Anda di halaman 1dari 19

A.

Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi Penyakit

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang


kebanyakan herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria,
disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik,
sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan
primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga
gangguan metabolisme lemak dan protein. (Askandar, 2000).
Diabetic Foot (Kaki diabetik) adalah kelainan pada tungkai bawah
yang merupakan komplikasi kronik diabetes mellitus; merupakan suatu
penyakit pada penderita diabetes bagian kaki. (Misnadiarly, 1997). Salah
satu komplikasi yang sangat ditakuti penderita diabetes adalah kaki
diabetik. Komplikasi ini terjadi karena terjadinya kerusakan saraf, pasien
tidak dapat membedakan suhu panas dan dingin, rasa sakit pun berkurang.
(Thoha, Wibowo.EW)
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya
jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses
nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. (Askandar, 2000).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-
hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah
sedang atau besar di tungkai. (Askandar, 2000).
2. Etiologi
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada
penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada
pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati akan mengakibatkan berbagai
perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya
perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan mempermudah
terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi inilah yang
menyebabkan terjadinya infeksi lebih mudah merebak dan menjadi infeksi
yang luas. Berikut adalah etiologi bakteri yang sering ditemukan pada
diabetic foot-ulcer. (Sarwono Waspadji,2006)
Ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya
mengalami masalah kaki. Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri
setempat (neuropati) membuat pasien tidak menyadari bahkan sering
mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Luka timbul
spontan sering disebabkan karena trauma misalnya kemasukan pasir,
tertusuk duri, lecet akibat pemakaian sepatu/sandal yang sempit dan bahan
yang keras. Mulanya hanya kecil, kemudian meluas dalam waktu yang
tidak begitu lama. Luka akan menjadi borok dan menimbulkan bau yang
disebut gas gangren. Jika tidak dilakukan perawatan akan sampai ke tulang
yang mengakibatkan infeksi tulang (osteomylitis). Upaya yang dilakukan
untuk mencegah perluasan infeksi terpaksa harus dilakukan amputasi
(pemotongan tulang).
Kedua, sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan
endotel pembuluh darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah
penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh
darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama
kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi
kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi
nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan
tindakan amputasi.
Gangguan mikrosirkulasi akan menyebabkan berkurangnya aliran
darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang kemudian
menyebabkan degenarasi dari serabut saraf. Keadaan ini akan
mengakibatkan neuropati. Di samping itu, dari kasus ulkus/gangren
diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya
lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya bakteri patogen.
Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh
subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita
diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas)
yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi
dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh
dan kuman anaerob berkembang biak.
Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara
umum penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan
kemampuan sel darah putih ‘memakan’ dan membunuh kuman berkurang
pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg%. Kemampuan ini
pulih kembali bila KGD menjadi normal dan terkontrol baik. Infeksi ini
harus dianggap serius karena penyebaran kuman akan menambah
persoalan baru pada borok. Kuman pada borok akan berkembang cepat ke
seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa berakibat fatal, ini yang
disebut sepsis (kondisi gawat darurat). (Wibowo, EW, 1997).
Sejumlah peristiwa yang dapat mengawali kerusakan kaki pada
penderita diabetes sehingga meningkatkan risiko kerusakan jaringan antara
lain :
1) Luka kecelakaan
2) Trauma sepatu
3) Stress berulang
4) Trauma panas
5) Iatrogenik
6) Oklusi vaskular
7) Kondisi kulit atau kuku
3. Patofisiologi
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada
penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada
pembuluh darah. Diabetes seringkali menyebabkan penyakit vaskular
perifer yang menghambat sirkulasi darah. Dalam kondisi ini, terjadi
penyempitan di sekitar arteri yang sering menyebabkan penurunan
sirkulasi yang signifikan di bagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang
buruk ikut berperan terhadap timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan
jumlah oksigen dan nutrisi yang disuplai ke kulit maupun jaringan lain,
akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik
dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi
nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan
tindakan amputasi.
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik,
metabolik dan faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi
(hiperglikemia) ternyata mempunyai dampak negatif yang luas bukan
hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme
protein dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan penyempitan
pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gaangguan peredaran
pembuluh darah besar dan kecil., yang mengakibatkan sirkulasi darah yang
kurang baik, pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi
penyumbatan aliran darah terutama derah kaki.
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau
hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes
yang menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh,
atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas.
Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi
komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi.
Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum
penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan
kemampuan sel darah putih ‘memakan’ dan membunuh kuman berkurang
pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg%. Karena kekurangan
suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri
anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes yang tidak
terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga
aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan
tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob
berkembang biak.

5. Tanda dan Gejala


1) Sering kesemutan/gringgingan (asimptomatis)
2) Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil)
3) Nyeri saat istirahat
4) Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus)
5) Adanya kalus di telapak kaki
6) Kulit kaki kering dan pecah-pecah

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:
1) Pemeriksaan X-ray untuk mengetahui ada tidaknya osteomyelitis.
2) Pemeriksaan glukosa darah.
3) Kultur dan resistensi untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang
menginfeksi luka segingga dapat memilih obat antibiotik yang tepat.
4) Tes lain yang dapat dilakukan adalah: sensasi pada getaran, merasakan
sentuhan ringan, kepekaan terhadap suhu.

7. Penatalaksanaan Medis
Menurut Levin (1988), penatalaksanaan ulkus kaki diabetic
memerlukan pengobatan yang agresif dalam jangka pendek, hal tersebut
mencakup:
1) Debridement local radikal pada jaringan sehat.
2) Terapi antibiotic sistemik untuk memerangi infeksi, diikuti tes
sensitivitas antibiotic,
contohnya:
(1) Untuk infeksi M.chelonei dapat digunakan quinolon (ciprofloxacin,
ofloxacin), sulfonamides.
(2) Untuk infeksi M. fortuitum dapat digunakan quinolon dan B-
lactams cefloxitin.
(3) Untuk infeksi M. haemophilum, M.Non-Chronogenicum, M.
ulcerans yang paling umum digunakan adalah quinolon G.
3) Beberapa obat lain yang biasa digunakan pada kasus kaki diabetic
adalah insulin, neurotropik, kompres luka, obat anti trombosit,
neuromin, dan oksoferin solution.
4) Kontrol diabetes untuk meningkatkan efisiensi sistem imun.
5) Posisi tanpa bobot badan untuk ulkus plantaris
Adapun usaha pengelolaan kaki diabetik guna menyelamatkan dari
amputasi secara umum:
1) Memperbaiki kelainan vaskular yanga ada.
2) Memperbaiki sirkulasi.
3) Pengamatan kaki teratur.
4) Pengelolaan pada masalah yang timbul(pengobatan vaskularisasi,
infeksi, dan pengendalian gula darah).
5) Sepatu khusus.
6) Kerjasama tim yang baik
7) Penyuluhan pasien
Berikut ini akan dipaparkan tentang cara penanggulangan dan
pencegahan kaki diabetik:
1) Diagnosis klinis dan laboratorium yang lebih teliti.
2) Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi, obat vaskular, obat
penurun gula darah maupun menghilangkan keluhan/gejala penyulit
Diabetes.
3) Pemberian penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang
penatalaksanaan kaki diabetik di rumah.
4) Periksa kaki dan celah kaki setiap hari, apakah terdapat kalus, bula,
lecet dan luka.
5) Bersihkan kaki setiap hari terutama di celah jari kaki.
6) Hindari penggunaan air panas atau bantal pemanas.
7) Memotong kuku secara berhati-hati dan jangan terlalu dalam.
8) Jangan berjalan tanpa alas kaki.
9) Hindari trauma berulang.
10) Memakai sepatu yang nyaman bagi kaki.
11) Periksalah bagian dalam sepatu dari benda-benda asing sebelum
dipakai.
12) Olahraga teratur dan menjaga berat badan ideal
13) Jangan merendam kaki dalam jangka waktu yang lama.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses
keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
1) Pengumpulan data
(1)Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
(2)Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka.
(3)Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
(4)Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
(5)Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga
yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
(6)Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
2) Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum:
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.
(1)Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran,
lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah
goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur /
ganda, diplopia, lensa mata keruh.
(2)Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
(3)Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
(4)Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
(5)Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,
obesitas.
(6)Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
(7)Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
(8)Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
3) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
(1)Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi: GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa
>120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
(2)Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ),
dan merah bata ( ++++ ).
(3)Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.

2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren
kaki diabetik adalah sebagai berikut:
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya/
menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi
pembuluh darah.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren
pada ekstrimitas.
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
6. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah
satu anggota tubuh.
7. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
3. Intervensi
Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya
aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh
darah.
Tujuan: Mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil:
1) Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler.
2) Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis.
3) Kulit sekitar luka teraba hangat.
4) Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
5) Sensorik dan motorik membaik.
Rencana tindakan:
1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional: dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada
waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat,
hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional: meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga
tidak terjadi oedema.
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan
merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional: kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya
arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi
pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional: pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi
pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan
pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan
dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah
ulkus/gangren.

4. Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya


gangren pada ekstrimitas.
Tujuan: Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil:
- Berkurangnya oedema sekitar luka.
- pus dan jaringan berkurang
- Adanya jaringan granulasi.
- Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan:
1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional: Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses
penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan
selanjutnya.
2. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara
abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan
yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional: merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga
kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan
granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat
menghambat proses granulasi.
3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan
kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional: insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan
kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat
untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui
perkembangan penyakit.
5. Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik
jaringan.
Tujuan: Rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil:
- Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
- Pergerakan penderita bertambah luas.
- Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 –
37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x
/menit ).
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi
akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk
diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional: Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan
memperberat rasa nyeri.
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional: Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri
yang dirasakan pasien.
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional: Posisi yang nyaman akan membantu memberikan
kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional: massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran
pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa
nyaman.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional: Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri
pasien.
6. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada
luka di kaki.
Tujuan: Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang
optimal.
Kriteria Hasil:
- Pergerakan paien bertambah luas
- Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan (duduk,
berdiri, berjalan).
- Rasa nyeri berkurang.
- Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai
dengan kemampuan.
Rencana tindakan:
1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional: Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga
kadar gula darah dalam keadaan normal.
Rasional: Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat
kooperatif dalam tindakan keperawatan.
3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah
sesui kemampuan.
Rasional: Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional: Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik )
dan tenaga fisioterapi.
Rasional: Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi
untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
7. Gangguan pemenuhan nutrisi (kurang dari) kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil:
- Berat badan dan tinggi badan ideal.
- Pasien mematuhi dietnya.
- Kadar gula darah dalam batas normal.
- Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan:
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional: Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi
pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang
adekuat.
2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional: Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi
terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.
3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional: Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
4. Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional: Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet
yang ditetapkan.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet
diabetik.
Rasional: Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke
dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang
sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah
komplikasi.
8. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk
salah satu anggota tubuh.
Tujuan: Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota
tubuhnya secar positif.
Kriteria Hasil: Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan
lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri. Pasien yakin akan
kemampuan yang dimiliki.
Rencana tindakan:
1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri
berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang
berfungsi secara normal.
Rasional: Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan
pasien.
Rasional: Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.
Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai.
4. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.
Rasional: dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan
hubungan dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi.
5. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan
kehilangan.
Rasional: Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung
yang normal.
6. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan
hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.
Rasional: Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.
9. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di
kaki.
Tujuan: Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil:
- Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
- Pasien tenang dan wajah segar.
- Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan:
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional: Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan
tidur/istirahat.
2. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
Rasional: mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan
kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti
cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai.
Rasional: Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain
dialami dan dirasakan pasien.
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik
relaksasi .
Rasional: Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh
dalam tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa
nyeri.
5. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional: Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur
pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan
yang tepat.
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan.
Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai
setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam
perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana
tujuan tercapai:
1. Berhasil: prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau
tanggal yang ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian: pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai.: pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku
yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi


8.Jakarta: RGC.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA.2012.Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Smeltzer, S. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [ serial Online]
cited 12 Februari 2012], avaible from URL:
http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatan-diabetes-
mellitus.htmlhttp://www.hyves.web.id/askep-diabetes-melitus/
Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga.
Jakarta: Penerbit Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai