Anda di halaman 1dari 74

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A BLOK 13

Tutor: dr. Kms. Ya’kub Rahadiyanto,SpPK,M.Kes

Disusun Oleh:

Kelompok 5

Mayalisna Prihatinungrum 04011181621003

Muhammad Musa 04011181621005

Raudhah Simahate Bengi 04011181621051

Nazlatul Nuraini 04011181621054

Muhammad Ridho Hervian 04011281621089

Mitha Ramadea 04011281621091

Mita Almaida 04011281621141

Kevin Saputra 04011281621098

Inggrid Chyntiaputri 04011281621100

Putriana Fuji Safitri 04011281621149

Aufa Muhammad Nadhif 04011281621159

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

ANGKATAN 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya
laporan tutorial Skenario A Blok 13 ini dapat diselesaikan dengan baik.
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian
dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan laporan tutorial Skenario A ini.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, mohon maaf apabila terdapat maksud atau penulisan kata yang salah ataupun yang
kurang berkenan dalam laporan ini. Maka dari itu, pendapat, kritik, dan saran akan
sangat membantu dalam penyempurnaan laporan ini.

Kelompok 5

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. 2
DAFTAR ISI........................................................................................................... 3
KEGIATAN TUTORIAL....................................................................................... 4
HASIL TUTORIAL DAN BELAJAR MANDIRI
I. Klarifikasi Istilah........................................................................................ 6
II. Identifikasi Masalah.................................................................................... 7
III. Analisis Masalah......................................................................................... 8
IV. Keterbatasan kemampuan ……………………………………………. 23
V. Learning Issue ............................................................................................ 24
VI. Kerangka Konsep........................................................................................ 72
VII. Kesimpulan................................................................................................. 72
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 73

3
KEGIATAN TUTORIAL

Moderator : Mita Almaida


Sekretaris I : Raudhah Simahate Bengi
Sekretaris II : Muhammad musa

Peraturan selama tutorial:


1. Jika mau berbicara, angkat tangan terlebih dahulu.
2. Saling mendengarkan pendapat satu sama lain.
3. Izin ke toilet maksimal dua orang dalam satu waktu.
4. Diperbolehkan minum selama tutorial berlangsung.
5. Diperbolehkan membuka gadget selama masih berhubungan dengan tutorial.
Prosedur tutorial:
1. Tutorial tahap 1
a. Semua anggota kelompok masuk ruang tutorial dan duduk di kursi yang telah
disediakan.
b. Sekretaris papan menyalakan layar LCD dan mempersiapkan laptop untuk
mengetik ide selama tutorial.
c. Moderator memimpin doa sebelum tutorial.
d. Moderator menyebutkan peraturan selama tutorial.
e. Moderator membacakan skenario.
f. Anggota mengklarifikasi istilah dalam scenario.
g. Anggota menentukan fakta dan masalah dalam skenario, lalu menentukan
prioritas masalahnya disertai dengan alasan yang logis.
h. Anggota saling mengajukan pertanyaan di analisis masalah.
i. Anggota mendiskusikan mengenai kaitan antar masalah.
j. Anggota menentukan Learning issue dan moderator membagi LI ke masing-
masing anggota kelompok.
k. Tutorial ditutup oleh moderator.
2. Belajar mandiri

4
3. Tutorial tahap 2
a. Semua anggota kelompok masuk ruang tutorial dan duduk di kursi yang telah
disediakan.
b. Sekretaris papan menyalakan layar LCD dan mempersiapkan laptop untuk
mengetik ide selama tutorial.
c. Moderator memimpin doa sebelum tutorial.
d. Moderator mempersilakan kepada masing-masing anggota untuk memaparkan
hasil belajarnya. Moderator mengatur diskusi yang meliputi mempersilakan
anggota lain menambahkan ide dan sesi tanya-jawab.
e. Anggota merancang kerangka konsep bersama-sama dan membuat resume dari
kerangka konsep.
f. Anggota menjawab pertanyaan yang ada di analisis masalah.
g. Anggota menarik kesimpulan dari LI dan skenario yang ada.
h. Tutorial ditutup oleh moderator.
4. Penyusunan laporan pleno

5
HASIL TUTORIAL DAN BELAJAR MANDIRI

Tutorial Skenario A Blok 13 Tahun 2018

Mr.Y,68 old,a retired from CEO oil company,comes to MH Hospital because he has
been having epigastric pain since eight hours ago while he was walking in the his
garden.The pain radiated to his lower jaw and ulna area,and it felt like burning.He was
unconcious for three minutes.He also complained shortness of breath,sweating,and
nauseous.He has history of hypertension and sedentary life style.He has been smoking
since 17 years old,two packs a day.

Physical Exam :

Dyspnea,height : 175 cm , body weight : 68 kg,BP : 160/100 mmHg,PR : 50 bpm,HR


50 bpm regular equal.RR : 28 x/min.

Pallor,diaphoresis,JVP ( 5 – 2 ) cm H2O,muffle hearth sounds,left cardiac border ICS


VI linea axialis anterior sinistra,minimal basal rales ( + ) on both side,liver : not
palpable,ankle edema ( - ).

Laboratory Results :

Hemoglobin : 14 g/dl,WBC :9.800/mm3,Diff count : 0/2/5/65/22/6,ESR


20/mm3,Platelet : 214.000/mm3.

CK NAC 473 U/L,CK MB 72 U/L,ureum 25 mg %,creatinine 0,9 m/g %,sodium 138


mg %, potassium 3,0 mg/dl.

ECG result :

Sinus rhtym,left axis , HR : 50 bpm,regular ,PR Interval 0,28 sec,ST Elevation at lead
II,III,Avf and ST depression at lead V1,V2,V3,VES benigna ( + ) , LVH ( + ).

I. KLARIFIKASI ISTILAH

1. sedentary life style Gaya hidup yang melakukan sedikit aktifitas


2. Dyspnea pernafasan yang sukar atau sesak
3. Pallor kulit pucat
4. Diaphoresis Berkeringat banyak
5. muffle hearth sounds suara jantung yang terdengar jauh
6. minimal basal rales suara tambahan yang dihasilkan oleh paru saat
inspirasi
7. CK NAC enzim yang berkonsentrasi tinggi yang
ditemukan pada otot jantung dan otot
rangka,dan jika ditemukan peningkatan
mengindikasi infark miokard.
8. CK MB merupakan isoenzim yang berasal dari keratin

6
kinase digunakan untyk penanda nekrosis
jantung
9. Ureum sisa metabolisme protein yang diekskresikan
melalui ginjal
10. Creatinine suatu anhidrida keratin,hasil akhir metabolisme
fosfokreatin;pengukuran laju ekskresinya lewat
urine dipakai sebagai indicator diagnostic
fungsi ginjal dan massa otot
11. Sodium natrium;kation utama cairan tubuh ekstraseluler
12. Potassium kation yang utama dalam cairan dalam sel yang
banyak digunakan sebagai pengganti electron.
13. Sinus rhtym ritme normal jantung yang berasal dari SA node
dengan laju normal 60 – 100x/menit
14. PR Interval merupakan jarak antara waktu awal depolarisasi
atrium sampai awal depolarisasi ventrikel
15. ST Elevation temuan pada EKG dimana ditemukan segmen
ST sangat tinggi melebihi titik isoelektrik,atau
interval antara ventrikel mengalami depolarisasi
dan repolarisasi
16. Avf merekam potensial listrik pada kaki kiri dimana
kaki kiri bermuatan positif, tangan kanan dan
tangan kiri membentuk elektroda indiverent
17. VES benigna merupakan aritmia ventrikel terjadi pada suatu
tempat ektopik di ventrikel mengalami
depolarisasi spontan dan menyebabkan
kontraksi ventrikel

II. IDENTIFIKASI MASALAH

III. No Masalah Keterangan


.
1. Mr.Y,68 old,a retired from CEO oil company,comes to MH Keluhan utama
Hospital because he has been having epigastric pain since
eight hours ago while he was walking in the his garden.
2. He was unconcious for three minutes.He also complained Keluhan
shortness of breath,sweating,and nauseous. tambahan

3. The pain radiated to his lower jaw and ulna area,and it felt Riwayat
like burning. perjalanan
penyakit
4. He has history of hypertension and sedentary life style.He Faktor resiko
has been smoking since 17 years old,two packs a day.

5. Dyspnea,height : 175 cm , body weight : 68 kg,BP : Vital sign

7
160/100 mmHg,PR : 50 bpm,HR 50 bpm regular equal.RR :
28 x/min.

6. Pallor,diaphoresis,JVP ( 5 – 2 ) cm H2O,muffle hearth Pemeriksaan fisik


sounds,left cardiac border ICS VI linea axialis anterior khusus
sinistra,minimal basal rales ( + ) on both side,liver : not
palpable,ankle edema ( - ).

7. Hemoglobin : 14 g/dl,WBC :9.800/mm3,Diff count : Pemeriksaan


0/2/5/65/22/6,ESR 20/mm3,Platelet : 214.000/mm3. Laboratorium
CK NAC 473 U/L,CK MB 72 U/L,ureum 25 mg
%,creatinine 0,9 m/g %,sodium 138 mg %, potassium 3,0
mg/dl.

8. Sinus rhtym,left axis , HR : 50 bpm,regular ,PR Interval Pemeriksaan


0,28 sec,ST Elevation at lead II,III,Avf and ST depression at EKG
lead V1,V2,V3,VES benigna ( + ) , LVH ( + ).

IV. ANALISIS MASALAH


1. Mr.Y,68 old,a retired from CEO oil company,comes to MH Hospital
because he has been having epigastric pain since eight hours ago while he
was walking in the his garden.

a. Apakah hubungan umur,jenis kelamin, dan pekerjaan terhadap


keluhan pasien ?
Faktor risiko dibagi menjadi menjadi dua kelompok besar yaitu
faktor risiko konvensional dan faktor risiko yang baru diketahui
berhubungan dengan proses aterotrombosis (Braunwald, 2007).
Faktor risiko yang sudah kita kenal antara lain merokok, hipertensi,
hiperlipidemia, diabetes melitus, aktifitas fisik, dan obesitas.
Termasuk di dalamnya bukti keterlibatan tekanan mental, depresi.
Sedangkan beberapa faktor yang baru antara lain CRP, Homocystein
dan Lipoprotein(a) (Santoso, 2005).

Di antara faktor risiko konvensional, ada empat faktor risiko


biologis yang tak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras,

8
dan riwayat keluarga. Hubungan antara usia dan timbulnya
penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya lama
paparan terhadap faktor-faktor aterogenik (Valenti, 2007). Wanita
relatif lebih sulit mengidap penyakit jantung koroner sampai
masa menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya
seperti pria. Hal ini diduga oleh karena adanya efek perlindungan
estrogen (Verheugt, 2008).

 Pada kasus, usia Mr. Y 68 tahun, resiko untuk terkena


penyakit coroner lebih tinggi, karena hubungan antara
usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya
mencerminkan lama paparan terhadap faktor faktor
aterogenik.
 Jenis kelamin laki-laki lebih tinggi resiko nya untuk
terkena penyakit acs dibandingkan wanita, namun bisa
sama sampai wanita mencapai masa menopause.
 Pekerjaan Mr. Y, sebagai CEO dimana pekerjaan ini
banyak menghabiskan waktu untuk duduk, sehingga
jarang nya berolahraga dan aktivitas menyebabkan faktor
yang memperberat resiko yang ada

b. Apa saja yang menyebabkan epigastric pain secara umum?
1. Beberapa organ di dalam rongga perut yang sering memberikan
keluhan nyeri epigastrik antara lain
 Kelainan di lambung: Gastritis akut dan kronik, ulkus lambung,
dan kanker lambung
 Kelainan di duodenum:duodenitis dan ulkus duodeni
 Kelainan di appendiks: appendicitis
 Kelainan di hati:Hepatitis virus, abseshati, dan kanker hati.
 Kelainan di vesica fellea dan salurannya : Batu empedu
(kholilitiasis), batu di saluran empedu (kholedokholitiasis) dan
kholesistitis
 Kelainan di pancreas:Pankreatitis akut dan kronik, dan kanker
pankreas

9
2. Organ di dalam rongga dada yang sering memberikan keluhan
nyeri epigastrik antara lain :
 Kelainan di esophagus
 Kelainan di jantung

EPIGASTRIC ABDOMINAL PAIN DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

— Acute myocardial infarction – Epigastric pain can be the presenting


symptom of an acute myocardial infarction. Patients may have associated
shortness of breath or exertional symptoms.

10
— Pancreatitis – Both acute and chronic pancreatitis are associated with
abdominal pain that often radiates to the back. Most patients with acute
pancreatitis have acute onset of persistent, severe epigastric pain.
— Peptic ulcer disease – Upper abdominal pain or discomfort is the most
prominent symptom in patients with peptic ulcers.
— Gastroesophageal reflux disease (GERD) – Most patients
with GERD complain of heartburn, regurgitation, and dysphagia. However,
some patients may also complain of epigastric and/or chest pain.
— Gastritis – refers to inflammation in the lining of the stomach. Gastritis is
predominantly an inflammatory process, while the term gastropathy denotes a
gastric mucosal disorder with minimal to no inflammation. Acute gastropathy
often presents with abdominal discomfort/pain, heartburn, nausea, vomiting, and
hematemesis. Gastropathy may be caused by a variety of etiologies including
alcohol and NSAIDs.
— Functional dyspepsia – Is defined as the presence of one or more of the
following symptoms: postprandial fullness, early satiation, and epigastric pain
or burning, with no evidence of structural disease (including at upper
endoscopy) to explain the symptoms.
— Gastroparesis – can present with nausea, vomiting, abdominal pain, early
satiety, postprandial fullness, bloating, and, in severe cases, weight loss. The
most common causes are idiopathic, diabetic, or postsurgical.

c. Apa yang menyebabkan pasien mengalami epigastrik pain ketika beraktifitas fisik (
berjalan ) ?
Pada saat beraktivitas kebutuhan tubuh akan oksigen akan meningkat, demikian
juga halnya dengan sel otot-otot jantung. Hal ini akan memaksa jantung untuk
bekerja lebih keras. Gangguan fungsi jantung akibat hipertensi menahun dan
merokok ditambah suplai oksigen yang tidak adekuat akan memaksa jantung
melakukan metabolisme anaerob yang menghasilkan asam laktat dan merangsang
pengeluaran zat-zat iritatif lainnya seperti histamine, kinin, atau enzim proteolitik
seluler sehingga merangsang ujung-ujung saraf reseptor nyeri di otot jantung.

2.He was unconcious for three minutes.He also complained shortness of


breath,sweating,and nauseous

11
a. Bagaimana mekanisme pingsan?

Secara umum penyebab pingsan itu disebabkan karena 3 hal,yaitu system


kardia ( jantung ),non kardiovaskular,dan penyebab yang tidak diketahui.

Pada kasus ini adanya masalah dengan jantung menyebabkan pingasan


dikarenakan tidak cukupnya aliran darah menuju otak yang bersifat
sementara.

b. Bagaimana mekanisme sesak nafas,berkeringat,dan mual ?

sesak nafas: denyut jantung lambat mengakibatkan kurangnya oksigen


yang dikeluarkan tubuh kekurangan oksigen konpensasi tubuh
dengan bernafas cepat sesak
berkeringat: nyeri pada dada respon simpatik ke kulit keringat
dingin
mual: nyeri di dada respon simpatik ke lambung mual

c. Apa saja kemungkinan penyakit yang terjadi apabila mengalami keluhan


diatas?
 Acute coronary syndrome
 Staphylococcal pneumonia
 Bacterial pneumonia
 Atypical angina
 Panic disorders
 Aspiration pneumonia
 Myasthenic crisis

3. The pain radiated to his lower jaw and ulna area,and it felt like burning.

a. Mengapa nyeri menjalar ke rahang bawah dan bagian ulna?

During a heart attack, the pain radiates to the left side because of the
confusion of the nervous system during a cardiac event. The left arm pain
noted during a heart attack arises when the nervous system or the neuron

12
messenger system is confused while sending the message that is not well
defined as the somatic nervous system. The nerves that supply the heart
and the left arm are from the same spinal segment. The pain originates
form the left chest then travels to the other parts such as the back, nape
and left arm.

Nyeri disebabkan karena saraf eferan viseral akan terangsang selama


iekemik miokard, akan tetapi korteks serebral tidak dapat menentukan
apakah nyeri berasal sari miokard. Karena rangsangan saraf melalui
medula spinalis T1-T4 yang juga merupakan jalannya rangsangan saraf
sensoris dari sistem somatis yang lain.

Nyeri angina biasanya dirasakan di bawah bagian atas sternum dan


sering juga berpindah ke bagian permukaan tubuh, paling sering ke lengan
kiri, bahu kiri, leher, bahkan wajah atau lengan kanan. Nyeri juga bisa
merambat ke epigasterium, rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa
nyeri dada substernal. Alasan untuk distribusi nyeri adalah bahwa selama
kehidupan embrional jantung berasal dari dalam leher, seperti lengan.
Oleh karena itu, kedua struktur ini menerima serabut-serabut saraf nyeri
dari segmen medulla spinalis yang sama.
Nyeri yang terjadi pada daerah jantung termasuk nyeri alih. Nyeri kardia
biasanya beralih ke aspek dalam lengan kiri, lengan kanan, abdomen,
punggung dan leher. Nyeri alih terjadi karena memiliki dermatom yang
sama dengan struktur yang mengalami iritasi. Nyeri tersebut diperantarai
oleh serabut-serabut aferen simpatis yang banyak mempersarafi atrium
dan ventrikel. Serabut ini berjalan melewati ganglion sympatheticus
thoracicus superius dan 5 radix dorsalis thoracicus superior di medulla
spinalis. Di medulla spinalis impuls mungkin menyatu dengan impuls dari
struktur lain. Akibat dari saraf spinalis pada jantung memiliki dermatom
sama dengan punggung dan rahang bawah, konvergensi ini menjelaskan
terjadinya penjalaran nyeri ke punggung dan rahang bawah.

b. Mengapa rasa nyeri seperti terbakar ?


Arterosklerosis akan menyebabkan hipoksia atau iskemia otot
miokardium, yang kemudian akan memaksa sel untuk melakukan
metabolisme anaerob karena kekurangan oksigen, sehingga menghasilkan

13
asam laktat dan juga merangsang pengeluaran zat-zat iritatif lainnya,
seperti histamine, kinin, atau enzim proteolitik seluler. Peningkatan asam
laktat menyebabkan penurunan pH darah dan merangsang serabut saraf
nyeri melalui symphatetic afferentpada area korteks sensoris primer (area
3, 2, 1 Broadmann). Rangsangan inilah yang kemudian menimbulkan rasa
nyeri pada bagian epigastric.Rasa nyeri dari organ visceral berupa rasa
nyeri seperti rasa terbakar. Nyeri rasa terbakar merupakan ciri khas dari
penderita miokard infark.

4. He has history of hypertension and sedentary life style.He has been


smoking since 17 years old,two packs a day

a. Bagaimana hubungan riwayat hipertensi ,pola hidup yang tidak


sehat,merokok,dengan keluhan yang dialami ?

Hipertensi dapat menyebabkan trauma berupa kerusakan


pada endotel pembuluh darah yang mempercepat timbulnya plak
dan menyebabkan atherosclerosis. Hal ini dapat mengakibatkan
sumbatan (oklusi) trombus pada arteri coroner yang pada
akhirnya berujung pada infark miokard dengan keluhan-keluhan .
rokok mampu menginjuri endotel pembuluh darah yang
akan mencetuskan terbentuknya thrombus pada pembuluh darah
yang menyebabkan terjadinya penurunan aliran darah koroner
akibat oklusi dari thrombus tersebut.

b. Apa saja komplikasi dari hipertensi?


Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya
penyakit jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan
penglihatan dan penyakit ginjal. Hipertensi yang tidak diobati
akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya
memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Dengan
pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang
mungkin terjadi akibat hipertensi, yaitu

14
c. Apa saja zat yang terkandung dalam rokok dan apa
dampaknya ?

 Asap rokok mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia,


termasuk 43 senyawa penyebab kanker (karsinogenik)
dan 400 toksin lainnya. Ini termasuk nikotin, tar, dan
karbon monoksida, serta formaldehid, amonia, sianida
hidrogen, arsenik, dan DDT.

 Nikotin sangat adiktif. Asap yang mengandung nikotin


dihirup ke paru-paru, dan nikotin mencapai otak Anda
hanya dalam enam detik. Nikotin dalam dosis kecil
bertindak sebagai stimulan otak. Dalam dosis besar, ini
adalah depresan, menghambat aliran sinyal antar sel saraf.
Dalam dosis yang lebih besar lagi, ini adalah racun
mematikan, yang mempengaruhi jantung, pembuluh
darah, dan hormon. Nikotin dalam aliran darah bertindak
untuk membuat perokok merasa tenang.

 Tar adalah zat yang membentuk massa lengket di paru-


paru. Hal inilah yang menimbulkan flak diparu-paru yang
kemudian merusak paru.

 Karbon monoksida menyulitkan sel darah merah untuk


membawa oksigen ke seluruh tubuh.

 Bahan radioaktif berasal dari pupuk dan tanah yang


digunakan untuk menumbuhkan daun tembakau. Bahan
radioaktif ini terbuang dalam asap saat tembakau dibakar
dan masuk ke paru-paru mereka saat mereka

15
menghirupnya. Ini merupakan salah satu penyebab kanker
paru-paru.

d. Apa saja contoh dari sedentary life style?

Sedentary life style yang paling sering adalah kebiasaan menetap


seperti duduk, berbaring sehingga mengeluarkan energi yang sangat
sedikit dan intensitas aktivitas rendah pada waktu terang seperti waktu
pagi sampai petang sedikit berjalan, perawatan diri, dan tidur di waktu
siang akan membuat energi yang dikeluarkan hanya sedikit.

 Duduk-duduk santai
 Nonton tv
 Bermain video games,
 Menggunakan HP/komputer secara berlebihan
e. apa definisi sedentary life style dan dampaknya?
Sedentary lifestyle adalah sebuah pola hidup dimana manusia
tidak terlibat dalam aktifitas yang cukup seperti pada umumnya yang
dianggap hidup sehat. Orang dengan sedentary lifestyle sering
mengabaikan aktivitas fisik atau melakukan kegiatan yang tidak
membutuhkan banyak energi.

Dalam sebuah study menunjukkan bahwa orang dengan sedentary


lifestyle. mempunyai resiko tinggi terjadinya obesitas (Hu,
2003). Selain itu, gaya hidup menetap ini tidak hanya berhubungan
dengan sindroma metabolik tetapi menjadi bagian dari sindroma tersebut
(Laka.T, 2003).

5. Dyspnea,height : 175 cm , body weight : 68 kg,BP : 160/100 mmHg,PR :


50 bpm,HR 50 bpm regular equal.RR : 28 x/min.

a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan vital sign?

Tekanan darah
Tekanan yang di alami darah pada pembuluh arteri ketika darah
dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh. Pengukura
tekanan darah dapat di ukurmelalui nilai sistolik dan diastolik.
Tekanan darah dapat diukur dengan alat sphygmomanometer dan
stestoskop untuk mendengar denyut nadi.Interpretasi hasil
pengukuran tekanan darahpada usia ≥ 18 tahun :
berdasarkan Joint National Committee VII adalah sebagai berikut

16
a. Denyut nadi

Frekunsi denyut nadi manusia bervariasi,tergantung dari banyak faktor yang


mempengaruhinya, pada saat aktivitas normal:
1)Normal: 60-100 x/mnt
2)Bradikardi: < 60x/mnt
3)Takhikardi: > 100x/mnt

Pengukuran denyut nadi dapat dilakukan pada:


1)Arteri Radialis.
Terletak sepanjang tulang radialis, lebih mudah teraba di atas pergelangan
tangan pada sisi ibu jari. Relatif mudah dan sering dipakai secara rutin.
2)Arteri Brachialis.
Terlertak di dalam otot biceps dari lengan atau medial di lipatan siku. Digunakan
untuk mengukur tekanan udara.
3)Arteri Karotis.
Terletak di leher di bawah lobus telinga, di mana terdapat arteri karotid berjalan
di antara trakea dan otot sternokleidomastoideus

b. Pernapasan (respiratory rate)

Frekuensi proses inspirasi dan ekspirasi dalam satuan waktu/menit. Faktor yang
mempengaruhi Respiratory Rate:
1)Usia
2)Jenis kelamin
3)Suhu Tubuh
4)Posisi tubu
5)Aktivitas

Interpretasi
a.Takhipnea :Bila pada dewasa pernapasan lebih dari 24 x/menit
b.Bradipnea : Bila kurang dari 10 x/menit disebut
c.Apnea : Bila tidak bernapas .

17
c. HR (heart rate)

b. Bagaimana mekanisme abnormalnya?


TD = CÔ . PR

18
HR rendah: adanya plug yang menutup bagian kanan arteri
koronaria, yang memperdarai SA nodes, sehingga terjadi
perlambatan denyut jantung

RR tinggi: konpensasi tubuh yang memerlukan oksigen yang


banyak

6.Pallor,diaphoresis,JVP ( 5 – 2 ) cm H2O,muffle hearth sounds,left cardiac


border ICS VI linea axialis anterior sinistra,minimal basal rales ( + ) on
both side,liver : not palpable,ankle edema ( - ).

a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik khusus?

 Pallor
 Diaphoresis stimulation of the sympathetic nervous
system as a protective phenomenon in response to pain.
transient hypotension due to acute myocardial stunning in
STEMI activating the sympathetic nervous system,
instantaneously resulting in profuse sweating. There
might be some cross connection between the sympathetic
nervous system innervating sweat glands and myocardial
pain fibers, which have the same origin in the
thoracolumbar region

 JVP 5-2 cm H2O


 Muffle heart sound, suara jantung lemah
 Left cardiac border ICS VI linea axilaris anterior sinistra
 Minimal basal rales + both sides
 Liver not palpable
 Ankle edema (-) belum terjadi kongesti
Sinus rhtym,left axis , HR : 50 bpm,regular ,PR Interval 0,28 sec,ST
Elevation at lead II,III,Avf and ST depression at lead V1,V2,V3,VES
benigna ( + ) , LVH ( + ).

b. Bagaimana mekanisme abnormal pada pemeriksaan di atas?


 Pallor: Iskemik jantung yang luas  perfusi jaringan ↓
 vasokontriksi perifer  pucat

19
 Diaphoresis : Oklusi vaskular  berkurangnya oksigen 
kontraktilitas otot berkurang  pengeluaran katekolamin
sebagai kompensasi  terbentuk konduksi panas & tubuh
menurunkan perfusi di perifer dan daerah vital 
vasokonstriksi agar tubuh tidak kehilangan panas 
diaphoresis
 JVP Normal.
 Muffle heart sounds: Oklusi a.koroner  iskemik 
infark miokard  kontraksi miokard melemah 
terdengar muffle heart sounds.
 Left cardiac border ICS VI linea axialis anterior sinistra :
Hipertensi kronis  Jantung mengkompensasi untuk
bekerja lebih kuat agar suplai oksigen mencapai keseluruh
jaringan  terjadi secara terus menerus  hipertrofi.

 Minimal basal rales ( + ) on both side : Ronkhi basah


adalah suara berisik dan terputus yang timbul akibat aliran
udara yang melewati cairan. Basal rales (+) menandakan
adanya edema paru.

 liver : not palpable  Normal. Ankle edema ( - ) 


Melihat adanya gagal jantung kongestif. Hasil negatif.

7. Hemoglobin : 14 g/dl,WBC :9.800/mm3,Diff count : 0/2/5/65/22/6,ESR


20/mm3,Platelet : 214.000/mm3.

CK NAC 473 U/L,CK MB 72 U/L,ureum 25 mg %,creatinine 0,9 m/g


%,sodium 138 mg %, potassium 3,0 mg/dl.

a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium?

NamaPemeriksaa Data di Nilai Interpretasi


n Skenario normal
Hb 14 g/dl ♂: 13.5-17.5 Normal
g/dl
Leukosit (WBC) 9.800 mm³ 5.000 – Normal
10.000 mm³

20
Diff count Basofil: 0 Basofil: 0-1 Normal
Eosinofil: 2 Eosinofil: 0-
N.Batang: 5
5 N.Batang:
N.Segmen: 0-6
65 N.Segmen:
Limfosit: 40-60
22 Limfosit:
Monosit: 6 20-45
Monosit: 2-
6
ESR 20/mm/hr ♂: <15 Meningkat
mm/hr
Platelet 214.000 150.000- Normal
mm³ 450.000
mm³
CK NAC 473 U/L 38-174 U/L Tinggi
CK MB 72 U/L 10-13 U/L Tinggi
Ureum 25 mg% 15-40 mg/dl Normal
Kreatinin 0,9 mg % 0,1-1,1 Normal
mg/dl
Sodium 138 mg % 135-145 Normal
mEq/ L
(mmol/L)
Potassium 3,0 mg/dl 3,5 – 5 Menurun
mEq/L

b. Bagaimana mekanisme abnormalnya?


ESR
LED yang tinggi menunjukkan adanya radang.Namun LED tidak
menunjukkan apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis, atau
disebabkan oleh tubuh yang terserang infeksi. LED tinggi juga dapat
terjadi pada anemia, kanker seperti lymphoma atau multiple myeloma,
kehamilan, penyakit thyroid, diabetes, dan penyakit jantung.
Total Cholesterol, Trigliceride, LDL dan HDL

21
Peningkatan Total kolesterol, trigliserid, LDL dan penurunan
HDL merupakan faktor resiko yang mempermudah terjadinya
arterosklerosis. Plak arterosklerosis terdiri dari inti yang mengandung
banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang
tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung llemak dan
adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak
yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari
timbunan lemak. Kadang-kadang kleretakan timbul pada dinding yang
paling lemah karena adanya enzim protease yang dihasilkan makrofag
dan secara enzimatik melemahkan dinding plak (fibrous cap).
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet
dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus.
CK NAC (CK Total)
CK NAC meningkat karena otot rangka atau jantung mengalami
jejas.Kreatin kinase terdapat dalam aktivitas tinggi di otot jantung, otot
rangka, dan otak, serta tidak terdapat didalam hepar dan eritrosit.
Terdiri dari 2 dimer subunit B dan M dan tiga iso enzim BB, MB, dan
MM, CK-MB hampir seluruhnya terdapat didalam miokrdium dan BB
didalam otak. Nilai rujukan CK-MB adalah 7-25 U/L .CK-MB terlepas
dalam sirkulasi setelah IMA paling cepat terdeteksi 3-4 jam setelah
onset gejala dan tetap meningkat kira-kira 65 jam paska infark.
CK MB
Pada nekrosis otot jantung, protein intraseluler yang salah
satunya adalah CK MB akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk
ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik.
CK-MB terlepas dalam sirkulasi setelah IMA; paling cepat terdeteksi 3-
4 jam setelah onset gejala.
Potassium menurun
Disebabkan oleh nekrosis, sehingga kalium banyak dikeluarkan
melalui urine. Diaforesis, keringat berlebihan yang tidak wajar,
menyebabkan hipokalemi.

8. Sinus rhtym,left axis , HR : 50 bpm,regular ,PR Interval 0,28 sec,ST Elevation


at lead II,III,Avf and ST depression at lead V1,V2,V3,VES benigna ( + ) , LVH
( + ).

22
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium dan abnormalnya?

 Sinus rhtym left axis (normal)


 HR 50, (abrnoral) akibat miokard infark sehingga penurunan
aktivitas kontraksi
 PR interval 0,28 (meningkat)
 ST elevation II,III aVf, menunjukkan infark pada inferior

 ST depression V1 V2 V3
 VES Benigna (+)
 LVH(+)

V. KETERBATASAN PENGETAHUAN DAN LEARNING ISSUE

LEARNING WHAT I WHAT I DON’T WHAT I HAVE TO HOW I


ISSUE KNOW KNOW PROVE LEAR
N
Anatomi dan Anatom  Organ dan  Kaitan dengan Text
Fisiologi i dan pembuluh darah kasus book
jantung fisiologi yang terganggu Jurnal
jantung pada kasus Internet
Acute definisi  Etiologi  Diagnosis
Coronary  Epidemiologi  Pemeriksaan
Syndrom  Factor resiko  Patofisiologi
 Patofisiologi  terapi
 Klasifikasi

23
 Manifestasi
klinik
 Pemeriksaan
fisik
 Pemeriksaan
penunjang
 Tatalaksana
 Edukasi dan
pencegahan
 Komplikasi
 Prognosis
 Algoritme
penegakan
diagnosis
 Diagnosis
banding
 SKDI
Pemeriksaan definisi  Pemeriksaan  EKG pada ACS
penunjang penunjang
( EKG ) terkait dengan
kasus
Pemeriksaan definisi  Pemeriksaan  Pemeriksaan
Laboratoriu laboratorium biokimia
m terkait dengan jantung pada
kasus ACS

VI. SINTESIS
1. ANATOMI DAN FISIOLOGI JANTUNG

Sistem kardiovaskuler merupakan sistem sirkulasi untuk pertukaran zat dalam


tubuh manusia yang terdiri dari jantung sebagai pompa dan pembuluh darah sebagai
pipa yang mengedarkan darah ke dan dari seluruh tubuh (Saladin,2007). Organ
jantung terletak dalam ruang toraks, dengan arah oblik (45o dari garis sagital) tepat
di tengah daerah mediastinum, dan di atas diafragma.

Mediastinum adalah daerah di antara kedua paru-paru (Ellis,2006). Batas atas


jantung setinggi tulang rawan kosta ketiga di sebelah kanan dan ruang interkosta
kedua di sebelah kiri dari sternum. Batas kanan jantung melebar dari tulang rawan
kosta ketiga sampai mendekati tulang rawan kosta keenam. Batas kiri jantung
berjalan turun dari ruang interkosta kedua sampai ke apeks yang terletak dekat garis
midklavikula di ruang interkosta kelima. Sedangkan batas bawah jantung dari

24
sternum di sebelah kanan tulang rawan kosta keenam sampai apeks di ruang
interkosta kelima dekat garis midklavikula (Drake, et al.,2007).

Jantung orang dewasa memiliki panjang 12 cm dari basis ke apeks. Diameter


transversal jantung yang paling luas adalah 8-9 cm dan diameter anterior ke
posteriornya adalah 6 cm. Jantung memiliki berat yang bervariasi rata-rata 300 gram
untuk pria dan rata-rata 250 gram untuk wanita. Berat dewasa tersebut dicapai
ketika berumur 17 sampai 20 tahun.

Jantung dan pembuluh darah besar dari atau ke jantung dilapisi oleh suatu
jaringan yang dikenal dengan nama perikardium. Perikardium terdiri dari 2
komponen penting, yaitu perikardium fibrosa yang kuat serta padat dan perikardium
serosa yang tipis dan lembut. Perikardium serosa terdiri dari 2 lapis membran, yaitu
bagian dalam (viseral) yang melekat ke jantung yang disebut epikardium dan bagian
luar yang melekat pada perikardium fibrosa (parietal). Di antara lapisan viseral dan
parietal terdapat cairan untuk membantu pergerakan jantung tanpa gesekan antara
kedua lapisan viseral dan parietal ketika jantung berdenyut (Standring,2008). Ruang
ini disebut kavitas perikardial. Dinding tiap ruang jantung terdiri dari 3 lapisan
utama, yaitu lapisan yang paling luar adalah epikardium yang merupakan
perikardium serosa bagian viseral yang berdinding tipis, lapisan di tengahnya adalah
miokardium yang berdinding tebal yang berisi otot-otot jantung yang berguna untuk
memompa jantung, dan lapisan paling dalam adalah endokardium yang merupakan
lapisan yang tipis mirip jaringan ikat endotel dan subendotel (Moore, et al.,2010).

Kebanyakan lapisan dinding jantung terdiri oleh miokardium, khususnya di


ventrikel. Ketika jantung berkontraksi, khususnya ventrikel, miokardium akan
memproduksi gerakan seperti memeras karena serat otot jantungnya yang berbentuk
double helix (Torrent-Guasp, et al.,2001 dalam Moore, et al.,2010). Gerakan ini
menyebabkan volume ruang ventrikel mengecil sehingga darah terpompa masuk ke
aorta atau arteri pulmonaris (Moore, et al.,2010).

25
26
Pembuluh darah jantung terdiri dari arteri koroner dan vena kardial, dimana
menyuplai sebagian besar darah ke dan dari miokardium. Endokardium dan
jaringan subendokardial mendapat oksigen dan nutrisi dengan cara difusi atau
mikrovaskuler dari ruang di jantung. Pembuluh darah jantung normalnya
tertanam dalam jaringan lemak dan melalui permukaan jantung di dalam
epikardium.

