Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN STROKE HEMORRAGI SDH

Dosen pengampu : INA MARTIANA, S.Kep.,Ns., M.Kep

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4

Fatimah Yusroniyah (19010054)

Grasela Silvia Wardani (19010063)

Iit sri anita (19010067)

Indrilia ayu lestari (19010072)

Khoiril Imamah (19010076)

Mochamad maknun nurqolbi (19010092)

Moh Rizal Mindyansyah (19010097)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DR. SOEBANDI JEMBER

Jl. Dr. Soebandi No.99, Cangkring, Patrang Jember Kabupaten Jember


Jawa Timur 68111
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat allah swt atas segala limpahan rahmat , serta
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas KMB mengenai askep
pada pasien stroke hemorarrgi SDH . tugas ini ditujukan untuk memnuhi salah
satu tugas KMB
Kami menyadari bahwa di dalam pembuatan tugas ini berkat bantuan dan
tuntunan Tuhan Yang Maha Esa , dan tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak
untuk itu di dalam kesempatan ini kami menghaturkan rasa hormat dan terima
kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam
pembuatan askep ini , khususnya dosen pembimbing mata kuliah KMB.
Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan Askep ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun penulisannya . namun demikian kami telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang di miliki sehingga
dapat selesai dengan baik . dan oleh karenanya kami dengan rendah hati dan
dengan tangan terbuka menerima masukan , saran dan usul guna
penyempurnaan Askep ini .

Jember
, 19 Febuari 2021

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................1

BAB I (Pendahuluan)................................................................................3

1.1 Latar belakang.....................................................................................3

1.2 Rumusan masalah................................................................................3

1.2 Tujuan ..........................................................................................3

BAB II (Tinjauan Teori).........................................................................4

2.1 Pengertian ..........................................................................................4

2.2 Patofisiologi.........................................................................................4

2.3 Pathway ..........................................................................................6

2.4 Manifestasi klinis ...............................................................................6

2.5 Penatalaksanaan ..................................................................................7

BAB III (Pembahasan)..............................................................................9

3.1 Uraian masalah....................................................................................9

3.1.1 Pengkajian.................................................................................... 9

3.2 analisa data ..........................................................................................12

3.3 Diagnosa keperawatan ........................................................................14

3.4 Rencana keperawatan..........................................................................14

3.5 Implementasi.......................................................................................16

3.6 Evaluasi ..........................................................................................17

BAB IV (Penutup)....................................................................................18

4.1 Saran ..........................................................................................18


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Subdural Hematoma adalah perdarahan yang terjadi antara duramater dan


araknoid, biasanya sering di daerah frontal, pariental dan temporal. Pada subdural
hematoma yang seringkali mengalami pendarahan ialah “bridging vein”, karena
tarikan ketika terjadi pergeseran rotatorik pada otak. Perdarahan subdural paling
sering terjadi 4 pada permukaan lateral dan atas hemisferium dan sebagian di
daerah temporal, sesuai dengan distribusi “bridging vein”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengkajian keperawatan pada klien yang mengalami Stroke
Hemorragi SDH ?
2. Bagaimana diagnosa keperawatan yang muncul sesuai dengan Stroke
Hemorragi SDH ?
3. Bagaimana rencana tindakan keperawatan serta luaran keperawatan sesuai
dengan N3 ?
4. Bagaimana mengaplikasikan tindakan keperawatan pada klien dengan
Stroke Hemorragi SDH ?
5. Bagaimana evaluasi tidakan keperawatan pada klien dengan Stroke
Hemorragi SDH ?
6. Bagaimana dokumentasi pada klien dengan Stroke Hemorragi SDH ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengaplikasikan Asuhan Keperawatan sesuai dengan 3N yaitu (Nanda,
Nic dan Noc ) pada klien dengan Stroke Hemorragi SDH
1.3.2 Tujuan khusus
1. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Stroke Hemorragi
SDH
2. Menyusun analisa data dan menetapkan diagnosa keperawatan pada klien
dengan Stroke Hemorragi SDH
3. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada klien dengan Stroke
Hemorragi SDH
4. Mengaplikasikan tindakan keperawatan pada klien dengan Stroke
Hemorragi SDH
5. Melakukan evaluasi pada klien dengan Stroke Hemorragi SDH
6. Melakukan dokumentasi pada klien dengan Stroke Hemorragi SDH
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Stroke hemoragik adalah perdarahan akibat pecahnya pembuluh darah
pada area tertentu di dalam otak. Kondisi ini menyebabkan aliran darah di bagian
tersebut berkurang. Tanpa pasokan oksigen yang dibawa oleh darah, sel otak
dapat cepat mati sehingga fungsi otak pun terganggu.
Subdural hematoma, sering juga disebut perdarahan otak subdural, adalah
kondisi perdarahan yang terjadi di antara dua lapisan otak, yaitu lapisan
arachnoidal dan lapisan dura (meningeal).
Perdarahn tersebut menyebabkan munculnya kumpulan darah yang disebut
dengan hematoma. Jika volume darahnya sangat besar, atau kejadiannya akut
(tiba-tiba dan langsung), hal ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan dalam
otak. Tekanan tinggi di dalam otak bisa menyebabkan kerusakan jaringan otak
dan membahayakan nyawa jika tidak cepat ditangani.
Hematoma subdural biasanya terjadi karena cedera kepala, baik dari
kontak fisik olahraga, kecelakaan bermotor, maupun terjatuh. Hantaman atau
benturan yang cukup kuat mengenai kepala dapat membuat otak bergetar dan
terbentur dinding tengkorak, sehingga terjadilah perdarahan dalam.
2.2 Patofisiologi
Pada perlukaan kepala, dapat terjadi perdarahan ke dalam ruang
subaraknoid, kedalam rongga subdural (hemoragik subdural) antara dura bagian
luar dan tengkorak (hemoragik ekstradural) atau ke dalam substansi otak sendiri.
Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang
arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi buka fraktur tulang
tengkorak di daerah yang bersangkutan. Hematom pun dapat terjadi di daerah
frontal dan oksipital.
Putusnya vena-vena penghubung antara permukaan otak dan sinus dural
adalah penyebab perdarahan subdural yang paling sering terjadi. Perdarahan ini
seringkali terjadi sebagai akibat dari trauma yang relatif kecil, dan mungkin
terdapat sedikit darah di dalam rongga subaraknoid. Anak-anak (karena anak-anak
memiliki vena-vena yang halus ) dan orang dewasa dengan atropi otak (karena
memiliki vena-vena penghubung yang lebih panjang ) memiliki resiko yang lebih
besar. Perdarahan subdural paling sering terjadi pada permukaan lateral dan atas
hemisferium dan sebagian di daerah temporal, sesuai dengan distribusi “bridging
veins” . Karena perdarahan subdural sering disebabkan oleh perdarahan vena,
maka darah yang terkumpul hanya 100-200 cc saja.
Perdarahan vena biasanya berhenti karena tamponade hematom sendiri.
Setelah 5-7 hari hematom mulai mengadakan reorganisasi yang akan terselesaikan
dalam 10-20 hari. Darah yang diserap meninggalkan jaringan yang kaya
pembuluh darah. Disitu timbul lagi perdarahan kecil, yang menimbulkan
hiperosmolalitas hematom subdural dan dengan demikian bisa terulang lagi
timbulnya perdarahan kecil dan pembentukan kantong subdural yang penuh
dengan cairan dan sisa darah (higroma). Kondisi- kondisi abnormal biasanya
berkembang dengan satu dari tiga mekanisme.
Terdapat 2 teori yang menjelaskan terjadinya perdarahan subdural kronik,
yaitu teori dari Gardner yang mengatakan bahwa sebagian dari bekuan darah akan
mencair sehingga akan meningkatkan kandungan protein yang terdapat di dalam
kapsul dari subdural hematoma dan akan menyebabkan peningkatan tekanan
onkotik didalam kapsul subdural hematoma. Karena tekanan onkotik yang
meningkat inilah yang mengakibatkan pembesaran dari perdarahan tersebut.
Tetapi ternyata ada kontroversial dari teori Gardner ini, yaitu ternyata dari
penelitian didapatkan bahwa tekanan onkotik di dalam subdural kronik ternyata
hasilnya normal yang mengikuti hancurnya sel darah merah.
Teori yang ke dua mengatakan bahwa, perdarahan berulang yang dapat
mengakibatkan terjadinya perdarahan subdural kronik, faktor angiogenesis juga
ditemukan dapat meningkatkan terjadinya perdarahan subdural kronik, karena
turut memberi bantuan dalam pembentukan peningkatan vaskularisasi di luar
membran atau kapsul dari subdural hematoma. Level dari koagulasi, level
abnormalitas enzim fibrinolitik dan peningkatan aktivitas dari fibrinolitik dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan subdural kronik.
2.3 Pathway

2.4 Manifestasi klinis


Gejala yang timbul pada subdural :
1. Subdural Hematoma Akut
a. Gejala yang timbul segera hingga berjam-jam setelah trauma sampai
dengan hari ke tiga
b. Biasanya terjadi pada cedera kepala yang cukup berat yang dapat
mengakibatkan perburukan lebih lanjut pada pasien yang biasanya sudah
terganggu kesadaran dan tanda vitalnya
c. Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnya tetapi melebar luar
d. Secara klinis subdural hematom akut ditandai dengan penurunan
kesadaran, disertai adanya lateralisasi yang paling sering berupa
hemiparese/plegi
e. pada pemeriksaan radiologis (CT Scan) didapatkan gambaran hiperdens
yang berupa bulan sabit
2. Subdural Hematoma Subakut
a. Berkembang dalam beberapa hari biasanya sekitar hari ke 3 – minggu ke 3
sesudah trauma
b. Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsula di
sekitarnya
c. adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya
diikuti perbaikan status neurologik yang perlahan-lahan.
d. Namun jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda
statusneurologik yang memburuk.
e. Tingkat kesadaran mulai menurun perlahan-lahan dalam beberapa jam.
f. Dengan meningkatnya tekanan intrakranial seiring pembesaran hematoma,
penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak memberikan
respon terhadap rangsangan bicara maupun nyeri.
3. Subdural Hematoma Kronis
a. Biasanya terjadi setelah minggu ketiga
b. SDH kronis biasanya terjadi pada orang tua
c. Trauma yang menyebabkan perdarahan yang akan membentuk kapsul, saat
tersebut gejala yang terasa Cuma pusing.
d. Kapsul yang terbentuk terdiri dari lemak dan protein yang mudah
menyerap cairan dan mempunyai sifat mudah ruptur.
e. Karena penimbunan cairan tersebut kapsul terus membesar dan mudah
ruptur, jika volumenya besar langsung menyebabkan lesi desak ruang. Jika
volume kecil akan menyebabkan kapsul terbentuk lagi >> menimbun
cairan >> ruptur lagi >> re-bleeding. Begitu seterusnya sampai suatu saat
pasien datang dengan penurunan kesadaran tiba-tiba atau hanya pelo atau
lumpuh tiba-tiba.
2.5 Penatalaksanaan
Dalam menentukan terapi apa yang akan digunakan pada pasien SDH, tentu
kita harus memperhatikan antara kondisi klinis dengan radiologinya. Dalam masa
mempersiapkan operasi, perhatian hendaknya ditujukan kepada pengobatan
dengan medika mentosa untuk menurunkan peningkatan tekanan intracranial.
Seperti pemberian mannitol 0,25 gr/kgBBatau furosemide 10 mg intavena,
dihiperventilasikan. Tindakan operatif baik pada kasus akut maupun kronik,
apabila diketemukan ada gejala-gejala yang progresif maka jelas diperlukan
tindakan operasi untuk melakukan pengeluaran hematom. Tetapi seblum diambil
kepetusan untuk tindakan operasi yang harus kita perhatikan adalah airway,
breathing, dan circulation.
Kriteria penderita SDH dilakukan operasi adalah:
1. Pasien SDH tanpa melihat GCS, dengan ketebalan >10 mm atau
pergeseran midline shift >5 mm pada CT-Scan
2. Semua pasien SDH dengan GCS <9 harus dilakukan monitoring TIK
3. Pasien SDH dengan GCS <9, dengan ketebalan perdarahan <10 mm dan
pergerakan struktur midline shift. Jika mengalami penurunan GCS >2 poin
antara saat kejadian sampai saat masuk rumah sakit.
4. Pasien SDH dengan GCS<9, dan atau didapatkan pupil dilatasi
asimetris/fixed
5. Pasien SDH dengan GCS < 9, dan /atau TIK >20 mmhg
Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah burr hole craniotomy.
Tindakan yang paling banyak diterima karena minimal komplikasi. Trepanasi atau
burr holes dimaksudkan untuk mengevakuasi SDH secara cepat dan local anastesi
Kraniotomi dan membranektomi merupakan tindakan prosedur bedah yang infasih
dengan tingkat komplikasi yang lebih tinggi.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Uraian Kasus :

