Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH FLEBOTOMI

“Cairan Serebrospinal ”

KELOMPOK 2
1. Asmarani (PO714203201044)
2. Enweria Palinggi (PO714203201046)
3. Rahmi Alfiah Basrah (PO714203201060)
4. Reski Angraini (PO714203201061)

Dosen Pengampu : Zulfikar Ali Hasan S.ST., M.Kes

PROGRAM SARJANA TERAPAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR
TAHUN AKADEMIK 2021/2022

i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah, karena dengan ridho-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Adapun judul yang kami buat adalah “ Cairan Serebrospinal” yang
diajukan untuk memenuhi dan melengkapi tugas mata kuliah Flebotomi. Selama penulisan
makalah ini, kami banyak menghadapi rintangan dan hambatan, namun dengan bimbingan serta
bantuan dari berbagai pihak, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Untuk itu pada kesempatan
ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1) Zulfikar Ali Hasan S.ST., M.Kes selaku dosen mata kuliah Flebotomi yang dengan penuh
kesungguhan telah membina, mengarahkan dan membimbing kami dalam penulisan
makalah ini;
2) Semua rekan-rekan Mahasiswa seperjuangan Teknologi Laboratorium Medis Poltekkes
Kemenkes Makassar yang telah memberikan dorongan semangat serta bantuannya.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan karena keterbatasan, kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif untuk kesempurnaan penulisan yang
akan datang. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pada khususnya dan
pembaca pada umumnya.

Makassar, 10 Desember 2021

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... 2


DAFTAR ISI ................................................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................................................................................ 2
D. Manfaat .............................................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................................... 3
A. Proses Terbentuknya Cairan Otak (Liquor Cerebro Spinalis ) ........................................................... 3
B. Pengambilan Cairan Serebrospinal .................................................................................................... 5
a. Pemberian identitas ............................................................................................................................ 6
b. Pengolahan ......................................................................................................................................... 6
C. Pemeriksaan Cairan Otak (Liquor Cerebro Spinalis ) ........................................................................ 8
❖ Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan spesimen cairan otak ........................................ 8
❖ Jenis-jenis pemeriksaan ...................................................................................................................... 8
D. Interprestasi Hasil Pemeriksaan Cairan Otak (Liquor Cerebro Spinalis)...........................................13
E. Sumber Kesalahan ............................................................................................................................15
BAB III .........................................................................................................................................................16
Kesimpulan ...................................................................................................................................................16
Saran .............................................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cairan serebrospinal (cerebrospinal fluid/CSF) adalah cairan yang menggenangi otak dan
akord tulang belakang. Cairan serebrospinal adalah satu dari tiga komponen utama di dalam
tengkorak, dua lainnya adalah pembuluh darah dan otak itu sendiri. CSF diproduksi oleh pleksus
koroid, serangkaian pembuluh darah infolded bahwa proyek ke dalam ventrikel otak, dan itu
diserap ke dalam sistem vena. Jika produksi melebihi penyerapan, tekanan CSF naik, dan hasilnya
adalah hidrosefalus. Ini juga dapat terjadi jika jalur CSF yang terhambat, menyebabkan cairan
menumpuk. CSF diperoleh dalam pungsi lumbal dianalisa untukmendeteksi penyakit.
Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan salah satu proteksi
untuk melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap trauma atau gangguan dari luar. Pada
orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml, volume otak sekitar 1400 ml, volume
cairan serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml) dan darah sekitar 150 ml. 80% dari jaringan otak
terdiri dari cairan, baik ekstra sel maupun intra sel. Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk
sebanyak 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari, sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar
75-150 ml dalam sewaktu. Ini merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi
dan absorpsi.
Untuk mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka cairan
serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari. Perubahan dalam cairan serebrospinal dapat
merupakan proses dasar patologi suatu kelainan klinik. Pemeriksaan cairan serebrospinal sangat
membantu dalam mendiagnosa penyakit-penyakit neurologi. Selain itu juga untuk evaluasi
pengobatan dan perjalanan penyakit, serta menentukan prognosa penyakit. Pemeriksaan cairan
serebrospinal adalah suatu tindakan yang aman, tidak mahal dan cepat untuk menetapkan
diagnosa, mengidentifikasi organism pnyebab serta dapat untuk melakukan test sensitivitas
antibiotika

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses terbentuknya cairan otak ?
2. Bagaimana cara pengambilan cairan serebrospinal?
3. Apa saja yang termaksuk dalam pemeriksaan cairan otak ?
4. Bagaimana interprestasi hasil dari pemeriksaan cairan otak ?
5. Apa saja yang menjadi sumber kesalahan dalam pemeriksaan cairan otak ?

1
C. Tujuan
6. Untuk mengetahui proses terbentuknya cairan otak .
7. Untuk mengetahui cara pengambilan cairan serebrospinal
8. Untuk mengetahui yang termaksuk dalam pemeriksaan cairan otak.
9. Untuk mengetahui interprestasi hasil dari pemeriksaan cairan otak.
10. Untuk mengetahui yang menjadi sumber kesalahan dalam pemeriksaan cairan otak.

D. Manfaat
11. Sehingga dengan mudah dapat mengetahui proses terbentuknya cairan otak.
12. Sehingga dengan mudah dapat mengetahui yang termaksuk dalam pemeriksaan cairan
otak.
13. Sehingga dengan mudah dapat mengetahui interprestasi hasil dari pemeriksaan cairan
otak.
14. Sehingga dengan mudah dapat mengetahui yang menjadi sumber kesalahan dalam
pemeriksaan cairan otak.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Proses Terbentuknya Cairan Otak (Liquor Cerebro Spinalis )


Cairan serebrospinal (CSS) dibentuk terutama oleh pleksus khoroideus, dimana sejumlah
pembuluh darah kapiler dikelilingi oleh epitel kuboid/kolumner yang menutupi stroma di bagian
tengah dan merupakan modifikasi dari sel ependim, yang menonjol ke ventrikel. Pleksus
khoroideus membentuk lobul-lobul danmembentuk seperti daun pakis yang ditutupi oleh mikrovili
dan silia. Tapi sel epitel kuboid berhubungan satu sama lain dengan tigth junction pada sisi aspeks,
dasar sel epitel kuboid terdapat membran basalis dengan ruang stroma diantaranya. Ditengah villus
terdapat endotel yang menjorok ke dalam (kapiler fenestrata). Inilah yang disebut sawar darah
LCS. Gambaran histologis khusus ini mempunyai karakteristik yaitu epitel untuk transport bahan
dengan berat molekul besar dan kapiler fenestrata untuk transport cairan aktif. Pembentukan CSS
melalui 2 tahap, yang pertama terbentuknya ultrafiltrat plasma di luar kapiler oleh karena tekanan
hidrostatik dan kemudian ultrafiltrasi diubah menjadi sekresi pada epitel khoroid melalui proses
metabolik aktif.

Mekanisme sekresi CSS oleh pleksus khoroideus adalah sebagai berikut: Natrium
dipompa/disekresikan secara aktif oleh epitel kuboid pleksus khoroideus sehingga menimbulkan
muatan positif di dalam CSS. Hal ini akan menarik ion-ion bermuatan negatif, terutama clorida ke
dalam CSS. Akibatnya terjadi kelebihan ion di dalam cairan neuron sehingga meningkatkan
tekanan somotik cairan ventrikel sekitar 160 mmHg lebih tinggi dari pada dalam plasma. Kekuatan
osmotik ini menyebabkan sejumlah air dan zat terlarut lain bergerak melalui membran khoroideus
ke dalam CSS. Bikarbonat terbentuk oleh karbonik abhidrase dan ion hidrogen yang dihasilkan
akan mengembalikan pompa Na dengan ion penggantinya yaitu Kalium. Proses ini disebut Na-K
Pump yang terjadi dgnbantuan Na-K-ATP ase, yang berlangsung dalam keseimbangan. Obat yang
menghambat proses ini dapat menghambat produksi CSS. Penetrasi obat-obat dan metabolit lain
tergantung kelarutannya dalam lemak. Ion campuran seperti glukosa, asam amino, amin
danhormon tyroid relatif tidak larut dalam lemak, memasuki CSS secara lambat dengan bantuan
sistim transport membran. Juga insulin dan transferin memerlukan reseptor transport media.
Fasilitas ini (carrier) bersifat stereospesifik, hanya membawa larutan yang mempunyai susunan
spesifik untuk melewati membran kemudian melepaskannya di CSS

Natrium memasuki CSS dengan dua cara, transport aktif dan difusi pasif. Kalium disekresi
ke CSS dgnmekanisme transport aktif, demikian juga keluarnya dari CSS ke jaringan otak.
Perpindahan Cairan, Mg dan Phosfor ke CSS dan jaringan otak juga terjadi terutama dengan
mekanisme transport aktif, dan konsentrasinya dalam CSS tidak tergantung pada konsentrasinya

3
dalam serum. Perbedaan difusi menentukan masuknya protein serum ke dalam CSS dan juga
pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan juga pengeluaran
CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan ruang interseluler, demikian juga
sebaliknya. Hal ini dapat menjelaskan efek cepat penyuntikan intervena cairan hipotonik dan
hipertonik.

Ada 2 kelompok pleksus yang utama menghasilkan CSS: yang pertama dan terbanyak
terletak di dasar tiap ventrikel lateral, yang kedua (lebih sedikit) terdapat di atap ventrikel III dan
IV. Diperkirakan CSS yang dihasilkan oleh ventrikel lateral sekitar 95%. Rata-rata pembentukan
CSS 20 ml/jam. CSS bukan hanya ultrafiltrat dari serum saja tapi pembentukannya dikontrol oleh
proses enzimatik. CSS dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular monroe masuk ke
dalam ventrikel III, selanjutnya melalui aquaductus sylvii masuk ke dlam ventrikel IV. Tiga buah
lubang dalam ventrikel IV yang terdiri dari 2 foramen ventrikel lateral (foramen luschka) yang
berlokasi pada atap resesus lateral ventrikel IV dan foramen ventrikuler medial (foramen magendi)
yang berada dibagian tengah atap ventrikel III memungkinkan CSS keluar dari sistem ventrikel
masuk ke dalam rongga subarakhnoid. CSS mengisi rongga subarakhnoid sekeliling medula
spinalis sampai batas sekitar S2, juga mengisi keliling jaringan otak. Dari daerah medula spinalis
dan dasar otak, CSS mengalir perlahan menuju sisterna basalis, sisterna ambiens, melalui apertura
tentorial dan berakhir dipermukaan atas dan samping serebri dimana sebagian besar CSS akan
diabsorpsi melalui villi arakhnoid (granula Pacchioni) pada dinding sinus sagitalis superior.

