Makalah Diskusi Kelompok " Trigger 3 "
Makalah Diskusi Kelompok " Trigger 3 "
“ Trigger 3 ”
Disusun Oleh:
TUTOR XI
Anggota :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan Rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah “Trigger 3” Kami
juga berterima kasih pada dr. Letvi Mona, M.Ked (DV), Sp.DV selaku fasilitator yang telah
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita. Kami menyadari apa yang tertuang dalam makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi penyusunan maupun pengkajian. Oleh sebab itu, kami berharap
adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa ada saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat di pahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang. Semoga Allah SWT memberikan balasan
yang lebih baik atas segala keikhlasan hati dan bantuan dari semua pihak serta mendapat
Tutor XI
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.2 Trigger......................................................................................................................... 2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.6 STEP 7 (Share The Result Of Information Gathering and Private Study).................. 8
BAB 3 PENUTUP
3.1 KESIMPULAN........................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Trigger 3
Seorang pasien pria, berumur 27 tahun, dibawa ke IGD RS dengan luka robek
dibagian depan-kiriatas kepala. Pasien adalah anggota gank motor yang sedang melakukan uji
nyali dengan balap liar tanpa helm, motor pasien menabrak trotoar. Pasien terjatuh dengan
kepala membentur tepi selokan, pasien masih sadar tapi lupa tentang kejadian. Saat
debridemant dan heacting luka tampak tulang kepala cekung dan ada jaringan otak yang
keluar, pasien tampak mengantuk sehingga dirujuk ke RS terdekat. Setiba di IGD RS, dokter
jaga triase melakukan pemeriksaan, didapatkan tensi 164/89 mmHg, nadi 58 kali/menit, nafas
20 kali/menit, nilai GCS = E3M5V2 = 10, pupil bulat isokor 3mm, reflek cahaya normal,
hemiparese tidak ada. Ditemukan luka robek regio frontal kiri ukuran 8x6x2 cm, dasar tulang
tengkorak yang patah menusuk ke otak, tampak rembesan cairan bening bersemu darah yang
mengalir dari bawah patahan tulang yang berdenyut. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan CT
scan kepala dan didapatkan gambaran fracture depressed dan hematoma intracerebral. Dokter
melakukan informed consent pada keluarga tentang tekanan tinggi intrakranial dan segera
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 STEP 1(Clarify Unfamiliar Terms)
1. Depridemant : suatu proses usaha untuk membuang jaringan nekrotik dan jaringan yang
terkontaminasi dari bed luka dengan mempertahankan struktur anatomi yang penting
berupa pembuluh darah, saraf, tendo dan tulang
2. fracture depressed : fraktur pada tulang kranium dimana tabula eksterna mendesak ke
dalam ke arah durameter hingga melebihi tabula interna
3. Tekanan tinggi intrakranial : jumlah total dari tekanan yang diberikan oleh otak, darah,
dan cairan serebrospinal di dalam ruang kranium
4. Hemiparase : suatu kondisi adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh atau
ketidakmampuan untuk menggerakan anggota tubuh pada salah satu sisi
5. Gcs : skala neurogenik yang di pakai untuk menilai secara objektif tingkat kesadaran
seseorang
6. Hematoma intraserebral : perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak
7. Pupil bulat isokor : keadaan pupil pada medula mata memiliki besar yang sama
8. Heacting : suatu tindakan operasi kecil yang bertujuan menyatukan jaringan yang
terputus, meningkatkan proses penyambungan jaringan serta mencegah luka terbuka
yang mengakibatkan masuknya infeksi
3
2.2 STEP 2(Define The Problems)
4
2.3 STEP 3(Brain StormingHypothesis Or Explanation)
2. Apa saja dampak dari luka robek di bagian kiri atas kepala pada pasien?
Jawaban : pembuluh darah robek sehingga akan menyebabkan hematom epidural, subdural,
maupun intrakranial dan perdarahan juga akan mempengaruhi sirkulasi darah ke otak
menurun sehingga sirkulasi oksigen berkurang dan terjadinya hiposia jaringan dan
menyebabkan udem serebri.
5
- cidera sedang-berat yaitu edema serebri, kejang infeksi, tanda herniasi otak, hemiparase,
dan gangguan saraf kranial.
7
2.4 STEP 4(Arrange Explanation Into Tentative Solution)
18
2.5 STEP 5(Learning Objective)
1. Cedera kepala
a. Definisi
b. Etiologi
c. Klasifikasi
d. Diagnosa
e. Penatalaksanaan
2. Hematoma intraserebral
a. Definisi
b. Etiologi
c. Klasifikasi
d. Diagnosa
e. Penatalaksanaan
4. Jenis-jenis fraktur
7
2.6 Step 7 ( Share The Result And Private Study )
1. Cedera kepala
a. Definisi
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung
atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala,
fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu
sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Sjahrir, 2012).
b. Etiologi
6
5. Oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misalnya kecelakaan, dipukul
dan terjatuh
6. Trauma saat lahir misalnya sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum
7. Efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak
8. Efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak.
c. Klasifikasi
1. Cedera Kepala Ringan (CKR) dengan GCS > 13, tidak terdapat kelainan
berdasarkan CT scan otak, tidak memerlukan tindakan operasi, lama dirawat di
rumah sakit < 48 jam.
2. Cedera Kepala Sedang (CKS) dengan GCS 9-13, ditemukan kelainan pada CT
scan otak, memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial, dirawat di rumah
sakit setidaknya 48 jam.
3. Cedera Kepala Berat (CKB) bila dalam waktu > 48 jam setelah trauma, score
GCS < 9 (George, 2009).
7
d. Diagnosa
6
4. Pemeriksaan neurologis menyeluruh, terutama reflek pupil, untuk melihat
tanda–tanda ancaman herniasi tentorial (Ginsberg, 2007)
Pemeriksaan Penunjang
2. CT scan kranial: segera dilakukan jika terjadi penurunan tingkat kesadaran atau
jika terdapat fraktur kranium yang disertai kebingungan, kejang, atau tanda
neurologis fokal (Ginsberg, 2007). CT scan dapat digunakan untuk melihat letak
lesi, dan kemungkinan komplikasi jangka pendek seperti hematom epidural dan
hematom subdural (Pierce & Neil, 2014).
e. Penatalaksanaan
- Pastikan jalan nafas pasien clear, berikan oksigenasi 100% dan jangan banyak
memanipulasi gerakan leher sebelum cedera cervical dapat disingkirkan, bila perlu
intubasi. (IIB) - Head Up 30o (2B)
- Periksa tanda vital, adanya cedera sistemik di bagian anggota tubuh lain, GCS
dan pemeriksaan batang otak secara periodik.
7
- Berikan Cairan hipertonik (mannitol 20%), bila tampak edema atau cedera yang
tidak operable pada CT Scan. Manitol dapat diberikan sebagai bolus 0,5 – 1 g/kg. BB
pada keadaan tertentu, atau dosis kecil berulang, misalnya (4-6) x 100 cc manitol 20%
dalam 24 jam. Penghentian secara gradual. (1B)
- Berikan Phenytoin (PHT) profilaksis pada pasien dengan resiko tinggi kejang
dengan dosis 300 mg/hari atau 5-10 mg kg BB/hari selama 10 hari. Bila telah terjadi
kejang, PHT diberikan sebagai terapi. (1B)
2) CT scan abnormal
5) Kesadaran menurun
7) Intoksikasi alcohol/obat-obatan
8) Fraktur tengkorak
9) Rhinorea/otorea
11) Amnesia
6
Berikan pengertian kemungkinan kembali ke RS jika memburuk dan
berikan lembar observasi
3) Kejang
8) Gangguan penglihatan
Pemeriksaan awal:
7
a. Pemeriksaan neurologis periodic
a. Airway
b. Sirkulasi
6
f. Komplikasi dan prognosis
Angka morbiditas dan mortalitas pasien cedera otak yakni masing-masing 38% dan 29%.
Sementara pada pasien cedera otak tanpa kelainan pada CT-Scan prognosisnya membaik
dalam 24 jam dimana pasien sudah dapat kembali orientasi penuh. Gejala gegar otak (post
concussive) yakni gejalan somatik (nyeri kepala, pusing), gejala kognitif (gangguan memori
dan pemusatan perhatian), dan gejala emosional (iritabilitas, depresi) berangsur-angsur pulih
hingga dalam 12 minggu. Walaupun pemulihan mencapai 12 minggu, namun pada umumnya
pasien dapat kembali bekerja dalam waktu 1 bulan
1. Edema paru Edema paru terjadi akibat refleks chusing yang disebabkan peningaktan
tekanan intra kranial yang berakibat terjadinya peningkatan respon simpatis. Peningkatan
vasokonstriksi tubuh secara umum akan lebih banyak darah yang dialirkan ke paru.
Perubahan permeabilitas pembuluh darah paru berperan dalam berpindahnya cairan ke
aleolus. Kerusakan difusi oksigen dan karbondioksida dari darah akan menimbulkan
peningkatan tekanan intra kranial lebih lanjut
2. Kebocoran cairan serebrospinal Hal ini dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen
yang terjadi pada 2-6% pasien dengan cedera kepala tertutup. Kebocoran ini berhenti spontan
dengan elevasi kepala setelah beberapa hari. Drainase lumbal dapat mempercepat proses ini.
Walaupun pasien memiliki resiko meningitis yang meningkat (biasanya pneumokok). Otorea
atau rinorea cairan serebrospinal yang menetap atau meningitis yang berulang merupakan
indikasi operasi reparatif
3. Fistel karotis-kavernosus Ditandai oleh trias gejala yaitu eksolftamos, kemosis, dan bruit
orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cidera.
4. Diabetes insipidus Disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis,
menyebabkan penghentian sekresi hormon anti diuretik. Pasien mensekresikan sejumlah
volume urine yang encer, menimbulkan hipernatremia dan depresi volume
5. Gangguan Intestinal Pada cedera kepala berat, akan terjadi erosi, pembentukan ulkus dan
perdarahan saluran cerna. Penderita cedera kepala akan mengalami peningkatan rangsang
simpatik yang mengakibatkan gangguan fungsi pertahanan mukosa sehingga mudah terjadi
erosi pada lambung.
Prognosis dipengaruhi:
- Usia
- Edema cerebri
7
2. Hematoma intraserebral
a. Definisi
b. Etiologi
c. Klasifikasi
6
- Khas : onset progresif pada 20amper 2/3 pasien, dan < 1/3
mempunyai gejala mendadak dan 20amper maksimal saat
onset
Thalamic Hemorrhage
- Umumnya perdarahan talamus kecil defisit neurologis
lebih berat dari perdarahan putaminal
- khas : hilangnya hemisensori kontralateral yang nyata yang
mengenai kepala, muka, lengan, dan tubuh
- Nyeri kepala terjadi pada 20-40 % pasien.
- Hidrosefalus dapat terjadi akibat penekanan jalur CSS.
Perdarahan Pons
- Gejala klinik yang sangat menonjol pada perdarahan pons
ialah onset yang tiba-tiba dan terjadi koma yang dalam
dengan defisit neurologik bilateral serta progresif dan fatal
- Perdarahan pontin paling umum menyebabkan kematian
dari semua perdarahan otak.
- Nyeri kepala, mual dan muntah jarang.
7
Perdarahan Serebelum
- Lokasi yang pasti asal perdarahan di serebelum sulit diketahui.
- Tampaknya sering terjadi di daerah nukleus dentatus dengan
arteri serebeli superior sebagai suplai utama.
- Batang otak sering mengalami kompresi dan distorsi sekunder
terhadap tekanan oleh gumpalan darah.
b. Perdarahan subarachnoid
Perdarahan subarakhnoid merupakan perdarahan yang terjadi di
rongga subarakhnoid
Perdarahan ini kebanyakan berasal dari perdarahan arterial akibat
pecahnya suatu aneurisma pembuluh darah serebral atau malformasi
arterio-venosa yang rupture, di samping juga ada sebab-sebab lainnya.
Perdarahan subarachnoid diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu :
- Traumatic Subarachnoid Hemorrhages
- Spontaneous Subarachnoid Hemorrhages
6
c.Perdarahan Intraventrikuler Primer
PIVH perdarahan intraserebral non traumatik yang terbatas pada
sistem ventrikel
onset mendadak defisit yang mengarah ke penyebab vaskuler
Sakit kepala hebat muntah dan terdapatnya penurunan tingkat
kesadaran mengarah ke kejadian stroke perdarahan, yang ditunjang
dengan perhitungan Siriraj Stroke CT Scan atau MRI kepala
dibutuhkan
d. Perdarahan epidural
berasal dari perdarahan arteriel akibat adanya fraktur linier yang
menimbulkan laserasi langsung (70%) atau robekan arteri-arteri
meningens ( a. Meningea media ) (66%).
7
e.Perdarahan subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural
( kira-kira 30 % dari cedera kepala berat).
Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan
yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous
d. Diagnosa
Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara cepat guna menemukan gejala serta tanda perdarahan
intrakranial. Gejala akut perdarahan intrakranial sering kali sulit dibedakan dari stroke
iskemik. Beberapa gejala yang sering ditemukan, antara lain :
Nyeri kepala
Mual, muntah
Kejang
6
Koma[1,3]
Untuk perdarahan intrakranial traumatik, perlu juga ditanyakan mengenai mekanisme trauma,
ada tidaknya perubahan tingkat kesadaran atau hilang kesadaran, serta riwayat penggunaan
antikoagulan.[1,3]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik terpenting untuk dilakukan adalah penilaian Glasgow coma scale (GCS)
untuk menilai seberapa parah cedera kepala (jika ada) yang terjadi pada pasien. Selain itu,
dilakukan beberapa pemeriksaan fisik lain, seperti :
Tekanan darah: untuk memastikan adanya hipertensi dan peningkatan tekanan diastolik yang
berhubungan dengan perdarahan intrakranial
Kaku kuduk: jika ditemukan, dapat dicurigai adanya kelainan pada selaput meninges.
Pemeriksaan kaku kuduk sebaiknya ditunda pada kasus trauma kepala sampai vertebra
servikal dipastikan aman
Anisokoria pupil
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada perdarahan intrakranial, antara lain:
Pencitraan Otak
CT Scan Kepala
7
CT Scan kepala merupakan standar diagnosis perdarahan intrakranial, dapat menggambarkan
fraktur tengkorak serta adanya hematoma dan edema perihematoma dengan baik.
CT Scan lebih dianjurkan untuk dilakukan pada pasien yang diduga mengalami perdarahan
intrakranial. CT Scan memiliki waktu pemeriksaan yang lebih cepat, dan hasil yang cukup
akurat. Hasil yang lebih akurat dan gambaran yang lebih jelas dapat dicapai dengan
penggunaan kontras. Penggunaan CT Scan dengan atau tanpa kontras didasari pada
kebutuhan klinisi, misalnya untuk melihat perdarahan aktif, kontras akan dapat menunjukkan
sumber serta lokasi perdarahan yang terjadi pada pasien.
Teknik CT Scan lain berupa CT-angiografi dapat bermanfaat untuk diagnosis aneurisma,
malformasi arteriovenosa, serta stroke iskemik.[3,9]
MRI Otak
MRI otak: mendeteksi malformasi arteriovena dan angioma kavernosus sekitar hematoma,
lebih baik dalam menggambarkan jaringan lunak dibandingkan CT Scan dan dapat
membedakan perdarahan hiperakut hingga kronis
Pemeriksaan Laboratorium
6
Gula darah dan elektrolit: kadar gula darah perlu dipertahankan tetap normal. Hiponatremia
diasosiasikan dengan perdarahan intrakranial dan perlu dikoreksi
Pemeriksaan kimia darah dan elektrolit: memastikan adanya kelainan metabolik dan
memonitor osmolaritas darah selama diuresis. Kontrol gula darah dan natrium
Pemeriksaan toksikologi: mengukur kadar alkohol darah jika dicurigai adanya intoksikasi
alkohol. Mengingat intoksikasi alkohol merupakan risiko perdarahan intrakranial, penurunan
kesadaran tidak boleh dianggap sebagai hanya akibat intoksikasi alkohol hingga diagnosis
perdarahan intrakranial dapat disingkirkan
Elektrokardiografi
Pemanjangan interval QT
Atrial fibrilasi
Ventricular tachycardia
Gambaran pacemaker atrium
7
e. Penatalaksanaan
6
f. Komplikasi dan prognosis
Prognosis pasien dengan perdarahan intrakranial sangat bergantung dari onset, usia pasien,
volume, serta lokasi perdarahan. Komplikasi yang mungkin dialami pasien juga menjadi
faktor penentu prognosis pasien. Secara umum, semakin tua usia pasien, semakin dalam
lokasi perdarahan, serta semakin luas volume perdarahan pasien akan menyebabkan
prognosis semakin buruk. Metode ini dapat memprediksikan mortalitas 30 hari menggunakan
beberapa data seperti usia, volume perdarahan, skor Glasgow coma scale, adanya perdarahan
7
dari infratentorial, dan adanya perdarahan intraventrikular (lihat tabel 2). Skor yang lebih
tinggi menandai luaran yang lebih buruk.
Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada perdarahan intrakranial, antara lain:
Kematian
Sistem saraf: defisit neurologis, kejang, hidrosefalus, spastisitas, nyeri neuropati, herniasi
otak
Risiko jatuh
3. Definisi dan etiologi udem serebri
Edema otak adalah peningkatan kadar air di dalam jaringan otak baik intra maupun
ekstraselular sebagai reaksi terhadap proses-proses patologis lokal ataupun pengaruh-
pengaruh umum yang merusak (Harsono, 2005 ). Serebral Edema adalah peningkatan
volume otak yang disebabkan oleh peningkatan kadar air mutlak dalam jaringan otak.
(Raslan A, Bhardwaj A,2007)
6
4. Jenis-jenis fraktur
- Fraktur tertutup
Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka pada bagian luar
permukaan kulit sehingga bagian tulang yang patah tidak berhubungan dengan bagian luar.
- Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya luka pada daerah yang
patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan udara luar, biasanya juga disertai adanya
7
pendarahan yang banyak. Tulang yang patah juga ikut menonjol keluar dari permukaan kulit,
namun tidak semua fraktur terbuka membuat tulang menonjol keluar. Fraktur terbuka
memerlukan pertolongan lebih cepat karena terjadinya infeksi dan faktor penyulit lainnya.
- Fraktur kompleksitas
Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian ekstermitas terjadi patah tulang
sedangkan pada sendinya terjadi dislokasi.
Lucid interval adalah perbaikan sementara pada kondisi pasien setelah cedera otak
traumatis, setelah itu kondisi memburuk. Luci interval juga didefinisikan sebagai
periode sementara rasionalitas atau normalitas neurologis (seperti di antara periode
demensia atau segera setelah cedera kepala fatal).
Kondisi ini menunjukkan adanya hematoma ekstradural. Diperkirakan 20-50%
pasien dengan hematoma ekstradural mengalami lucid interval.
Lucid interval terjadi setelah pasien mengalami trauma kepala, kemudian masuk ke dalam
kondisi tidak sadar lagi setelah sadar saat pendarahan menyebabkan hematoma berkembang
melampaui batas dimana tubuh dapat mengimbanginya. Setelah cedera, pasien linglung
sejenak, dan kemudian menjadi relatif sadar untuk jangka waktu tertentu yang dapat
berlangsung beberapa menit atau jam. Setelah itu terjadi penurunan yang cepat saat darah
terkumpul di dalam tengkorak, menyebabkan kenaikan tekanan intrakranial, yang merusak
jaringan otak. Kemudian, dapat berkembang menjadi "pseudoaneurysms" setelah trauma
yang pada akhirnya dapat pecah dan terjadi perdarahan. Hal ini merupakan faktor yang
mungkin menyebabkan penundaan hilangnya kesadaran.
Tekanan intrakranial (TIK) adalah tekanan rongga kranial dan biasanya diukur
sebagai tekanan dalam ventrikel lateral otak. Tekanan intrakranial >15 mmHg
umumnya abnormal, akan tetapi penanganan diberikan pada tingkat berbeda tergantung
patologinya. Peningkatan TIK >15memerlukan penanganan pada pasien
hidrosefalus, sedangkan setelah cedera kepala diindikasikan jika TIK >20 mmHg
6
Kompensasi awal ketika salah satu komponen intrakranial membesar
adalah pemindahan cairan serebrospinal ke kanal spinal. Kemampuan otak beradaptasi
terhadap meningkatnya tekanan tanpa peningkatan TIK dinamakan
compliance. Perpindahan cairanserebrospinal keluar dari kranial adalah mekanisme
kompensasi pertama dan utama.
Gambaran EEG mulai berubah ketika 60% aliran darah otak menghilang.
Kompensasi ini mengubah metabolisme otak yang mengarah pada hipoksia dan
iskemia jaringan otak. Kompensasi tahap akhir dan paling berbahaya adalah
pemindahan jaringan otak melintasi tentorium dibawah falx serebri, atau melalui foramen
magnum ke dalam kanal spinal.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung
atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala,
fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu
sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Sjahrir, 2012).
6
DAFTAR PUSTAKA
Aprilia, H. (2017). Gambaran status fisiologis pasien cedera kepala di IGD RSUD Ulin
Banjarmasin tahun 2016. Dinamika Kesehatan: Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan, 8(1),
237-249.
Tito, A., & Saragih, S. G. (2018). Perbandingan glasgow coma scale dan gambaran midline-
shift CT-scan kepala sebagai prediktor mortalitas pasien cedera kepala. Cermin Dunia
Kedokteran, 45(4), 247-249.
Nugroho, A. (2015). Hubungan Antara Nilai PT Dan APTT dengan Volume Hematoma pada
Stroke Perdarahan Intraserebral (Doctoral dissertation, UNS (Sebelas Maret University)).
Sinukaban, C. N. (2013). Karakteristik Penderita Fraktur Pada Lansia Rawat Inap Di Rumah
Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2011-2012.