Ny. R 76 tahun, ibu rumah tangga masuk ke Rumah sakit dengan diagnosa
hemiparase kiri e.c stroke infark. Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak
masuk rumah sakit, klien mengalami kelemahan otot gerak sebelah kiri. Pasien
ditemukan pingsan pukul 04.00, 3 jam sebelum MRS. Tidak ada kejang, tidak ada
mual muntah. Pasien memiliki riwayat Hipertensi. Setelah dilakukan pemeriksaan
didapatkan GCS E2V1M4, TD 160/110 mmHg, Nadi 98x/menit, RR 28x/menit,
Suhu 36 derajat celcius. Ronki +, bunyi jantung s1 s2 normal, CRT<2 detik.
Pasien terpasang NGT. BAB dan BAK normal. Hasil CT-Scan yaitu tampak lesi
hiperdens dengan edema perifokal, ventrikel lateralis kiri lebih sempit
dibandingkan kanan. Kesan : Intrasebral hemoragi. Terapi : Amlodipin 1 x 10 mg,
CPG 1x1, IVFD Asering 20 tpm, Ranitidin 3x1, citicolin 2x1, piracetam 2x1.

ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.2 Pengkajian
1. IDENTITAS
a. Nama : Ny. R
b. Tanggal/jam MRS : -/07:00 WIB
c. Ruang :-
d. No. Register : 000xxxx
e. Diagnosa Medis : hemiparase kiri e.c stroke infark
f. Tgl/jam pengkajian : -/07.00 WIB
g. Usia : 67 tahun
h. Jenis Kelamin : Perempuan
i. Agama : islam
j. Suku/Bangsa : jawa
k. Bahasa : Indonesia
l. Status : menikah
m. Pendidikan : SLTA/sederajat
n. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga (IRT)
o. Alamat : patrang jember
2. GENOGRAM
(Tidak mencantumkan genogram dikarenakan tidak tercantum dalam kasus)
3. RIWAYAT KESEHATAN SEBELUMNYA
-
4. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
a. Ny. R mengalami penurunan kesadaran sejak masuk rumah sakit dan
mengalami kelemahan otot gerak sebelah kiri.
b. Ny. R ditemukan pinsan pukul 04.00, 3 jam sebelum MRS.
c. Ny. R tidak ada kejang, tidak ada mual muntah

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Data yang didapat
TTV TD : 160/110 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Pernafasan : 28x/menit
Suhu : 36ᶱC
Kepala Inspeksi :
Bentuk kepal: Simetris
Kebersihan : Bersih, tidak ada ketombe dan kotoran.
Warna rambut : Putih beruban.
Kulit kepala : Bersih, Tidak terdapat lesi.
Mata Inspeksi :
Konjungtiva : Normal/tidak anemis dan tidak pucat
Sklera : Putih, bersih
Pupil : Isokor
Peradangan : Tidak ada
Gerakan bola mata : Simetris
Alat bantu penglihatan : Tidak menggunakan alat bantu.
Palpasi :
Kelopak mata : Tidak ada nyeri tekan.
Hidung Inspeksi :
Bentuk : Simetris
Peradangan : Tidak ada tanda peradangan
Penciuman : Fungsi penciuman baik.
Palpasi :
Nyeri tekan : Tidak terdapat nyeri Tekan
Telinga Inspeksi :
Bentuk : Simetris
Lesi : Tidak terdapat lesi
Kebersihan telinga luar : Telinga luar tampak Bersih
Kebersihan lubang telinga : Lubang telinga tampak Bersih
Palpasi :
Daun telinga : Tidak terdapat nyeri tekan.
Mulut dan Inspeksi :
Gigi Mukosa : Mukosa bibir lembab
Bibir pecah-pecah : Tidak
Kebersihan gigi : Gigi tampak bersih.
Leher dan Inspeksi :
Tenggorokan Bentuk : Simetris
Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran kelenjar
tyroid : Tidak ada pembesaran
Dada dan Inspeksi :
Paru-Paru Bentuk dada : Simetris dan tidak ada lesi pada daerah dada.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada dada.
Auskultasi : Suara nafas Ronki +.
Jantung Inspeksi : Dada simetris
Palpasi : Tidak ada pembengkakan
Perkusi : Suara resonan (sonor)
Auskultasi : bunyi jantung s1 s2 normal
Abdomen Inspeksi : Simetris, tidak terdapat luka Bekas operasi
Auskultasi : Bising usus normal
Perkusi : Tympani
Palpasi : Tidak teraba massa,
Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan
Ekstremitas a. Ekstremitas Atas
Inspeksi : Tidak ada lesi, kedua tangan berfungsi dengan
baik.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
b. Ekstremitas Bawah
Inspeksi : Tidak ada lesi, terlihat bengkak
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.

3.2 Analisa data

NO PENGELOMPOKAN PENYEBAB MASALAH


DATA KEPERAWATAN
1. Ds: peningkatan tekanan Ketidak efektifan
sistemik
Do : pola nafas (00032)
-pasien memiliki riwayat
aneurisma/APM
hipertensi
-suara nafas ronci
pendarahan
arachnoid/ventrikel
RR: 28x/menit
TD: 160/110 mmhg
hematoma cenebral
N: 98x/menit
S: 36°C
PTIK/herniasi cerebrall

Penekanan saluran
pernafasan

Pola nafas tidak


efektif
2. Ds : Peningkatan tekanan Resiko jatuh
sistemik
Do : (00155)
--mengalami penurunan
Eneurisma /APM
kesadaran
- kelemahan otot gerak
sebelah kiri
Pendarahan
-pasien mengalami arachnoid/ventrikel
pinsan
Hematoma cerebral

Penurunan kesadaran

Resiko jatuh
3. Ds : peningkatan tekanan Penurunan
sistemik
- Pasien ditemukan kesadaran
pingsan pada pukul
aneurisma/APM
04.00, 3 jam sebelum
MRS
pendarahan
Do :
arachnoid/ventrikel
- Pasien mengalami
penurunan kesadaran
hematoma cenebral
sejak masuk rumah
sakit
PTIK/herniasi cerebrall

Penurunan kesadaran

3.3 Diagnosa keperawatan


1. Ketidak efektifan pola nafas (00032)
2. Resiko jatuh (00155)
3. Penurunan kesadaran

3.4 Intervensi

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI


KEPERAWAT KRITERIA
AN HASIL
1. Ketidak Setelah dilakukan NIC (3350)
efektifan pola asuhan  Monitor
nafas b.d keperawatan kecepatan,irama,kedalam,
hiperventilisasi selama 1x24 jam dan kesulitan bernafas
pola nafas pasien  Monitor suara nafas
berkurang dengan tambahan seperti ngorok dan
kriteria hasil : mengi
- Saturasi oksigen  Auskultasi suara nafas,catat
tidak ada deviasi area dimana terjadi
dari kisaran penurunan atau tidak adanya
normal fentilasi dan keberadaan
- Tidak ada suara nafas tambahan
gangguan  Kaji perlunya penyedotan
kesadaran pada jalan nafas dengan
auskultasi suara nafas ronki
di paru
 Auskultasi suara nafas
setelah tindakan,untuk di
catat
2. Resiko jatuh b.d NOC 1939 NIC:(6490)
Penurunan Setelah dilakukan  Identifikasi kekurangan baik
kesadaran asuhan koknitif atau fisik yang
keperawatan mungkin meningkatkan
selama 2x24 jam potensi jatuh pada pasien di
resiko jatuh pasien lingkungan tertentu
berkurang dengan  Identifikasi prilaku dan
kriteria hasil : factor yang mempengaruhi
- Pasien secara resiko jatuh
konsisten  Lakukan program latihan
mengakui resiko fisik rutin yang meliputi
pribadi untuk berjalan
jatuh  Berkolaborasi dengan
- Secara konsisten anggota tim kesehatan lain
memonitor untuk meminimalkan efek
lingkungan untuk samping dari pengobatan
resiko jatuh yang berkontribusi pada
- Secara konsisten kejadian jatuh
menggunakan alat
bantu yang
diperlukan untuk
menurunkan
resiko jatuh
3. Penurunan Setelah dilakukan NIC : 0140
kesadaran asuhan - Instruksikan pasien untuk
keperawatan menggerakkan kaki terlebih
selama 1x24 jam dahulu kemudian badan
penurunan ketika mulai berjalan dari
kesadaran pasien posisi berdiri
berkurang dengan - Ciptakan lingkungan yang
kriteria hasil : nyaman
- Saturasi oksigen
ketika bernafas
dalam batas
normal
- frekuensi nadi
ketika bernafas
dalam batas
normal
- Koordinasi dari
pergerakan
dalam batas
normal

3.5 Implementasi
NO DIAGNOSA Hari/ Pukul IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN Tgl
1. Ketidak efektifan - 07.00  Memonitor kecepatan, irama,
pola nafas b.d kedalam, dan kesulitan bernafas
 Memonitor suara nafas tambahan
seperti ngorok dan mengi
 Mengauskultasi suara nafas,catat
area dimana terjadi penurunan atau
tidak adanya fentilasi dan
keberadaan suara nafas tambahan
 Mengkaji perlunya penyedotan pada
jalan nafas dengan auskultasi suara
nafas ronki di paru
 Mengauskultasi suara nafas setelah
tindakan,untuk di catat
2. Resiko jatuh b.d - 07.00  Mengidentifikasi kekurangan baik
Penurunan kognitif atau fisik yang mungkin
kesadaran meningkatkan potensi jatuh pada
pasien di lingkungan tertentu
 Mengidentifikasi prilaku dan factor
yang mempengaruhi resiko jatuh
 Melakukan program latihan fisik
rutin yang meliputi berjalan
 Berkolaborasi dengan anggota tim
kesehatan lain untuk meminimalkan
efek samping dari pengobatan yang
berkontribusi pada kejadian jatuh
3. Penurunan - 07.- menginstruksikan pasien untuk
07.00
kesadaran 00 menggerakkan kaki terlebih dahulu
kemudian badan ketika mulai
berjalan dari posisi berdiri
- Menciptakan lingkungan yang
nyaman bagi pasien

3.6 Evaluasi
• Diagnosa pertama yaitu ketidakefektifan pola nafas yang berkaitan
dengan hiperventilisasi dengan hasil evaluasi, Data pasien dalam kondisi
normal, baik dari kecepatan, irama , serta suara nafas . Dari hasil
pengkajian mengauskultasi suara nafas pada jalan nafas dan didapati
suara rongkhi di paru-paru, sehingga perlu untuk dilakukannya tindakan
penyedotan sekret dijalan nafas, implementasi dapat dihentikan .
• Diagnosa kedua yaitu resiko jatuh berhubungan dengan penurunan
kesadaran . Hasil evaluasi asuhan keperawatan yang dilakukan selama
2x24 Jam , resiko untuk pasien jatuh berkurang .
• Diagnosa ketiga yaitu Penurunan kesadaran, Hasil evaluasi yang
didapatkan setelah dilakukan pengkajian , Saturasi oksigen ketika
bernafas berada dalam batas normal, nadi dan koordinasi gerak tubuh
dapat dikoordinasikan dengan normal .

BAB IV

PENUTUP

4.1 SARAN

Tugas kelompok kami masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan


kami. Besar harapan kami kepada para pembaca untuk bisa memberikan kritik dan
saran yang bersifat membangun agar tugas yang kami kerjakan saat ini dapat
menjadi lebih sempurna.

Anda mungkin juga menyukai