Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PADA KLIEN Ny.S DENGAN DIAGNOSA HEMAPARESES SINISTRA


DIRUANG PERAWATAN ASOKA RSUD MASOHI

DISUSUN OLEH :

NAMA : SAID DEDI WAN

NIM : P07120321061

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN MASOHI
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PADA KLIEN Ny.S DENGAN DIAGNOSA HEMAPARESES SINISTRA
DIRUANG PERAWATAN ASOKA RSUD MASOHI

DISUSUN OLEH :

NAMA : SAID DEDI WAN

NIM : P07120321061

Mengesahkan,

CI. Lahan CI. Institusi

(……………………………..) (..……………………………)
NIP NIP
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang aha Esa, karea atas penyertaanya- nya, saya dapat
menyelesaikan makalah yang bejudul “ Asuhan Keperawatan pada pasien Hemaparises Sinistra ”
dengan waktu yang tepat.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medical Bedah. Selain
itu, makalah ini juga betujuan menbah wawasan tentang bagaimana dan seperti apa Asuhan
Kepeawatan pada pasien Hemaarises sinistra bagi para pembaca dan juga penulis.

saya menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna oleh sebab itu, saran dan kritik yang
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Masohi 17 november 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Contents
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................................ 1

LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................................................2

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................... 3

DAFTAR ISI....................................................................................................................................... 4

BAB I TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................................5

A. KONSEP MEDIS..................................................................................................................... 5

1. Defenisi Hemapareses Sinistra............................................................................................5

2. Etiologi Hemapareses.......................................................................................................... 5

3. Patofisiologis Hemaparasse................................................................................................6

4. Manisfestasi Klininis Hemaparises.......................................................................................7

5. Komplikasi Hemaparises.....................................................................................................8

6. Pemeriksaan Penunjang......................................................................................................8

7. Penatalaksanaan Hemaparises.........................................................................................10

B. KONSEP KEPERAWATAN ( MENURUT BUKU 3 S SDKI, SLKI, SIKI)................................10

1. Pengkajian Keperawatan...................................................................................................10

2. Diagnosa Keperawatan......................................................................................................14

3. Perencanaan Keperawatan...............................................................................................15

4. Implementasi Keperawatan...............................................................................................15

5. Evaluasi............................................................................................................................. 15

BAB II TINJAUAN KASUS............................................................................................................... 16

A. Pengkajian Keperawatan.......................................................................................................16

B. Diagnosa Keperawatan......................................................................................................... 16

C. Intervensi Keperawatan.........................................................................................................16

D. Implementasi Keperawatan...................................................................................................16

E. Evaluasi Keperawatan........................................................................................................... 16

LEMBAR PENGESAHAN SPO........................................................................................................18


DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................... 19

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP MEDIS
B. Defenisi Hemapareses Sinistra
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala- gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular
(Muttaqin, 2008).

Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga
timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya
aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat
aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani,
2009)

Pada stroke ini, lesi vaskuler intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan
langsung ke dalam jaringan otak. Peradarahan secara cepat menimbulkan gejala neurogenik
karena tekanan pada struktur- struktur saraf di dalam tengkorak. Iskemia adalah konsekuensi
sekunder dari perdarahan baik yang spontan maupun traumatik. Mekanisme terjadinya iskemia
tersebut karena adanya tekanan pada pembuluh darah akibat ekstravasasi darah ke dalam
tengkorak yang volumenya tetap dan vasopasme reaktif pembuluh-pembuluh darah yang terpajan
di dalam ruang antara lapisan arknoid dan piameter meningen.

C. Etiologi Hemapareses
Aliran darah ke otak bisa menurun dengan beberapa cara. Iskemia terjadi ketika suplai
darah ke bagian otak terganggu atau tersumbat. Iskemia biasanya terjadi karena trombosis
atau embolik. Stroke yang terjadi karena trombosis lebih sering terjadi dibandingkan karena
embolik.
Stroke bisa juga merupakan “pembuluh darah besar” dan “pembuluh darah kecil”.
Stroke pada pembuluh darah besar disebabkan oleh adanya sumbatan pada arteri
serebral utama seperti pada karotid interna, serebal anterior, serebral media, serebral
posterior, vertebral, dan arteri basilaris. Stroke pembuluh darah kecil terjadi pada cabang
dari pembuluh darah besar yang masuk ke bagian lebih dalam bagian otak (Joyce&Jane,
2014) Trombosis
Penggumpalan mulai terjadi dari adanya kerusakan pada bagian garis endotelial dari
pembuluh darah. Aterosklerosis merupakan penyebab utama yang menyebabkan zat lemat
tertumpuk dan membentuk plak pada dinding pembuluh darah. Plak ini terus membesar dan
menyebabkan penyempitan terjadi karena inflamasi pada arteri atau disebut arteritis.
Trombus bisa terjadi di semua bagian sepanjang arteri karotis. Bagian yang biasa terjadi
penyumbatan adalah di bagian yang mengarah pada percabangan dari karotid utama ke bagian
dalam dan luar dari arteri karotid. Stroke karena trombosis adalah tipe yang paling sering terjadi
pada organ dengan diabetes.

Embolisme Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari trombus di jantung yang terlepas
dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul
kurang dari 10 – 30 detik.

Perdarahan (hemoragik)

Perdarahan intraserebral paling banyak di sebabkan karena adanya ruptur


aterosklerosis dan hipertensi pembuluh darah yang bisa menyebabkan perdarahan di dalam
jaringan otak. Perdarahan intraserebral paling sering terjadi akibat dari penyakit hipertensi dan
umumnya terjadi setelah usia 50 tahun. Akibat lain dari perdarahan adalah aneurisma.
Walaupun aneurisma serebral biasanya kecil, hal ini bisa menyebabkan ruptur. Diperkirakan
sekitar 6% dari seluruh stroke disebabkan oleh ruptur aneurisma.

D. Patofisiologis Hemaparasse

Ada dua bentuk CVA ( cerebro vaskuler accident ) bleeding :


1. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak sterutama karena hipertensi mengakibatkan
darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan trans iskemik attack
(TIA) yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah pituitary glad, talamus,
sub kartikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertesi kronis mengakibatkan
perubahan struktur dinding pembuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
2. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling sering
didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM (arteriovenous
malformatio) dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak,
ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya
darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai
kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang
mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah
timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah
minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang
berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh
arteri di ruang subarakhnoid. Ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan
lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak,
tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa
plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak
hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
E. Manisfestasi Klininis Hemaparises
Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah
mana yang tersumbat) ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah
kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik
sepenuhnya (Muttaqin, 2008). Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau
hemiplegia).

Hemiparese (kelemahan) atau hemiplegia dari satu bagian dari tubuh bisa terjadi setelah
stroke. Penurunan kemampuan ini biasanya disebabkan oleh stroke arteri serebral anterior atau
media sehingga mengakibatkan infark pada bagian otak yang mengontrol gerakan saraf
begitupun sebaliknya. Hemiparesis atau hemiplegia biasanya sering disertai tanda gejala
seperti kehilangan sensori sebagian, apraksia, agnosia dan afasia.

1. Lumpuh pada salah satu sisi wajah “ Bell ‘s Palsy”.


Bell’s palsy adalah bentuk kelumpuhan wajah sementara akibat kerusakan atau
trauma pada salah satu saraf wajah. Bell’s palsy merupakan penyebab paling sering dari
kelumpuhan wajah. Umumnya, Bell’s palsy hanya mempengaruhi salah satu saraf wajah
yang berpasangan sehingga dan sehingga yang lumpuh satu sisi wajah, namun, dalam
kasus yang jari terjadi, hal itu dapat mempengaruhi kedua belah saraf ,sehingga wajah
menjadi lumpuh kanan – kiri.
2. Tonus otot lemah atau kaku.
Penurunan kemampuan ini biasanya disebabkan oleh stroke arteri serebral anterior
atau media sehingga mengakibatkan infark pada bagian otak yang mengontrol gerakan
saraf motorik dari kortek bagian depan. Sehingga menyebabkan kelemahan pada
ekstremitas, ataupun wajah.
3. Menurun atau hilangnya rasa. setengah dari penglihatan normal.
4. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau disafhasia:
bicara defeksif/kehilangan bicara). Afasia adalah penurunan kemampuan berkomunikasi.
Afasia melibatkan seluruh aspek dari komunikasi termasuk berbicara, membaca,
menulis, dan memahami pembicaraan. Pusat primer bahasa biasanya terletak di bagian
kiri dan dipengaruhi oleh stroke di bagian kiri tengah arteri serebral. Sedangkan disatria
merupakan kondisi artikulasi yang diucapkan tidak sempurna yang menyebabkan
kesulitan dalam berbicara. Klien dengan disatria dapat memahami bahasa yang
diucapkan seseorang tetapi mengalami kesulitan dalam menghafalkan kata dan tidak
jelas dalam pengucapannya.
5. Gangguan persepsi
Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat
mengakibatkan disfungsi persepsi visual yaitu klien tidak mampu melihat suatu benda
seutuhnya dan hanya telihat setengah dari suatu benda tersebut, dankehilangan sensori
yaitu karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat
dengan kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh.
F. Komplikasi Hemaparises

Stroke hemoragik dapat menyebabkan :


1. Infark Serebri
2. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
3. Fistula caroticocavernosum
4. Epistaksis
5. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik menurut (Muttaqin, 2008) meliputi :
1. Angiografi cerebral untuk menentukan penyebab stroke hemoragic. Seperti
perdarahan atau obstruksi arteri.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukan adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada
intrakranial. dan posisinya secara pasti.

3. Magnetic resonance imaging (MRI) menunjukan daerah yang mengalami infark


hemologi Malformasi Arteri Vena (MAV).
4. Ultrasonografi doppler untuk mengidentifikasi penyakit arteri vena.
5. Electroencephalography (EEG) untuk mengidentifikasi masalah berdasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
6. Pemeriksaan syaraf kranial menurut (Judha, M, Rahil, H.N, 2011)
a. Olfaktorusius ( N.I ) : untuk menguji saraf ini digunakan bahan- bahan yang
tidak merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempa-rempah.
Letakkan salah satu lubang hidung orang tersebut sementara lubang hidung
yang lain kita tutup dan pasien menutup matanya. Kemudian pasien diminta
untuk memberitahu saat mulai tercium baunya bahan tersebut dan kalau
mungkin mengidentifikasikan bahan yang diciumnya. Hasil pemeriksaan
ormal mampu membedakan zat aromatis lemah.
b. Optikus ( N.II ) : Ada enam pemeriksaan yang harus dilakukan yaitu
penglihatan sentral, kartu snellen, penglihatan perifer, refleks pupil, fundus
kopi dan tes warna. Untuk penglihatan sentral dengan menggabungkan
antara jari tangan, pandangan mata dan gerakan tangan. Kartu snellen kartu
memerlukan jarak enam meter antara
c. Akulomotoris ( N.III ) : Meliputi gerakan ptosis, pupil dengan gerakan bola
mata. Mengangkat kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, dan sebagian besar
gerakan ekstra okular.
d. Troklearis ( N.IV ) : Melipuuti gerakan mata ke bawah dan ke dalam, stbimus
konvergen dan diplopia.
e. Trigeminus ( N.V ) : Mempunyai tiga bagian sensori yang mengontrol sensori
pada wajah dan kornea serta bagian motorik mengontrol otot mengunyah.
arloji dan audiogram. Mengontrol peendengaran dan keseimbangan.
f. Glasofaringeus ( N.VIII ) : Dengan menyentuh dengan lembut.
Setuhan bagian belakang faring pada setiap sisi engan scapula. Refleks
menelan dan muntah.
g. Vagus ( N.IX dan X ) : Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
h. Aksesorus ( N.XI ) : Pemeriksaan dengan cara meminta pasien mengangkat
bahunya dan kemudian rabalah massa otot dan menekan ke bawah
kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan (
tahap pemeriksa ). Mengontrol pergerakan kepala bahu.
i. Hipoglosus ( N.XII ) : Pemeriksaan dengan inspeksi dalam keadaan diam di
dasar mulut, tentukan adanya artrofi dan fasikulasi. Mengontrol gerak lidah.

H. Penatalaksanaan Hemaparises
Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain:
1. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak,
sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan, tindakan
awal difokuskan untuk menyelematkan sebanyak mungkin area iskemik dengan
memberikan O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan mengontrol /
memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta tekanan darah.
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan, pemberian dexamethason.
3. Pengobatan
a. Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan
perdarahan pada fase akut. trombolitik/emobolik.
c. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
4. Penatalasakanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darahotak.
Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa
penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas.
Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan
kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
5. Menempatkan klien dengan posisi yang tepat, harus diubah setiap 2 jam sekali
dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.