Adakalanya, bagian dari pembuluh darah ini menjadi tertanam dalam


miokardium. Pembuluh darah di jantung mendapat pengaruh inervasi dari sistem
saraf simpatis dan parasimpatis (Moore, et al.,2010). Suplai darah jantung
berasal dari arteri koroner yang merupakan cabang pertama aorta yang
menyuplai darah ke miokardium dan epikardium baik atrium maupun ventrikel,
yang memiliki 2 cabang, yaitu arteri koroner kanan dan kiri yang cabang
utamanya terletak di sulkus interventrikuler dan atrioventrikuler. Arteri koroner
kanan muncul dari sinus aorta anterior dan berjalan ke depan melalui trunkus
pulmonaris dan atrium kanan, serta menyelusuri sulkus atrioventrikuler bagian
kanan (Ellis,2006). Dekat dengan asalnya, arteri koroner kanan selalu
memberikan percabangan ke nodus sinoatrial (SA node) yang memberikan
percabangan ke nodus tersebut. Arteri koroner kanan kemudian berjalan turun
melalui sulkus koroner dan bercabang menjadi arteri marginalis kanan, yang
menyuplai darah ke bagian pinggir kanan jantung, dan berjalan ke apeks
27
jantung, tetapi tidak mencapainya. Setelah memberikan percabangan ini, arteri
koroner kanan berbelok ke kiri dan terus menyelusuri sulkus koroner ke arah
posterior jantung. Pada bagian posterior, dimana pertemuan antara septum
interatrial dan septum interventrikuler di antara 4 ruang jantung, arteri koroner
kanan memberikan percabangan ke nodus atrioventrikuler (AV node) untuk
menyuplai darah ke sana. Nodus sinoatrial dan atrioventrikuler merupakan
bagian dari sistem konduksi listrik di jantung. Dominasi dari sistem arteri
koroner berasal dari arteri koroner mana yang memberikan cabang ke arteri
posterior yang berjalan menurun (posterior decending artery). Biasanya sistem
arteri koroner ini didominasi arteri koroner kanan sekitar 67%, arteri koroner
kiri sekitar 15%, dan kombinasinya sekitar 18%. Arteri koroner kanan
memberikan cabang interventrikuler posterior yang besar, yang berjalan turun di
sulkus interventrikuler posterior. Cabang ini memberi suplai darah ke kedua
ventrikel dan mengirim percabangan utuk menyuplai darah ke septum
interventrikuler. Kadang-kadang cabang ini juga menyuplai darah ke jantung
bagian diafragmatika (Moore, et al.,2010).

28
Diameter arteri koroner kiri lebih besar dari diameter arteri koroner yang kanan
dan menyuplai darah lebih banyak ke miokardium termasuk seluruh ruang jantung dan
septum interventrikuler, kecuali yang right dominance (dominan kanan) dimana arteri
koroner kanan yang menyuplai bagian posterior jantung memiliki 2 percabangan utama,
yaitu arteri sirkumfleksi dan arteri interventrikuler anterior. Arteri koroner kiri yang
keluar dar aorta jarang memberikan percabangan ke SA node dan ketika mencapai
sulkus atrioventrikuler, bercabang menjadi 2 atau 3 cabang utama. Arteri
interventrikuler anterior merupakan cabang pertamanya yang sering digambarkan
sebagai kelanjutan dari arteri koroner kiri. Arteri ini berjalan ke bawah, oblik, depan,
dan ke kiri di sulkus interventrikuler dan mencapai apeks jantung. Adakalanya, terdapat
variasi dari pembuluh darah ini, yaitu arteri ini berjalan terus ke apeks dan bertemu
dengan cabang arteri interventrikuler posterior. Arteri ini juga bercabang menjadi
cabang ventrikuler anterior kanan-kiri dan cabang septum anterior. Sedangkan arteri
sirkumfleksi berjalan melalui sulkus atrioventrikuler, terus berjalan mengitari sampai ke
bagian posterior jantung, dan berakhir di sebelah kiri dari pertemuan 4 ruang jantung.
Arteri sirkumfleksi juga memiliki cabang, yaitu arteri marginalis kiri yang menyuplai
darah ke batas kiri ventrikel kiri sampai ke apeks (Standring,2008)

29
30
Daftar arteri yang menyuplai jantung:

31
Kebanyakan vena kardial kembali ke atrium kanan melalui sinus koroner,
kecuali vena kardial anterior dan vena kordis minima yang langsung ke atrium kanan
tanpa melalui sinus koroner (Moore,2010).

32
Fisiologi jantung dan pembuluh darah jantung:

a. Siklus Jantung

Siklus jantung adalah siklus yang dimulai dari satu detakan jantung ke awal dari
detakan selanjutnya. Setiap siklus dimulai dari aksi potensial yang terbentuk
spontan dari SA node, yang terletak di dinding lateral superior dari atrium kanan
dekat dengan pintu masuk vena cava superior. Aksi potensial berjalan dari SA node
melalui kedua atrium dan kemudian melalui A-V bundle ke ventrikel. Karena suatu
sistem rancangan dalam sistem konduksi dari atrium ke ventrikel, ada perlambatan
lebih dari 0,1 detik dari hantaran listrik dari atrium ke ventrikel. Ini memungkinkan
atrium untuk berkontraksi duluan untuk mengisi darah ke ventrikel sebelum
kontraksi ventrikel yang kuat dimulai. Diastol merupakan suatu keadaan dimana
jantung, terutama ventrikel terisi darah diikuti periode kontraksi yang dikenal sistol
(Guyton & Hall,2006). Selama sistol atrium yang terjadi 0,1 detik, atrium
mengalami kontraksi. Pada waktu yang sama, ventrikel mengalami relaksasi.
Depolarisasi SA node menyebabkan depolarisasi atrium, yang ditandai gelombang P
di elektrokardiografi (EKG), kemudian menyebabkan sistol dari atrium. Ketika
atrium berkontraksi, atrium mendesak tekanan dari darah, yaitu melawan tekanan

33
dari darah yang melalui katup atrioventrikuler ke dalam ventrikel. Sistol dari atrium
menyumbang darah sebanyak 25 ml darah ke dalam tiap ventrikel (kira-kira 105
ml). Pada akhir sistol dari atrium juga merupakan akhir dari diastol ventrikel. Tiap
ventrikel telah berisi 130 ml pada akhir periode relaksasi dan volume darah tersebut
disebut volume akhir diastolik atau end-diastolic volume (EDV). Kompleks QRS
pada EKG menandakan awal dari depolarisasi ventrikel.

34
Setelah itu, dilanjutkan sistol dari ventrikel yang disebabkan depolarisasi
ventrikel. Selama sistol ventrikel, yang berlangsung 0,3 detik, ventrikel berkontraksi
dan pada waktu yang bersamaan, atrium mengalami relaksasi pada diastol atrium.
Ketika sistol ventrikel dimulai, tekanan meningkat di dalam ventrikel dan mendorong
darah melalui katup atrioventrikuler sehingga katupnya tertutup. Untuk sekitar 0,05
detik, baik katup semilunar dan atrioventrikuler tertutup. Periode ini disebut kontraksi
isovolumetrik. Kontraksi terus menerus membuat tekanan dalam ventrikel terus
meningkat dengan tajam sampai melewati 80 mmHg pada ventrikel kiri dan 20 mmHg
pada ventrikel kanan. Pada saat itu, darah dari jantung mulai dipompakan. Tekanan
terus meningkat sampai 120 mmHg pada ventrikel kiri dan 25-35 mmHg. pada
ventrikel kanan. Periode ketika katup semilunar terbuka disebut ejeksi ventrikuler dan
berlangsung selama 0,25 detik. Darah yang dipompakan baik ke aorta maupun ke arteri
pulmonaris sebanyak 70 ml. Volume ini disebut volume sekuncup (stroke volume) dan
sisanya sebanyak 60 ml disebut volume akhir sistol (end-systolic volume). Gelombang
T dalam EKG menandakan awal dari repolarisasi ventrikel (Tortora,2009).

35
b. Aliran Darah Koroner (Coronary Blood Flow)

Aliran darah koroner yang normal pada manumur rata-rata


sekitar 225 mililiter/menit, dimana jumlah ini sekitar 4-5% dari jumlah
curah jantung total. Selama aktivitas berat, jantung orang dewasa muda
meningkat curah jantungnya menjadi 4-7 kali lipat dan memompa darah
melawan tekanan arteri yang lebih tinggi dari normalnya. Akibatnya,
kerja jantung dalam kondisi yang berat meningkat 6-9 kali lipat. Pada
waktu yang sama, aliran darah koroner meningkat 3-4 kali lipat untuk
menyuplai nutrisi lebih banyak yang dibutuhkan jantung, tetapi ini tidak
sebanding dengan kerja jantung yang meningkat dimana berarti rasio
energi yang dikeluarkan jantung dengan aliran darah koroner meningkat.
Jadi, efisiensi energi oleh digunakan jantung meningkat dan tidak
sebanding dengan suplai darah yang relatif kurang (Guyton & Hall,2006)

Nutrisi tidak dapat berdifusi cukup cepat dari darah di ruang


jantung untuk menyuplai seluruh lapisan sel yang menyusun dinding
jantung. Alasan inilah yang membuat miokardium memunyai jaringan
pembuluh darah sendiri, yaitu sirkulasi aliran darah koroner
(Tortora,2009). Aliran darah koroner yang melewati ventrikel kiri
menurun sampai jumlah yang minimal ketika otot jantung berkontraksi
karena pembuluh darah kecil, terutama di daerah miokardium
terkompresi oleh kontraksi otot jantung. Aliran darah pada arteri koroner
kiri selama fase sistol hanya 10-30 % dari jumlah darah ketika fase

36
diastol dimana otot jantung mengalami relaksasi dan banyak aliran darah
terjadi. Efek kompresi dari sistol pada aliran darah koroner sangat kecil
pada atrium kanan sebagai akibat dari tekanan ventrikel yang lebih
rendah sehingga kompresi pada arteri koronernya sangat sedikit.

Perubahan aliran darah koroner selama siklus jantung pada orang


yang sehat tidak terlalu berdampak walaupun sewaktu aktivitas berat.
Berbeda dengan orang yang memiliki gangguan pada arteri koroner,
sedikit peningkatan denyut jantung yang mengurangi waktu diastol, akan
mengganggu aliran darah koroner. Otot jantung mendapat perfusi nutrisi
dari permukaan epikardial (luar) ke permukaan endokardial (dalam).
Selama sistol, gaya kompresi lebih berefek pada aliran darah koroner
pada lapisan miokardium dimana gaya kompresi lebih tinggi dan tekanan
pembuluh darah jantung lebih rendah sehingga aliran darah koroner
bagian miokardium menurun (Williams & Wilkins,2013).Tetapi
pembuluh darah besar pada pleksus subendokardial yang normal dapat
mengompensasi hal tersebut (Guyton & Hall,2006).

Menurut Guyton & Hall (2006), ada beberapa hal yang mempengaruhi
aliran darah koroner, yaitu:

1. Hasil metabolisme dari otot lokal

Aliran darah yang melalui sistem koroner diregulasi oleh


vasodilatasi arteriol lokal sebagai respon dari kebutuhan otot jantung
akan nutrisi. Ketika kebutuhan akan nutrisi meningkat, maka akan terjadi
vasodilatasi arteri koroner untuk mencukupi kebutuhan itu

2. Kebutuhan akan oksigen

Aliran darah koroner diregulasi juga oleh proporsi kebutuhan


oksigen. Normalnya, sekitar 70% oksigen pada darah arteri koroner
dipakai oleh otot jantung ketika istirahat dan meningkat atau menurun
seiring dengan aktivitas yang dilakukan. Dengan meningkatnya aktivitas
yang tidak diimbangi oleh suplai oksigen, berbagai substansi, seperti
adenosin, ATP, ion kalium, ion hidrogen, karbon dioksida, bradikinin,

37
prostaglandin, dan nitrit oksida, terlepas dan menyebabkan vasodilatasi
arteri koroner.

3. Kontrol sistem saraf otonom

Pengaktifan sistem saraf simpatis menyebabkan pelepasan


norepnefrin dan epinefrin dan merangsang reseptor α sehingga
meningkatkan kontraksi dan denyut jantung. Itu menyebabkan
peningkatan hasil metabolisme otot jantung dan mengaktifkan
mekanisme regulasi oleh hasil metabolisme dan menyebabkan
vasodilatasi. Sebaliknya, pengaktifan sistem parasimpatis menyebabkan
pengeluarkan asetilkolin dan merangsang reseptor β sehingga
menurunkan kontraksi dan denyut jantung. Itu menyebabkan penurunan
hasil metabolisme otot jantung dan menyebabkan vasokonstriksi arteri
koroner.

2. ACUTE CORONARY SYNDROM

Definisi
Merupakan sebuah istilah yang merujuk pada gejala klinis yang
berkaitan dengan iskemia myocardium akut termasuk unstable angina (UA),
non-ST-segment elevation myocardial infarction (NSTEMI), dan ST-segment
elevation myocardial infarction (STEMI).

UA dan NSTEMI merupakan kondisi yang sangatlah berkaitan/dekat,


tapi berbeda dalam tingkat keparahannya. NSTEMI dapat diakibatkan ketika
iskemi yang terjadi cukup untuk menyebabkan kerusakan myocardium yang
melepaskan biomarker (cardiac troponin T dan I, CK-MB). Jika tidak ditemukan
biomarker tersebut, maka bisa diklasifikasikan sebagai UA.