Yang mempengaruhi alirannya adalah metabolisme otak, kekuatan hidrodinamik aliran


darah dan perubahan dalam tekanan osmotik darah. CSS akan melewati villi masuk ke dalam aliran
adrah vena dalam sinus. Villi arakhnoid berfungsi sebagai katup yang dapat dilalui CSS dari satu
arah, dimana semua unsur pokok dari cairan CSS akan tetap berada di dalam CSS, suatu proses
yang dikenal sebagai bulk flow. CSS juga diserap di rongga subrakhnoid yang mengelilingi batang
otak dan medula spinalis oleh pembuluh darah yang terdapat pada sarung/selaput saraf kranial dan
spinal. Vena-vena dan kapiler pada piameter mampu memindahkan CSS dengan cara difusi
melalui dindingnya. Perluasan rongga subarakhnoid ke dalam jaringan sistem saraf melalui
perluasaan sekeliling pembuluh darah membawa juga selaput piametr disamping selaput
arakhnoid. Sejumlah kecil cairan berdifusi secara bebas antara cairan ekstraselluler dan css dalam
rongga perivaskuler dan juga sepanjang permukaan ependim dari ventrikel sehingga metabolit
dapat berpindah dari jaringan otak ke dalam rongga subrakhnoid. Pada kedalaman sistem saraf
pusat, lapisan pia dan arakhnoid bergabung sehingga rongga perivaskuler tidak melanjutkan diri
pada tingkatan kapiler.

4
B. Pengambilan Cairan Serebrospinal

Cairan otak biasanya diperoleh dengan melakukan punksi lumbal pada lumbal III dan IV di
cavum subarachnoidale, namun dapat pula pada suboccipital ke dalam cisterna magma atau punksi
ventrikel, yang dapat disesuaikan dengan indikasi klinik. Seorang klinik yang ahli dapat
memperkirakan pengambilan tersebut. Hasil punksi lumbal dimasukkan dalam 3 tabung atau 3
syringe yang berbeda, antara lain :

1. Tabung I berisi 1 mL
Dibuang karena tidak dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan karena mungkin
mengandung darah pada saat penyedotan.
2. Tabung II berisi 7 mL
Digunakan untuk pemeriksaan serologi, bakteriologi dan kimia klinik.
3. Tabung III berisi 2 mL
Digunakan untuk pemeriksaan jumlah sel, Diff.count dan protein kualitatif/kuantitatif.
Tata Cara yaitu :
1. Pasien dalam posisi miring pada salah satu sisi tubuh. Leher fleksi maksimal (lutut di tarik ke
arah dahi )
2. Tentukan daerah pungsi lumbal di antara L4 dan L5 yaitu dengan menentukan garis potong
sumbu kraniospinal ( kolumna verterbralis ) dan garis antara kedua spina ishiadika anterior
superior (SIAS) kiri dan kanan. Pungsi dapat pula di lakukan anatara L4 dan L5 atau antara
L2 dan L3 namun tidak boleh pada bayi.
3. Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius 10 cm dengan larutan
Povidon iodin di ikuti larutan alkohol 70% dan tutup dengan duk steril di mana daerah pungsi
lumbal di biarkan terbuka.
4. Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan yang telah memakai sarung
tangan steril selama 15 – 30 detik yang akan menandai titik pungsi tersebut selama 1 menit.

• Adanya hemolisis pada saat pengambilan/pemisahan serum.


• Spesimen keruh/lipemik, perlu ambil/pemisahan ulang.
• Pemisahan serum yang tidak sempurna, perlu memperhatikan sentrifugasi.
• Volume darah/sampel yang sedikit/tidak memadai, sebaiknya jumlahnya cukup.
• Seringkali spesimen bukan merupakan daerah yang “dicurigai”, misalnya pada
pemeriksaan faeces.
• Tempat pengiriman sampel tidak memenuhi syarat (seadanya).
• Waktu pengiriman sampel.
• Penyimpanan bahan pemeriksaan menyangkut suhu simpan.
• Usahakan menggunakan bahan/spesimen yang segar.

Spesimen yang telah diambil dari pasien hendaklah dilakukan langkah sebagai berikut :
5
a. Pemberian identitas
Pemberian identitas pasien dan atau spesimen merupakan hal yang penting baik
pada saat pengisian surat pengantar/formulir permintaan pemeriksaan, pendaftaran,
pengisian label wadah spesimen. Pada surat pengantar/formulir permintaan pemeriksaan
laboratorium sebaiknya memuat secara lengkap :
1) Tanggal permintaan
2) Tanggal dan jam pengambilan specimen
3) Identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat/ruang) termasuk rekam medik.
4) Identitas pengirim (nama, alamat, nomor telepon)
5) Nomor laboratorium
6) Diagnosis.keterangan klinik.
7) Obat-obatan yang telah diberikan dan lama pemberian.
8) Pemeriksaan laboratorium yang diminta.
9) Jenis specimen
10) Lokasi pengambilan specimen
11) Volume specimen
12) Pengawet yang digunakan
13) Nama pengambil spesimen.

Label wadah spesimen yang akan dikirim atau diambil ke laboratorium harus
memuat :

1) Tanggal pengambilan specimen


2) Nama dan nomor pasien
3) Jenis specimen

b. Pengolahan
Spesimen yang telah diambil dilakukan pengolahan untuk menghindari kerusakan
pada spesimen tersebut.Pengolahan spesimen berbeda-beda tergantung dari jenis
spesimennya masing-masing.
1) Penilaian Spesimen Yang Tidak Memenuhi Syarat
a) Spesimen diterima oleh petugas loket dan sampling.
b) Penilaian spesimen harus dilakukan sesuai dengan jenis pemeriksaan.
c) Penilaian spesimen harus segera dilakukan setelah menerima spesimen.
d) Petugas laboratorium wajib menolak dan mengembalikan spesimen yang tidak
memenuhi syarat pemeriksaan.
e) Spesimen yang ditolak diberitahukan lewat via aiphone ruangan atau yang
mengantar spesimen.
f) Spesimen untuk pemeriksaan PA yang diantar ke laboratorium berupa jaringan
biopsi dan operasi yang telah lebih 1 hari, tidak menggunakan pengawet,
ditempatkan suhu ruang ditolak untuk pemeriksaan rujukan. Catatan :
1. Spesimen yang dinilai apabila spesimen tersebut diambil oleh petugas selain
6
petugas laboratorium dan juga spesimen yang berasal dari rujukan laboratorium
lain.
2. Spesimen yang dirujuk ke laboratorium lain harus memenuhi persyaratan
sebagaimana persyaratan laboratorium rujukan tersebut.
2) Pengiriman specimen (cairan otak)
Spesimen yang akan dikirim ke laboratorium lain, sebaiknya dikirim
dalam bentuk yang reatif stabil. Untuk itu perlu diperhatikan persyaratan pengiriman
spesimen antara lain :
a) an melampaui masa stabilitas spesimen.
b) Tidak terkena sinar matahari langsung
c) Kemasan harus memenuhi syarat keamanan kerja laboratorium
termasuk pemberian label yang bertuliskan “Bahan Pemeriksaan Infeksius” atau
“Bahan Pemeriksaan Berbahaya”.
d) Suhu pengiriman harus memenuhi syarat.

3) Pengolahan dan Penyimpanan specimen


Spesimen yang sudah diambil harus segera dikirim ke laboratorium untuk
diperiksa, karena stabilitas spesimen dapat berubah. Faktor-faktor yang
mempengaruhi stabilitas spesimen antara lain :
a) Terjadi kontaminasi oleh kuman dan bahan kimia.
b) Terjadi metabolisme oleh sel-sel hidup pada spesimen.
c) Terjadi penguapan.
d) Pengaruh suhu.
e) Terkena paparan sinar matahari.

7
C. Pemeriksaan Cairan Otak (Liquor Cerebro Spinalis )
❖ Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan spesimen cairan otak
1. Jangan menunda-nunda pemeriksaan cairan otak. Barbagai selk dan tripanosoma cepat lisis
pada sampel cairan otak. Glukosa juga cepat rusak, kecuali kalau dengan fluorida-oksalat.
2. Bekerjalah dengan hati-hati dan hemat. Spesimen yang dapat diambil untuk pemeriksaan
cairan otak atau Liquor cerebro spinalis sering kali hanya sedikit karena pengambilannya
sulit..
3. Liquor cerebro spinalis mengandung organisme virulen. Pakailah pipet dengan sumbat
kapas yang tak menyerap cairan, atau pakailah penghisap karet untuk menarik cairen dalam
pipet
❖ Jenis-jenis pemeriksaan
1. Pemeriksaan Makroskopik
a. Pemeriksaan tentang kekeruhan
Untuk melihat adanya kekeruhan maka cairan oatak dibandingkan dengan yang berisi
aquadest, dalam keadaan normal cairan otak jernih. Keadaan patologis dapat terjadi
sebagai berikut:
1) Opalescent : seperti kabut halus, gris hitam pada dasar tabung masih dapat
dilihat.
2) Keruh : garis hitam pada dasar tabung tidak tampak lagi [ada keadaan ini
jumlah sel umumnya lebih besar 500 sel/mm3
Keadaan ini bisa disbabkan oleh perdarahan, sel-sel radang, dan kuman, leukositosis
tidak selalu disertai kekeruhan misalnya pada meningitis tuberculosa, meningitis
syphili catabes dorsalis dan polio myelitis pada keadaan ini cairan otak masih jernih.

b. Pemeriksaan tentang pH
Cairan otak dalam keadaan normal pH bereaksi sedikit alkalis

c. Pemeriksaan tentang Berat Jenis


Dalam keadaan normal Berat Jenis cairan otak sekitar 1.003-1.008

d. Pemeriksaan tentang warna


Dalam keadaan normal cairan otak tidak berwarna, dalam keadaan patologis cairan
otak berwarna :
1) Kekuning-kuningan
Warna ini dapat disebaakan derivat hemoglobin dari perdarahan yang telah
lama terjadi ( minimum 6 jam maximum 1-1,5 minggu), brasal dari bilirubin
darah bila intensitas ikterus hebat. Cairan otak xanthocrome karena kadar
protein yang sangat tinggi atau pendarahan dapat membeku.

8
2) Merah
Warna merah disebakan oleh karena:
• Pendarahan artifisialyang merupakan komplikasi dari punksi
• Pendarahan sub arachnoidal
3) Coklat
Warna coklat disebabkan perdarahan yang lama disertai dengan adanya
hemolisis , maka LC akan berwarna coklat.
4) Keabu-abuan
Warna keabu-abuan ini disebabkan oleh adanya leukosit dalam jumlah
besar
e. Pemeriksaan tentang pellicle ( bekuan halus)
Pada cairan otak yang normal pellicle / bekuan halus dapat diperlihatkan. Bila
cairan otak dibiarkan pada suhu kamar pada 24 jam. Pada meningitis purulenta,
pellicle akan cepat terbentuk besar dan kasar dalam waktu beberapa menit sampai 1
menit sampai 1 jam.

Pemeriksaan mikroskopik
2.
Pemeriksaan mikroskopi diarahkan kepada jumlah dan jenis sel dalam cairan otak dan
kepada adanya bakteri serta jenis secara bakterioskopik.
a. Menghitung jumlah sel
Pemeriksaan ini di lakukan sebaik-baiknya setengah jam setelah mendapat liquor
karna leukosit sangat cepat rusak. Selain itu penyebaran sel dalam cairan itu cepat
menjadi serbaneka (teristimewa dalam cairan keruh) dan tidak dapat lagi di jadikan
homogen dengan mengocok.
Tabung ketigalah yang baik dipakai untuk menghitung jumlah sel karena
merupakan sampel yang paling murni. Jika terdapat darah dalam cairan otak,
penetapan jumlah sel (leukosit ) tidak mungkin teliti lagi dan banyak orang menggap
usaha itu tanpa arti. Dalam keadaan normal di dapat 0-5 sel/µl cairan otak, karenaitu
dipakai pengenceran dan kamar hitung yang berlainai dari pada cara menghitung
leukosit dalam darah.
Kamar hitung yang sering dan sebaiknya dipakai ialah menurut fuchs-Rosenthal,
tinggi kamar hitung itu 0,2 mm dan luasnya 16 mm2 . Larutan pengencer ialah larutan
turk pekat : methylviolet (gentianviolet) 200 mg, asam asetat glacial 4 ml, aquadest
100 ml. Saring sebelum dipakai.
Cara kerja :
1) Kocoklah dulu cairan otak yang akan di periksa.
2) Isaplah lebih dulu larutan turk pekat sampai garis tanda 1 dalam pipet
leukosit.
3) Kemudian isap lah cairan otak sampai garis 11

9
4) Kocoklah pipat benar-benar, buanglah 3 tetes dari pipet dan kemidian isilah
kamar hitung fuchs-rosenthal dan biarkan kamar hitung itu mendatar selama
5 menit.
5) Hitunglah semua sel yang dilihat dalam seluruh bidang yang dibagi dengan
memakai lensa objektif 10 x.
b. Menghitung jenis sel
Meskipun dalam cairan otak ada lebih dari dua jenis sel, namun dalam praktek
sehari –hari hanya dibuat perbedaan antar sel yang berinti (hanya limfosit) dan
polinuklear (segmen).
Cara kerja :
1) Cairan yang jernih atau yang agak keruh saja, harus dipusing terlebih dahulu
dengan kecepatan sedang, umpamanya 1500-2000 rpm selama 10 menit.
2) Cairan yang dibuat dan sedimen dipakai untuk membuat sediaan apus yang
dibiarkan kering pada hawa udara. Jangan memakai panas untuk merekat
sediaan it.
3) Buanglah hitung jenis sel.
c. Bakterioskopi
Diantara kuman yang paling sering didapat dalam getah otak ialah M. Tuberculosis,
meningococci, pneumococci, streptococci dan H. Influenzae.
Dengan mengadakan pemeriksaan bakterioskopi, sering sudah dapat diperoleh
petunjuk ke arah etiologi radang ; sebaiknya disamping itu diusahakan biakan dan
percobaan hewan pula. Yang diperlukan untuk bakterioskopi ialah pulasan menurut
gram dan menurut ziehl-neelsen atau kinyoun, pulasan itu dikerjakan dengan
memakai sedimen sebagai bahan pemeriksaan.
Pulasan terhadap batang tahan asam baik sekali dilakukan dengan bekuan halus
atau dengan selaput permukaan. Tidak terdapatnya batang tahan asam dalam bahan
itu tidak mengesampingkan kemungkinan meningitis tuberculosa.
3. Pemeriksaan Kimia
Diantara banyak macam pemeriksaan kimia yang dapat dilakukan atas cairan otak,
ada beberapa macam yang sering dikehendaki, yaitu pemeriksaan terhadap kadar protein
,glukosa dan cholorida. Selain itu,meskipun bukan bersifat penetapan kimia sebenar-
benarnya sering dikendaki juga test-test koloid.
a. Protein
Pemeriksaan terhadat protein dalam cairan otak ialah yang paling penting diantara
pemeriksaan kimia. Usaha mengetahui jumlahnya dapat dilakukan secara kualitatif
dan kuantitatif. Jiak ada darah dalam cairan otak, hasil pemeriksaan ini ( dengan cara
maupun juga ) tidak ada artinya lagi.
1) Test busa
Percobaan ini merupakan test kasar terhadap kadar protein yang sangat
meningkat. Kalau cairan otak normal dikocok kuat-kuat, maka busa yang
terjadi hanya sedikit saja dan menghilang setelah ditenangkan selama 1-2
menit. Kalau kadar protein sangat meninggi, lebih banyak busa terbentuk dan

10
busa itu juga belum lenyap selama 5 menit. Test ini hanya memberi kesan
saja tentang kadar protein dalam cairan otak.

2) Test Pandy
Reagens pandy, yaitu larutan jenuh fenol dalam air ( penolum liquefactum
10 ml : aqua dest 90 ml; simpan beberapa hari dalam lemari peneram 37
dengan sering dikocok-kocok) bereaksi dengan globulin dan dengan albumin.
Cara kerja:
• Sediakanlah 1 ml reagens pandy dalam tabung serologi yang kecil
bergaris tengah 7 mm.
• Tambahkan 1 tetes cairan otak tanpa sedimen.
• Segeralah baca hasil tes itu dengan melihat kepada derajat kekeruhan
yang terjadi.
Test pandy ini mudah dapat dilakukan pada waktu melakukan fungsi dan
memang sering dijalakan demikian sebagai bedside test. Itulah sebabnya
maka test Pandy masih juga dipertahankan dalam penuntun ini, meskipun
pada waktu ini dikenal test-test terhadap protein yang lebih spesifik dan lebih
bermanfaat bagi klinik.
Dalam keadaan normal tidak akan terjadi kekeruhan atau kekeruhan yang
sangat ringan berupa kabut halus. Semakin tinggi kadar protein, semakin
keruh hasil reaksi ini yang selalu harus segera dinilai setalah pencampuran
liquor dengan reagens. Tak ada kekeruhan atau kekeruhan yang sangat halus
berupa kabut menandakan hasil reaksi yang negatif. Kekeruhan yang lebih
berat berarti test Pandy ini menjadi lebih positif.
3) Test Nonne
Percobaan ini yang juga dikenal seperti test Nonne-Apelt atau test Ross-
Jones, memggunakan larutan jenuh amoniumsulfat sebagai reagens. (
amonium sulfat 80 g: aquadest 100 ml; saring sebelum memakainya ). Test
seperti dilakukan dibawah ini terutama menguji kadar globulin dalam cairan
otak.
Cara kerja :
• Taruhlah ½ -1 ml reagens Nonne dalam tabung kecil yang bergaris
kira-kira 7 mm.
• Dengan berhati-hati masukan sama banyak cairan otak kedalam
tabung itu, sehinggga kedua macam cairan tinggi terpisah menyusun
dua lapisan.
• Tengakanlah selama 3 menit, kemudian selidiki perbatasan kedua
cairan tersebut.

11
Seperti juga test Pandy, test Nonne sering dilkukan seperti badside test pada
waktu mengambil cairan otak dengan pungsi. Sebenarnya test Nonne ini
sudah usang, dalam laboratorium klinik modern ia sudah kehilangan
tempatnya. Dalam keadaan normal hasil test ini negatif, artinya: tidak terjadi
kekeruhan pada perbatasan. Semakin tinggi kadar globulin semakin tebal
cincin keruh yang terjadi. Laporkan hasil test ini sebagai negatif atau positif
saja.
Test Nonne memakai lebih banyak bahan dari test Pandy, tetapi lebih
bermakna dari test Pandy karena dalam keadaan normal test ini berhasil
negatif: sama sekali tidak ada kekeruhan pada batas cairan.
4) Penetapan Protein Kountitatif
Kadar protein dapat di ukur secara kuantitatif dengan bermacam-macam
cara yang menggunakan dasar fotokolorimeter atau turbidimeter. Cara
fotokolorimeter mengukur absorbansi larutan setelah membuat warna dengan
reaksi biuret atau mengukur warna hasil reaksi warna dengan tirosin atau
triptofan. Pada turbidimeter diukur kekeruhan yang timbul akibat reaksi
antara protein sulfosalisilat atau reagens lain yang mengendapkannya.
Cara-cara kuantitatif ini mudah dijalankan dan jauh lebih bermakna dari
pada hanya melakukan test Pandy atau Nonne saja. Kalau cairan otak
tercampur darah hasil penetapan inipun akan menjadi tanpa arti. Batas-batas
normal kadar protein dipengaruhi oleh tempat mengabil cairan otak; semakin
kranial, semakin kurang kadian lubar protein. Kadar protein dalam cairan otak
dalam ventriculi; 55-15 mg/dl; dalam cisterna magna 10-25 mg/dl dan dari
bagian lumbal 15-40 mg/dl.
Dalam keadaan normal terutama albumin yang ada dalam cairan otak, pada
keadaan patologik globulin-globulin juga akan muncul beserta fibrinogen.
Laboratorium klinik modern selayaknya dapat memisah-misahkan fraksi-
fraksi itu dengan elektroforesis dan dengan imunoelektroforesis. Untuk
melakukan elektroforesis dan dengan memakai cellulose acetat sebagai media
pendukung, perlu terlebih dahulu melakukan pemekatan dari protein-protein
dengan cara dianalisis. Dalam cairan otak normal didapat fraksi-fraksi protein
sbb: prealbumin 4,6 1,3%, albumin 49,5 ; alfa-1-globulin 6,7 2,1%; alfa-2-
globulin 8,3 2,1%; beta-globulin 8,2 2,7 %. Perubahan dalam konsentrasi
fraksi-fraksi protein dapat dihubungkan dengan kelainan neurologis tertentu.
Pada banyak keadaan abnormal kadar protein total mengikat kadar protein
yang sangat tinggi ( 200- 1000 mg/dl) didapat pada meningitis purulate, pada
perdarahan subarachnoidal dan jika ada satu penyumbatan (block). Hampir
semua macam penyakit organik pada susunan saraf pusat disertai
meningginya kadar protein : dearajat meningkatnya sesuai dengan breatnya
lesi. Kombinasi kadar protein tinggi, xanthochromi dan pleiositosis
limpositik dikenal dengan nama sindroma froin.

12
b. Glukosa
Penetapan glukosa harus dikerjakan dengan cair otak segar karena sel-sel dan
mikroorganismus akan mengurangi jumlhnya. Penetapan biasanya mengunakan 0,1
ml cairan, tetapi ada juga yang memakai lebih banyak tergantung cara penetapan.
Normal 50-80 mg/dl glukosa atau kira-kira setengah dari kadar dalam plasma.
Kadar glukosa dalamm liquor sangat dipengaruhi oleh kadar glukosa dalam plasma,
maka itu sebainya setelah melakukan penetapan kadar glukosa darah disamping
kadar dalam liquor untuk dapat menafsirkan hasil penetapan. Pada hipoglikemia
kadar glukoisa merendah dan pada hiperglikemia meningkat.
Indikasi terutama pada penetapan glukosa dalam cairan otak ialah persangkaan
meningitis. Pada meningitis kadar bakterial menurun. Kadar yang normal yang
mendampingi pleisitosis mengarah kepada peradangan nonbakterial. Juga pada
meningitis purulenta kadar glukosa turun, mungkin hingga menjadi nol. Kadar
glukosa biasanya tidak berubah pada encephalitis, tumor otak dan neurosyphilis.
Pemakaian cairan celup seperti diterangkan pada bab uirinalisis untuk penetapan
kadar glukosa dalam cairan otak tidak dianjurkan.
c. Chlorida
Seperti juga kadar glukosa, kadar chorida dalam cairan otak turut naik turun dengan
kadar chorida dalam plasma darah, maka dari itu penetapan chorida serum disamping
chorida liquor membawa manfaatnya. Dalam keadaan normal terdapat 720-750 mg
chorida per dl ( disebut sebagai NaCL ) dalam cairan otak. Bandingkanlah nilai
normal dalam plasma darah : 550-620 mg/dl sebagai NaCL. Penetapan kadar chlorida
berguana dala diagnosa meningitis : pada meningitis acuta kadar itu akan merendah
hingga kurang dari 680 mg/dl.
Pada meningitis cubertulosa didapat penyusutan yang sangat besar, biasanya
sampai kurang dari 600 mg/dl. Peradangan setempat, peradangan non-bakterial,
tumor otak, encephalitis dan neurosyphilis tidak disertai perubahan dalam kadar
chlorida. Pendapat: cairan otak jernih dengan tekanan meninggi, pleiositosis, kadar
protein meninggi, kadar glukosa dan chlorida kedua-duanya merendah merngarahkan
persangkaan kepada meningitis tuberculosa.

