Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN : STROKE

Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Dewasa
Sistem Muskuloskeletal, Integumen, Persepsi Sensori dan Persarafan
Dosen Pengampu: Aida Sri Rachmawati, M.Kep

Disusun oleh:

Rifan Ardiansah Abdillah C2114201111


Neng Hana Nur Fadilah C2114201087

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang gangguan sistem persarafan penyakit stroke.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Aida Sri Rachmawati,
M.Kep selaku dosen pengampu mata kuliah Kuliah Keperawatan Dewasa Sistem
Muskuloskeletal, Integumen, Persepsi Sensori dan Persarafan yang telah
membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan
terimakasih kepada teman-teman yang selalu setia membantu dalam hal
mengumpulkan data-data dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari dengan sepenuhnya bahwa masih
ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang makalah tentang


gangguan sistem persarafan penyakit stroke ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman serta memberikan manfaat bagi para pembaca.

Tasikmalaya, 02 Oktober 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ 2

DAFTAR ISI ...................................................................................................... 3

BAB I KONSEP PENYAKIT ............................................................................ 5

1.1 Definisi .................................................................................................. 5


1.2 Tanda gejala .......................................................................................... 5
1.3 Klasifikasi ............................................................................................. 6
1.4 Etiologi .................................................................................................. 7
1.5 Patofisiologi .......................................................................................... 8
1.6 Pemeriksaan Diagnostic ......................................................................... 9
1.7 Pengobatan/Farmakoterapi ................................................................... 10
1.8 Pengkajian (teori) ................................................................................ 13
1.9 Diagnosa Keperawatan (teori) .............................................................. 14
1.10 Perencanaan (teori) .............................................................................. 15
1.11 Evaluasi Keperawatan (teori) ............................................................... 19
BAB II PEMBAHASAN SOAL KASUS ......................................................... 21

2.1 Pengkajian ........................................................................................... 21


2.1.1 Pengumpulan Data ........................................................................ 21
2.1.2 Riwayat Penyakit .......................................................................... 21
2.1.3 Pemeriksaan fisik .......................................................................... 22
2.1.4 Pemeriksaan Penunjang ................................................................ 22
2.1.5 Analisa Data ................................................................................. 22
2.2 Diagnosa Keperawatan ........................................................................ 23
2.3 Rencana Keperawatan .......................................................................... 24
2.4 Implementasi Keperawatan .................................................................. 26
2.5 Evaluasi Keperawatan (1 hari) ............................................................. 27
2.6 Terapi Medis........................................................................................ 28
2.7 Isu Etik ................................................................................................ 28
BAB III REVIEW JURNAL ........................................................................... 29

3
BAB IV PENUTUP .......................................................................................... 33

4.1 Kesimpulan.......................................................................................... 33
4.2 Saran ................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 35

4
BAB I
KONSEP PENYAKIT

1.1 Definisi
Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak mengalami
gangguan atau berkurang akibat penyumbatan (stroke iskemik) atau pecahnya
pembuluh darah (stroke hemoragik). Tanpa pasokan darah, otak tidak akan
mendapatkan asupan oksigen dan nutrisi, sehingga sel-sel pada sebagian area otak
akan mati. Kondisi ini menyebabkan bagian tubuh yang dikendalikan oleh area otak
yang rusak tidak dapat berfungsi dengan baik.

Stroke merupakan kondisi gawat darurat yang perlu ditangani secepatnya,


karena sel otak dapat mati hanya dalam hitungan menit. Tindakan penanganan yang
cepat dan tepat dapat meminimalkan tingkat kerusakan otak dan mencegah
kemungkinan munculnya komplikasi.

1.2 Tanda gejala


Setiap bagian otak bertugas mengendalikan bagian tubuh yang berbeda,
sehingga gejala stroke bergantung pada bagian otak yang terserang dan tingkat
kerusakannya. Itulah sebabnya, gejala stroke bisa bervariasi pada tiap pengidap.
Namun, biasanya stroke terjadi secara mendadak. Setidaknya, ada tiga gejala utama
stroke yang mudah untuk dikenali, yaitu:
 Salah satu sisi wajah akan terlihat lebih turun dan pengidap tidak mampu
tersenyum karena mulut atau mata tampak terkulai.
 Pengidap tidak mampu mengangkat salah satu lengan karena terasa lemas
atau mati rasa. Tidak hanya lengan, tungkai yang berada pada sisi yang sama
dengan lengan juga mengalami kelemahan.
 Ucapan menjadi tidak jelas, kacau, atau bahkan tidak mampu berbicara
sama sekali meski pengidap terlihat sadar.

Sementara itu, gejala dan tanda stroke lainnya adalah:


 Mual dan muntah.

5
 Sakit kepala hebat yang datang secara tiba-tiba, disertai kaku pada leher dan
pusing seperti berputar (vertigo).
 Mengalami penurunan kesadaran.
 Sulit menelan (disfagia) sehingga mengakibatkan tersedak.
 Mengalami gangguan pada keseimbangan dan koordinasi.
 Mengalami hilang penglihatan secara tiba-tiba atau penglihatan ganda.

1.3 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, stroke terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Stroke iskemik
Terjadi ketika pembuluh darah arteri yang membawa darah dan oksigen ke
otak mengalami penyempitan, sehingga menyebabkan aliran darah ke otak
sangat berkurang. Kondisi ini disebut juga dengan iskemia. Stroke iskemik
dapat dibagi lagi ke dalam 2 jenis, stroke trombotik dan stroke embolik.

 Stroke Emboli : Bekuan darah atau plak yang terbentuk di dalam


jantung atau pembuluh arteri besar yang terangkut menuju otak
 Stroke Trombotik : Bekuan darah atau plak yang terbentuk di dalam
pembuluh arteri yang mensuplai darah ke otak
2. Stroke hemoragik
Terjadi ketika pembuluh darah di otak pecah sehingga menyebabkan
perdarahan. Pendarahan di otak dapat dipicu oleh beberapa kondisi yang
memengaruhi pembuluh darah. Misalnya hipertensi yang tidak terkendali,
dinding pembuluh darah yang lemah, dan sedang menjalani pengobatan
dengan pengencer darah. Stroke hemoragik terbagi lagi menjadi dua jenis,
yaitu perdarahan intraserebral dan subarachnoid.

