Anda di halaman 1dari 8

Nama: M Guszaldo HP

NIM: 04011381722167
Kelas: GAMMA 2017

LEARNING ISSUE
Hemoragik Intrakranial Nontraumatik
Hemoragik Intrakranial nontraumatik didefinisikan sebagai hemoragik spontan
menuju parenkim otak (hemoragik intraserebral) atau ruang cairan serebrospinalis
(hemoragik subaraknoid). Hemoragik intraserebral menyebabkan tanda dan gejala
akut menyerupai iskemia cerebri dan menyumbang sekitar 10% dari stroke. 1 dari
bentuk lebih sering dari hemoragik intracerebral adalah hypertensive hemoragik.
Gejala utama hemoragik subarachnoid adalah sakit kepala; sumber paling sering
karena ruptur aneurisma.
Manifestasi umum hemoragik intrakranial
Walaupun manifestasi hemoragik intrakranial dan iskemia cerebri sama, secara umum
(onset mendadak defisit fokal neurologis), ada beberapa tanda dan gejela klinis yang
lebih spesifik menuju hemoragik daripada iskemia. Ini meliputi:
 sakit kepala akut, sering ditemani dengan muntah
 defisit neurologis progresif cepat atau sangat cepat (tergantung situs hemoragik)
 gangguan kesadaran progresif, dapat menjadi koma
 Kebanyakan pasien, kejang epileptik
Jika manifestasi ini ada, hemoragik intrakranial adalah kausa yang mungkin.
Diagnosa definitif, akan tetapi hanya dapat dibuat dengan metode neuroradiologis.
Hemoragik Intraserebri

Etiologi
Kebanyakan kasus hemoragik intraserebral dikarenakan ruptur lesi vaskular yang
berasal dari hipertensi (“rhexis hemorrhages” dari pseudoaneurisma lipohyalinotic
arteriola), aneurisma, atau malformasi arteriovenosa (Gambar 6.19, 6.20). Hemoragik
intraserebral mungkin juga merupakan komplikasi terapeutik antikoagulan.
Hemoragik yang lebih kecil, lebih spesifik yang dekat dengan permukaan kortikal,
sering disebabkan oleh amyloid angiopathy. Mungkin juga terdapat perdarahan
menjadi infark, tumor otak primer, metastase, atau kavernoma. Etiologi yang lebih
sering dari hemoragik intraserebral tercantum dalam tabel 6.15.
Patofisiologi Stroke Hemoragik
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam
waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga
sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak
yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi
yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan
menekan pembuluh darah di sekitarnya.
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan
penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel
sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di
dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan
pelepasan glutamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+.
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan
lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun
pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel
menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra).
Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai
oleh pembuluh darah tersebut.
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia)
akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah
deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan
persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit
sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus
kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan
terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis
karena kerusakan dari sistem limbik.
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral
parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan
memori.
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah
yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior
tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus
optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans
posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik.
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas
dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat
menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata.
Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan:
 Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
 Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia
(traktus piramidal).
 Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus
spinotalamikus).
 Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarus), singultus (formasio retikularis).
 Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
 Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah
(saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus
(saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
 Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun
kesadaran tetap dipertahankan).

Manifestasi Klinis
Gambaran klinis secara utama tergantung pada situs dan luasnya hemoragik dan
faktor etiologi. Aspek tertentu dari klinik, dapat menyarankan 1 etiologi lebih sering
daripada yang lain:
 Hipertensi arterial kronis dan umur yang tua (biasanya 60-70) akan mengalami
rhexis hemorrhage lebih sering. Hemoragik ini disebabkan oleh hipertensi dan
biasanya sangat besar. Situs tersering adalah pallidum, putamen, dan kapsul
interna, dengan temuan klinis yang sesuai: kontralateral, biasanya padat,
hemiparesis atau hemiplegia, horizontal gaze palsy, dan pada kebanyakan kasus,
deviation conjuguee dan deviasi kepala pada sisi lesi. Situs yang kurang sering
adalah substansi putih subkortikal, batang otak, thalamus (gambar 6.21) dan
serebelum. Hemoragik yang sangat besar, jika terletak di fossa posterior, dapat
secara cepat meningkatkan TIK, menyebabkan kompresi batang otak, dan
kemudian, mengganggu kesadaran dan koma.
 Perburukan akut dari tanda dan gejala yang ada menjadi lebih atau kurang parah,
mungkin ditemani dengan tambahan gangguan kesadaran, menyarankan adanya
hemoragik menjadi infark atau tumor.
 Kejang epileptik focal atau generalisata menentukan onset kejadian akut yang
merujuk kepada tumor, malformasi vaskular, atau lesi struktural lain dari otak
yang menyebabkan hemoragik.
Evaluasi diagnostik
Diagnosis hemoragik intrakranial disarankan dengan temuan klinis dan kemudian
secara definitif dikonfirmasi dengan adanya darah pada CT atau MRI. Ketika
dilakukan pada fase akut, studi ini mungkin gagal untuk memastikan adanya
malformasi vaskular yang mendasarinya, jika ada, dimana disebabkan hemoragik,
angiography mungkin dibutuhkan untuk menyelesaikan diagnosis. Memperoleh profil
koagulasi komplit diindikasikan pada beberapa pasien.

Tatalaksana dan Prognosis


Pasien yang mengalami hemoragik intraserebri akut membutuhkan observasi klinis
yang ketat; lebih tepatnya, tanda hipertensi intrakranial (muntah, gangguan progresif
kesadaran, dan terkadang anisokor dan papiledema) harus dipantau. Hipertensi
intrakranial mungkin karena hemoragik yang berulang atau pembengkakan progresif
otak; pada kasus ini, harus dideteksi dan diterapi (untuk pengukuran terapi). Sebagai
tambahan, stabilisasi fungsi vital dan terapi kejang epileptik, jika ada, sangat
dibutuhkan. Pada setiap kasus, indikasi yang mungkin untuk pembuangan hematoma
neurosurgical harus dipertimbangkan hati-hati, pada manifestasi neurologis yang
ringan, situs hemoragik, dan usia dan kondisi umum pasien. Hemoragik serebellar
dengan efek massa meningkatkan risiko kompresi batang otak dan kematian dan
sering mejadi indikasi untuk operasi gawat darurat penyelamatan nyawa. Walaupun
sekitar 1/3 dari semua pasien dengan hemoragik intraserebral akan meninggal, yang
lain dapat sembuh total secara spontan.

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Pemeriksaan Normal Hasil Interpretasi

Nervus VII (Nervus Facialis)

Sudut mulut kanan Gangguan saraf


Sudut mulut Simetris
tertinggal kranialis VII
Plica nasolabialis Gangguan saraf
Plica nasolabialis Simetris
kanan datar kranialis VII

Lagoftalmus (-) (-) Normal

Kerutan dahi Simetris Simetris Normal

Nervus XII (Nervus Hypoglossus)

Disatria (bicara Gangguan saraf


(-) (+)
pelo) kranialis XII; pelo
Lidah deviasi ke Gangguan saraf
Lidah
kanan kranialis XII; parese kiri
Normal Hasil Interpretasi

Berkurangnya kekuatan
Kekuatan otot
5/5 4/5 otot ekstremitas atas
ekstremitas atas
dekstra (kanan)
Berkurangnya kekuatan
Kekuatan otot
5/5 4/5 otot ekstremitas bawah
ekstremitas bawah
dekstra (kanan)
Refleks fisiologis
Normal Meningkat Tidak normal
ekstremitas kanan
Refleks patologis
babinsky pada kaki (-) (+) Tidak normal
kanan

Kekuatan otot berdasarkan 5 skala kekuatan:


0 = tidak ada kontraksi sama sekali
1 = gerakan kontraksi yang sangat lemah
2 = mampu untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan/gravitasi
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh
5 = kekuatan kontraksi yang penuh

Mekanisme abnormal pada pemeriksaan neurologis


Pemeriksaan fungsi motorik:
Nervus VII tampak mulut mengot ke kiri, lipatan nasolabialis kanan datar
Hal ini disebabkan karena terjadi iskemik pada kapsula interna yang
kemudian menjalar ke pons melalui traktus kortikospinalis. Nervus VII (N.
Facialis) berasal dari pons sehingga terlihat gejala klinis berupa mulut mengot
ke kiri serta lipatan nasolabialis kanan datar.
Nervus XII bicara pelo dan lidah deviasi ke kanan
Hal ini disebabkan karena terjadi iskemik pada kapsula interna yang
kemudian menjalar ke medulla oblongata melalui traktus kortikospinalis.
Nervus XII (N. Hipoglossus) berasal dari medulla oblongata sehingga terlihat
gejala klinis berupa bicara pelo dan lidah deviasi ke kanan
Kekuatan otot ekstremitas atas 4/5, ekstremitas bawah 4/5
Penyebab lemah lengan dan tungkai kanan adalah tersumbatnya arteri retrikulo
striata. Arteri ini memvakularisasi daerah kapsula interna. Area ini selanjutnya
akan dihubungkan ke beberapa bagian tubuh motorik seperti tangan dan
tungkai. Pada kasus ini, Tn. Budi menderita kelemahan ekstremitas inferior dan
superior bagian kanan yang berarti kerusakan terletak pada kapsula interna kiri
karena kerja motorik bersifat kontralateral. Pada kasus juga sudah menekankan
bahwa terjadi gangguan pada kapsula interna karena kelemahan antara
ekstremitas atas dan bawah adalah sama.
Refleks fisiologi ekstremitas kanan meningkat
Ada 3 unsur yang berperan dalam refleks yaitu jaras aferen, bussur sentral dan
jaras eferen. Perubahan ketiga komponen tersebut akan mengakibatkan
perubahan dalam kualitas maupun kuantitas dari refleks. Integritas dari arcus
reflek akan terganggu jika terdapat malfungsi dari organ reseptor, nercus
sensorik, ganglion radiks postreior, gray matter medula spinal, radik anterior,
motor end plate, atau organ efektor. Pengetahuan tentang reflek dapat digunakan
untuk menentukan jenis kerusakan yang terjadi pada sistem persyarafan.
Refleks patologis babinsky (+) pada kaki kanan
Gangguan sirkuit regulasi panjang otot mungkin terjadi yaitu berupa
pemendekan panjang target secara abnormal pada fleksor ekstremitas atas dan
ekstensor ekstremitas bawah. Hasilnya adalah peningkatan tonus spastik dan
hiperrefleksia, serta tanda-tanda traktus piramidalis dan klonus. Diantara
tanda-tanda traktus piramidalis tersebut terdapat tanda-tanda yang sudah
dikenal baik pada jari-jari tangan dan kaki, seperti tanda Babinski (ekstensi
tonik ibu jari kaki sebagai respons terhadap gesekan di telapak kaki).

DAFTAR PUSTAKA
1. Fundamental of Neurology. 2006. Mark Mumenthaler and Heinrich Mattle With
Ethan Thaub. Thieme: Stuggart New York
2. Oxford Handbook of Neurology. 2nd edition. 2014. Hadi Manji. Oxford University
Press United Kingdom

Anda mungkin juga menyukai