Klasifikasi

38
ACS diklasifikasikan menjadi 3:

 Unstable Angina Pectoris (UAP)

 Non ST segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI)

 ST segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI)

39
Etiologi
ACS disebabkan utamanya oleh atherosclerosis. Pada banyak kasus, ACS
muncul akibat disrupsi dari lesi yang sebelumnya ada, namun rawan terhadap rupture.
Plak yang rentan tersebut tersusun oleh kumpulan lipid, sel-sel inflamatori, dan fibrous
cap yang tipis.

Peningkatan demand bisa menyebabkan ACS dengan obstruksi koroner, akibat


meningkatnya kebutuhan oksigen dan nutrisi myokoardium, seperti setelah
latihan/eksersi, stress emosional maupun fisiologi (dehidrasi, kehilangan darah, infeksi,
thyrotoxicosis ataupun operasi). ACS tanpa elevasi diakibatkan oleh thrombosis
ataupun hemorrhage dari plak.

Pemicu utama dari thrombosis koroner yaitu rupturnya plak yang diakibatkan
disolusi dari fibrous cap yang ada, dimana disolusi tersebut diakibatkan oleh pelepasan
metalloproteinases dari sel-sel inflamasi yang teraktivasi. Hal tersebut diikuti dengan
aktivasi, agregasi platelet, serta aktivasi jalur koagulasi dan vasokonstriksi. Proses
tersebut membuat thrombosis intraluminal koroner dan oklusi vascular dengan derajat
tertentu. Tingkat keparahan dan durasi dari obstruksi koroner tersebut, berpengaruh
pada volume myocardium yang rusak, demand jantung dan kemampuan jantung dalam
kompensasi, menentukan presentasi klinis pasien dan hasilnya tersendiri.

Sindrom ini melibatkan adanya sakit/nyeri dara, segment ST iskemik dan


perubahan gelombang T, meningkatnya biomarker kerusakan otot jantung, dan
pembesaran ventrikel kiri (takotsubo syndrome) muncul pada CAD setelah
adanya stress emosional maupun fisik.

Thygesen .et .al, 2007, infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara
lain:
1. Infark miokard tipe 1
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi
plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen
dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut
merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi.
2. Infark miokard tipe 2

40
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri
menurunkan aliran darah miokard.
3. Infark miokard tipe 3
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini
disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal
sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.
4. Infark miokard tipe 4a
Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin) 3
kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary
intervention (PCI) yang memicu terjadinya infark miokard.
5. Infark miokard tipe 4b
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.
6. Infark miokard tipe 5
Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian infark
miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner.

Epidemiologi
Epidemiologi Akut Koroner Sindrom menunjukkan bahwa di seluruh
dunia itu adalah penyebab utama kematian dan morbiditas.

Global
Data World Health Organization (WHO) menunjukkan akibat penyakit
kardiovaskular, terjadi 4 juta kematian setiap tahunnya pada 49 negara di benua
Eropa dan Asia Utara. Data yang dikeluarkan oleh American Heart Association

41
(AHA) pada tahun 2016 menyebutkan 15,5 juta warga Amerika memiliki
penyakit kardiovaskular.

Indonesia
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menyebutkan bahwa
secara nasional terdapat 0,5% prevalensi penyakit jantung koroner yang
didiagnosis dokter. Prevalensi tersebut paling tinggi di provinsi Sulawesi Utara,
Sulawesi Tengah, DKI Jakarta dan Aceh.

Di provinsi DKI Jakarta pada tahun 2008-2009 berdasarkan Jakarta


Acute Coronary Syndrome Registry, terdapat 2103 pasien sindroma koroner
akut dan 654 di antaranya adalah STEMI.

Faktor Resiko

Faktor risiko dibagi menjadi menjadi dua kelompok besar yaitu faktor
risiko konvensional dan faktor risiko yang baru diketahui berhubungan dengan
proses aterotrombosis (Braunwald, 2007). Faktor risiko yang sudah kita kenal
antara lain merokok, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes melitus, aktifitas fisik,
dan obesitas. Termasuk di dalamnya bukti keterlibatan tekanan mental, depresi.
Sedangkan beberapa faktor yang baru antara lain CRP, Homocystein dan
Lipoprotein(a) (Santoso, 2005).

Di antara faktor risiko konvensional, ada empat faktor risiko biologis


yang tak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga.
Hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan
lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor-faktor aterogenik (Valenti,
2007). Wanita relatif lebih sulit mengidap penyakit jantung koroner sampai
masa menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal ini
diduga oleh karena adanya efek perlindungan estrogen (Verheugt, 2008).

42
Patofisiologi
Lapisan endotel pembuluh darah yang normal akan mengalami kerusakan
oleh adanya faktor risiko antara lain, faktor hemodinamik seperti hipertensi, zat-
zat vasokonstriktor, mediator (sitokin) dari sel darah, asap rokok, peningkatan
gula darah dan oksidasi oleh Low Density Lipoprotein-C (LDL-C) (Libby,1995;
Hamm dkk,2004). Kerusakan ini akan menyebabkan sel endotel menghasilkan
cell molecule adhesion seperti sitokin (interleukin-1), tumor nekrosis faktor
(TNF-α), kemokin (monocyte chemoatractant factor-I), dan platelet derived
growth factor. Sel inflamasi seperti monosit dan T-limfosit masuk ke permukaan
endotel dan bermigrasi dari endotelium ke sub endotel. Monosit kemudian
berproliferasi menjadi makrofag dan mengambil LDL teroksidasi yang bersifat
lebih aterogenik. Makrofag ini terus membentuk sel busa (Braunwald, 1989;
Libby,1995). LDL yang teroksidasi menyebabkan kematian sel endotel dan
menghasilkan respon inflamasi. Sebagai tambahan terjadi respon dari
angiotensin II yang menyebabkan gangguan vasodilatasi dan mengaktifkan efek
protrombin dengan melibatkan platelet dan faktor koagulasi. Akibat kerusakan
endotel terjadi respon protektif yang dipicu oleh inflamasi dan terbentuk lesi
fibrofatty dan fibrous. Plak yang stabil bisa menjadi tidak stabil (vulnerable) dan
mengalami rupture (Libby, 1995).
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis seperti kolagen,
adenosin diphosphate (ADP), epinefrin dan serotonin memicu aktivasi

43
trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan-A2
(vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu
reseptor glikoprotein II/IIIa yang mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen
asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von
Willebrand (vWF) dan fibrinogen. Dimana keduanya adalah molekul
multivalent yang dapat mengikat platelet yang berbeda secara simultan,
menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi (Deckelbaum,1990; Foo
dkk,2000).
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel
yang rusak. Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin
menjadi trombin yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri
koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang
terdiri dari agregat trombus dan fibrin (Findlay dkk, 2005; Braunwald, 1989).

Gambar 2. Patofisiologi aterosklerosis pada pembuluh darah (Findlay dkk,2005)

44
1. Rupturnya Plak

Plak atheromatosa dengan inti kaya lipid yang kaya terbungkus eksentrik di dalam
intima coroner terkandung pada permukaan luminal dengan tutup berserat tipis inti
memiliki monocytes lipid sarat dan makrofag yang menghasilkan sejumlah besar faktor
jaringan, procoagulant poten pecah terjadi di bahu (persimpangan plak dan normal
endothelium) Kompleksitas komponen jaringan terbuka dengan faktor VIIa yang pada
gilirannya mendorong pembangkitan faktor Xa dan produksi sejumlah besar thrombin
platelet yang beredar diaktifkan oleh paparan kolagen, faktor von Willebrand, thrombin
adenosin diphosphate, thromboxane A2 dan prostacyclins, dilepaskan oleh endotelium
yang rusak, berkontribusi pada aktivasi platelet dan menginduksi vasospasme.
Trombosit teraktivasi saling mengikat satu sama lain dengan menghubungkan silang
fibrinogen ke reseptor glikoprotein permukaannya. Aktivasi, adhesi dan agregasi
trombosit dan aktivasi hasil kaskade pembekuan menghasilkan trombus oklusif.
Trombus dapat secara parsial atau sepenuhnya menutup lumen pembuluh yang memicu
iskemia miokard +/- nekrosis.

2. Vasospasme

Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil. Di
perkirakan ada disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet
berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme.
Spasme yang terlokalisir seperti pada angina prinzmetal juga menyebabkan angina tak
stabil. Adanya spasme sering kali terjadi pada plak yang tak stabil dan mempunyai
peran dalam pembentukan trombus (Trisnohadi, 2006).

3. Erosi pada plak tanpa ruptur

Terjadinya penyempitan juga dapat di sebabkan karena terjadinya proliferasi dan


migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan
bentuk dari lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan
pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemia (Trisnohadi, 2006).

IMA STE umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Stenosis
arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu IMA STE

45
karena timbulnya banyak kolateral sepanjang waktu. Pada sebagian besar kasus, infark
terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi
ruptur lokal akan menyebabkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologi menunjukkan
plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan
inti kaya lipid. Pada IMA STE gambaran klasik terdiri dari fibrin rich red trombus yang
dipercaya menjadi dasar sehingga IMA STE memberikan respon terhadap terapi
trombolitik (Gambar 3) ( Hamm dkk,2004)

Gambar 3. Patofisiologi terjadinya sindroma koroner akut (Hamm dkk,2004)

Sedangkan letak perbedaan antara angina tak stabil, infark Non-elevasi


ST dan dengan elevasi ST adalah dari jenis trombus yang menyertainya. Angina
tak stabil dengan trombus mural, Non-elevasi ST dengan thrombus
inkomplet/nonklusif, sedangkan pada elevasi ST adalah trombus
komplet/oklusif.
Apabila pembuluh darah tersumbat 100% maka terjadi infark miokard
dengan elevasi ST segmen. Namun bila sumbatan tidak total, tidak terjadi infark,
hanya unstable angina atau infark jantung akut tanpa elevasi segmen ST.

Manifestasi Klinis
Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada
substernum yang terasa berat, menekan, seperti diremas-remas dan terkadang
dijalarkan ke leher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya rasa

46
tidak enak di dada. IMA sering didahului oleh serangan angina pektoris pada
sekitar 50% pasien. Namun, nyeri pada IMA biasanya berlangsung beberapa jam
sampai hari, jarang ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan biasanya tidak
banyak berkurang dengan pemberian nitrogliserin, nadi biasanya cepat dan
lemah, pasien juga sering mengalami diaforesis. Pada sebagian kecil pasien
(20% sampai 30%) IMA tidak menimbulkan nyeri dada. Silent AMI ini terutama
terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta pada pasien
berusia lanjut.
Gambaran klinis awal sangat prediktif untuk prognosis awal. Timbulnya
gejala saat istirahat menandakan prognosis lebih buruk dibanding gejala yang
hanya timbul pada saat aktivitas fisik. Pada pasien dengan gejala intermiten,
peningkatan jumlah episode yang mendahului kejadian acuan juga mempunyai
dampak terhadap hasil akhir klinis. Adanya takikardia, hipotensi atau gagal
jantung pada saat masuk rumah sakit juga mengindikasikan prognosis buruk dan
memerlukan diagnosis serta tatalaksana segera (PERKI,2012).Faktor risiko yang
tinggi termasuk angina yang memberat, nyeri dada yang berkelanjutan (> 20
menit), edema paru (Killip klas ≥2 ), hipotensi dan aritmia seperti pada tabel.
(Antman EM, 2005).

Klasifikasi Killip terhadap angka kematian pada IMA-STE (Antman EM,


2005)
1. Nyeri dada.
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien SKA. Nyeri dada
atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien
dengan SKA.
Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut :
 Lokasi : substermal, retrostermal, dan precordial

47
 Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda
berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
 Penjalaran ke : leher, lengan kiri, mandibula, gigi,
punggung/interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan.
 Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat
 Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah
makan
 Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin,
dan lemas.

2. Rasa lelah yang tidak jelas,


3. Nafas pendek,
4. Rasa tidak nyaman di epigastrium
5. Mual dan muntah
Angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal menjalar ke lengan

kiri, leher, area interskapuler, bahu, atau epigastrium; berlangsung intermiten atau
persisten (>20 menit); sering disertai diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal,
sesak napas, dan sinkop.