I. KONSEP KEPERAWATAN ( MENURUT BUKU 3 S SDKI, SLKI, SIKI)


1. Pengkajian Keperawatan
a. Indentitas Pasien meliputi Nama , umur, jenis kelamin, agama, suku, status pendidikan,
pekerjaan klien.
b. Keluhan utama : Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Kekeliruan, perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan
koma.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-
obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok,
penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data
dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya
e. Riwayat penyakit keluarga : Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual: Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa
dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang
digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien.
- B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi
napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan
penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos metris, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang
kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
- B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik)
yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat
terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
- B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
- B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementarakarena konfusi,
ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
- B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada
fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
- B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap
gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol motor
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas
pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia
(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis
atau kelemahan salah satu sisi tubuhh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien
kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan
buruk. Selain itu, perlu juga dikaji
a. Pengkajian Tingkat Kesadaran

Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling
penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem
digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pada
keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk
menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
b. Pengkajian Fungsi Serebral

Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan
hemisfer.
c. Status Mental

Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien.
Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
d. Fungsi Intelektual

Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain
damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
e. Kemampuan Bahasa

Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari serebral.
Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior
(area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan
atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area
Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab
dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan
bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir
rambutnya.

1.
Pengkajian Saraf Kranial

Menurut Wijaya & Putri (2013) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I - XII.
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata dan
korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek
dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke
bagian tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis pada tubuh.

d. Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi
yang sakit.
e. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral,
serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
f. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke
bagian sisi yang sehat.
g. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
h. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
i. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
j. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan
normal.
2.
Pengkajian Sistem Motorik

Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter
terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter
pada salah satu sisi tubuhh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi berlawanan dari
otak.
a. Inspeksi Umum.: Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi
otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuhh adalah tanda yang
lain.
b. Fasikulasi.: Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.

c. Tonus Otot. Didapatkan meningkat.


B. Diagnosa Keperawatan
Diagnose keperawatan yang mungkin muncul adalah :

1.
Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan suplai O2 ke Otak menurun
2.
Gangguan Mobilitas Fisik

3.
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuhh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrisi, kelemahan otot menelan.
4.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan kerusakan neurovaskular &
neuromuskular
5.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuscular, kerusakan
sentral bicara.
6.
Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik , psikososial.
C. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI

1. Perfusi jaringan Tujuan : Intervensi


cerebral tidak
efektif Gangguan perfusi 1. Pantau TTV tiap jam dan
berhubungan jaringan dapat tercapai catat hasilnya.
dengan suplai secara optimal 2. Kaji respon motorik
O2 ke Otak terhadap perintah
menurun sederhana
Kriteria hasil : 3. Pantau status neurologis
secara teratur
 Mampu
4. Kolaborasi pemberian
mempertahankan
obat sesuai indikasi
tingkat kesadaran
5. Kolaborasi pemberian O2
 Fungsi sensori dan
motorik membaik sesuai anjuran

D. Implementasi Keperawatan

Pelaksaan tindakan disesuaikan dengan intervensi keperawatan yang telah


dibuat.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dan merupakan tindakan
intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Perawat
mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan keperawatan dalam mencapai tujuan dan
merevisi data dasar dan perencanaan (jika perlu) (hutahaean, 2010:123).
BAB II
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian Keperawatan
B. Diagnosa Keperawatan
C. Intervensi Keperawatan
D. Implementasi Keperawatan
E. Evaluasi Keperawatan
LEMBAR PENGESAHAN SPO
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PADA KLIEN Ny.S DENGAN DIAGNOSA HEMAPARESES SINISTRA
DIRUANG PERAWATAN ASOKA RSUD MASOHI

DISUSUN OLEH :

NAMA : SAID DEDI WAN

NIM : P07120321061

Mengesahkan,

CI. Lahan CI. Institusi

(……………………………..) (..……………………………)
NIP NIP
DAFTAR PUSTAKA
1. Kimberly A.J B, ed. KAPITA SELEKTA PENYAKIT. 2nd ed. Penerbit Buku Kedokteran ( EGC);
2014.
2. Batticaca Fransisca B. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Salemba Medika: Jakarta.
3. Dipianur Winda. 2011. Asuhan Keperawatan Klien dengan Stroke.
Gofir Abdul. 2009. Manajemen Stroke. Pustaka Cendekia Press: Jogjakarta.
4. Irfan Muhammad. 2012. Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Edisi ke-2. Graha Ilmu:
Jogjakarta.
5. Israr Yayan A. 2008. Stroke. Riau.
Junaidi Iskandar. 2005. Panduan Paktis Pencegahan & Pengobatan Stroke. PT
Bhuana Ilmu Populer: Jakarta.
6. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan
Republlik Indonesia Nomor 376/MENKES/SK/III/2007. Jakarta.
7. Putro Florentinus H. 2007. Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Pasien Post
Stroke Non Hemoragik Stadium “Recovery”. Karya Tulis Ilmiah
Surakarta: Politeknik Kesehatan Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai