PATOFISIOLOGI PENYAKIT
CEREBROVASKULAR DAN EPILEPSI
Disusun Oleh
Kelompok 4:
1. Levimah P01740322020
2. Mardalena P01740322021
3. Marlinda P01740322022
4. Mella Afri Santi P01740322023
5. Netta Pamela Dewi P01740322024
6. Nia Eni Kusrini P01740322025
7. Nurtrisna Novriyanti P01740322026
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dari
mata kuliah patofisiologi kasus kebidanan yang berjudul “patofisiologi penyakit
cerebrovaskular dan epilepsi” pada waktu yang tepat, tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan kepada kami dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini, oleh karena itu kami membutuhkan kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun demi terciptanya kesempurnaan makalah ini. Akhir
kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan.
Kelompok 4
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I......................................................................................................................iv
PENDAHULUAN.................................................................................................iv
A Latar Belakang.............................................................................................iv
B Rumusan Masalah........................................................................................iv
C Tujuan..........................................................................................................iv
BAB 2......................................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................2
A. Konsep Cerebrovaskuler...............................................................................2
B. Langkah Penapisan/Screening Awal Pada Kasus.........................................8
C. Stabilisasi Pada Kasus Dan Tata Laksana Terhadap Komplikasi Yang
Timbul........................................................................................................9
D. Upaya Tindakan Kolaborasi Dan Memberikan Asuahan Lanjut (Follow Up
Care) Pada Kasus Tersebut Dengan Pendekatan Holistic Dan Terintegrasi
.................................................................................................................10
E. Kajian Penyakit Epilepsi.............................................................................11
F. Langkah Penapisan/Screening Awal...........................................................22
G. Stabilisasi Pada Kasus Dan Tata Laksana Terdapat Komplikasi Yang
Timbul......................................................................................................25
H. Upaya Tindakan Kolaborasi Dan Memberikan Asuhan Lanjut (Follow Up
Care) Pada Kasus Tersebut Dengan Pendekatan Holistic Dan
Terintegrasi..............................................................................................29
BAB III..................................................................................................................28
PENUTUP.............................................................................................................28
A. KESIMPULAN...........................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................29
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Patologi adalah salah satu dasar ilmu kedokteran, dan memiliki peranan yang
sangat fundamental. Sering kali diagnosis pasti suatu penyakit ditegakkan dengan
patologi (histopatologi). Sedakanangkan pengertian Patologi dalam arti yang luas
adalah bagian dari ilmu kedokteranng yang mengamati sebab dan akibat dari
terjadinya penyakit atau kelainan pada tubuh. Namun pengertian patofisiologi
sendiri adalah reaksi fungsi tubuh terhadap suatu penyakit yang masuk ke dalam
tubuh.
Patofisiologi stroke penyakit serebrovaskuler (cerebrovascular disease / CVD)
atau stroke adalah setiap kelainan otak akibat proses patologi pada sistem
pembuluh darah otak. Proses patologi pada sistem pembuluh darah otak ini dapat
berupa penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli,
pecahnya dinding pembuluh darah, perubahan permeabilitas dinding pembuluh
darah dan perubahan viskositas maupun kualitas darah sendiri. Perubahan dinding
pembuluh darah serta komponen lainnya dapat bersifat primer karena kelainan
kongenital maupun degeneratif, atau sekunder akibat proses lain, seperti
peradangan arteriosklerosis, hipertensi dan diabetes mellitus.
Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai
etiologi, dengan gejala tunggal yang khas yaitu kejang berulang akibat lepasnya
muatan listrik neuron otak secara berlebih dan paroksimal.