Pemeriksaan Fisik
- Sebagian besar dapat ditegakkan dengan fisik
- Kardiomegali, bunyi jantung, bising tambahan, gallop
- Edema paru-paru, edema sistemik, JVP, hepatomegaly, edema
tungkai

Keadaan Umum

 Kesan umum, tampak sakit, ringan / berat

48
 Tanda vital, pernafasan, tekanan darah, nadi, suhu tubuh

 Posture badan secara keseluruhan, tinggi, berat badan, yang berhubungan


dengan kelainan kongenital, Mongolism, Marfan’s syndrome

 Cyanosis perifer, central, diferensial cyanosis

 Kepala, ektremitas(jari tabuh)

Nadi (‘Arterial Pulse’)

 Denyut di perifer

 Tentukan isi, tegangan, frekwensi, ritme, bentuk, amplitudo

 Harus diperiksa pada seluruh arteri besar secara bilateral

Bentuk Nadi

 Hiperkinetik (water Hamer) arterial pulse, hipertensi, arteriovenous fistula,


latihan, demam, PDA, AI, hemodialisa kronik, tirotoksikosis

 Bisferian, dua positif gelombang pada sistole, pada HCM

 Hipokinetik, hipovolemia, AS, MS, GGJ kiri

 Parvus et Tardus, lebih mudah di deteksi di carotis, AS

 Dikrotik, sering pada orang muda atau demam, dapat juga GGJ kiri.

 Pulsus alternan, GGJ

 Pulsus paradoksus, tamponade, perikarditis konstriktif.

Inspeksi dan Palpasi Prekordium

 Bentuk dada

 Pulsasi, lokasi sternoklavikula, aorta, pulmonal, RV, apek, epigastrik, ektopik,


tentukan waktunya

 Jika hebat dapat diraba

 Palpasi lokasi nyeri, S3, S4, ictus, thrill

49
 Posisi kepala 30°, lakukan berbagai perubahan posisi

 Palpasi bersamaan a. carotis dan ictus dapat menentukan berat ringannya suatu
AS

Venous Pulse & Pressure

 Inspeksi vena di leher, v. jugularis externa / interna

 Normal terdiri dari ‘a’ (sistole atria), ‘c’ (penutupan trikuspid), ‘v’ (pembukaan
trikuspid)

 Posisi dapat 45° sampai horizontal

 Pulsasi vena, dua pulsasi positif, arteri  satu

 Venous pressure (tekanan v. jugularis)

Auskultasi Bunyi Jantung & Murmur

 Stetoskop (bell & diaphragma), phonokardiogram

 Area auskultasi, aorta, pulmonal, trikuspid, mitral

 Jangan terpaku pada area tersebut, dapat area yang lebih jauh (penyebaran),
aksila, punggung

 Pemeriksaan harus dilakukan pada berbagai posisi, duduk berbaring miring kiri

 Tentukan dulu suara normal (suara jantung satu, dua), baru suara tambahan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Electrocardiogram (ECG). Ini adalabh tes pertama yang digunakan untuk
mendiagnosa heart attack. Tes ini merekam aktivitas elektrik jantung melalui
elektroda yang dilekatkan ke kulit. Impuls direkam sebagai gelombang yang
muncul di monitor atau dicetak di kertas. Karena otot jantung yang terluka tidak
menghantarkan impuls listrik secara normal, ECG dapat menunjukkan telah atau
sedang terjadi heart attack.
 Tes darah (biomarker jantung). Enzim tertentu pada jantung dapat merembes
jika terjadi kerusakan jantung. Jika hasil tes menunjukkan bahwa telah terjadi

50
atau terdapat resiko tinggi mengalami heart attack, dan dapat dilakukan tes
tambahan.
 Echocardiogram. Tes ini menggunakan gelombang suara untuk
mendapatkan gambar jantung. Selama echocardiogram, gelombang suara
diarahkan langsung ke jantung menggunakan transducer yang dipegang di
dada. Gelombang suara memantul kembali dan direfleksikan melalui dinding
dada dan diproses untuk memberikan gambaran video jantung.
Echocardiogram dapat menentukan apakah suatu area jantung sudah rusak
karena heart attack dan tidak memompa dengan normal.
 X-ray. Gambaran x-ray dapat membantuk untuk melihat ukuran dan bentuk
jantung dan pembuluh darah.
 Scan nuklir. Tes ini membantuk mengidentifikasi masalah aliran darah ke
jantung. Sejumlah kecil materi radioaktif diinjeksikan ke dalam aliran darah.
Kamera spesial dapat mendeteksi meteri radioaktif saat diambil oleh otot
jantung. Area dengan aliran darah ke otot jantung yang menurun – dimana
materi radiokatif lebih sedikit – terlihat sebagai titik hitam pada hasil scan.
 Computerized tomography (CT) angiogram. CT angiogram dapat
membantu melihat apakah arteri itu menyempit atau terblok. Pasien diberikan
injeksi pewarna radioaktif, lalu scanner mesin CT akan mengambil gambar
arteri di jantung. Tes ini umumnya dilakukan hanya jika tes darah dan ECG
tidak menunjukkan penyebab gejala.
 Coronary angiogram (cardiac catheterization). Tes ini dapat menunjukkan
apakah arteri itu menyempit atau diblok. Pewarna cair diinjeksikan ke arteri
jantung melalui cateter panjang dan tipis yang dimasukkan ke arteri, biasanya
di kaki, ke arteri di jantung. Saat pewarna memenuhi arteri, arteri jadi terlihat
di mesin x-ray dan menunjukkan area yang terganggu.
 Tes stres olahraga. Tes stres ini mengukur bagaimana jantung dan pembuluh
darah merespon penggunaan tenaga

TATALAKSANA

Keberhasilan terapi SKA bergantung pada pengenalan dini gejala dan


transfer pasien segera ke unit/instalasi gawat darurat. Terapi awal untuk semua
SKA, yang diberikan oleh tenaga medik ataupun pada unit/instalasi gawat

51
darurat sebenarnya sama. Manifestasi unstable angina dan MI akut seringkali
berbeda. Umumnya, gejala MI akut bersifat parah dan mendadak, sedangkan
infark miokard non‐ST elevasi (NSTEMI) atau unstable angina berkembang
dalam 24‐72 jam atau lebih.
Pada kedua kasus tersebut tujuan awal terapi adalah untuk menstabilkan
kondisi, mengurangi rasa nyeri dan kecemasan pasien. Stabilisasi akan tercapai
dengan berbagai tindakan. Oksigen diberikan untuk menjaga kadar saturasi dan
memperbaiki oksigen yang sampai ke miokard.

Tata Laksana Pra Rumah Sakit


a. Bagi orang awam mengenali gejala serangan jantung dan segera
mengantar pasien mencari pertolongan ke Rumah sakit atau
menelpon RS terdekat meminta dikirimkan ambulan beserta petugas
kesehatan terlatih.
b. Petugas kesehatan atau dokter umum di klinik:
- Mengenali gejala SKA dan pemeriksaan EKG bila ada
- Tirah baring dan pemberian oksigen 2-4 L/menit
- Berikan aspirin 160-325 mg tablet kunyah bila tidak ada riwayat
alergi aspirin.
- Berikan preparat nitrat sublingual misalnya isosorbid dinitrat 5
mg dapat diulang setiap 5-15 menit sampai 3 kali.
- Bila memungkinkan pasang infus.
- Segera kirim ke RS terdekat dengan fasilitas ICCU yang
memadai dengan pemasangan selang oksigen dan didampingi
dokter/paramedik yang terlatih.

Tata Laksana Di Unit Gawat Darurat


- Tirah baring
- Pemberian oksigen 2-4 L/menit untuk mempertahankan saturasi
oksigen > 95%.
- Pasang infus dan pasang monitor.
- Pemberian aspirin 150-325 mg tablet kunyah bila belum diberikan
sebelumnya dan tidak ada riwayat alergi aspirin.

52
- Pemberian nitrat: bisa diberikan nitrat oral sublingual yaitu isosorbid
dinitrat 5 mg dapat diulang setiap 5 menit sampai 3 kali untuk
mengatasi nyeri dada.
- Klopidogrel dosis awal 300 mg, kemudian dilanjutkan 75 mg/ hari
- Segera pindahkan ke ICCU.

Tata Laksana Di ICCU


- Pasang monitor 24 jam
- Tirah baring
- Pemberian oksigen 3-5 L/menit
- Pemberian nitrat, bila nyeri belum berkurang dapat diberikan
nitrogliserin drip intravena secara titrasi sesuai respon tekanan
darah, dimulai 5-10 mikrogram/menit dan dosis dapat ditingkatkan
5-20 mikrogram/menit sampai nyeri berkurang atau Mean Arterial
Pressure (MAP) menurun 10% pada normotensi dan 30% pada
hipertensi, tetapi tekanan darah sistolik harus > 90 mmHg.
- Penyekat Beta bila tidak ada kontraindikasi terutama pada pasien
SKA dengan hipertensi dan takiaritmia yaitu bisoprolol mulai 2,5-
5mg atau metoprolol 25-50mg atau atenolo 25-50mg.
- ACE inhibitor, diberikan pada pasien infark anterior, kongesti paru
atau fungsi ventrikel kiri yang rendah dengan EF <>100mmHg.
- Pemberian ARB bila pasien intoleran dengan ACE inhibitor.
- Atasi nyeri dengan morfin sulfat IV 2-4 mg dengan interval 5-15
menit bila nyeri belum teratasi.
- Pemberian Laksantif untuk memperlancar defekasi.
- Anti ansietas: diazepam 2x5mg atau alprazolam 2x0,25mg
- Heparinisasi pada kondisi: infark anterior luas, fungsi ventrikel
buruk, resiko tinggi trmbosis, fibrilasi atrial, trombus intra kardiak
dan onset nyeri dada >12 jam tanpa tindakan revaskularisasi.
- Terapi perfusi: fibrinolitik dan intervensi koroner perkutan (PCI).

Atasi komplikasi :
• Fibrilasi atrium, Fibrilasi ventrikel, Takikardia ventrikel, Bradiaritmia
& blok, Perikarditis.

53
• Gagal jantung akut, edema paru, syok kardiogenik diterapi sesuai
standar pelayanan medis.
• Komplikasi mekanik : ruptur m. Papillaris, ruptur septum ventrikel,
ruptur dinding ventrikel ditatalaksana dengan operasi.

Komplikasi
 Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini
disebut remodelling ventricular yang sering mendahului berkembangnya
gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark.
Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan
ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks
ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata,
lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.
 Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di
rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi
dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark)
dan sesudahnya.
 Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90%
terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok
kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.
 Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat
(distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa
hipotensi.
 Aritmia paska STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf
autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona
iskemi miokard
 Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien
STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam
mencegah aktivitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI.
 Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia
sebelumnya dalam 24 jam pertama.

54
 Fibrilasi atrium
 Aritmia supraventrikular
 Asistol ventrikel
 Bradiaritmia dan Blok
 Komplikasi Mekanik
Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel

Edukasi dan pencegahan

Pencegahan sekunder penting dilakukan karena kejadian iskemik


cenderung terjadi dengan laju yang tinggi setelah fase akut. Beberapa
pengobatan jangka panjang yang direkomendasikan adalah:

1. Aspirin diberikan seumur hidup, apabila dapat ditoleransi pasien.

2. Pemberian penghambat reseptor ADP dilanjutkan selama 12 bulan kecuali


bila risiko perdarahan tinggi

3. Statin dosis tinggi diberikan sejak awal dengan tujuan menurunkan kolesterol
LDL 2,5 mg/dL pada pria dan >2 mg/dL pada wanita) atau hiperkalemia (Kelas
I-A).

Selain rekomendasi di atas, pasien juga disarankan menjalani perubahan


gaya hidup terutama yang terkait dengan diet dan berolahraga teratur.

Prognosis
Miokard Infark akut berhubungan dengan 30% tingkat kematian;
setengahnya terjadi ketika dibawa ke rumah sakit. 5-10% pasien bertahan
meninggal pada tahun pertama setelah miokard infark. Namun, secara umum,
prognosis tergantung pada besar, lama, dan keparahan kejadian infark.
Prognosis akan semakin baik jika diikuti faktor:
 Referfusi dini (tujuan STEMI: pasien diberi infus fibrinolisis selama 30
menit)
 Fungsi ventrikel kiri masih memadai
 Terapi jangka pendek dan jangka panjang dengan bet bloker, aspirin, dan
ACE inhibitor

Prognosis akan semakin buruk jika diikuti faktor:


 Bertambahnya usia
 Diabetes

55
 Penyakit vaskular sebelumnya (misalnya penyakit serebrovaskular
 Reperfusi yang terlambat
 Fungsi ventrikel kiri yang tidak lagi memadai

ALGORITME PENEGAKAN DIAGNOSIS

DIAGNOSIS BANDING

Berbagai diagnosa banding sindrom koroner akut antara lain:

56
a. Mengancam jiwa dan perlu penanganan segera: diseksi aorta, perforasi
ulkus peptikum atau saluran cerna, emboli paru, dan tension
pneumothorax.
b. Non iskemik: miokarditis, perikarditis, kardiomyopati hipertropik,
sindrom Brugada, sindrom wolf-Parkinson-White.
c. Non kardiak: nyeri bilier, ulkus peptikum, ulkus duadenum, pleuritis,
GERD, nyeri otot dinding dada, serangan panik dan gangguan
psikogenik.

SKDI
Infark Miokard termasuk dalam SKDI tingkat kemampuan 3B yang
berarti gawat darurat, dimana lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik
dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi
menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kececeatan pada
pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti
sesudah kembali dari rujukan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan ECG
EKG atau Elektrokardiogram adalah suatu representasi dari potensial
listrik otot jantung yang didapat melalui serangkaian pemeriksaan
menggunakan sebuah alat bernama elektrokardiograf. Melalui EKG (atau ada
yang lazim menyebutnya ECG {in English: Electro Cardio Graphy}) kita dapat
mendeteksi adanya suatu kelainan pada aktivitas elektrik jantung melalui
gelombang irama jantung yang direpresentasikan alat EKG di kertas EKG.

Irama Jantung
Irama jantung normal adalah irama sinus, yaitu irama yang berasal dari
impuls yang dicetuskan oleh Nodus SA yang terletak di dekat muara Vena
Cava Superior di atrium kanan jantung. Irama sinus adalah irama dimana
terdapat gelombang P yang diikuti oleh kompleks QRS. Irama jantung juga
harus teratur/ reguler, artinya jarak antar gelombang yang sama relatif sama

57
dan teratur. Misalkan saya ambil gelombang R, jarak antara gelombang R
yang satu dengan gelombang R berikutnya akan selalu sama dan teratur.

Jadi, yang kita tentukan dari irama jantung adalah, apakah dia
merupakan irama sinus atau bukan sinus, dan apakah dia reguler atau tidak
reguler.
 Irama Sinus, seperti yang saya tulis di atas, yakni adanya gelombang P,
dan setiap gelombang P harus diikuti oleh kompleks QRS. Ini normal
pada orang yang jantungnya sehat.
 Irama Bukan Sinus, yakni selain irama sinus, misalkan tidak ada
kompleks QRS sesudah gelombang P, atau sama sekali tidak ada
gelombang P. Ini menunjukkan adanya blokade impuls elektrik jantung
di titik-titik tertentu dari tempat jalannya impuls seharusnya (bisa di
Nodus SA-nya sendiri, jalur antara Nodus SA – Nodus AV, atau setelah
nodus AV), dan ini abnormal.
 Reguler, jarak antara gelombang R dengan R berikutnya selalu sama dan
teratur. Kita juga bisa menentukan regulernya melalui palpasi denyut
nadi di arteri karotis, radialis dan lain-lain.
 Tidak reguler, jarak antara gelombang R dengan R berikutnya tidak sama
dan tidak teratur, kadang cepat, kadang lambat, misalnya pada pasien-
pasien aritmia jantung.

Frekuensi Jantung
Frekuensi jantung atau Heart Rate adalah jumlah denyut jantung selama
1 menit. Cara menentukannya dari hasil EKG ada bermacam-macam. Bisa
kita pakai salah satu atau bisa semuanya untuk membuat hasil yang lebih
cocok. Rumusnya berikut ini:

1) Cara 1
HR = 1500 / x
Keterangan: x = jumlah kotak kecil antara gelombang R yang satu
dengan gelombang R setelahnya.
2) Cara 2
HR = 300 / y

58
Keterangan: y = jumlah kotak sedang (5×5 kotak kecil) antara
gelombang R yang satu dengan gelombang R setelahnya. (jika tidak pas
boleh dibulatkan ke angka yang mendekati, berkoma juga ga masalah)
3) Cara 3
Adalah cara yang paling mudah, bisa ditentukan pada Lead II panjang
(durasi 6 detik, patokannya ada di titik-titik kecil di bawah kertas EKG,
jarak antara titik 1 dengan titik setelahnya = 1 detik, jadi kalau mau 6
detik, bikin aja lead II manual dengan 7 titik).

Caranya adalah:
HR = Jumlah QRS dalam 6 detik tadi itu x 10.
Nanti yang kita tentukan dari Frekuensi jantung adalah:
 Normal: HR berkisar antara 60 – 100 x / menit.
 Bradikardi= HR < 60x /menit
 Takikardi= HR > 100x/ menit

Aksis
Aksis jantung adalah proyeksi jantung dalam vektor 2 dimensi. Vektor 2
dimensi disini maksudnya adalah garis-garis yang dibentuk oleh sadapan-
sadapan pada pemeriksaan EKG. Sadapan (Lead) EKG biasanya ada 12
buah yang dapat dikelompokkan menjadi 2:

1. Lead bipolar, yang merekam perbedaan potensial dari 2 elektroda/ lead


standar, yaitu lead I, II dan III.
2. Lead unipolar, yang merekam perbedaan potensial listrik pada satu
elektroda yang lain sebagai elektroda indiferen (nol). Ada 2: (a) unipolar
ekstrimitas (aVL, aVF, dan aVR); (b) unipolar prekordial (V1, V2, V3,
V4, V5 dan V6).
Setiap lead memproyeksikan suatu garis/ vektor tertentu. Urutannya bisa
dilihat dari gambaran berikut ini:

59
Aksis jantung normal (positif) adalah antara -30° sampai dengan 120°
(ada yang mendefinisikan sampai 100° saja). Sebenarnya ini adalah
proyeksi dari arah jantung sebenarnya (jika normal dong :)). Pada kertas
EKG, kita bisa melihat gelombang potensial listrik pada masing-masing
lead. Gelombang disebut positif jika arah resultan QRS itu ke atas, dan
negatif jika ia kebawah. Berikut ini arti dari masing-masing Lead:
 Lead I = merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan
tangan kiri (LA), dimana tangan kanan bermuatan (-) dan tangan kiri
bermuatan positif (+).
 Lead II = merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan kaki
kiri (LF), dimana tangan kanan bermuatan negatif (-), dan kaki kiri
bermuatan positif (+)
 Lead III = merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) dengan kaki
kiri (LF), dimana tangan kanan bermuatan negatif (-) dan tangan kiri
bermuatan positif (+)
 Lead aVL = merekam potensial listrik pada tangan kiri (LA), dimana
tangan kiri bermuatan positif (+), tangan kanan dan kaki kiri membentuk
elektroda indiferen (potensial nol)
 Lead aVF = merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF), dimana kaki
kiri bermuatan positif (+), tangan kiri dan tangan kanan nol.
 Lead aVR = merekam potensial listrik pada tangan kanan (RA), dimana
tangan kanan positif (+), tangan kiri dan kaki kiri nol.

60
Nah, secara elektrofisiologi, arus potensial listrik jantung berasal dari SA
node lalu meluncur ke AV node, bundle His, cabang septal dan sampai ke
serabut purkinje. Arus itu bermuatan negatif (-). Jika arus itu menuju lead
yang bermuatan positif (+), maka di kertas EKG akan muncul gelombang ke
atas, (kan tarik-menarik gitu..), kalau arus itu menjauhi lead yang bermuatan
(+) tersebut, maka di kertas EKG dia akan muncul sebagai gelombang ke
bawah. (Arus menuju dan menjauhi lead itu layaknya bisa di imajinasikan
sendiri kali ya, bayangkan saja lokasi leadnya dan arah arus elektrofisiologi
jantungnya. Sama halnya jika diibaratkan, lead itu kayak orang yang lagi
berdiri memandangi sebuah mobil yang lagi jalan dalam suatu arena balap.
Ada orang yang melihat mobil itu dari sudut segini, ada yang dari segitu,
jadi ntar penafsiran mereka beda-beda. Jika digabungkan, maka dapatlah
mereka menyimpulkan apa yang terjadi dari mobil balap itu).

Itulah mengapa arah gelombang di lead aVR bernilai negatif


(gelombangnya terbalik), karena arah arus jantung berlawanan dengan arah
lead/ menjauhi lead, sedangkan di lead-lead lainnya bernilai positif
(gelombangnya ke atas).

Cara menentukan aksis dari kertas EKG itu adalah:


1. Lihat hasil di Lead I, perhatikan resultan gelombang di kompleks QRS.
(ingat lagi pelajaran vektor di fisika, hehe). Jika resultan gaya Q, R dan S
nya positif, (maksudnya jika gelombang R-nya lebih tinggi daripada
jumlah Q dan S {bisa dihitung jumlah kotaknya}), maka lead I = positif
(+). Jika R-nya lebih rendah daripada jumlah Q dan S, maka lead I =
negatif (-). Ini semacam resultan gaya. Bagusnya digambar di buku petak
matematika itu agar lebih paham.. He. :D
2. Lihat hasil di Lead aVF, perhatikan hal yang sama, apakah lead aVF nya
positif atau negatif.
3. Jika masih ragu lihat lagi di Lead II (lead II hasilnya lebih bagus karena
letak lead II searah dengan arah jantung normal). tentukan apakah lead II
nya positif atau negatif.

61
Nah, cara menginterpretasikannya bisa dibuatkan tabel berikut ini:
Aksis / Lead Normal LAD RAD
I + + -
Avf + - +
II + - +

 Aksis Normal = ketiga lead tersebut bernilai positif, artinya jantung


berada di antara aksis -30° sampai dengan 120° (ada yang menyebutkan
sampai 100° saja).
 LAD (Left Axis Deviation), artinya aksis / arah proyeksi jantungnya
bergeser ke kiri, atau di atas – 3o°. Kalau demikian tentu gak mungkin
aVF atau lead II nya positif, pasti negatif kan.. :D Ini biasa terjadi jika
adanya pembesaran ventrikel kiri/ LVH (Left Ventricular Hypertrophy),
sehingga arah jantungnya jadi ga normal lagi, agak naik gitu. Misalnya
pada pasien-pasien hipertensi kronis dsb.
 RAD (Right Axis Deviation), artinya aksisnya bergeser ke kanan, atau di
atas 120°. Kalau ke kanan tentu lead I-nya akan negatif, sedangkan aVF
dan II positif. Biasanya ini terjadi jika adanya pembesaran jantung
kanan/ RVH (Right Ventricular Hypertrophy).

Gelombang P
Gelombang P adalah representasi dari depolarisasi atrium. Gelombang P
yang normal:

 lebar < 0,12 detik (3 kotak kecil ke kanan)


 tinggi < 0,3 mV (3 kotak kecil ke atas)
 selalu positif di lead II
 selalu negatif di aVR
Yang ditentukan adalah normal atau tidak:
 Normal
 Tidak normal:
 P-pulmonal : tinggi > 0,3 mV, bisa karena hipertrofi atrium kanan.
 P-mitral: lebar > 0,12 detik dan muncul seperti 2 gelombang berdempet,
bisa karena hipertrofi atrium kiri.

62
 P-bifasik: muncul gelombang P ke atas dan diikuti gelombang ke bawah,
bisa terlihat di lead V1, biasanya berkaitan juga dengan hipertrofi atrium
kiri.

PR Interval
PR interval adalah jarak dari awal gelombang P sampai awal komplek
QRS. Normalnya 0,12 – 0,20 detik (3 – 5 kotak kecil). Jika memanjang,
berarti ada blokade impuls. Misalkan pada pasien aritmia blok AV, dll.
Yang ditentukan: normal atau memanjang.

Kompleks QRS
Durasinya > 0,04 (1 kotak kecil) Adalah representasi dari depolarisasi
ventrikel. Terdiri dari gelombang Q, R dan S. Normalnya:

 Lebar = 0.06 – 0,12 detik (1,5 – 3 kotak kecil)


 tinggi tergantung lead.
Yang dinilai:
- Gelombang Q: adalah defleksi pertama setelah interval PR / gelombang P.
Tentukan apakah dia normal atau patologis. Q Patologis antara lain:
 Dalamnya > 1/3 tinggi gelombang R.
- Variasi Kompleks QRS
 QS, QR, RS, R saja, rsR’, dll. Variasi tertentu biasanya terkait dengan
kelainan tertentu.

63
- Interval QRS, adalah jarak antara awal gelombang Q dengan akhir
gelombang S. Normalnya 0,06 – 0,12 detik (1,5 – 3 kotak kecil). Tentukan
apakah dia normal atau memanjang.

Tentukan RVH/LVH
Rumusnya,
 RVH jika tinggi R / tinggi S di V1 > 1
 LVH jika tinggi RV5 + tinggi SV1 > 35

ST Segmen
ST segmen adalah garis antara akhir kompleks QRS dengan awal
gelombang T. Bagian ini merepresentasikan akhir dari depolarisasi hingga
awal repolarisasi ventrikel. Yang dinilai:
 Normal: berada di garis isoelektrik
 Elevasi (berada di atas garis isoelektrik, menandakan adanya infark
miokard)
 Depresi (berada di bawah garis isoelektrik, menandakan iskemik).

Gelombang T
Gelombang T adalah representasi dari repolarisasi ventrikel. Yang dinilai
adalah:
 Normal: positif di semua lead kecuali aVR
 Inverted: negatif di lead selain aVR (T inverted menandakan adanya
iskemik)

EKG PADA ACS

64
65
Uji latih

Pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan menunjukkan tanda resiko
tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat treatmill. Bila hasilnya negative
maka prognosisnya baik, namun jika hasilnya positif maka dianjurkan dilakukan
pemeriksaan angiografi coroner, untuk menilai keadaan pembuluh koronernya, untuk
mengetahui perlu atau tidaknya dilakukan PCI/CABG.

Ekokardiografi

Pemeriksaan ini untuk melihat adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya insufisiensi
mitral dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan prognosis
kurang baik.

Rontgen toraks

Rontgen dada sangat berperan untuk mengidentifikasi adanya kongesti pulmonal atau
oeem, yang biasanya terjadi pada pasien UA/NSTEMI luas yang melibatkan ventrikel
kiri sehingga terjadi disfungsi ventrikel kiri.

66
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

. CK/CPK (Creatin Posfo Kinase)


Enzim ini ditemukan pada awal tahun 1960-an, terdapat di otot jantung, otot
rangka, otak dan beberapa organ lain. Pada tahun 1970-an dengan penemuan isoenzim
maka CK sebagai enzim dimerik dapat dibedakan dalam 4 bentuk, yaitu isoenzim
sitosolik CK-MM (tipe otot /muscle type), CK-BB (tipe otak / brain type), CK-MB, dan
isoenzim mitokondrial. Oleh karena itu CK total tidak spesifil sebagai penanda
miokard.
Enzi mini berkonsentrasi tinggi pada jantung dan otot rangka, dan memiliki
konsentrasi yang rendah pada jaringan otak, berupa senyawa nitrogen yang
terfosforisasi dan menjadi katalisatordalam transfer fosfat ke ADP. Kadarnya akan
meningkat dalam serum 6 jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 16-24 jam,
kembali normal setelah 72 jam.
Peningkatan CPK merupakan indicator penting adanya kerusakan miokardium.
Nilai normal :
 Pria : 5-53 Ug/ml atau 30-180 IU/L
 Wanita : 5-25 Ug/ml atau 25-150 IU/L
 Anak-anak : 0-70 IU/L
 Bayi : 65-580 IU/L

No. Peningkatan CPK Penyebab

67
- Infark jantung
Peningkatan 5 kali atau lebih dari - Polimiositis
1. - Distropia muskularis
nilai normal.
Duchene
- Kerja berat
- Trauma
Peningkatan 2-4 kali dari nilai - Tindakan bedah
2. - Injeksi intramuscular
normal. - Miopati alkoholika
- Infark miokard
- Infark paru
3. Dengan hipotiroidisme. - Psikosis akut
Sumber: FK. Widmann,1994

B. CKMB (Creatinkinase Label M dan B)


CK-MB adalah isoenzim CK yang terdapat terutama (15- 20%) di miokard dan
sedikit di otot rangka (terutama pada atlet). Pada IMA, CK-MB dideteksi dalam darah
3-8 jam setelah timbulnya gejala jantung dan masih dapat dideteksi selama beberapa
waktu tergantung dari perjalanan kelainan. CK-MB juga dapat dideteksi pada kelainan
di luarjantung misalnya pada rhabdomiolisis dan strok.
Terdapat 3 jenis isoenim keratin kinase dan diberi label M (Muskulus) dan B
(Brain), yaitu
- Isoenzim BB : banyak terdapat di otak
- Isoenzim MM : banyak terdapat di otot skeletal
- Isoenzim MB : banyak terdapat di mokardium
Peningkatan kadar enzim dalam serum menjadi indicator adanya kerusakan pada
jaringan jantung.
Pemeriksaan CK-MB dapat dilakukan dengan beberapa cara. Ada yang berdasarkan
keaktifannya sebagai enzim (CK-MB act), ada pula sebagai massa (CK-NB mass).
Pengukuran CK-MB berdasarkan keaktifannya dilakukan dengan fotometer, biasanya
dengan cara immunomhibition, dan hasilnya dinyatakan secara kuantitatif dengan nilai
rujukan <25 U/L. Pengukuran CK-MB berdasarkan massanya, dengan uji cepat
kualitatif atau kuantitatif dan dengan cara elektrokemiluminesen immunoassay dengan
nilai rujukan <72 ng/mL untuk laki-laki dan <58 ng/mL untuk perempuan. Untuk
diagnosis penafsiran hasil harus selalu dilakukan dengan mempertimbangkan riwayat
sakit, pemeriksaan klinis dan temuan lain.

68
Secara umum Nilai normalnya <10U/L. Apabila nilai yang didapat >10-13 U/L atau >
5% total CK maka menunjukkan adanya peningkatan aktifitas enzim.
- Peningkatan CPK : IMA, peyakit oto rangka, cedera cerebrovaskuler.
- Peningkatan isoenzim CPK-MM : distrofi otot, trauma hebat, paska operasi,
latihan berlebihan, inejksi intramuscular, hypokalemia, hemofili, dan
hipotiroidisme.
- Peningkatan CPK-MB : AMI, angina pectoris, operasi jantung, iskemik jantung,
miokarditis, hypokalemia, dan defibrilasi.
- Peningkatan CPK-BB: cedera cerebrovaskuler, perdarahan sub arachnoid,
kanker otak, sindrom reye, kejang.

C. LDH (Laktat Dehidogenase)


Merupakan enzim yang melepas hydrogen dari suatu zat dan menjadi katalisator
proses konversi laktat menadi piruvat. Tersebar luas pada jaringan terutama ginjal,
rangka, hati, dan miokardium.
Peningkatan LDH menandakan adanya kerusakan jaringan.
LDH akan meningkat sampai puncak 24-48 jam setelah infark dan tetap
abnormal 1-3 minggu kemudian.
Nilai normal : 80-240 U/L

No. Peningkatan LDH Penyebab


- Anemia megaloblastik
Peningkatan 5 kali atau lebih dari - Karsinoma metastasis
1. - Shok dan hipoksia
nilai normal. - Hepatitis
- Infark ginjal
- Miokard infark
- Infark paru
Peningkatan 3-5 kali dari nilai - Kondisi hemolitik
2. - Leukimia
normal. - Infeksi mononukleus
- Delirium tremens
- Distrofi otot
- Penyakit hati
Peningkatan 2-3 kali dari nilai - Nefrotik sindrom
3.
normal - Hipotiroidisme
- Kolangitis
Sumber: FK. Widmann,1994

69
D. Mioglobin
Mioglobin merupakan protein sitoplasmikdalam otot lurik jantung dan skelet,
ikut berperan pada angkutan oksigen di dalam miosit dan juga sebagai penampung
oksigen. Berat molekul mioglobin 17,8 kD, cukup kecil, yang memungkinkannya untuk
lewat dengan cepat ke sirkulasi setelah adanya kerusakan miosit.
Penetapan mioglobin dalam serum penting untuk diagnosis IMA, reinfark dini,
dan reperfusi yang berhasil pasca terapi lisis.
Tergantung dari tindakan reperfusi pengobatan yang dilakukan, kadar mioglobin
serum mencapai puncak 4-12 jam setelah mulainya infark dan turun ke tingkat normal
setelah kira-kira 24 jam. Kadar rnioglobin juga meningkat pada kerusakan otot skelet
dan gangguan
berat fungsi ginjal.
Pemeriksaan mioglobin dapat dilakukan dengan cara cepat kualitatif atau
kuantitatif dengan cara immcnoassay. Bahan pemeriksaan dapat berupa darah utuh
untuk cara imunokromatografi, dan serum atau plasma heparin, EDTA atau sitrat untuk
immunoassay. Nilai rujukan sekitar 28-72 ng/rnL pada laki-laki dan 25-58 ng/mLpada
perernpuan, menggunakan cara kerniluminesen.

E. Troponin.
Troponin merupakan komponen aparatus kontraktil otot lurik, sebagai protein
pengatur kunci. Troponin dapat dibedakan antara jenis T, I , dan C; yang penting untuk
diagnostikjantung adalah Troponin T (TnT) dan Troponin I (Tnl). Meskipun fungsi
Troponin sama pada semua otot lurik, TnT dan Tnl yang berasal dari otot jantungl
miokardium dapat dibedakan dari yang berasal dari otot skelet dengan menggunakan
antibodi monoklonal, dikenal sebagai cTnT dan cTnl. Berat molekul cTnT, 39,7 kD
sedangkan cTnl 23,9 kD. Keduanya bersifat spesifik dan sensitif untuk kerusakan
miokardium. Pada IMA, kadar cTnT serum meningkat sekitar 3-4 jam setelah gejala
jantung dan dapat tetap tinggi sampai 14 hari, sedangkan kadar cTnl mulai meningkat
sekitar 3-6 jam setelah timbul gejala, mencapai puncaknya pada 12-16 jam, dan dapat
menetap selama 4-9 hari. cTnT merupakan penanda prognosis bebas (independent)
yang dapat memprediksi akibat jangka dekat, sedang, dan lama pasien dengan SKA,
juga berguna untuk
mengenal pasien yang mendapat manfaat dari terapi antitrombotik.

70
VII. KERANGKA KONSEP Usia,jenis
kelamin,sedentary life
style,dyslipidemia,hipe
FAKTOR RESIKO
rtensi,post power
syndrom

hipertensi
Timbunan plak pada
endotel pembuluh darah
LVH
arteria koronaria dextra
71
Infark Miokard
Inferior

Pemeriksaan Symptom

Aritmia ST Depresi
ST Elevasi pada
lead I,III,aVF

Pucat Berkeringat Angina Pingsan

VII. KESIMPULAN

Mr.Y mengalami inferior miokard infark disebabkan oleh adanya plak pada arteri
coroner dexta,di perberat oleh merokok,hipertensi,dyslipidemia,dan kebiasaan hidup
yang buruk.

VIII.DAFTAR PUSTAKA
 R. Putz, R. Pabst. 2003. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi 21. EGC.
 Standring, S. 2008. Gray’s Anatomy: The Anatomical Basic of Clinical
Practice. 14th ed. Amsterdam: Churchill Livingstone Elsevier.
 Tortora, G. J., Derrickson, B., 2009. Principles of Anatomy and
Physiology. 12th ed. Hoboken: John Wiley & Sons.
 Erwin Sukandi. Coronary Artery Disease. Division of Cardiology.
Department of Internal Medicine. Dr. Moh. Hoesin General Hospital.

72
 Ali Ghanie. MODALITAS DIAGNOSTIK KARDIOVASKULER.
Division of cardiology. Department of Internal Medicine. Faculty of
Medicine Sriwijaya University, Palembang.
 Moore, K. L., Dalley, A. F, and Agur, A. M. R.. 2010. Clinically Oriented
Anatomy. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
 Guyton, A. C., Hall, J. E.. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th
ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.

 Bonow, Robert O., et al. 2012. Braunwald’s Heart Disease: A Textbook


Of Cardiovascular Medicine 9th edition. PA: Saunders Elsevier.

 Kumar A, Cannon CP. Acute Coronary Syndromes: Diagnosis and


Management, Part I. Mayo Clinic Proceedings. 2009;84(10):917-938.

 Lilly, Leonard S. Pathophysiology of Heart Disease, 5 th edition. 2011.


PA: Lippincott Williams & Wilkins.

 Murphy, Joseph G., Margaret A. Lloyd. 2007. Mayo Clinic Cardiology,


Concise Textbook 3rd edition. NW: Mayo Foundation.

 Rowlands, Angela, Andrew Sargent. 2011. The ECG Workbook 2 nd


edition. UK: M&K Publishing.

 Willerson, James T., et al. 2007. Cardiovacular Medicine 3 rd edition. UK:


Springer.
 pukul 04. 33
 Markum, H.M.S. 2007. Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
 Mansjoer, A., dkk,.1999. Kapita Selekta Kedoteran Jilid 1. Ed. III.
Jakarta: Media Aesculapius. Hal 602-604.

 http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_192Patofisiologi%20Sindrom
%20Koroner%20Akut.pdf
 http://pio.binfar.depkes.go.id/PIOPdf/SINDROM_KORONER_AKUT.p
df
 http://www.inaheart.org/upload/file/Pedoman_tatalaksana_Sindrom_Kor
oner_Akut_2015.pdf
 http://www.quitsmokingsupport.com/whatsinit.htm. Diakses pada
tanggal 13 februari 2018 pukul 04. 33
 http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/23084/Chapter
%20II.pdf?sequence=4

73
74

Anda mungkin juga menyukai