Anda di halaman 1dari 4

Salfingektomi dan prevensi karsinoma ovarium

Abstrak

Kasus lanjutan dari keganasan epitel, peritoneal primer dan tuba primer memiliki prognosis yang relative
buruk dan secara kolektif tetap menjadi yang paling mematikan dari semua keganasan ginekologis.
Belakangan ini, banyak penelitian telah mendemonstrasikan bahwa tuba fallopian berkemungkinan
menjadi sumber dari kebanyakan kasus karsinoma ovarium dan serosa peritoneum tingkat lanjut. Pada
ulasan ini, kami mendeskripsikan alur terjadinya karsinogenesis tuba dengan lesi pre-kanker tuba dan
dampak salfingektomi untuk prevensi karsinoma ovarium.

Pendahuluan

Untuk mencegah karsinoma ovarium, anda harus menyingkirkan ovary dan bukan tuba fallopian
didekatnya. Belakangan ini, pernyataan tersebut ditantang oleh beberapa literatur. Kini, focus
pencegahan karsinoma serosa ovarium tingkat lanjut telah bergeser dari ovarium ke arah tuba fallopian.
Deskripsi terkini tentang lesi pre-kanker tuba menunjukkan bahwa kebanyakan karsinoma serosa pelvis
(karsinoma ovarium dan peritoneum) dapat muncul dari ujung berfimbria dari tuba fallopian. Pertama,
penemuan ini dapat memiliki implikasi penting untuk manajemen pembedahan oophorektomi
profilaksis dalam kelompok yang menunjukkan resiko genetic untuk kanker ovarium. Kedua, ini dapat
menjadi hal esensial untuk keputusan membuang tuba fallopian pada saat histerektomi for bentuk lain
dari pembedahan pelvis untuk neoplasma jinak dan sterilisasi perempuan pada populasi umum.

Untuk kebanyakan keganasan epithelial, sumber sel adalah pasti dan lesi precursor nya dapat dengan
mudah diidentifikasi. Contohnya, kanker serviks berasal dari sel yang terinfeksi human papilloma virus
yang terletak di zona transformasi serviks dan adenokarsinomma colon berasal dari lesi displastik di
dalam mukosa kolon. Berbeda dengan tipe tumor tersebut, sumber dari kanker epitel ovarium tidak
mudah ditemukan. Seperti halnya endometriosis telah terimplikasi dalam berkembangnya karsinoma
ovarium yang bersifat endometriotik, data yang muncul memberi kesan bahwa tuba fallopian dapat
memiliki peran penting sebagai sel sumber dari keganasan yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai
kanker serosa ovarium. Dalam ulasan ini, kami akan mendiskusikan mekanisme karsinogenesis ovarium
oleh epitel tuba dan peran salfingektomi dalam pencegahan kanker ovarium yang akan kami
kemukakan.

Klasifikasi kanker ovarium dan paradigm tuba

Kanker ovarium adalah keganasan ginekologis yang paling mematikan, di tahun 2013, diestimasikan
terdapat > 22,000 kasus baru dnan >14,000 kematian dari penyakit tersebut. Walaupun telah banyak
kemajuan dalam teknik pembedahan dan pengobatan adjuvan, prognosis kanker ovarium tetap buruk,
dengan angka harapan hidup untuk 5 tahun sebesar 45%. Mayoritas kanker ovarium terdiagnosis pada
stadium lanjut, dikarenakan tidak adanya tes skrining untuk mendeteksi stadium awal atau preinvasif
dari penyakit ersebut.

Kanker epitel ovarium terbagi berdasarkan subtipe histologisnya: serosa, musinous, endometrioid, clear
cell, trannsisioal, atau kombinasi dari tipe tersebut (campuran). Histologi serosa merupakan tipe yang
paling umum, merepresentasikan 70% dari kanker epitel ovarium. Tumor serosa bersifat agresif dan
biasanya muncul pada stadium lanjut. Walaupun mereka memiliki respon baik terhadap pembedahan
dan kemoterapi berbasis platinum, mereka biasanya muncul kembali. Walaupun kanker ovarium
terbukti merupakan penyakit yang buruk, resiko terjangkit penyakit selama masa hidup adalah 1.8% dan
resiko untuk terjadi penyakit ini pada umur 50 tahun adalah 1 dari 335, meningkat menjadi 1 dari 65
untuk umur diantara 50 dan 70 tahun pada populasi umum: resiko untuk terjadi kanker ovarium selama
masa kehidupan untuk karier BRCA1 adalah sekitar 40% dan karier BRCA2, resiko selama masa
kehidupan adalah 20%. Menyingkirkan ovarium menurunkan resiko tersebut sekitar 80% dan resiko per
tahun menurun dari 1% menjadi 0.2% setelah ooforektomi.

Teori tuba didapatkan berdasarkan penemuan berikut: dengan analisis histopatologis yang teliti dari
specimen pada adexektomi profilaksis untuk mutase gen BRCA, diantara 4% hingga 17% kanker samar
terdeteksi, 57-100% diantaranya berlokasi pada bagian distal dari tuba. Lesi kanker intraepithelial samar
tersebut dinamakan serous tubal intraepithelial carcinomas (STICs). Mereka memiliki karakter stratifikasi
epitel, nucleus atipik dengan rasio nucleus dan sitoplasma meningkat, hiangnya polaritas nucleus,
pleomorfisme nucleus, dan hilangnya sel bersilia.

Lesi jinak stadiu lebih awal disebut serous tubal intraepithelial lesions (STILs) atau lesi intraepitel tuba
salam transisi. STICs dan STILs paling sering berlokasi pada ujung berfimbria dari tuba fallopian. Seperti
yang akan dibahas dibawah, pertanyaan muncul tentang apakah fimbiektomi seharusnya disarankan
disbanding salfingektomi pada strategi profilaksis.

Penelitian pada level molekuler mengindikasikan bahwa STICs dan karsinoma serosa ovarium atau
peritoneal tingkat lanjut berhubunga secara klonal dan STICs bukanlah metastasis dari karsinoma
ovarium.

Baru-baru ini, precursor lain telah ditemukan dan disebut secretory cell out growth (SCOUT), yan
terdistribusi sepanjang tuba fallopian, dan menyediakan argument yang mendukung salfingektomi
disbanding fimbriektomi.

Seluruh sebutan histopatologis (STICs, STILs dan SCOUT) seharusnya sudah tidak asing pada klinisi dan
dokter bedah karena mereka telah, dan akan terus, bertambah banyak ditemukan pada laporan
patologis. Seluruh tuba fallopian yang diangkat pada kontrasespsi permanen seharusnya dikirim untuk
diperiksa secara histologis, yang nantinya akan membantu dalam manajemen pasien.

Terakhir, Kim et al baru-baru ini memberikan bukti eksperimental tentang sel sumber tuba
menggunakan model tikus.: mereka menunjukkan bahwa kanker ovarium tingkat lanjut juga dapat
muncul dari tuba fallopian. Selain itu, pengangkatan tuba fallopian mencegah inisiasi kanker, dimana
ovariektomi bilateral tidak memberikan efek apapun.

Beberapa kanker serosa ovarium dan kanker serosa peritoneal primer yang tersebar secara sporadic
telah dianalisa, dan STICs hanya ditemukan pada 30-60% kasus.pada kasus dimana STICs tidak
ditemukan, kanker ovarium berasal dari ovarium itu sendiri dan lesi pre—kanker yang disebut ovarian
epithelial dysplasia ditemukan. Dysplasia ovarium didefinikan sebagai abnormalitas sitologik dan
arsitektural: papilomatosis di permukaan, pseudo-stratifikasi epitel, kista inklusi, pleoformisme nucleus,
dan invaginasi epitel.

Beberapa teori lainnya telah diduskusikan seperti teori system mullerian sekunder yang diajukan oleh
Lauchlan dan hipotesis unifying yang diajukan oleh Ausperg dimana kanker ovarium dapat muncul dari
epitel transisi diantara epitel permukaan ovarium dan epitel fimbrial dari oviduct. Ada kemungkinan
bahwa teori jalur tuba lebih memungkinkan, terutama pada kasus yang terasosiasi degan resiko genetic,
dimana jalur ovarium dan jalur tuba dapat terjadi bersamaan pada kanker ovarium sporadik.

Salfingektomi dan implikasi untuk pencegahan

Program skrining kanker yang efektif biasanya memerlukan identifikasi antara lesi precursor atau
keganasan pada stadium awal. Ini ditunjukkan dengan jelas dalam skrining pada kanker kolon, serviks
dan payudara. Sayangnya, tanpa adanya lesi precursor yang jelas atau biomarker, skrining kanker
ovarium sepanjang ini dinyatakan gagal dalam mengindentifikasi stadium awal atau preinvasif pada
penyakit ini. Sebuah percobaan besar mempelajari ultrasonografi dan serum antigen kanker (CA)125
untuk skrining kanker ovarium pada wanita asimptomatik tidak dapat menunjukkan efektifitas dalam
mendeteksi stadium awal dari penyakit tersebut. Modifikasi pada pendekatan ini dapat menunjukkan
efektifitas dengan cara antara mengikuti CA125 seiring waktu dibandingkan pada satu waktu atau
mentriase pasien untuk menjalani pemeriksaan ultrasonografi hanya jika CA125 meningkat secara
konsisten. Penelitian pada model telah memprediksi bahwa karsinoma intraepitel tuba dan penyakit
stadium awal dapat berjalan selama 4 tahun sebelum bermetastasis secara luas.

Dikarenakan peran tuba fallopian pada kanker epitel ovarium, pendekatan pada pembedahan
ginekologis telah mengalami pergeseran. Dengan pemahaman bahwa karsinogenesis ovarium
kemungkinan bermula dari tuba fallopian, strategi pencegahan seperti salfingektomi dengan konservasi
ovarium sedang dipelajari untuk menentukan apakah akan menurunkan beban kanker ovarium secara
efektif dengan tetap mempertahankan fungsi ovarium.

Operasi untuk menurunkan resiko pada pasien dengan mutase BRCA saat ini termasuk dengan eksisi
komplit ovarium dan tuba fallopian dengan pemotongan serial. Dengan eksisi yang teliti dan evaluasi
yang baik, angka keganasan preinvasif atau invasif samar pada populasi ini dapat mencapai 10%.

Implikasi pada pembedahan dapat meluas diluar pembedahan profilaksis untuk pasien dengan resiko
tinggi. Di Amerika Serikat, >600,000 histerektomi dilakukan tiap tahunnya dan sekitar 55% histerektomi
diikuti dengan salfingo-ooforektomi bilateral (BSO) dan sekitar sepertiga dari seluruh wanita berusia 60
tahun telah menjalani histerektomi. Telah banyak debat mengenai resiko dan keuntungan melakukan
BSO pada saat histerektomu. Resiko terjadinya kanker epitel ovarium menurun, tetapi ini mengorbankan
pasien dengan meningkatkan potensi penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, dan bahkan ganggunan
kognitif pada menopause awal terkait pembedahan. Pada analisis terhadap >20,000 pasien dari Nurses’
Health Study, mortalitas oleh segala sebab termasuk mortalitas karena kanker meningkat pada wanita
yang menjalani BSO. Para penulis berkonklusi bahwa dengan ekspektasi kehidupan 35 tahun setelah
pembedahan, untuk setiap 9 BSOs yang dilakukan, terdapat 1 tambahan kematian dini. Telah
ditunjukkan jika salfingektomi dilakukan dengan hati-hati dan dengan mempertahankan integritas
pembuluh darah pada proksimitas hilum ovarium dan pada konteks mesosalpinx, pasien tidak akan
mengalami efek negative pada funngsi ovarium. Tidak ada komplikasi perioperative terkait prosedur
yang dikarenakan salfingektomi secara tunggal.

Denga resiko terkait BSO sewaktu histerektomi untuk kasus-kasus jinak, secara klini akan lebih baik jika
ovarium tetap tidak diangkat untuk pajanan terhadap hormone yang lebih lama. Namun, karena tuba
fallopian memiliki peran biologis yang kecil pada masa post-reproduktif, akan lebih bijaksana jika
dilakukan salfingektomi pada saat pembedahan. Walaupun tidak ada data prospektif untuk mendukung
prosedur ini, secara rasional dapat diputuskan bahwa ini memiliki potensi untuk menurunkan resiko
karsinoma serosa dengan peningkatan sedikit atau tanpa peningkatan morbiditas. Mengikuti data
bahwa sekitar 80-90% dari kanker ovarium yang berkaitan dengan BRCA berasal dari tuba fallopian,
konsiderasi dapat diberikan pada dilakukannya salfingektomi untuk menurunkan resiko, terlebih pada
populasi muda, untuk menjaga fungsi ovarium. Dengan begitu, pasien akan memiliki waktu lebih banyak
untuk mendapatkan keturunan dengan bantuan fertilisasi in vitro dan tidak harus menderita
konsekuensi dari menopause oleh karena pembedahan. Pendekatan ini tidak memiliki dampak pada
kanker payudara tetapi dapat dikombinasikan dengan pengawasan ketat dan pencegahan dengan bahan
kimia.

Ligasi tuba bilateral telah menunjukkan proteksi terhadap terjadinya kanker ovarium. Secara spesifik,
pada meta-analisis terhadap 13 penelitian, terdapat penurunan resiko sebesar 34% pada perkembangan
kanker ovarium endometrioid dan serosa. Lidagi tuba secara pembedahan mungkin tidak
menghilangkamn area STICs yang berada pada ujung tuba berfimbrikasi; namun ini belum dievaluasi.

Prosedur pembedahan.

Pendekatan yang dipilih terhadap salfingektomi tetap pembedahan dengan invasi minimal
(pembedahan laparoskopik atau robotik). Pembedahan harus diikuti dengan inspeksi yang teliti dan
komplit terhadap seluruh kavitas abdomen dan pelvis. Pembersihan pelvis harus dilakukan secara
sistematis, terutama pada pasien dengan mutase BRCA dan tidak ada keuntungan pada fimbriektomi
secara tunggal karena lesi SCOUT dapat terjadi dimana saja sepanjang tuba. Selama laparoskopi,
elektrokoagulasi bipolar harus digunakan secara hati-hati, karena kerusakan yang disebabkan oleh
diarthemi pada tuba fallopian mempengaruhi deteksi STICs.

Perspektif di masa depan

Di masa yang mendatang, aka nada kesempatan untuk melihat lesi preinvasif di tuba fallopian dengan
menggunakan teknologi pencitraan in situ dan real time. Microlaparoskopi confocal atau robotic secara
real time dapat membantu ahli bedah di masa mendatang untuk memutuskan apakah salfingektomi
dibutuhkan atau tidak. McAlpine et al berhasil mengidentifikasi STICs pada laporan preliminary dengan
pencitraan auto-fluorescence.

Konklusi

Karsinoma epitel ovatium, peritoneal primer dan tubal primer sangatlah rumit dan merupakan
kelompok keganasan heterogen yang tetap menjadi keganasan paling mematikan pada keganasan
ginekologik. Penelitian yang sedang berjalan telah mengkonfirmasi bahwa tidak ada situs atau tipe sel
tunggal darimana kanker ini muncul. Mayoritas karsinoma ovarium serosa memiliki lesi preinvasif pada
distal tuba fallopian dan penemuan terbaru ini telah menggeser paradigma karsinogenesis karsinoma
ovarium. Salfingektomi bilateral komplit sebagai strategi penurunan resiko pada pasien dengan mutase
BRCA adalah sebuah pendekatan yang dapat diteliti lebih lanjut dan dapat dipertimbangkan
salfingektomi pada seluruh pasien yang menjalani histerektomi untuk neoplasma jinak, dan papulasi
umum yang menginginkan kontrasepsi permanen. Gynecologic Oncology of Canada telah
merekomendasikan salfingektomi bilateral untuk pasien yang menjalani histerektomi atau meminta
kontrasepsi permanen. Seiring kemajuan waktu, penelitian baru masih dibutuhkan untuk memberikan
wawasan terhadap karsinogenesis dan interaksi antara tuba dan ovarium dan penelitian molecular suatu
hari nanti akan menemukan cara yang lebih efektif untuk strategi skrining.

Anda mungkin juga menyukai