B Rumusan Masalah
1 Bagaimana patofisiologi penyakit cerebrovaskular?
2 Bagaimana patofisiologi penyakit epilepsi?
C Tujuan
1 Untuk mengetahui patofisiologi penyakit cerebrovaskular
2 Untuk mengetahui patofisiologi penyakit epilepsi
1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Cerebrovaskuler
1. Definisi Cerebrovaskuler
2
3
c. Hemoragi (pendarahan)
Hemoragi atau pendarahan saat pecahnya salah satu srteri
sehingga aliran darah pada sebagian otak berkurang atau terputus yang
mengakibatkan pasokan oksigen ke otak menjadi berkurang sehingga
fungsi otak dapat terganggu.Hemoragi dapat terjadi di luar durameter
(hemoragi ekstra dural atau epidural) dibawah durameter (hermoragi
subdural), di ruang subarachnoid (hemoragi subarachnoid atau dalam
substansial intra serebral). (Wijaya & Putri, 2013).
d. Penyumbatan pada Arteri Serebri Media
Arteri Serebri Media inilah yang paling sering mengalami
gangguan.Penyumbatan dan pendarahan pada oksipital kapsul internal.
Gangguan pada arteri serebri media dapat menyebabkan hemiparesis
sisi kontralateral yang lebih sering mengenai lengan, karena pusat
motorik tungkai masih mendapat pasokan darah dari asteriserebri
anterior. Pada gangguan aliran darah di sisi yang dominan akan timbul
gejala afasia. (Irfan, 2010). Faktor penyebab cva dengan hambatan
mobilitaa fisik adalah kondisi hilangnya fungsi neurologis secara cepat
karena terganggunya perfusi darah ke otak akibat dari penyumbatan
pembuluh darah maupun pendarahan yang terjadi di otak. Sehingga
vaskularisasi otak ini memunculkan berbagai kondisi seperti kesulitan
berbicara, kesulitan berjalan, kelemahan otot, dan hilangnya kontrol
terhadap gerakan motorik yang secara umum dapat di manifestasikan
dengan disfungsi motorik seperti, hemiplagia (paralisis pada salah satu
sisi tubuh) dan hemiparese (kelemahan pada salah satu sisi tubuh).
(Sari, Agianto, & Wahid, 2015).
3. Patofisiologi
4
4. Klasifikasi
Ada 2 tipe menurut gejala klinik sebagai berikut :
a. Stroke Hemoregik
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak
pada daerah tertentu. Biasanya kerjadiannya saat melakukan aktivitas,
atau bisa juga terjadi pada saat beristirahat. Pada stroke hemoregik
umumnya kesadaran pasien akan menurun. Hal ini disebabkan oleh
pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Wijaya & Putri, 2013).
Perdarahan otak dibagi menjadi dua yaitu:
1) Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, kemudian
membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan
edema pada otak. Peningkatan TIK (Tekanan Intra Kranial) yang
terjadi sangat cepat dapat mengakibatkan kematian mendadak
karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan
oleh hipertensi yang sering dijumpai didaerah putamen,
talamus,pons dan serebelum.
2) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini disebabkan oleh pecahnya aneurisma berry
atau AVM.Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah
6
5. Manisfestasi Klinis
Pada cva atau stroke non hemoragik gejala utama yang sering
muncul adalah timbulnya deficit neurologis secara mendadak atau
7
Holistic Health Care (HHC) merupakan salah satu upaya untuk pemulihan
pasien melalui aspek biologis, psikologis, social dan spiritual yang dilakukan
secara terintegrasi serta menyeluruh dalam sisitem managemen layanan
pasien(Tim Kelompok Kerja Pokja Spiritual Care, 2015).
1. Defini Epilepsi
Epilepsi atau yang lebih sering disebut ayan atau sawan adalah
gangguan sistem saraf pusat yang terjadi karena letusan pelepasan
muatan listrik sel saraf secara berulang, dengan gejala penurunan
kesadaran, gangguan motorik, sensorik dan mental, dengan atau tanpa
kejang-kejang (Ahmad Ramali, 2005 :114).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-
gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang
disebabkan muatan listrik yang abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat
reversibel dengan berbagai etiologi (Arif Mansjoer ,2000 :27).
Epilepsi adalah serangan kehilangan atau gangguan kesadaran rekuren
dan paroksimal, biasanya dengan spasme otot tonik-klonik bergantian
atau tingkah laku abnormal lainnya (Helson, 2000 : 339-345).
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang
dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang
bersifat spontan dan berkala (Harsono, 2007).
Epilepsi adalah gangguan kejang kronis dengan kejang berulang yang
terjadi dengan sendirinya, yang membutuhkan pengobatan jangka
panjang (Judit M Wilkinson, 2002 : 576).
12
2. ETIOLOGI EPILEPSI
Menurut Pincus Catzel halaman 216-226, penyebab epilepsi yaitu:
a. Pra Lahir-genetika
Kesalahan metabolisme herediter seperti penyakit penimbunan
glikogen dan fenilketonuria. Anomali otak kongenital seperti
porensefali, infeksi dalam rahim seperti rubella, penyakit cytomegalo
virus, meningoensefalolitis dan toksoplasmosis.
b. Perinatal
Trauma kelahiran, infeksi, hiperbilirubinemia, hipoglikemia dan
hipokalsemia.
c. Pasca Lahir
Termasuk meningitis, trauma, ensefalitis, ensefalopati (misalnya
keracunan timah an elektrolit berat, neoplasma dan kelainan
degeneratif SSP.
Menurut Arif Mansjoer halaman 27, penyebab epilepsi yaitu :
a. Idiopatik
Sebagian epilepsi pada anak adalah epilepsi idiopatik.
b. Faktor Herediter
Ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai
bangkitan kejang seperti sklerosis tuberosa, neurofibromatosis,
fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemi
c. Faktor Genetik
Pada kejang demam dan breath holding spell. Kelainan Kongenital
Otak Atrofi, porensefali
d. Gangguan Metabolik
Penurunan konsentrasi glukosa darah (Hipoglikemia), hipokalsemia,
hiponatremia, hipernatremia.
1) Glukosa digunakan dalam metabolisme dari otak. Kekurangan
glukosa sama merusak seperti kekurangan oksigen.
13
e. Infeksi
Radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan
selaputnya, toksoplamosis.
f. Trauma
Cedera kepala, kontusio cerebri, hematoma subaraknoid, hematoma
subdural.
g. Neoplasma dan selaputnya
Tumor otak yang jinak (benigna) lebih sering mengakibatkan
epilepsy dibanding tumor ganas. Hal ini didapatkan pada sekitar 25-
40 % penderita tumor otak.
h. Keracunan
Timbal (Pb), kamper (kapur barus), air.
Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi ialah faktor yang mempermudah terjadinya
serangan, yaitu :
1) Faktor sensori
Cahaya, bunyi-bunyi yang mengejutkan, air panas.
2) Faktor sistenis
Demam, penyakit infeksi, obat-obatan tertentu (misal
fenotiazin), hipoglikemia dan kelelahan fisik.
3) Faktor mental
Stress, gangguan emosi.
4) Haid
Penelitian menduga bahwa perubahan keseimbangan hormon
semasa haid ikut berperan dalam mencetuskan serangan.
14
3. Patologi Epilepsi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan
sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah
rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah
menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu
dengan yang lain melalui sinaps.
15
4. Klasifikasi Epilepsi
a. Berdasarkan penyebabnya
1) Epilepsi idiopatik : bila tidak di ketahui penyebabnya.
2) Epilepsi simtomatik : bila ada penyebabnya.
b. Berdasarkan letak fokus epilepsi atau tipe bangkitan
1) Epilepsi partial (lokal, fokal)
a) Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan
kesadaran tetap normal.
Dengan gejala motorik :
(1) Fokal motorik tidak menjalar : epilepsi terbatas pada satu
bagian tubuh saja.
(2) Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai dari satu bagian
tubuh dan menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga
epilepsi Jackson.
(3) Versif : epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata,
tubuh.
(4) Postural : epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku
dalam sikap tertentu.
(5) Disertai gangguan fonasi : epilepsi disertai arus bicara yang
terhenti atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (epilepsi
disertai halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca
indera dan bangkitan yang disertai vertigo).
(1)Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti
ditusuk-tusuk jarum.
(2) Visual : terlihat cahaya.
(3) Auditoris : terdengar sesuatu.
(4) Olfaktoris : terhidu sesuatu.
18
2) Epilepsi umum
a) Petit mal/ Lena (absence)
(1)Lena khas (tipical absence)
Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang dikerjakan
terhenti, muka tampak membengong, bola mata dapat
memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara.