 Perdarahan Intraserebral : Pecahnya pembuluh darah dan darah masuk


ke dalam jaringan yang menyebabkan sel-sel otak mati sehingga
berdampak pada kerja otak berhenti. Penyebab tersering adalah
Hipertensi

6
 Perdarahan Subarachnoid : Pecahnya pembuluh darah yang
berdekatan dengan permukaan otak dan darah bocor di antara otak dan
tulang tengkorak. Penyebabnya bisa berbeda-beda, tetapi biasanya
karena pecahnya aneurisma.

1.4 Etiologi
Etiologi stroke dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu iskemik dan
hemoragik. Pada stroke iskemik, etiologi stroke dapat berupa plak arterosklerotik
dan emboli yang berasal dari jantung atau bukan dari jantung. Pada stroke
hemoragik, stroke dapat terjadi disebabkan oleh pecahnya aneurisma, adanya
malformasi arterio-venosa, serta adanya trauma pada kepala.

Kondisi penyebab stroke adalah :

A. Trombus
 Atrerosklerosis dalam arteri intrakranial dan ekstrakranial
 Keadaan yang berkaitan dengan perdarahan intraserebral
 Arteritis yang disebabkan oleh penyakit kolagen (autoimun) atau arteritis
bakteri
 Hiperkoagulasi seperti policythemia
 Trombosis vena serebral

B. Emboli.
 Kerusakan katup karena penyakit jantung rematik
 Infark miokardial
 Fibrilasi arterion
 Endokarditis bakteri dan endokarditis nonbakteri menyebabkan bekuan
pada endokardium

C. Perdarahan
 Perdarahan intraserebral karena hipertensi.
 Perdarahan subaraknoid.orohoids
 Ruptur anurisma.

7
 Arteri venous malformation.
 Hipokoagulansi

1.5 Patofisiologi
Stroke didefinisikan sebagai ledakan neurologis mendadak yang disebabkan
oleh gangguan perfusi melalui pembuluh darah ke otak. Aliran darah ke otak diatur
oleh dua karotis interna di anterior dan dua arteri vertebralis di posterior (lingkaran
Willis). Stroke iskemik disebabkan oleh kurangnya suplai darah dan oksigen ke
otak; Stroke hemoragik disebabkan oleh pendarahan atau kebocoran pembuluh
darah.

Oklusi iskemik menyumbang sekitar 85% korban jiwa pada pasien stroke,
dan sisanya disebabkan oleh perdarahan intraserebral. Oklusi iskemik
menghasilkan kondisi trombotik dan emboli di otak. Pada trombosis, aliran darah
dipengaruhi oleh penyempitan pembuluh darah akibat aterosklerosis. Penumpukan
plak pada akhirnya akan menyempitkan ruang pembuluh darah dan membentuk
gumpalan sehingga menyebabkan stroke trombotik. Pada stroke emboli, penurunan
aliran darah ke daerah otak menyebabkan emboli; aliran darah ke otak berkurang,
menyebabkan stres berat dan kematian sel sebelum waktunya (nekrosis). Nekrosis
diikuti oleh gangguan membran plasma, pembengkakan organel dan bocornya isi
seluler ke ruang ekstraseluler, dan hilangnya fungsi saraf. Peristiwa penting lainnya
yang berkontribusi terhadap patologi stroke adalah peradangan, kegagalan energi,
hilangnya homeostasis, asidosis, peningkatan kadar kalsium intraseluler,
eksitotoksisitas, toksisitas yang dimediasi radikal bebas, sitotoksisitas yang
dimediasi sitokin, aktivasi komplemen, gangguan sawar darah-otak, aktivasi sel
glial, stres oksidatif dan infiltrasi leukosit.

Stroke hemoragik menyumbang sekitar 10-15% dari seluruh stroke dan


memiliki angka kematian yang tinggi. Pada kondisi ini, stres pada jaringan otak dan
cedera internal menyebabkan pembuluh darah pecah. Ini menghasilkan efek toksik
pada sistem vaskular, mengakibatkan infark. Ini diklasifikasikan menjadi
perdarahan intraserebral dan subarachnoid. Pada ICH, pembuluh darah pecah dan

8
menyebabkan penumpukan darah yang tidak normal di dalam otak. Penyebab
utama ICH adalah hipertensi, gangguan pembuluh darah, penggunaan antikoagulan
dan agen trombolitik yang berlebihan. Pada perdarahan subarachnoid, darah
menumpuk di ruang subarachnoid otak akibat cedera kepala atau
aneurisma serebral.

1.6 Pemeriksaan Diagnostic

Beberapa pemeriksaan penunjang yang bisa di lakukan :

1. Pemeriksaan darah
Tes ini dilakukan untuk mengecek ada atau tidaknya infeksi, kadar gula
darah, risiko pembekuan darah, dan mengetahui keseimbangan elektrolit
dalam darah.

2. CT scan
Untuk mengetahui kondisi otak lebih detail. Selain itu, CT scan juga
membantu dokter mengetahui ada atau tidaknya tumor atau perdarahan pada
otak.

3. MRI
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui gambaran otak pengidap
secara lebih mendetail. Tes ini juga bisa membantu dokter menemukan
jaringan pada otak yang mengalami kerusakan karena perdarahan atau
stroke iskemik.

4. Elektrokardiografi
Pemeriksaan yang dilakukan guna mengetahui aktivitas listrik pada organ
jantung. Tes ini dapat membantu dokter menemukan kelainan detak jantung,
adanya indikasi penyakit jantung koroner yang bisa terjadi bersama
penyakit stroke.

5. Ekokardiografi

9
Pemeriksaan dilakukan guna mendeteksi sumber gumpalan pada jantung
sekaligus mengecek fungsi dari pompa jantung. Sebab, gumpalan dapat
bergeser dari pembuluh darah jantung ke bagian otak yang memicu
terjadinya stroke.

6. USG doppler karotis

Pemeriksaan dilakukan dengan memanfaatkan gelombang suara untuk


menghasilkan gambar aliran darah, di dalam pembuluh arteri karotis di leher
secara lebih mendetail. Tujuannya yaitu mendeteksi adanya plak atau
penumpukan lemak dan keadaan di dalam aliran darah tersebut.

1.7 Pengobatan/Farmakoterapi

A. Stroke Iskemik
Obat yang digunakan untuk mencegah atau mengobati stroke non-
perdarahan (iskemik) atau untuk menghancurkan sumbatan pada pembuluh
darah tersebut. Obat ini termasuk dalam golongan anti- koagulan,
antithrombotik, dan fibrinolitik.

1. Nama Obat : Cilostazol


Dosis : 2 x 50 mg/hari
Fungsi/Indikasi : Mengobati gejala klaudikasio intermiten, yaitu nyeri
di tungkai bawah saat berjalan akibat sirkulasi darah yang tidak lancar.
Efek samping : Sakit kepala, pusing, ansietas, insomnia, neuralgia,
serta perdarahan intrakranial. Diare, anoreksia, kolitis, ulkus
duodenum, perdarahan saluran cerna, kolelitiasis, dan edema lidah.
Interaksi : Peningkatan risiko terjadinya perdarahan jika digunakan
bersama obat antiplatelet atau antikoagulan lainnya, seperti aspirin,
warfarin, atau apixaban.
2. Nama Obat : Alteplase
Dosis : 15 mg IV bolus. 50 mg infus

10
Fungsi/Indikasi : Obat ini memecah gumpalan darah yang menyumbat
pembuluh arteri dan menyebabkan penyakit, seperti serangan
jantung dan stroke.
Efek samping : BAB berdarah atau berwarna hitam, urin berwarna
merah atau gelap, muntah darah atau berampas seperti bubuk kopi,
perdarahan menstruasi yang sangat banyak atau perdarahan vagina di
luar menstruasi, gejala stroke hemoragik (perdarahan di otak), seperti
sakit kepala yang berat, lemah atau mati rasa pada satu sisi tubuh, sulit
berbicara atau memahami pembicaraan, dan gangguan
penglihatan yang mendadak.
Interaksi : Alteplase bekerja dengan membantu proses pembentukan
plasmin, yaitu protein darah yang dapat memecah dan melarutkan
gumpalan darah atau emboli. Peningkatan risiko terjadinya perdarahan
jika digunakan bersama obat golongan antikoagulan atau antiplatelet.
3. Nama Obat : Dipyridamole
Dosis : 2 x 1 kapsul/hari
Fungsi/Indikasi : Untuk mencegah terbentuknya gumpalan darah
setelah operasi penggantian katup jantung. Gumpalan darah yang
menyumbat pembuluh darah dapat menyebabkan terjadinya stroke,
emboli paru, atau serangan jantung.
Efek samping : Pusing atau sakit kepala, Muntah, Sakit perut, Diare,
Sensasi kepanasan, Rasa hangat dan panas di leher, wajah,
atau dada (flushing).
Interaksi : Penurunan efek terapi fludarabine, Berkurangnya
penyerapan dipyridamole jika digunakan dengan antasida. Peningkatan
efek obat antikoagulan atau obat antiplatelet lain, Meningkatnya efek
penurunan tekanan darah (hipotensif) dari obat antihipertensi.
4. Nama Obat : Clopidogrel. Tab 75 mg
Dosis : 1 x 1 tab

11
Fungsi/Indikasi : Untuk mencegah penyumbatan pembuluh darah dan
membantu melancarkan peredaran darah, sehingga obat ini dapat
menurunkan risiko terjadinya stroke atau serangan jantung.
Efek samping : Diare, Mudah mengalami memar atau perdarahan,
Perdarahan sulit berhenti, Sembelit, Rasa terbakar di dada
(heartburn), Nyeri perut
Interaksi : Memblok reseptor adenosine difosfat (ADP) sehingga tidak
terjadi aktivasi platelet dan pembekuan darah. Peningkatan risiko
terjadinya perdarahan jika digunakan bersama aspirin, antikoagulan,
antiplatelet.
5. Nama Obat : Ticlopidine Hcl
Dosis : 1-2 x 1 tab/hari, sesudah makan
Fungsi/Indikasi : Pengencer darah untuk mencegah terbentuknya
gumpalan darah yang bisa berdampak buruk bagi kesehatan.
Efek samping : Sakit perut atau kembung, Mual atau muntah, Diare,
Kulit gatal, Sakit kepala, Hilang nafsu makan
Interaksi : Menghalangi sel keping darah (platelet) agar tidak saling
menempel dan membentuk gumpalan darah yang dapat menyebabkan
stroke atau serangan jantung. Peningkatan risiko terjadinya perdarahan
bila digunakan bersama obat antikoagulan atau obat antiplatelet lain

B. Stroke Hemoragik (Perdarahan)


Obat yang digunakan untuk mencegah atau mengobati stroke perdarahan
(Hemoragik/Sub-Arachnoid). Nimodipine merupakan calcium channel
block yang khusus untuk menghentikan perdarah- an otak yang masih kecil.

1. Nama Obat : Nimodipine. Vial


Dosis : 60 mg setiap 4 jam
Fungsi/Indikasi : Untuk mencegah dan menangani kerusakan otak
akibat kurangnya pasokan darah saat terjadi perdarahan subarachnoid
Efek samping : Mual, Sakit perut, Sakit kepala, Kemerahan dan rasa
hangat pada kulit (flushing), Nyeri otot, Berkeringat banyak.

12
Interaksi : Peningkatan risiko terjadinya hipotensi parah jika
digunakan dengan obat penghambat beta, seperti
bisoprolol dan atenolol

1.8 Pengkajian (teori)


Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Di sini semua
data di kumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien saat
ini. Pengkajian harus di lakukan secara komprehensif terkait dengan aspek biologis,
psikologis, sosial maupun spiritual klien. Secara umum pengkajian pada stroke
meliputi :

1. Riwayat keperawatan
 Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit kardiovaskuler, transient
ischemic attacks (TIA).
 Merokok sigaret
 Menggunakan kontrasepsi oral Gangguan sensorik/motorik;
 Gangguan penglihatan
2. Pemeriksaan Fisik
 Tingkat kesadaran dan status mental
 Gangguan sensorik dan motoric
 Aphasia
 Penglihatan
 Fungsi saraf kranial
 Tanda-tanda vital
 Pemeriksaan darah (pembekuan darah, hitung sel darah, Trigliserida.
kolesterol, gula darah)
 CT scan; angiogram; EKG, EEG
 Kegemukan/obesitas
3. Psikososial
 Usia
 Jenis kelamin

13
 Sistem dukungan
 Gaya hidup
 Strategi koping yang biasa digunakan
 Pekerjaan
 Peran dan tanggung jawab selama ini
 Reaksi emosional terhadap penyakitnya
4. . Pengetahuan klien dan keluarga tentang :
 Penyebab stroke
 Faktor resiko
 Prognosa
 Tingkat pengetahuan
 Kemampuan membaca dan belajar

1.9 Diagnosa Keperawatan (teori)


Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
beransung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan. Berikut adalah diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada klien stroke dengan menggunakan Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia dalam (PPNI, 2017).

1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan tidak adekuat nya


suplai darah serebral, meningkatnya tekanan intrakranial, menurunnya
oksigenisasi serebral
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan menurunnya kesadaran,
paresis/plegia.
3. Gangguan menelan berhubungan dengan hilangnya fungsi motorik.
4. Perubahan pola eliminasi feses: konstipasi, diare, inkontinen berhubungan
dengan pemasukan cairan dan makanan, hilangnya pengontrolan volunteer,
gangguan komunikasi, perubahan peristaltik, intoleran terhadap makanan

14
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan afasia, disarhria,
perubahan proses pikir.
6. Gangguan konsep diri: gambaran tubuh, harga diri, peran, identitas
berhubungan dengan menurunnya fungsi tubuh, perubahan fisik, peran dan
ketergantungan.

1.10 Perencanaan (teori)


Diagnosa Tindakan
Perubahan perfusi jaringan selebral b.d  Obsevasi status neurologi klien meliputi status
tidak adekuatnya suplai darah selebral, mental, pupil, gerakan mata, fungsi sensorik
meningkatnya tekanan intracranial, dan motorik, respon verbal setiap 1-4 jam
menurunnya oksigenasi serebral untuk mendeteksi perubahan-perubahan yang
berindikasi adanya ganggu- an fungsi serebral.
 Monitor tanda-tanda vital setiap 1-4 jam
 Berikan obat antihipertensi dan pantau
pengaruhnya.
 Pertahankan jalan napas dan ventilasi secara
adekuat.
 Tingkatkan aliran vena dari otak dengan cara
meninggikan kepala/ elevasi kepala
 Gunakan pengaman tempat tidur agar jangan
sampai jatuh.
 Berikan waktu istirahat yang optimal.
 Berikan obat-obatan uantuk mencegah
pembukaan darah sesuai program, seperti:
heparin, coumadin.
 Berikan diuretik sesuai program untuk
mengurangi volume cairan; monitor
pemasukan dan pengeluaran.
 Berikan steroid sesuai program untuk
mencegah edema serebral.

15
 Monitor toksik dan efek samping berkaitan
dengan terapi obat yang diberikan.
 Monitor pemeriksaan laboratorium (misalnya
PTT, PT, elektrolit) un- tuk menetapkan kadar
darah obat terapi atau keseimbangan elektrolit.
 Laporkan ke dokter segera bila menunjukan
perubahan neurologi dan hemodinamik.
 Bantu untuk pemeriksaan diagnostik (CT Scan.
Angiografi) sebagaimana kebutuhan.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan  Observasi fungsi motorik klien, sensasi dan
dengan menurunnya kesadaran, reflek pada seluruh ekstremitas untuk
paresis/plegia menetapkan kemampuan dan keterbatasan
 Pertahankan sikap tubuh yang terapeutik yang
meliputi kepala, bahu dan sendi panggung pada
mattress dengan papan tempat tidur
 Berikan footboard dan mattress untuk
mencegah penekanan dan mencegah footdrop
dan kerusakan kulit.
 Letakkan sendi-sendi pada posisi fungsional:
siku sedikit fleksi, pergelangan tangan
ekstensi, handroll untuk menjaga posisi meng-
genggam dan untuk mengontrol spasme,
lengan ditinggikan untuk mencegah edema.
 Alih posisi setiap 2 jam.
 Latih pergerakan pasif ROM setiap 2-4 jam
bila tidak ada kontraindikasi
 Latih untuk menggunakan trapezebar diatas
kepala untuk membantu klien melakukan
gerakan dan mendorong kemandirian.

16
 Bantu klien untuk ambulasi, jaga
keamanannya.
 Koordinasi dengan fisioterapi dan
occupational therapists.
Gangguan menelan berhubungan  Observasi gag reflek, kemampuan menelan,
dengan hilangnya fungsi motorik adanya paralisis wajah fungsi sensorik dan
motorik ekstremitas atas klien untuk
menetapkan kemampuan fungsional klien
untuk makan.
 Monitor pemasukan dan pengeluaran dan
pemasukan diet untuk menetapkan defisit.
 Monitor elektrolit (pemasukan secara peroral
yang buruk dan kurang- nya cairan dapat
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit)
 Berikan cairan IV
 Berikan makananan nasogratik dan minum
Berikan terapi hyperalimentation
 Bantu makanan oral bila ada indikasi.
 Observasi makanan yang disukai dan tidak
disukai untuk memotivasi makanyang adekuat.
 Konsulatsi ke ahli gizi untuk mempengaruhi
diet oila klien dapat mentoleransi misalnya
makanan cair dan lunak
 Koordinasi dengan terapi wicara dan okupasi
 Monitor berat badan.
Perubahan eliminasi feses: konstipasi,  Observasi kemampuan klien untuk dapat
diare, inkontinen berhubungan dengan menyampaikan kebutuhan untuk defekasi.
pemasukan cairan dan makanan,  Observasi kebiasaan klien bab
hilangnya control voluntary, gangguan  Observasi mobilisasi dan akitifitas yang dapat
komunikasi, perubahan peristaltic membantu meningkat- kan peristaltik usus.

17
 Berikan pelunak feses, laxative, supositoria,
enema. Observasi status nutrisi klien dan
anjurkan makan makanan yang tinggi serat.
 Berikan ekstra cairan
 Observasi kejadian inkontinen minimal setiap
shift.
 Observasi dan catat karakter dan frekuensi bab
 Stimulasi pada saat bab dengan memberikan
rasa aman dan posisi yang nyaman.
Gangguan komunikasi verbal  Observasi kemampuan klien berkomunikasi,
berhubungan dengan afasia, disarhria, memahami orang lain
perubahan proses pikir.  Pertahankan kontak mata dengan klien saat
berkomunikasi
 Arahkan klien untuk berkomunikasi secara
perlahan-lahan dan tidak terburu-buru.
 Gunakan kata kata sederhana secara bertahap
dan dengan bahasa tubuh.
 Gunakan pertanyaaan-pertanyaan yang dapat
dijawab dengan”ya” atau “tidak” atau dengan
isyarat tubuh
 Sampaikan pada klien bahwa staff memahami
dan empati terhadap masalah komunikasi
 Berikan respon terhadap perilaku non verbal
 Konsultasikan dengan terapi wicara.
Gangguan konsep diri: gambaran  Gali rasa takut klien/keluarga terhadap
tubuh, harga diri, peran, identitas kematian, hilangnya kemandirian, hilangnya
berhubungan dengan menurunnya control funsgi tubuh, kecacatan dan hilangnya
fungsi tubuh, perubahan fisik, peran kemampua bicara
dan ketergantungan  Dorong untuk menyatakan perasaanya (marah,
depresi, frustasi, cemas dan tidak berdaya)

18
 Jelaskan dampak dari gangguan terhadap status
kesehatan klien dan keluarga
 Berikan tindakan untuk mengatasi masalah
psikologisnya, misalnya melalui komunikasi
terapeutik, memberikan alternatif-alternatif
pemecahan masalah
 Konsultasikan dengan pelayanan sosial,
konselor bial dibutuhkan
 Jelaskan kepada klien dan keluarga bahwa
perkembangan kesehatannya lambat. Berikan
pujian atas kemajuan positif klien.

1.11 Evaluasi Keperawatan (teori)


Evaluasi keperawatan merupakan suatu aktivitas tindakan perawat untuk
mengetahui efektivitas tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien. Evaluasi
asuhan keperawatan merupakan fase akhir dari proses keperawatan terhadap asuhan
keperawatan yang di berikan (Andi Parellangi 2017).

Terdapat dua jenis evaluasi menurut (Fitrianti, 2018):


A. Evaluasi Formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan.Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah
perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai
keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan
evaluasi formatif ini meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah
SOAP, yakni subjektif, objektif, analisis data dan perencanaan.
1. S (subjektif), yaitu Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada
klien yang afasia.
2. O (objektif), yaitu Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh
perawat.

19
3. A (analisis), yaitu Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang
dianalisis atau dikaji dari data subjektif dan data objektif.
4. P (perencanaan), yaitu Perencanaan kembali tentang pengembangan
tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang
dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien.
B. Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua
aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan.Evaluasi sumatif ini
bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah
diberikan. Ada 3 kemungkinan evaluasi yang terkait dengan pencapaian
tujuan keperawatan, yaitu:
1. Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan perubahan
sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
2. Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau klien
masih dalam proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan
perubahan pada sebagian kriteria yang telah ditetapkan.
3. Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya
menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali.

20
BAB II
PEMBAHASAN SOAL KASUS

Seorang perempuan usia 60 tahun dirawat diruang penyakit syaraf dengan diagnosa
stroke hemorhagik. Didapat riwayat masuk dengan jatuh dan pe↓ kesadaran selama
2 hari. Hasil pengkajian didapat GCS 14. Tanda-tanda vital menunjukkan TD :
220/100 mmHg, P : 86 x/menit, RR : 26 x/menit, S : 37◦C. Bicara pelo dan tidak
mengerti apa yang dibicarakan oleh keluarga klien, bibir mencong. Terdapat
hemiparese ekstremitas kanan dengan kekuatan otot : 2. Pasien membutuhkan
bantuan untuk bergerak. Hasil Lab : LDL : 200gr/dl, HDL ;35 gr/dl , Glukosa
sewaktu : 120gr/dl . Untuk mencegah terjadinya luka decubitus, perawat melakukan
mobilisasi pasien setiap 2 jam

2.1 Pengkajian
2.1.1 Pengumpulan Data
1. Identitas Pasien
Nama :-
Umur : 60 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan

2.1.2 Riwayat Penyakit


1. Keluhan utama
Jatuh dan penurunan kesadaran selama 2 hari

2. Riwayat Penyakit sekarang


Hasil pengkajian GCS 14, bicara pelo dan tidak mengerti apa yang
dibicarakan oleh keluarga klien, bibir mencong. Terdapat hemiparese
ekstremitas kanan dengan kekuatan otot : 2 . Pasen membutuhkan
bantuan untuk bergerak. Hasil Lab : LDL : 200gr/dl, HDL ;35 gr/dl ,
Glukosa sewaktu : 120gr/dl .

21
3. Riwayat penyakit sebelumnya
Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit terdahulu.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit
turunan.

2.1.3 Pemeriksaan fisik


 TTV:
Tekanan Darah : 220/100 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Respirasi : 26 x/menit
Suhu : 37C

2.1.4 Pemeriksaan Penunjang


 Hasil Lab :
LDL : 200gr/dl
HDL : 35 gr/dl
GDS : 120gr/dl

2.1.5 Analisa Data

No Data Fokus Etiologi Masalah Keperawatan


1. Data Subjektif : - Hipertensi/peningkatan Risiko perfusi selebral
tekanan sistemik tidak efektif
Data Objektif :
Dinding arteri menipis
 TD : 220/100 dan rapuh
mmHg
 LDL : 200gr/dl Penyumbatan pembuluh
 HDL : 35 gr/dl darah
 Pembuluh darah
pecah dan Aneurisma pada otak
perdarahan pada
otak Pembuluh darah pecah
dan perdarahan pada
otak

22
Iskemia/suplai darah ke
jaringan selebral tidak
adekuat

Hipoksia

Risiko perfusi selebral


tidak efektif
2. Data Subjektif : - Suplai darah ke Gangguan mobilitas
jaringan selebral tidak fisik
adekuat
Data Objektif :
 Bicara pelo Penurunan fungsi otak
 Tidak mengerti
apa yang Hemisfer kiri
dibicarakan oleh
keluarga klienb Hemiparese ekstremitas
 Bibir mencong kanan
 Terdapat
Gangguan mobilitas
hemiparese
fisik
ekstremitas
kanan dengan
kekuatan otot : 2
 Pasien
membutuhkan
bantuan untuk
bergerak

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Risiko perfusi selebral tidak efektif berhubungan dengan meningkatnya
tekanan darah ditandai dengan pecahnya pembuluh darah di otak. (D.0017)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal
dibuktikan dengan bicara pelo, bibir mencong dan terdapat hemiparese
ekstremitas kanan dengan kekuatan otot : 2 (D.0054)

23
2.3 Rencana Keperawatan

Diagnosa keperawatan Kriteria hasil Intervensi


(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Risiko perfusi selebral Perfusi Selebral Pemantauan Tekanan Intrakranial
tidak efektif berhubungan (L.02014) (I.06198)
dengan meningkatnya Setelah dilakukan Observasi :
tekanan darah ditandai intervensi  Identifikasi penyebab peningkatan
dengan pecahnya keperawatan selama TIK (mis. gangguan metabolisme,
pembuluh darah di otak. 1 x 24 jam edema serebral, peningkatan
(D.0017) diharapkan perfusi tekanan vena, obstruksi aliran
selebral pasien cairan serebrospinal, hipertensi
meningkat, dengan intrakranial idiopatik)
kriteria hasil:  Monitor peningkatan TD
- Tekanan darah  Monitor pelebaran tekanan nadi
sistolik membaik  Monitor tekanan perfusi serebral
- Tekanan darah  Monitor jumlah, kecepatan, dan
diastolic karakteristik drainase cairan
membaik serebrospinal
 Monitor efek stimulus
lingkungan terhadap TIK
Terapeutik :
 Ambil sampel drainase cairan
serebrospinal
 Pertahankan posisi kepala dan
leher netral
 Atur interval pemantauan sesuai
kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :

24
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Gangguan mobilitas fisik Mobilisasi Fisik Dukungan Ambulasi (I.06171)
b.d program pembatasan (L.05042) Observasi
gerak d.d bicara pelo,  Identifikasi adanya nyeri atau
bibir mencong dan Setelah dilakukan keluhan fisik lainnya
terdapat hemiparese intervensi  Identifikasi toleransi fisik
ekstremitas kanan dengan keperawatan selama melakukan ambulasi
kekuatan otot : 2 1 x 24 jam  Monitor frekuensi jantung dan
(D.0054) diharapkan tekanan darah sebelum memulai
mobilitas fisik ambulasi
pasien meningkat,  Monitor kondisi umum selama
dengan kriteria melakukan ambulasi
hasil: Terapeutik
- Kekuatan otot
 Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan
meningkat alat bantu (mis. tongkat, kruk)
- Gerakan terbatas
 Fasilitasi melakukan mobilisasi
menurun
fisik, jika perlu
- Kelemahan fisik
 Libatkan keluarga untuk membantu
menurun
pasien dalam meningkatkan
ambulasi
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
 Anjurkan melakukan ambulasi dini
 Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan (mis. berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda, berjalan
dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)

25
2.4 Implementasi Keperawatan

Diagnosa keperawatan Implementasi


Risiko perfusi selebral tidak - Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK (mis.
efektif berhubungan dengan gangguan metabolisme, edema serebral,
meningkatnya tekanan darah peningkatan tekanan vena, obstruksi aliran cairan
ditandai dengan pecahnya serebrospinal, hipertensi intrakranial idiopatik)
pembuluh darah di otak. - Memonitor peningkatan TD
(D.0017) - Memonitor pelebaran tekanan nadi
- Memonitor tekanan perfusi serebral
- Memonitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik
drainase cairan serebrospinal
- Memonitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK
- Mengambil sampel drainase cairan serebrospinal
- Mempertahankan posisi kepala dan leher netral
- Mengatur interval pemantauan sesuai kondisi
pasien
- Mendokumentasikan hasil pemantauan
- Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Gangguan mobilitas fisik b.d - Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
program pembatasan gerak d.d lainnya
bicara pelo, bibir mencong dan - Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan
terdapat hemiparese ekstremitas ambulasi
kanan dengan kekuatan otot : 2 - Memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah
(D.0054) sebelum memulai ambulasi
- Memonitor kondisi umum selama melakukan
ambulasi
- Memfasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
(mis. tongkat, kruk)
- Memfasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu

26
- Melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
- Menjelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
- Menganjurkan melakukan ambulasi dini
- Mengajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur ke kursi
roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)

2.5 Evaluasi Keperawatan (1 hari)

No Diagnosa Evaluasi
1 Risiko perfusi selebral S: -
tidak efektif berhubungan O: TTV:
dengan meningkatnya TD : 160/90 mmHg/dl
tekanan darah ditandai Nadi : 86 x/menit
dengan pecahnya Respirasi : 26 x/menit
pembuluh darah di otak. Suhu : 37C
(D.0017) LDL : 120 gr/dl
HDL : 50 gr/dl
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
2 Gangguan mobilitas fisik S: -
b.d program pembatasan O: TTV:
gerak d.d bicara pelo, TD : 160/90 mmHg/dl
bibir mencong dan Nadi : 86 x/menit
terdapat hemiparese Respirasi : 26 x/menit
ekstremitas kanan dengan Suhu : 37C
kekuatan otot : 2 Kekuatan otot meningkat dengan nilai 4
(D.0054) Gerakan terbatas menurun : Pasien sudah mulai
bisa bicara

27
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan

2.6 Terapi Medis


Dalam kasus stroke hemoragik, pengobatan secara cepat penting untuk
dilakukan. Beberapa jenis obat yang umumnya diberikan meliputi:
1) Obat kejang
2) Obat untuk menghilangkan rasa sakit pada kepala
3) Obat pengontrol tekanan darah
4) Prosedur pembedahan
5) Terapi stroke hemoragik (rehabilitasi, seperti fisioterapi)

Salah satu contoh obat stroke hemoragic :


 Nimodipine
Untuk mencegah dan menangani kerusakan otak akibat kurangnya
pasokan darah saat terjadi perdarahan subarachnoid.
Efek samping yang harus di monitor oleh perawat : Mual, sakit perut,
sakit kepala, kemerahan dan rasa hangat pada kulit (flushing), nyeri otot,
berkeringat banyak.

2.7 Isu Etik


Pada kasus diatas, perawat melakukan mobilisasi setiap 2 jam kepada pasien
yang bertujuan untuk mencegah terjadinya luka decubitus. Isu etik diatas termasuk
isu etik beneficence. Prinsip Beneficence dalam makna yang lebih luas berarti
tindakan yang dilakukan untuk kebaikan orang lain. Prinsip moral beneficence
adalah kewajiban moral untuk melakukan suatu tindakan demi kebaikan atau
kemanfaatan orang lain (pasien). Beberapa contoh penerapan prinsip beneficence
ini adalah :
1) Melindungi dan menjaga hak orang lain.
2) Mencegah bahaya yang dapat menimpa orang lain.
3) Meniadakan kondisi yang dapat membahayakan orang lain.
4) Membantu orang dengan berbagai keterbatasan (kecacatan).

28
BAB III
REVIEW JURNAL

No Nama Judul Tahun Nama Jurnal Metode Penelitian, Populasi, Tindakan/ Hasil Penelitian
Penulis Penelitian Publikasi Publikasi Sampel Intervensi
1. Anggriani, Efektivitas 2020 Journal of Jenis penelitian ini adalah quasi- Intervensi yang Hasil penelitian
Nurul Aini, Latihan Healthcare eksperiment, dengan dilakukan menunjukkan rata-rata
Sulaiman Range Of Technology menggunakan pendekatan “one adalah latihan (mean) peningkatan
Motion Pada and Medicine group pretes and posttest design”. ROM (Range kekuatan otot antara
Pasien Stroke Vol. 6 No. 2. Populasi dalam penelitian ini of Motion). sebelum dan 7 hari
Di Rumah adalah semua pasien stroke yang Populasi dalam sesudah diberikan
Sakit Siti mengalami penurunan tingkat penelitian ini intervensi sebesar
Hajar kemandirian activity daily living adalah semua 1,80. Terjadinya
sebanyak 35 pasien dari 4 bulan pasien stroke peningkatan kekuatan
terakhir di RSU Siti Hajar Medan. yang otot dapat
Teknik pengambilan sampel yang mengalami mengaktifkan gerakan
digunakan pendekatan purposive penurunan volunter. Latihan
sampling quasi experimental tingkat Range Of Motion
dengan pendekatan one group pre kemandirian memiliki pengaruh
test-post test. Pada desain activity daily terhadap rentang gerak
penelitian ini hanya terdapat satu living responden bila
kelompok, yaitu kelompok sebanyak 35 dilakukan dengan
perlakuan sekaligus menjadi pasien dari 4 frekuensi dua kali
kelompok kontrol. Kelompok bulan terakhir sehari dalam enam hari
tersebut dilakukan intervensi di RSU Siti dan dengan waktu 10-
berupa inkulis : pasien stroke yang Hajar Medan 15 menit dalam sekali

29
berumur antara 30 tahun keatas; latihan (Chaidir Reny,
(b) Pasien stroke dengan iskemia 2014).
yang mengalami penurunan
tingkat kemandirian activity daily
living. dengan tingkat
ketergantungan sedang sampai
berat.
2. Agusrianto, Penerapan 2020 Jurnal Ilmiah Penelitian ini menggunakan Pada jurnal ini Hasil evaluasi setelah
Nirva Latihan Kesehatan metode deskriptif dengan akan dilakukan enam hari penerapan
Rantesigi Range of (JIKA) Vol. 2, pendekatan studi kasus. Pada intervensi latihan ROM pasif
Motion No. 2. penelitian ini melibatkan satu penerapan didapatkan ada
(ROM) Pasif orang pasien yang mengalami non latihan ROM peningkatan kekuatan
terhadap haemoragik stroke dengan pasif pada otot yang dicapai yaitu
Peningkatan kelumpuhan ekstremitas. asuhan pada ekstremitas
Kekuatan Penerapan latihan ROM pasif keperawatan kanan atas/bawah dari
Otot dilakukan dua kali sehari pagi dan kasus non semula skala 2 naik
Ekstremitas sore hari dengan waktu pemberian hemoragik menjadi skala 3 yang
pada Pasien 15-20 menit untuk meningkatkan stroke yang artinya dapat
dengan Kasus kekuatan otot. Pengumpulan data mengalami mengangkat tangan
Stroke yang digunakan meliputi kelumpuhan dan kaki tetapi tidak
wawancara, observasi, catatan ekstremitas. dapat melawan gaya
individu, atau rekam medik dan graitasi dan pada
perawatan. Data yang telah ekstremitas kiri
terkumpul dianalisis untuk atas/bawah dari
melihat masalah keperawatan semula skala 0
yang dialami klien serta meninjau menjadi skala 1 yang
keefektifan intervensi yang telah artinya hanya dapat

30
dilakukan untuk menyelesaikan menggerakkan jari-jari
masalah keperawatan. tangan dan kaki.
3. Hasian Pengaruh 2019 Jurnal JKFT: Rancangan pada penelitian ini Kelompok Semua responden
Leniwia, Latihan Universitas adalah menggunakan metode perlakuan berpartisipasi dengan
Dewi Range Of Muhamadiyah penelitian kuantitatif dengan diberikan pre baik dalam program
Prabawati, Motion Tangerang pendekatan desain penelitian test untuk latihan ROM yang
Wihelmus (ROM) Vol 4 No 2 quasi exsperimental pre-post penilaian dilakukan oleh
Hary Susilo Terhadap design, yaitu jenis penelitian aktivitas perawat, dan tidak ada
Perubahan eksperimen, dimana observasi fungsional responden yang
Aktivitas dilakukan sebanyak dua kali: dengan mengalami intoleran
Fungsional sebelum (pre test)dan sesudah menggunakan selama latihan
Pada Pasien eksperimen (post test). Sampel Index barthel, dilakukan, dan hasil
Stroke Rawat penelitian ini adalah pasien stroke dilakukan latihan ROM terdapat
Inap Di RSU yang rawat inap sebanyak 90 latihan ROM pengaruh yang
UKI Jakarta responden dan dibagi dalam dua 3x sehari, bermakna pada
kelompok yaitu kelompok selama 7 hari, kelompok intervensi
intervensi dan kelompok kontrol. kemudian pada pasien stroke
Kelompok perlakuan diberikan dilakukan post rawat inap dengan
pre test untuk penilaian aktivitas test dengan nilai p.value 0,000.
fungsional dengan menggunakan lembar Setelah dilakukan
Index barthel, dilakukan latihan penilaian Index intervensi berupa
ROM 3x sehari, selama 7 hari, Barthel yang latihan ROM
kemudian dilakukan post test sama. menunjukkan
dengan lembar penilaian Index Sementara terdapatnya
Barthel yang sama. Sementara kelompok peningkatan aktivitas
kelompok kontrol diberikan kontrol fungsional pasien.
kegiatan latihan ROM sesuai SOP diberikan Latihan ROM secara
rumah sakit. Tehnik pengambilan kegiatan signifikan dapat

31
sampel adalah Random Sampling. latihan ROM meningkatkan
Pada penelitian ini variabel bebas sesuai SOP aktivitas fungsional
(independent) adalah latihan rumah sakit. pasien selama
Range of Motion=ROM dan dilakukan dengan
variabel terikat(dependent) pada tehnik yang tepat.
penelitian ini adalah Aktivitas
Fungsional, dan variabel perancu
(counfonding) adalah Usia, Jenis
kelamin dan Frekuensi stroke.

Kesimpulan jurnal

Sebagaimana yang telah dijelaskan dari ketiga jurnal diatas dapat disimpulkan bahwa dengan memberikan intervensi atau terapi
non farmakologi berupa mobilisasi persendian dengan latihan range of motion (ROM) dapat memperbaiki tingkat kesempurnaan
kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot.

Latihan ROM adalah salah satu bentuk intervensi fundamental perawat yang merupakan bagian dari proses rehabilitas pada
pasien stroke. Terapi tersebut direkomendasikan untuk digunakan karena tekniknya sederhana, tidak membutuhkan alat dan bahan,
tidak memerlukan kemampuan khusus untuk menerapkannya dan dapat dilakukan oleh semua pasien stroke yang mengalami
kelemahan otot.

ROM juga mencegah komplikasi berupa kekakuan sendi, atropi otot dan dapat mengurangi tingkat ketergantungan pasien pada
perawat dan keluarga, serta meningkatkan rasa percaya diri dan kualitas hidup pasien yang mengalami stroke.

32
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak mengalami
gangguan atau berkurang akibat penyumbatan (stroke iskemik) atau pecahnya
pembuluh darah (stroke hemoragik). Stroke merupakan kondisi gawat darurat yang
perlu ditangani secepatnya, karena sel otak dapat mati hanya dalam hitungan menit.
Stroke biasanya terjadi secara mendadak, tapia ada tiga gejala utama stroke yang
mudah untuk dikenali, yaitu:
 Salah satu sisi wajah akan terlihat lebih turun dan pengidap tidak mampu
tersenyum karena mulut atau mata tampak terkulai.
 Pengidap tidak mampu mengangkat salah satu lengan karena terasa lemas
atau mati rasa. Tidak hanya lengan, tungkai yang berada pada sisi yang sama
dengan lengan juga mengalami kelemahan.
 Ucapan menjadi tidak jelas, kacau, atau bahkan tidak mampu berbicara
sama sekali meski pengidap terlihat sadar.

Berdasarkan penyebabnya, stroke terbagi menjadi dua jenis, yaitu: Stroke


iskemik dan stroke hemoragik. Pada stroke iskemik, etiologi stroke dapat berupa
plak arterosklerotik dan emboli yang berasal dari jantung atau bukan dari jantung.
Pada stroke hemoragik, stroke dapat terjadi disebabkan oleh pecahnya aneurisma,
adanya malformasi arterio-venosa, serta adanya trauma pada kepala.
Obat yang digunakan untuk mencegah atau mengobati stroke non-
perdarahan (iskemik) atau untuk menghancurkan sumbatan pada pembuluh darah
tersebut : Cilostazol, Alteplase, Dipyridamole, Clopidogrel, Ticlopidine Hcl. Obat
yang digunakan untuk mencegah atau mengobati stroke perdarahan
(Hemoragik/Sub-Arachnoid). Nimodipine merupakan calcium channel block yang
khusus untuk menghentikan perdarah- an otak yang masih kecil

33
4.2 Saran
1. Bagi Instansi Rumah Sakit dapat memberikan sarana untuk dilakukan tindakan
keperawatan sebagai salah satu intervensi keperawatan sehingga dapat berjalan
secara optimal dalam menurunkan tingkat masalah pada pasien stroke. Perlu
adanya pengawasan secara konsisten dalam pemberian tindakan keperawatan
sehingga tindakan keperawatan yang diberikan dapat berjalan optimal.
2. Bagi Instansi Pendidikan Institusi pendidikan sebagai bahan acuan dan refrensi
untuk bahan penelitian lebih lanjut serta dapat diterapkan sebagai intervensi
keperawatan.

34
DAFTAR PUSTAKA

Susilo, Catur Budi. 2019. KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PERSARAFAN. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Fadli, Rizal. 2020. Stroke. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2023.
https://www.halodoc.com/kesehatan/stroke.
Kemenkes RI. 2019. Jenis-jenis stroke. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2023.
https://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/stroke/jenis-jenis-
stroke.

Kuriakose, Diji., dan Zhiceng Xiao. 2020. Patofisiologi dan Pengobatan Stroke:
Status Saat Ini dan Perspektif Masa Depan. Diakses pada tanggal 2
Oktober 2023. https://www-ncbi-nlm-nih-
gov.translate.goog/pmc/articles/PMC7589849/?_x_tr_sl=en&_x_tr
_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc.

Pane, Merry Dame Cristy. 2021. Dipyridamole. Dikases pada tanggal 2 Oktober
2023 https://www.alodokter.com/dipyridamole.
Raehana. Etiologi stroke. Diakses pada tanggal 3 Oktober 2023.
https://www.alomedika.com/penyakit/neurologi/stroke/etiologi.

Anggriani, Aini Nurul, Sulaiman (2020). EFEKTIVITAS LATIHAN RANGE OF


MOTION PADA PASIEN STROKE DI RUMAH SAKIT SITI
HAJAR. Journal of Healthcare Technology and Medicine Vol. 6 No.
2. Hal 679-683 12.05

Agusrianto, Rantesigi Nirva (2020). Penerapan Latihan Range of Motion (ROM)


Pasif terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Ekstremitas pada
Pasien dengan Kasus Stroke. Jurnal Ilmiah Kesehatan (JIKA) Vol.
2, No. 2. Hal 62-65 12.44
Leniwia Hasian, Prabawati Dewi, Susilo Hary Wihelmus (2019). PENGARUH
LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP
PERUBAHAN AKTIVITAS FUNGSIONAL PADA PASIEN
STROKE RAWAT INAP DI RSU UKI JAKARTA Jurnal JKFT:
Universitas Muhamadiyah Tangerang Vol 4 No 2. Hal 73-77 13.07
Widagdo, wahyu., Toto Suharyanto., Ratna Aryani. 2008. Asuhan Keperawatan
Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
Trans Info Media.

35
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. S. D. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan


Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia

36

Anda mungkin juga menyukai