D. Interprestasi Hasil Pemeriksaan Cairan Otak (Liquor Cerebro Spinalis)


1. Ensefalitis
Tekanan : Meningkat
Protein : Agak meningkat
Gambaran Makroskopis : Jernih
Glukosa : Normal
Sel : Limfosit atau normal
Pewarnaan Gram : Negatif
Pewarnaan tahan asam : Negatif
Kultur bakteri : Negatif
Kultur mikrobakteri : Negatif
Kultur virus : pada 30% atau kurang
Klorida : Normal

13
2. Meningitis bakterialis
Tekanan : Meningkat
Protein : Tinggi
Gambaran Makroskopis : Keruh
Glukosa : Sangat rendah
Sel : Neutrofil
Pewarnaan Gram : Positif pada 90%
Pewarnaan tahan asam : Negatif
Kultur bakteri : Positif pada 90%
Kultur mikrobakteri : Negatif
Kultur virus : Negatif
Klorida : Rendah

3. Meningitis virus
Tekanan : Meningkat
Protein : Agak menigkat
Gambaran Makroskopis : Jernih
Glukosa : Normal
Sel : Limfosit
Pewarnaan Gram : Negatif
Pewarnaan tahan asam : Negatif
Kultur bakteri : Negatif
Kultur mikrobakteri : Negatif
Kultur virus : Positif pada 70 %
Klorida : Normal

4. Meningitis TB
Tekanan : Meningkat
Protein : Sangat tinggi
Gambaran Makroskopis : Jernih
Glukosa : Rendah
Sel : Pleositosis
Pewarnaan Gram : Negatif
Pewarnaan tahan asam : Jarang positif
Kultur bakteri : Negatif
Kultur mikrobakteri : Positif
Kultur virus : Negatif
Klorida : Sangat rendah

5. Abses otak
Tekanan : Dapat sangat tinggi
Protein : Meningkat
Gambaran Makroskopis : Jernih

14
Glukosa : Normal
Sel : Pleositosis
Pewarnaan Gram : Kadang-kadang positif
Pewarnaan tahan asam : Negatif
Kultur bakteri : Kadang-kadang positif
Kultur mikrobakteri : Negatif
Kultur virus : Negatif
Klorida : Normal / rendah

6. Uji pandy (pemeriksaan protein)


Negatif : Tidak ada kekeruhan (15-45mg%
[+] 1 : Terjadi opalescent (50-100mg%)
[+] 2 : Cairan keruh (100-300mg%)
[+] 3 : Keruh (300-500mg%)
[+] 4 : Keruh seperti susu (>500mg%)

7. Uji none (pemeriksaan protein)


Negatif : Tidak terbentuk cincin diantara 2 lapisan
Positif : Terbentuk cincin diantara 2 lapisan

8. Test busa (pemeriksaan protein)


Normal : hilang dala 1-2 menit
Abnormal : hilang > 5 menit

E. Sumber Kesalahan
1. Wadah sampel yang tidak steril menyebabkan sampel terkontaminasi oleh kuman-
kuman sehingga memberikan hasil positif palsu.
2. Penundandaan pemeriksaan sampel tanpa ad perlakuan tertentu menyebakan
berbagai sel cepat lisis, glukosa cepat rusak sehingga memberikan hasil negatif
palsu.
3. Penyimpanan sampel di dalam lemari es yang menyebabkan bakteri yang tidak
tahan pada suhu redah, sehingga memerikan hasil negatif palsu.
4. cairan serebrospinal yang purulen, dalam waktu 24 jam setelah pemberian
antibiotik seringkali sudah tidak mengandung bakteri penyebab, misalkan
Haemophilus influenzae, sehingga ,e,berikan hasil yang negatif palsu.
5. Cedera pembulu darah yang diakibat karena tindakan lumbal fungsi menyebabkan
terdapatnya darah pada sampel sehingga memberikan hasil pemeriksaan yang
positif palsu.

15
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Cairan serebrospinal (CSS) dibentuk terutama oleh pleksus khoroideus, dimana sejumlah pembuluh
darah kapiler dikelilingi oleh epitel kuboid/kolumner yang menutupi stroma di bagian tengah dan
merupakan modifikasi dari sel ependim, yang menonjol ke ventrikel. Pembentukan CSS melalui 2
tahap, yang pertama terbentuknya ultrafiltrat plasma di luar kapiler oleh karena tekanan hidrostatik
dan kemudian ultrafiltrasi diubah menjadi sekresi pada epitel khoroid melalui proses metabolik aktif.

Pemeriksaan cairan otak dibagi atas tiga bagian yaitu makroskopik, mikroskopik, dan kimia.
Pemeriksaan maksorkopik cairan otak yang dibahas yaitu kekeruhan, warna berat jenis, ph, dan bekuan
halus. Pemeriksaan mikroskopi diarahkan kepada jumlah dan jenis sel dalam cairan otak dan kepada
adanya bakteri serta jenis secara bakterioskopik. Dan pemeriksaan kimia meliputi pemeriksaan
protein, glukosa dan chlorida.

Saran
Sebagai tenaga kerja yang bekerja sebagai analis kesehatan disarankan untuk memahami tentang
pemeriksaan cairan otak, proses terbentuknya, serta sumber kesalahan hasil pemeriksaan, karena
dengan memahami hal ini kita mampu menegakkan diagnosa dengan tepat.

16
DAFTAR PUSTAKA
Gandasoebrata, R.1968.”Penuntun Laboratorium Klinik’’. Jakarta: Dian Rakyat Agung.
Mahode ,Albertus .2011. ‘’ Pedoman Teknik Dasar Untuk Laboratorium Kesehatan “. Jakarta
: EGC.

17

Anda mungkin juga menyukai