Tabung reaksi kecil
• Timer
• Mikropipet 10 dan 1000 µl
• Tissue
• Tip kuning dan biru
• Rak Tabung
• Fotometer
e) Reagensia :
• Reagen warna : 2,4,6-tri-(2-pyridil)-S-triazide (TPTZ)
dan merkuri (II) kompleks 0,96 mmol/L dan besi (II)
sulfat 0,5 mmol/L
• Standard Chlorida : Natrium chlorida 100 mmol/L atau
355 mg/dL
f) Spesimen : LCS
g) Cara Kerja :
 Dipipet ke dalam tabung:
Blanko Standar Sampel
Standar -
10 µl
Serum - -
-
Reagen 1000 10 l
1000 µl
kerja µl
 Dicampur dan diinkubasi pada suhu ruang selama 10
menit.
 Diukur absorben standar dan sampel pada Photometer
terhadap blanko dengan panjang gelombang 546 nm.
h) Perhitungan :
Chlorida =Absorben sampel x konsentrasi standard (100
mmol/L)
Absorben standard
= ..............mmol/L
Nilai Normal : 98 - 106 mmol/L
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu dapat diketahui bahwa
cairan lambung dan cairan otak dapat digunakan untuk melakukan
pemeriksaan secara klinis untuk mengetahu jenis penyakit yang diderita
dengan melakukan berbagai jenis pemeriksaan di laboratorium klinik.
B. Saran
Menyadari banyaknya kekurangan dari makalah ini maka dari itu
diharapkan pembaca memberikan saran dan kritik kepada penulis agar
bisa dijadikan bahan evaluasi untuk selanjutnya.I
DAFTAR PUSTAKA

Gandasoebrata, R.1968.”Penuntun Laboratorium Klinik’’. Jakarta: Dian


Rakyat Agung.
Mahode ,Albertus .2011. ‘’ Pedoman Teknik Dasar Untuk Laboratorium
Kesehatan “. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai