Blok 12
Kelompok G7
Kelompok G7
Vania Andhika Putri 04011381722163
Sejak 2 bulan ini Dinda terlihat sering buang air kecil saat
malam dan juga sering minum, Dinda juga terlihat kehausan. VVV
Makan seperti biasa saja tetapi Dinda terlihat semakin kurus
Sehari sebelum dibawa ke IRD Dinda mengeluh lemas
badannya disertai nyeri perut dan muntah-muntah. VVVV
Penyebab sesak dan nafas cepat pada kasus ini adalah defisiensi insulin pada Dinda serta komplikasi
ketoasidosis yang dialaminya. Tingginya kadar gula dalam darah karena kurangnya insulin juga
menyebabkan Dinda gelisah.
f. Bagaimana hubungan antara lemas badan, nyeri perut, dan muntah-muntah pada
kasus?
Badan lemas, nyeri perut dan muntah-muntah ini biasanya disebabkan karena kadar gula
darah yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Perjalanan diabetes mellitus telah mencapai
fase kronik yang menimbulkan komplikasi salah satunya yaitu gastropathy diabetic
4. Tidak ada riwayat kencing manis di keluarga.
a. Bagaimana faktor genetic berperan pada penyakit kencing manis?
Faktor genetik dan lingkungan t berperan pada terjadinya DM tipe-1, walaupun
hampir 80% kasus DM tipe-1 baru tidak mempunyai riwayat keluarga dengan
penyakit serupa, faktor genetik diakui berperan dalam patogenesis DM tipe-1.
Faktor genetik dikaitkan dengan pola HLA tertentu, tetapi sistem HLA bukan
merupakan satu-satunya faktor susceptibility gene atau faktor kerentanan.
Diperlukan suatu faktor yang berasal dari lingkungan seperti infeksi virus, toksin,
untuk memicu gejala klinis DM tipe-1 yang rentan. Namun didapatkan bahwa gen
HLA yang berkaitan dengan kejadian DM lebih sering ditemukan pada pasien yang
terdiagnosis saat dewasa.
5. Pemeriksaan fisik
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik pada kasus ini?
Kasus Rujukan Interpretasi Status P2M2 Stage II noral pada anak Normal
Tekanan 110/70 mmHg Pada anak umur Normal Pubertas 8 – 15 tahun
Darah 6 – 13 tahun tekanan
darah normal adalah Pemeriksaan (-) (-) Normal
105/70 Jantung
Berat Badan 24 kg
b. Bagaimana penilaian status pubertas?
M adalah kode yang digunakan di klinik, kode ini terdiri dari M1, M2, M3, M4, dan M5 hal ini disesuaikan
dengan stadium Tanner untuk menunjukan adanya pertumbuhan payudara.
11.7 (+ 1.2) thn: payudara dan kenaikan papilla, areola meluas (Tanner 2)
12.4 (+ 1.1) thn: payudara dan areola meluas, tidak ada pemisahan (Tanner 3)
12.9 (+ 1.05) thn: Areola dan papilla masih berupa struktur tambahan (Tanner 4)
14.4 (+ 1.1) thn: Nipple, areola bagian dari payudara (Tanner 5)
A adalah kode yang dugunakan untuk menunjukan pertumbuhan rambut ketiak (Aksila), pertumbuhannya
hampir sama dengan pertumbuhan rambut pubik. Kode ini terdiri dari A1, A2, A3, dimana untuk anak dengan
usia 12.9 (+ 1.05) thn menurut stadium tanner harusnya sudah tumbuh 90%.
P adalah kode yang digunakan untuk menunjukan pertumbuhan rambut pubik, hal ini berdasarkan stadium
Tanner. Kode ini terdiri dari P1, P2, P3, P4, P5.
11.7 (+ 1.2) thn : lurus, medial labia (Tanner 2)
12.4 (+ 1.1) thn : Mulai keriting, jumlah meningkat,semakin gelap (Tanner 3)
12.9 (+ 1.05) thn : Kasar, keriting, lebih sedikit dari dewasa (Tanner 4)
14.4 (+ 1.1) thn : tipe dewasa, menyebar hingga selangkangan (Tanner 5)
6. Pemeriksaan Cito
a. Apa interpretasi dan bagaimana mekanisme abnormalitas pada kadar gula acak pada kasus?
Kadar gula normal sewaktu ialah<200mg/dL dan pada kasus diberikan angka 68mg/dL yang
menunjukan sang pasien mengalami diabetes atau hiperglikemia.
Berdasarkan kasus mekanisme disebabkan oleh rusaknya sel beta pankreas sehingga hormon insulin
yang diproduksi sedikit glukosa tidak mampu didistribusikan ke organ-organ (sel adiposa, otot
rangka dll) hiperglikemia.
b. Apa interpretasi dan bagaimana mekanisme abnormalitas pada reduksi urine pada kasus?
Tes reduksi urin digunakan untuk mendiagnostik ada atau tidaknya glukosa di dalam urine.
- : tetap biru jernih atau sedikit kehijauan dan agak keruh
+ : hijau kekuningan dan keruh ( sesuai dengan 0,5 - 1% glukosa)
++ : kuning kehijauan atau kuning keruh (1 - 1,5% glukosa)
+++ : jingga atau warna lumpur keruh (2 - 3,5% glukosa)
++++ : merah bata atau merah keruh ( > 3,5% glukosa)
Pada kasus didapatkan reduksi urin +4 menunjukkan urin yang mengandung glukosa (glikosuria).
Glukosa dalam urine akan mereduksi kuprisulfat (dalam benedict) menjadi kuprosulfat yang terlihat
dengan perubahan warna dari larutan Benedict tersebut. Jadi, bila urine mengandung glukosa,
maka akan terjadi reaksi perubahan warna.
e. Apa interpretasi dan bagaimana mekanisme abnormalitas pada hasil Analisa gas darah pada
kasus?
Interpretasi :
Kasus Nilai Rujukan Interpretasi
pH 7,05 7,35 – 7,45 Dibawah
Normal
HCO3 12 mmol/L 23 – 29 mmol/L Dibawah
Normal
Penurunan pH pada tubuh yang menyebabkan asidosis disebabkan oleh kompensasi tubuh salam
mengganti kebutuhan glukosa yang tidak terpenuhi akibat efek dari penyakit Diabetes Mellitus
sehingga tubuh melakukan ketogenesis yang menghasilkan badan keton sehingga pH tubuh menjadi
lebih asam.
f. Apa interpretasi dan bagaimana mekanisme abnormalitas pada pemeriksaan cito HbA1C pada
kasus?
Pada kasus ini: variabel Hba1c 12% yaitu buruk atau tak terkendali.
Variabel Hba1C, dikategorikan ke dalam kadar HbA1C baik, sedang, dan buruk berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium yang diperoleh, yaitu (PERKENI, 2006) :
< 6.5 % = baik atau terkendali
6.5―8 % = sedang
≥ 8 % = buruk atau tak terkendali
Kadar HbA1C tinggi, berarti kontrol belum baik yang kemungkinannya antara lain karena taat
mengontrol gula darah di rumah, insulin dan perencanaan makan yang ketat, olahraga teratur, atau
penanganan hipoglikemik yang baik hanya beberapa hari sebelum datang ke Poliklinik untuk
diperiksa.
g. Apa interpretasi dan bagaimana mekanisme abnormalitaas pada pemeriksaan cito C peptide
pada kasus?
Pada perjalanan penyakit DM tipe-1, insulin tidak akan atau sedikit sekali diproduksi, sehingga C-
peptida juga tidak ada atau sedikit dalam sirkulasi. C-peptide mengindikasikan bahwa produksi
insulin rendah. Normal Pasien Interpretasi
0,9-4ng/ml <0,5 Rendah
h. Apa saja pemeriksaan cito yang dapat dilakukan di IRD berdasarkan keluhan?
Pemeriksaan Gula Darah
Diabetes mellitus didiagnosa berdasarkan kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dL atau kadar gula darah puasa
di atas 126 mg/dL. Jika kadar gula darah di bawah angka tersebut tapi pasien memiliki gejala klasik diabetes
(polidipsi, poliuria, polifagia), lakukan pemeriksaan ulang. Jika hasil tetap di bawah batas di atas, lakukan
pemeriksaan toleransi glukosa.
Pada pasien yang tidak memiliki gejala klasik diabetes, jika kadar gula darah puasa di antara 100-125 mg/dL
atau kadar gula darah sewaktu antara 140-199 mg/dL, lakukan pemeriksaan toleransi glukosa. Pasien tanpa
gejala klasik dengan kadar gula darah puasa <100 mg/dL atau kadar gula darah sewaktu <140 mg/dL dapat
langsung didiagnosis sebagai tidak terkena diabetes mellitus.