Biasanya epilepsi ini berlangsung selama ¼ – ½ menit dan
biasanya dijumpai pada anak.
(a) Hanya penurunan kesadaran.
(b) Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis
ringan, biasanya dijumpai pada kelopak mata atas,
sudut mulut, atau otot-otot lainnya bilateral.
(c) Dengan komponen atonik. Pada epilepsi ini dijumpai
otot-otot leher, lengan, tangan, tubuh mendadak
melemas sehingga tampak mengulai.
(d) Dengan komponen klonik. Pada epilepsi ini, dijumpai
otot-otot ekstremitas, leher atau punggung mendadak
mengejang, kepala, badan menjadi melengkung ke
belakang, lengan dapat mengetul atau mengedang.
(e) Dengan automatisme.
(f) Dengan komponen autonom.
20
b) Grand Mal
(1) Mioklonik
Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak,
sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua
otot, seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat
dijumpai pada semua umur.
(2) Klonik
Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak,
repetitif, tajam, lambat, dan tunggal multiple di lengan,
tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada anak.
(3) Tonik
Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot
hanya menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian
atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai. Epilepsi ini juga
terjadi pada anak.
(4) Tonik- klonik
Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita
yang terkenal dengan nama grand mal. Serangan dapat
diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang
mendahului suatu epilepsi. Pasien mendadak jatuh
pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku
berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang
kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya
berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa
saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang
21
5. Manisfestasi Klinis
Manifestasi serangan atau bangkitan epilepsi secara klinis dapat
dicirikan sebagai gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan, dan
cenderung untuk berulang. Sedangkan gejala dan tanda-tanda klinis
tersebut sangat bervariasi dapat berupa gangguan tingkat penurunan
kesadaran, gangguan sensorik (subjektif), gangguan motorik atau kejang
(objektif), gangguan otonom (vegetatif), dan perubahan tingkah laku
(psikologis). Semuanya itu tergantung dari letak fokus epileptogenesis
atau sarang epileptogen dan penjalarannya sehingga dikenal bermacam
jenis epilepsi. Diagnosa pasti epilepsi adalah dengan menyaksikan secara
langsung terjadinya serangan, namun serangan epilepsi jarang bisa
disaksikan langsung oleh dokter, sehingga diagnosa epilepsi hampir
selalu dibuat berdasarkan alloanamnesis. Namun alloanamnesis yang
terbaik dan akurat sulit didapatkan, karena gejala yang diceritakan oleh
22
1. Anamnesis
Merupakan langkah awal dengan melakukan wawancara baik dengan
pasien, orang tua ataupun orang terdekat untuk memastikan bahwa
serangan termasuk kejang epilepsi atau bukan (Ahmed and Spencer,
2004 ; Marjono, 2003). Pertanyaan dalam anamnesis antara lain meliputi
awal kejang, frekuensi kejang, ada atau tidaknya peringatan kejang/aura,
faktor pencetus, adakah luka pada yang ditimbulkan saat kejang, kapan
23
lebih sensitif dari pada CT Scan dalam mengenali lesi serebral yang
berkaitan dengan epilepsi (Hantoro, 2013).
4. Penatalaksanaan Epilepsi
Sebelum memberikan obat antiepilepsi yang tepat, maka terlebih
dahulu dilakukan identifikasi jenis serangan dan frekuensinya agar
mendapatkan diagnosa yang tepat sehingga dapat diberikan obat
antiepilepsi yang sesuai.Tujuan terapi farmakologi pada pasien epilepsi
adalah menghilangkan atau menurunkan frekuensi serangan,
meminimalkan efek samping yang ditimbulkan, serta meningkatkan
kualitas hidup pasien (Harsono, 2011). Terapi utama pada epilepsi adalah
penggunaan obat antiepilepsi(OAE). Beberapa kasus memerlukan terapi
selain OAE, seperti Sindrom West yang memerlukan tambahan terapi
Adrenocorticotropic Hormone(ACTH) (Vera et al., 2014). Pemilihan
terapi epliepsi dipilih sesuai dengan jenis epilepsi, efek samping yang
spesifik dari obat antiepilepsi serta kondisi pasien.Penggunaan
monoterapi lebih dianjurkan untuk mengurangi potensial efek samping
yang dapat muncul, meningkatkan kepatuhan pasien. Terdapat variasi
individual pasien terhadap respon obat antiepilepsi sehingga diperlukan
pementauan ketat dan penyesuaian dosis (Ikawati, 2011).Sekitar 50
sampai 70% pasien dapat diobati dengn monoterapi, tetapi tidak untuk
semua kejang. Lebih dari 60% pasien tidak patuh dalam menggunakan
obat dan hal tersebut merupakan penyebab utama atas gagalnya
pengobatan.Jika pasien hanya mengalami satu kali kejang dan tidak
mengganggu kelangsungan hidupnya, maka pemberian obat antiepilepsi
tidak dianjurkan (Sukandar et al, 2008). Dosis awal monoterapi adalah
dosis yang diperkirakan menghasilkan konsentrasi minimal obat dalam
plasma untuk menghasilkan efek terapi.
Terlebih dahulu diberikan dengan dosis rendah kemudian
ditingkatkan dengan interval yang tepat, hal tersebut bertujuan untuk
meminimalkan efek merugikan.Jika serangan tidak dapat dikontrol maka
25
1. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam epilepsi, secara umum ada 2 hal yaitu : a.
Tatalaksana fase akut (saat kejang) Tujuan pengelolaan pada fase akut
adalah mempertahankan oksigenasi otak yang adekuat, mengakhiri
kejang sesegera mungkin, mencegah kejang berulang, dan mencari faktor
penyebab. Serangan kejang umumnya berlangsung singkat dan berhenti
sendiri. Pengelolaan pertama untuk serangan kejang dapat diberikan
diazepam per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan anak < 10 kg
26
atau 10 mg bila berat badan anak > 10 kg. Jika kejang masih belum
berhenti, dapat diulang setelah selang waktu 5 menit dengan dosis dan
obat yang sama. Jika setelah dua kali pemberian diazepam per rektal
masih belum berhenti, maka penderita dianjurkan untuk dibawa ke rumah
sakit.
2. Pengobatan epilepsi Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah membuat
penderita epilepsi terbebas dari serangan epilepsinya. Serangan kejang
yang berlangsung mengakibatkan kerusakan sampai kematian sejumlah
sel-sel otak. Apabila kejang terjadi terus 23 menerus maka kerusakan sel-
sel otak akan semakin meluas dan mengakibatkan menurunnya
kemampuan intelegensi penderita. Karena itu, upaya terbaik untuk
mengatasi kejang harus dilakukan terapi sedini dan seagresif mungkin.
Pengobatan epilepsi dikatakan berhasil dan penderita dinyatakan sembuh
apabila serangan epilepsi dapat dicegah atau dikontrol dengan obatobatan
sampai pasien tersebut 2 tahun bebas kejang. Secara umum ada tiga
terapi epilepsi, yaitu :
a. Terapi medikamentosa Merupakan terapi lini pertama yang dipilih
dalam menangani penderita epilepsi yang baru terdiagnosa. Jenis
obat anti epilepsi (OAE) baku yang biasa diberikan di Indonesia
adalah obat golongan fenitoin, karbamazepin, fenobarbital, dan asam
valproat. Obat-obat tersebut harus diminum secara teratur agar dapat
mencegah serangan epilepsi secara efektif. Walaupun serangan
epilepsi sudah teratasi, penggunaan OAE harus tetap diteruskan
kecuali ditemukan tanda-tanda efek samping yang berat maupun
tanda-tanda keracunan obat. Prinsip pemberian obat dimulai dengan
obat tunggal dan menggunakan dosis terendah yang dapat mengatasi
kejang.
b. Terapi bedah Merupakan tindakan operasi yang dilakukan dengan
memotong bagian yang menjadi fokus infeksi yaitu jaringan otak 24
yang menjadi sumber serangan. Diindikasikan terutama untuk
penderita epilepsi yang kebal terhadap pengobatan. Berikut ini
27
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hal yang
menjadi pokok dalamm pembahasan :
28
DAFTAR PUSTAKA