PENDAHULUAN
oleha karena sering kali juga ditemukan pada penyakit lain yang bukan LH.3
Sebagian besar LH ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan
salah satu penyulit dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium
awal merupa- kan faktor penting dalam terapi kuratif walaupun tersedia
berbagai jenis terapi, baik kemoterapi ataupun radioterapi. Akhir-akhir ini,
angka harapan hidup pende- rita LH semakin meningkat bahkan sembuh
berkat manajemen penyakit yang tepat.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
putih dibandingkan dengan orang berkulit hitam. Distribusi usia pada
LH tergolong bimodal dengan usia puncak pertama yaitu sekitar 15
sampai de ngan 34 tahun dan usia puncak kedua yaitu sekitar lebih dari
atau sama de ngan 50 tahun.
Biopsi adalah pengambilan sejumlah kecil jaringan dari
tubuh manusia untuk pemeriksaan patologis mikroskopik. Dari
bahasa latin bios:hidup dan opsi: tampilan. Jadi secara umum biopsi
adalah pengangkatan sejumlah jaringan tubuh yang kemudian akan
dikirim ke laboratorium untuk diperiksa. Biopsi kebanyakan
dlakukan untuk mengetahui adanya kanker. Bagian apapun dari
tubuh, seperti kulit, organ tubuh maupun benjolan dapat diperiksa.
X-ray, CT scan ataupun ultrasound dapat dilakukan terlebih dahulu
untuk mengalokasikan area biopsi. Biopsi dapat dilakukan juga
dengan proses pembedahan. Biposi insisional yaitu pengambilan
sampel jaringan melalui pemotongan dengan pisau bedah. Anda
akan dibius total atau lokal tergantung lokasi massa, lalu dengan
pisau bedah, kulit disayat hingga menemukan massa dan diambil
sedikit untuk diperiksa.
2.2 Etiologi
Penyebab pasti dari limfoma Hodgkin (LH) hingga saat ini
masih belum jelas diketahui namun beberapa faktor, seperti paparan
infeksi virus, faktor keluarga dan keadaan imunosupresi diduga
memiliki keterkaitan de- ngan terjadinya LH. Pada 70% atau sepertiga
dari kasus LH yang pernah dilaporkan di seluruh dunia menunjukkan
adanya keterlibatan infeksi virus Epstein Barr (EBV) pada sel Reed-
Sternberg. Ekspresi gen dari EBV di- duga memicu terjadinya
transformasi dan pemrograman ulang dari sel-B limfosit menuju salah
satu fenotif LH. Pada saat terjadinya infeksi primer, EBV akan masuk
dalam fase laten di dalam memori sel-B limfosit sehingga EBV mampu
bertahan sepanjang masa hidup sel-B limfosit. EBV kemudian
mengkode produk gen EBNA-1 dan LMP-1 yang diduga berperan
3
dalam proses transformasi memori sel-B lim-fosit. Produk-produk
gen ini bekerja
pada jalur sinyal intraseluler di mana EBNA-1 bekerja secara langsung
de- ngan memberikan umpan negatif pada ek-spresi gen penekan tumor
dan me- ningkatkan perkembangan tumor melalui umpan positif pada
CCL22 yang kemudian memromosikan aktivasi sel-B limfosit. Pada
saat yang bersamaan, produk gen LMP-1 meniru sinyal yang
dihasilkan oleh CD40 yang bekerja untuk mengaktifkan jalur sinyal
NF-kB, p38, PI3K, AP1 dan JAK-STAT dalam memromosikan
kelangsungan hidup sel-B limfosit.
2.3 Patofisiologi
Sistem limfatik membawa tipe khusus dari sel darah putih
(limfosit) melalui pembuluh getah bening ke seluruh jaringan tubuh,
termasuk sumsum tulang. Tersebarnya jaringan ini merupakan suatu
kumpulan limfosit dalam nodus limfatikus yang disebut kelenjar getah
bening. Limfosit yang ganas (sel limfoma) dapat bersatu menjadi
kelenjar getah bening tunggal/dapat menyebar di seluruh tubuh,
bahkan hampir di semua organ. Hal ini dapat kita sebut sebagai
keganasan dari sistem limfotik atau Limfoma. Limfoma dibedakan
berdasar jenis sel kanker tertentu, yaitu limfoma hodgkin dan limfoma
non hodgkin. Penyebab terjadinya limfoma hodgkin tidak diketahui
secara pasti, tapi terdapat beberapa faktor risiko terjadinya penyakit ini,
antara lain: orang yang terinfeksi HIV AIDS, orang yang terinfeksi
virus epstein-barr (HTLV), usia 15-40 th, >55 th, jenis kelamin laki-
laki. Penyakit ini ditandai dengan adanya sel reed-steinberg yang
dikelilingi oleh sel radang pleomorf. Sel reed-steinberg ini memiliki
limfosit besar yang ganas yang lebih besar dari satu inti sel, yang
bersifat patologis. Hal inilah yang menjadi penanda utama limfoma
Hodgkin
4
Pathway
Limfoma Pembedahan
5
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi limfoma Hodgkin (LH) yang umum digunakan
hingga saat ini yaitu klasifikasi histologik menurut REAL (Revised
American Euro- pean Lymphoma) dan WHO (World Health
Organization) yang menglasifi- kasikan LH ke dalam 5 tipe, yaitu (1)
nodular sclerosing, (2) mixed cellular- ty, (3) lymphocyte depleted, (4)
lymphocyte rich dan (5) nodular lymphocyte predominant. LH tipe
nodular sclerosing, mixed cellularity, lymphocyte de-
pleted dan lymphocyte rich seringkali dikelompokkan sebagai LH
klasik.
2.3.1 LH tipe nodular sclerosing.
LH tipe nodular sclerosing adalah tipe LH yang
paling se- ring dijumpai, baik pada penderita pria ataupun
wanita, terutama pa- da para remaja dan dewasa muda. LH tipe
ini memiliki kecenderung- an predileksi pada kelenjar getah
bening yang terletak di supraklavi- kula, servikal dan
mediastinum. Karakteristik histologik dari LH tipe nodular
sclerosing adalah (1) adanya variasi dari sel Reed Stenberg
yaitu sel lakuna yang merupakan sebuah sel besar yang
memiliki se- buah inti multilobus, anak inti yang kecil dan
multipel serta sitoplas- ma yang melimpah dan pucat dan (2)
adanya fibrosis dan sklerosis yang luas dengan pita kolagen
yang membagi jaringan limfoid ke da- lam nodul-nodul
berbatas dengan infiltrat seluler yang mengandung
limfosit, eosinofil, histiosit dan sel lakuna.
2.3.2 LH tipe mixed cellularity.
LH tipe mixed cellularity adalah tipe LH yang paling
sering terjadi pada anak-anak dan penderita yang berusia lebih
dari atau sa- ma dengan 50 tahun serta mencangkup 25% dari
keseluruhan kasus LH yang dilaporkan. Pria lebih dominan
untuk menjadi penderita di- bandingkan dengan wanita dan LH
tipe ini memiliki kecenderungan predileksi pada kelenjar getah
bening yang terletak di abdomen dan limpa. Karakteristik
6
histologik dari LH tipe mixed cellularity adalah sel Reed
Sternberg yang berlimpah di dalam infiltrat inflamasi hete-
rogen yang mengandung limfosit berukuran kecil, eosinofil, sel
plas- ma dan makrofag. LH tipe ini juga yang paling sering
menunjukkanmanifestasi sistemik dibandingkan dengan tipe-
tipe lainnya
2.3.3 LH tipe lymphocyte depleted.
LH tipe lymphocyte depleted merupakan tipe LH yang
pa- ling jarang dijumpai dan hanya mencangkup kurang dari
1% dari ke- seluruhan kasus LH namun merupakan tipe LH
yang paling agresif dibandingkan dengan tipe LH lainnya. LH
tipe ini paling sering ter- jadi pada penderita dengan usia yang
sudah lanjut dan seringkali di- hubungkan dengan infeksi virus
HIV/AIDS. Infiltrat pada LH tipe ini lebih sering tampak difus
dan hiposeluler sedangkan sel Reed Stern- berg hadir dalam
jumlah yang besar dan bentuk yang bervariasi. LH tipe
lymphocyte depleted dapat dibagi menjadi subtipe retikuler de-
ngan sel Reed Sternberg yang dominan dan sedikit limfosit
serta sub- tipe fibrosis difus di mana kelenjar getah bening
digantikan oleh jari- ngan ikat yang tidak teratur dan dijumpai
sedikit sel limfosit dan sel
Reed Sternberg.
2.3.4 LH tipe lymphocyte rich.
LH tipe lymphocyte rich mencangkup kurang dari 5%
dari keseluruhan kasus LH. Karakteristik histologic dari LH
tipe ini ada- lah adanya sel Reed Sternberg dengan latar
belakang infiltrat sel lim- fosit serta sedikit eosinofil dan sel
plasma yang dapat berpola difus atau noduler.
7
2.3.5 LH tipe nodular lymphocyte predominant.
LH tipe nodular lymphocyte predominant
mencangkup sekitar 5% dari keseluruhan kasus LH.
Karakteristik histologik dari LH tipe ini yaitu adanya variasi sel
Reed Sternberg limfohistiositik (L & H) yang memiliki inti
besar multilobus yang halus dan menyerupai gambaran
berondong jagung (pop-corn). Sel Reed Sternberg L & H
biasanya ditemukan di dalam nodul besar yang sebagian besar
dipe- nuhi oleh sel-B limfosit kecil yang bercampur dengan
makrofag se- dangkan sel-sel reaktif lainnya seperti eosinofil,
neutrophil dan sel plasma jarang ditemukan. Varian sel ini juga
biasanya tidak mengha- silkan CD30 dan CD15 seperti sel
Reed Sternberg pada umumnya
melainkan menghasilkan CD20.
8
c) Pruritus yaitu rasa gatal pada sebagian atau seluruh
tubuh
d) Rasa nyeri yang timbul di daerah limfa setelah
meminum alkohol.
b. Nyeri dada, batuk, sesak napas serta nyeri punggung
9
foto polos dada proyek- si Posterior Anterior (PA);
gambaran hiperdens dari massa jari- ngan lunak multipel
akibat agregasi nodul pada pemeriksaan CT scan dengan
10
Staging limfoma Hodgkin (LH) yang umum digunakan
hingga saat ini yaitu staging menurut kriteria Ann Arbor dengan
revisi Costwold.
2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan limfoma Hodgkin (LH) berbeda-beda sesuai
dengan tipe dan stadiumnya dengan modalitas penatalaksanaan
yang terdiri:
2.5.1 Radiasi
Terapi radiasi diberikan jika penyakit ini hanya melibatkan
area tubuh tertentu saja. Terapi radiasi dapat diberikan sebagai terapi
tunggal, namun umumnya diberikan bersamaan dengan kemoterapi.
Jika setelah radiasi penyakit kembali kambuh, maka diperlukan
kemoterapi. Beberapa jenis terapi radiasi dapat meningkatkan risiko
terjadinya kanker yang lain, seperti kanker payudara atau kanker
paru, terutama jika klien berusia < 30 tahun. Umumnya klien anak
diterpai dengan kemoterapi kombinasi, tapi mungkin juga
diperlukan terapi radiasi dosis rendah.
2.5.2 Kemoterapi
Jika penyakit ini sudah meluas dan sudah melibatkan kelenjar
getah bening yang lebih banyak atau organ lainnya, maka
kemoterapi menjadi pilihan utama. Regimen kemoterapi yang
umum diberikan adalah ABVD, BEACOPP, COPP, Stanford V, dan
MOPP. Regimen MOPP (terdiri dari mechlorethamine, Oncovin,
procarazine, dan prednisone) merupakan regimen standar, namun
bersifat sangat toksik, sedangkan regimen ABVD (terdiri dari
doxorubicin/Adriamycin, bleomycin, vinblastine, dan
dacarbazine) merupakan regimen yang lebih baru dengan efek
samping yang lebih sedikit dan merupakan regimen pilihan saat ini.
Kemoterapi diberikan dalam beberapa siklus, umumnya sela
beberapa minggu. Lamanya kemoterapi diberikan sekitar 6-10
bulan.
11
2.5.3 Radioterapi
Terapi menggunakan sinar X untuk membunuh sel kanker.
Sinar X akan dipaparkan pada area kanker, misalnya pada kelenjar
getah bening atau area penyebaran sel kanker. Durasi terapi akan
bergantung pada stadium kanker. Beberapa efek samping dari terapi
ini adalah rambut rontok, muncul warna kemerahan pada kulit yang
terpapar radiasi, dan rasa lelah.
2.5.3 Biopsi insisi
Biopsi adalah pengambilan sejumlah kecil jaringan dari
tubuh manusia untuk pemeriksaan patologis mikroskopik. Dari
bahasa latin bios:hidup dan opsi: tampilan. Jadi secara umum biopsi
adalah pengangkatan sejumlah jaringan tubuh yang kemudian akan
dikirim ke laboratorium untuk diperiksa. Biopsi kebanyakan
dlakukan untuk mengetahui adanya kanker. Bagian apapun dari
tubuh, seperti kulit, organ tubuh maupun benjolan dapat diperiksa.
X-ray, CT scan ataupun ultrasound dapat dilakukan terlebih dahulu
untuk mengalokasikan area biopsi. Biopsi dapat dilakukan juga
dengan proses pembedahan.
Biposi insisional yaitu pengambilan sampel jaringan
melalui pemotongan dengan pisau bedah. Anda akan dibius total
atau lokal tergantung lokasi massa, lalu dengan pisau bedah, kulit
disayat hingga menemukan massa dan diambil sedikit untuk
diperiksa.
A.Selama Pemeriksaan
Anda akan dibaringkan di atas meja periksa dengan memakai gaun rumah
sakit.
X-ray, CT scan atau ultrasonografi mungkin akan dilakukan terlebih
dahulu untuk menentukan lokasi biopsi.
Lokasi biopsi dibersihkan.
Obat bius dimasukkan ke dalam tubuh. Anda akan merasakan sakit
menyengat ringan.
12
Saat area biopsi sudah terbius, jarum kecil akan dimasukkan ke area yang
akan diteliti.
Sebagian jaringan-jaringan atau sel-sel diambil. Dalam beberapa kasus,
pembedahan kecil dapat dilakukan agar jaringan atau benjolan dapat
diambil untuk diperiksa.
Beritahu dokter anda jika Anda merasa tidak nyaman.
Setelah itu jarum akan diangkat.
Daerah biopsi akan ditekan lalu akan dipasang kassa kecil. Jika dilakukan
pembedahan , maka akan dilakukan penjahitan.
Setelah Pemeriksaan
Kemungkinan akan ada memar, rasa tidak nyaman ataupun bengkak di
tempat biopsi dilakukan.
Jika perlu, pakailah obat penghilang rasa sakit yang tidak mengandung
aspirin.
Letakkan es batu secukupnya di atas luka untuk mengurangi memar dan
bengkak.
Hindari aktivitas berat ataupun mengangkat beban lebih dari 2,5 kg selama
24 jam. Perlahan-lahan Anda dapat melakukan aktivitas normal kecuali
ada pemberitahuan sebelumnya dari dokter.
Hasil tes akan dikirim langsung ke dokter Anda. Dokter Anda akan
memberitahukan hasilnya kepada Anda.
13
abnormal, bukan berarti anda terkena kanker. Hasil abnormal berarti ada
kelainan pada jaringan yang bisa berarti jinak atau ganas jadi tanyakan
pada dokter anda intrepetasi yang lengkap. Bila hasil biopsi anda adalah
inconclusive atau tidak dapat disimpulkan, maka kemungkinan sampel
jaringan yang diambil tidak representative dan mungkin biopsi harus
diulang.
Bila pengambilan sampel tepat dan pemeriksaan sampel jaringan
dilakukan oleh ahlinya, maka biopsi insisional dan biopsi eksisional
hampir 100% tepat. Tetapi khusus untuk biopsi jarum, maka kemungkinan
meleset hanya 2-5 kasus dari 100 kasus kanker. Bila hasil biopsi jarum
meragukan, maka dokter biasanya akan mengambil tindakan biopsi
jaringan.
Efek samping yang mungkin timbul adalah perdarahan, lebam, dan infeksi.
Bila anda mengalami tanda-tanda tersebut segeralah ke dokter.
Menurut penelitian, biopsi jaringan bila dilakukan oleh ahlinya maka
kemungkinan penyebaran sel kanker melalui darah menjadi minimal.
14
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Pre operatif
Subyektif:
1) Keluhan nyeri pada daerah yang terdapat benjolan.
2) Nyeri tekan pada daerah sekitar benjolan.
3) Pembengkakkan/kemerahan.
4) Gangguan pada fungsi organ sekitar.
5) Cemas.
6) Suara serak.
Pemahaman tentang pembedahan termasuk:
1) Prosedur tindakan.
2) Pelaksana tindakan.
3) Resiko selama dan setelah tindakan.
4) Obat anestesi.
Obyektif:
1) Nafas bau.
2) Wajah tampak tegang, gelisah, tremor.
3) Teraba massa.
4) Perubahan tanda-tanda vital.
5) Kesiapan dan kemampuan untuk belajar menyerap informasi.
2. Intra operatif
1) Identifikasi pasien
2) Validasi data yang dibutuhkan dengan pasien
3) Telaah cacatan pasien terhadap adanya :
a. Informed consent yang benar dengan tanda tangan pasien
b. Kelengkapan catatan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
c. Hasil pemeriksaan diagnostik
d. Kelengkapan riwayat dan pengkajian masyarakat
e Checklist pra operasi
Lengkapi pengkajian keperawatan pra operasi segera, meliputi : status
fisiologi (misalnya tingkat sakit, tingkat kesadaran), status psikososial (misalnya
15
ekspresi kekhawatiran, tingkat ansietas, masalah komunikasi verbal, mekanisme
koping) dan status fisik (misalnya tempat operasi, kondisi kulit dan efektifitas
persiapan, pencukuran dan sendi tidak gerak).
3. Post operatif
Subyektif:
1. Nyeri
2. Mual
3. Kedinginan
Obyektif:
1) Perubahan tanda-tanda vital
2) Respon yang lazim terhadap nyeri
3) Hipotermi.
4. Diagnosa keperawatan
1. Pre operatif
1) Resiko infeksi b.d proses inflamasi.
2) Ansietas b.d ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap
perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan
orang yang berarti, krisis situasi atau krisis maturasi.
3) Proses keluarga, perubahan b.d terapi yang kompleks,
hospitalisasi/perubahan lingkungan, reaksi orang lain terhadap
perubahan penampilan.
2. Intra operatif
1. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (luka insisi)
2. Resiko cedera berhubungan dengan kondisi lingkungan eksternal misal
struktur lingkungan, pemajanan peralatan, instrumensasi dan
penggunaan obat-obat anestesi
16
3. Post operatif
5. Intervensi keperawatan
1. Pre operatif
Intervensi / Rasional :
a) Beri penjelasan tentang terjadinya infeksi.
R / klien mengetahui proses terjadinya infeksi.
b) Beritahu klien tentang tanda-tanda inflamasi.
R / klien mengetahui tanda-tanda inflamasi dan pencegahannya.
c) Beri kompres basah.
R / menurunkan suhu tubuh klien.
d) Anjurkan klien untuk memakai baju yang menyerap keringat.
R / agar keringat mudah diserap dan suhu tubuh tidak meningkat.\
e) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat.
R / diharapkan dapat mempercepat proses kesembuahn pasien.
2. Ansietas adalah suatu keresahan, perasaan ketidaknyamanan yang tidak
mudah atau dread yang disertai dengan respons autonomis ; sumbernya
seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu ; perasaan
17
khawatir yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.ini
merupakan tanda bahya yang memperingatkan bahaya yang akan terjadi
dan memampukan individu untuk membuat pengukuran untuk
mengatanancaman.
Tujuan: ansietas berkurang/terkontrol.
Kriteria hasil :
a) klien mampu merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi
yang membuat stress
b) klien mampu mempertahankan penampilan peran.
c) klien melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.
d) klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik.
e) tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.
Intervensi:
3. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
R/ memudahkan intervensi.
4. Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi
ansietas di masa lalu.
R/ mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan
kemampuan mengontrol ansietas.
5. Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan.
R/ pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk
mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.
6. Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini,
harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang dijalani.
R/ alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan
untuk mengurangi kecemasan.
7. Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari
meskipun dalam keadaan cemas.
R/ menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya
mampu mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan pada diri
18
sendri yang dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas
kemampuannya.
8. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
R/ menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.
9. Sediakan informasi faktual (nyata dan benar) kepada pasien dan
keluarga menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis.
R/ meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.
10. Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.
R/ mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.
2. Intra operatif
a. Memberikan dukungan emosional
Kesejahteraan emosional pasien harus dijaga selama operasi. Sebelum di
anestesi perawat bertanggung jawab untuk membuat pasien nyaman dan tidak
cemas. Bila pasien sadar atau bangun selama prosedur pembedahan,perawat
bertugas menjelaskan prosedur tindakan yang dilakukan, memberikan dukungan
psikologis dan meyakinkan pasien. Ketika pasien sadar dari pengaruh anestesi,
penjelasan dan pendidikan kesehatan perlu dilakukan. Hal ini dilakukan terhadap
semua pasien, terutama pada operasi dengan sistem anestesi lokal dan regional.
Pemantauan kondisi pasien pasien akan mempengaruhi kondisi fisik dan kerja sama
pasien.
b. Mengatur posisi yang sesuai
Pengaturan posisi yang sesuai diperlukan untuk memudahkan pemedahan
dan juga untuk menjamin keamanan fisiologi pasien.
Posisi yang diberikan pada saat pembedahan disesuaikan dengan kondisi pasien.
c. Mempertahankan keadaan asepsis dalam pembedahan
Perawat bertanggung jawab untuk mempertahankan keadaan asepsisi selama
operasi berlangsung. Perawat bertangung jawab terhadap kesterila alat dan bahan
yang diperlukan dan juga bertanggung jawab terhadap seluruh anggota tim operasi
dalam menerapkan prinsip steril. Jika sesuatu yang dianggap tidak seril menyentuh
daerah yang steril, maka instrumen yang terkontaminasi, maka instrumen yang
terkontaminasi juga harus diganti.
19
d. Menjaga kestabilan temperatur pasien
Temperatur di kamar operasi dipertahankan pada suhu standar kamar operasi
dan kelembabannya diatur untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Pasien
biasanya merasakan kedinginan dikamar operasi jika tidak di berikan selimut yang
sesuai. Kehilangan panas pada pasiien berasal dari kulit dan daerah yang terbuka
untuk dilakukan operasi. Ketuka jaringan tidak tertutup kulit akan terekspose oleh
udara, sehingga akan terjasi kehilangan panas yang berlebihan. Pasien harus dijaga
sehangat mungkin untuk meminimalkan kehilangan panas tanpa menyebabkna
vasodilatasi yang justru menyebabkan bertambahnya pendarahan.
e. Memonitor terjadinya hipertermi malignan
Diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi berupa kerusakan sistem
saraf pusat atau bahkan kematian. Monitoring secara kontinyu diperlukan untuk
menentukan tindakan pencegahan dan penanganan sedini mungkin sehingga tidak
menimbulkan komplikasi.
3. Post operatif
1) Nyeri b.d prosedur pembedahan, trauma jaringan, interupsi
saraf, diseksi otot.
Tujuan: keluhan nyeri berkurang/hilang
Kriteria hasil:
a) Tampak rileks
b) Mampu tidur atau istirahat dengan tepat
c) Mengekspresikan penurunan nyeri
Intervensi:
a) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas
(skala 0-10)
R/ mengetahui lokasi, lamanya, dan intensitas nyeri.
b) Bantu pasien menemukan posisi nyaman
R/ klien merasa nyaman terhadap posisinya.
c) Berikan tindakan kenyamanan dasar teknik relaksasi
R/ mengurangi nyeri.
d) Sokong dada saat latihan nafas dalam
R/ membantu pengembangan paru lebih maksimal.
20
e) Berikan obat nyeri yang tepat pada jadwal teratur sebelum nyeri
berat dan sebelum aktivitas dijadwalkan
R/ mengurangi rasa nyeri.
2) Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d pembedahan, efek radiasi
dan kemotherapi, deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan
anemia.
Tujuan : menghindari terjadinya kerusakan integritas kulit
Kriteria hasil:
a) Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan
kondisi spesifik
b) Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan
penyembuhan.
Intervensi:
a) Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek samping therapi
kanker, amati penyembuhan luka.
R/ Memberikan informasi untuk perencanaan asuhan dan
mengembangkan identifikasi awal terhadap perubahan integritas
kulit.
b) Anjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal.
R/ Menghindari perlukaan yang dapat menimbulkan infeksi.
c) Ubah posisi klien secara teratur.
R/ Menghindari penekanan yang terus menerus pada suatu daerah
tertentu.
d) Berikan advise pada klien untuk menghindari pemakaian cream
kulit, minyak, bedak tanpa rekomendasi dokter.
R/ Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk yang kontra
indikatif.
3) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum, gangguan neuromuscular,
nyeri.
Tujuan : klien dapat melakukan aktivitas ringan atau total.
Kriteria hasil :
a) Perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
21
b) Klien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas
tanpa dibantu.
c) Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi:
a) Rencanakan periode istirahat yang cukup.
R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi
terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secara
optimal.
b) Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas
secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat,
mobilisasi dini.
c) Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan klien pulih
kembali.
d) Setelah latihan dan aktivitas kaji respons klien.
R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh
sebagai akibat dari latihan.
Implementasi pre, intra dan post operatif
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat
dan klien. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah
intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana.
22