PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan obsesif-kompulsif merupakan sebuah gangguan kecemasan di mana orang
memiliki keinginan yang tidak diinginkan dan diulang, perasaan, ide, sensasi (obsesi) atau
tingkah laku yang membuat mereka selalu ingin melakukan sesuatu (kompulsif).1
Istilah obsesi menunjuk pada suatu ide atau bayangan mental yang mendesak ke dalam
pikiran secara berulang. Pikiran atau bayangan obsesi dapat kekhawatiran yang biasa tentang
apakah pintu sudah dikunci atau belum sampai fantasi aneh dan menakutkan tentang bertindak
kejam terhadap orang yang disayangi. Istilah kompulsi menunjuk pada dorongan atau impuls
yang tidak dapat ditahan untuk melakukan sesuatu. Sering suatu pikiran obsesif mengakibatkan
suatu tindakan kompulsif. Tindakan kompulsif dapat berupa berulang kali memeriksa pintu
yang terkunci, kompor yang sudah mati atau menelepon orang yang dicintai untuk memastikan
keselamatannya.2
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. DEFINISI
Gangguan Obsesif kompulsif (Obsessive Compulsive Disorder / OCD) adalah
gangguan kecemasan yang ditandai oleh pikiran-pikiran obsesif yang persisten dan disertai
tindakan kompulsif.7
Kondisi dimana individu tidak mampu mengontrol dari pikiran-pikirannya yang
menjadi obsesi yang sebenarnya tidak diharapkannya dan mengulang beberapa kali perbuatan
tertentu untuk dapat mengontrol pikirannya tersebut untuk menurunkan tingkat
kecemasannya.8
Gangguan obsesif kompulsif diklasifikasikan dalam Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) sebagai gangguan
kecemasan.12
Dalam DSM-IV TR obsesi didefinisikan sebagai berikut :
ü Pikiran, impuls, atau bayangan yang berulang-ulang dan menetap yang dialami, pada
suatu saat selama gangguan, dirasakan mengganggu dan tidak sesuai, dan
menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.
ü Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran berlebihan tentang masalah
kehidupan yang nyata
ü Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau bayangan
tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan lain.
ü Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan obsesional adalah hasil dari
pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan pikiran)
Obsesi adalah hal yang mengganggu, berulang, ide-ide yang tidak diinginkan, pikiran,
atau impuls yang sulit untuk diberhentikan meskipun mengganggu alam sadar mereka.
Kompulsi merupakan perilaku yang dilakukan berulang, baik yang dapat diamati ataupun
secara mental, yang dilakukan untuk mengurangi kecemasan yang ditimbulkan oleh obsesi.
Beberapa penelitian besar menemukan bahwa obsesi yang tersering adalah pikiran tentang
kontaminasi, dan kompulsi tersering adalah tindakan “memeriksa” sesuatu. Namun, sebagian
besar individu dengan gangguan ini memiliki multipel obsesi dan kompulsi dari waktu ke
waktu.5
Penderita mengetahui bahwa perbuatan dan pikirannya itu tidak masuk akal, tidak pada
tempatnya atau tidak sesuai dengan keadaan, tetapi ia tidak dapat menghilangkannya dan juga
ia juga tidak mengerti mengapa ia mempunyai dorongan yang begitu kuat untuk berbuat dan
berpikir demikian.8
Dari berbagai definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa gangguan obsesif kompulsif
adalah gangguan cemas, dimana pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang
menetap dan tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu berulang-
ulang, sehingga menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari.
3
II.2. Epidemiologi
Untuk orang dewasa, laki-laki dan wanita sama mungkin terkena; tetapi untuk remaja, laki-
laki lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan perempuan. Usia onset
rata-rata adalah kira-kira 20 tahun walaupun laki-laki memiliki onset usia yang agak lebih awal
(rata-rata sekitar usia 19 tahun) dibandingkan wanita (rata-rata sekitar 22 tahun). Secara
keseluruhan, kira-kira duapertiga dari pasien memiliki onset gejala sebelum usia 25 tahun, dan
kurang dari 15 persen pasien memiliki onset gejala setelah usia 35 tahun. Gangguan obsesif-
kompulsif dapat memiliki onset pada remaja atau masa anak-anak pada beberapa kasus dapat
pada usia 2 tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak terkena gangguan obsesif-
kompulsif dibandingkan orang yang menikah, walaupun temuan tersebut kemungkinan
mencerminkan kesulitan yang di miliki pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif dalam
mempertahankan suatu hubungan. Gangguan obsesif-kompulsif ditemukan lebih jarang
diantara golongan kulit hitam dibandingkan kulit putih walaupun tersedianya jalur ke
pelayanan kesehatan dapat menjelaskan sebagian besar variasi tersebut ketimbang perbedaan
prevalensi antara ras-ras. 6
Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi oleh gangguan mental lain.
Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif berat pada pasien dengan gangguan obsesif-
kompulsif adalah kira-kira 67 persen dan untuk fobia sosial adalah 25 persen. Diagnosis
psikiatrik komorbid lainnya pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah gangguan
pengaruh alkohol, fobia spesifik, gangguan panik, dan gangguan makan.6
II.3. Etiologi
1. Faktor Biologis
a. Neurotransmiter
Banyak uji coba kinis yang telah dilakukan terhadap berbagai obat mendukung
hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin adalah terlibat di dalam pembentukan
gejala obsesi dan kompulsi dari gangguan. Data menunjukkan bahwa obat
serotonergik lebih efektif dibandingkan obat yang mempengaruhi sistem
neurotransmiter lain. Tetapi apakah serotonin terlibat di dalam penyebab gangguan
obsesif-kompulsif adalah tidak jelas pada saat ini. Penelitian klinis telah mengukur
konsentrasi metabolit serotonin sebagai contohnya, 5-hydroxyndoleacetic acid (5-
HIAA) di dalam cairan serebrospinal dan afinitas sertai jumlah tempat ikatan
trombosit pada pemberian imipramine (yang berikatan dengan tempat ambilan
kembali serotonin) dan telah melaporkan berbagai temuan pengukuran tersebut pada
pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Beberapa penelitian telah mengatakan
bahwa sistem neurotransmiter kolinergik dan dopaminergik pada pasien gangguan
obsesif-kompulsif adalah dua bidang penelitian riset untuk di masa depan.6
c. Genetika
2. Faktor Perilaku
Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang dibiasakan. Stimulus yang relatif
netral menjadi disertai dengan ketakutan atau kecemasan melalui proses pembiasaan
responden dengan memasangkannya dengan peristiwa yang secara alami adalah
berbahaya atau menghasilkan kecemasan. Jadi, objek dan pikiran yang sebelumnya netral
menjadi stimuli yang terbiasakan yang mampu menimbulkan kecemasan atau gangguan.
6
Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang menemukan bahwa tindakan
tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan pikiran obsesional. Jadi, strategi
menghindar yang aktif dalam bentuk perilaku kompulsif atau ritualistik dikembangkan
untuk mengendalikan kecemasan. Secara bertahap, karena manfaat perilaku tersebut
dalam menurunkan dorongan sekunder yang menyakitkan (kecemasan), strategi
menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola perilaku kompulsif yang dipelajari. 6
3. Faktor Psikososial
a. Faktor kepribadian
b. Faktor psikodinamika
Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari afek dan
impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika terjadi isolasi, afek dan impuls yang
didapatkan darinya adalah dipisahkan dari komponen idesional dan dikeluarkan
dari kesadaran. Jika isolasi berhasil sepenuhnya, impuls dan afek yang terkait
seluruhnya terepresi, dan pasien secara sadar hanya menyadari gagasan yang
tidak memiliki afek yang berhubungan dengannya. 6
2) Undoing
Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls mungkin dapat lolos dari
mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas, operasi pertahanan sekunder
diperlukan untuk melawan impuls dan menenangkan kecemasan yang
mengancam keluar ke kesadaran. Tindakan kompulsif menyumbangkan
manifestasi permukaan operasi defensif yang ditujukan untuk menurunkan
kecemasan dan mengendalikan impuls dasar yang belum diatasi secara memadai
oleh isolasi. Operasi pertahanan sekunder yang cukup penting adalah mekanisme
meruntuhkan (undoing). Seperti yang disebutkan sebelumnya, meruntuhkan
adalah suatu tindakan kompulsif yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah
atau meruntuhkan akibat yang secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran
atau impuls obsesional yang menakutkan. 6
3) Pembentukan reaksi
Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang bermanifestasi dan sikap yang
secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan impuls dasar. Seringkali, pola
yang terlihat oleh pengamat adalah sangat dilebih-lebihkan dan tidak sesuai. 6
5) Ambivalensi
6) Pikiran magis
Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara pikiran awal, ketimbang
impuls; yaitu fungsi ego, dan juga fungsi id, dipengaruhi oleh regresi. Yang
melekat pada pikiran magis adalah pikiran kemahakuasaan. Orang merasa bahwa
mereka dapat menyebabkan peristiwa di dunia luar terjadi tanpa tindakan fisik
yang menyebabkannya, semata-mata hanya dengan berpikir tentang peristiwa
tersebut. Perasaan tersebut menyebabkan memiliki suatu pikiran agresif akan
menakutkan bagi pasien gangguan obsesif-kompulsif. 6
1. Suatu gagasan atau impuls yang memaksakan dirinya secara bertubi-tubi dan terus-
menerus ke dalam kesadaran seseorang.
2. Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai manifestasi sentral dan
seringkali menyebabkan orang melakukan tindakan kebalikan melawan gagasan atau
impuls awal.
3. Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien), yaitu dialami sebagai suatu
yang asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya sendiri sebagai makhluk
psikologis.
4. Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesi atau kompulsi tersebut, pasien
biasanya menyadarinya sebagai mustahil dan tidak masuk akal.
5. Orang yang menderita akibat obsesi dan kompulsi biasanya merasakan suatu
dorongan yang kuat untuk menahannya. 10,6
Gambaran obsesi dan kompulsi adalah heterogen pada dewasa, pada anak-anak dan remaja.
Gejala pasien individual mungkin bertumpang tindih dan berubah dengan berjalannya waktu,
tetapi gangguan obsesif-kompulsif memiliki empat pola gejala yang utama. Pola yang paling
sering ditemukan adalah suatu obsesi tentang kontaminasi, diikuti oleh mencuci disertai
penghindaran obsesif terhadap objek yang kemungkinan terkontaminasi. Objek yang ditakuti
seringkali sukar untuk dihindari, sebagai contoh feses, urin, debu atau kuman. Pasien mungkin
secara terus-menerus menggosok kulit tangannya dengan mencuci tangan secara berlebihan
atau mungkin tidak mampu pergi keluar rumah karena takut akan kuman. Walaupun
kecemasan adalah respon emosional yang paling sering terhadap objek yang ditakuti, rasa malu
dan rasa jijik yang obsesif juga sering ditemukan. Pasien dengan obsesi kontaminasi biasanya
percaya bahwa kontaminasi ditularkan dari objek ke objek atau orang ke orang oleh kontak
ringan. 10,6
Pola kedua yang sering adalah obsesi keragu-raguan, diikuti oleh pengecekan yang kompulsi.
Obsesi seringkali melibatkan suatu bahaya kekerasan, seperti lupa mematikan kompor atau
tidak mengunci pintu. Pengecekan tersebut mungkin menyebabkan pasien pulang beberapa kali
ke rumah untuk memeiksa kompor. Pasien memiliki keragu-raguan terhadap diri sendiri yang
obsesional, saat mereka selalu merasa bersalah karena melupakan atau melakukan sesuatu. 10,6
Pola ketiga yang tersering adalah pola dengan pikiran semata-mata pikiran obsesional yang
mengganggu tanpa suatu kompulsi (intrusif). Obsesi tersebut biasanya berupa pikiran berulang
akan suatu tindakan seksual atau agresi yang dicela oleh pasien. 6
Pola keempat yang tersering adalah kebutuhan akan simetrisitas atau ketepatan, yang dapat
menyebabkan perlambatan kompulsi. Pasien secara harfiah menghabiskan waktu berjam-jam
untuk makan atau mencukur wajahnya. Penumpukan obsesi dan kompulsi religius adalah
sering pada pasien obsesif-kompulsif. Trichotillomania (menarik rambut kompulsif) dan
menggigit kuku mungkin merupakan kompulsi yang berhubungan dengan gangguan obsesif-
kompulsif. 10,6
Terdapat juga beberapa gangguan yang biasa merupakan bagian merupakan bagian dari atau
dengan kuat dihubungkan dengan spectrum GOK (gangguan obsesif-kompulsif)
1. Gangguan dismorfik tubuh (body Dysmorphic Disorder)
Pada gangguan ini orang terobsesi dengan keyakinan bahwa mereka buruk rupa atau
bagian tubuh mereka berbentuk tidak normal.
2. Trikhotilomania
Orang dengan Trikhotilomania terus menerus mencabuti rambut mereka sehingga timbul
daerah-daerah botak.
3. Sindrom Tourettes
Gejala sindrom Tourettes meliputi gerakan yang pendek dan cepat, tik dan ucapan kata-
kata kotor yang tak terkontrol. 8
c. Orang tersebut berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau
bayangan-bayangan tersebut untuk mentralkannya dengan pikiran atau tindakan
lain.
2. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang tersebut telah menyadari bahwa
obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan: ini tidak berlaku
bagi anak-anak
3. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas, menghabiskan waktu
(menghabiskan lebih dari satu jam sehari), atau secara bermakna mengganggu
rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik) atau aktivitas atau hubungan
sosial yang biasanya.
4. Jika terdapat gangguan lain pada aksis I, isi obsesi atau kompulsi tidak terkait pada
gangguan tersebut (misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat gangguan
makan, menarik rambut jika terdapat trikotilomania, permasalahan pada penampilan
jika terdapat gangguan dismorfik tubuh, preokupasi dengan obat jika terdapat suatu
gangguan penggunaan zat, preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius jika
terdapat hipokondriasis, preokupasi dengan dorongan atau fanatasi seksual jika
terdapat parafilia, atau perenungan bersalah jika terdapat gangguan depresif berat).
5. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya obat yang disalahgunakan,
medikasi) atau kondisi medis umum. Sebutkan jika: Dengan tilikan buruk: jika selama
sebagian besar waktu selama episode terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi
dan kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. 10,6
b. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan meskipun
ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
c. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal yang
memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau
anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas.
5. Gejala obsesif ”sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom Tourette,
atau gangguan mental organk, harus dianggap sebagai bagian dari kondisi tersebut. 6,9
Pedoman Diagnostik
1. Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan pikiran, atau impuls (dorongan
perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien)
Pedoman Diagnostik
2. Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai beberapa jam
dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan ketidakmampuan mengambil
keputusan dan kelambanan. 6,9
F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif
Pedoman Diagnostik
II.7. TERAPI
1. Farmakoterapi
a. Penggolongan
1) Obat Anti-obsesif kompulsif trisiklik
Contoh: Clomipramine.
2) Obat Anti-obsesif kompulsif SSRI (Serotonin Reuptake Inhibitors)
Contoh: Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine,
Citalopram.9
b. Indikasi Penggunaan
Gejala sasaran (target syndrome): Sindrom Obsesif Kompulsif.
Butir-butir diagnostik Sindrom Obsesif Kompulsif:
1) Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami gejala-
gejala obsesif kompulsif yang memiliki ciri-ciri berikut:
a) Diketahui/disadari sebagai pikiran, bayangan atau impuls dari diri
individu sendiri;
b) Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan (ego-distonik);
c) Melaksanakan tindakan sesuai dengan pikiran, bayangan atau impuls
tersebut diatas bukan merupakan hal yang memberi kepuasan atau
kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau ansietas);
d) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak berhasil
dilawan/dielakkan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi
dilawan/dielakkan oleh penderita;
2. Terapi perilaku
Walaupun beberapa perbandingan telah dilakukan, terapi perilaku sama
efektifnya dengan farmakoterapi pada gangguan obsesif-kompulsif. Dengan
demikian, banyak klinisi mempertimbangkan terapi perilaku sebagai terapi terpilih
untuk gangguan obsesif-kompulsif. Terapi perilaku dapat dilakukan pada situasi rawat
inap maupun rawat jalan. Pendekatan perilaku utama pada gangguan obsesif-
kompulsif adalah pemaparan dan pencegahan respon. Desensitisasi, menghentikan
pikiran, pembanjiran, terapi implosi, dan pembiasaan tegas juga telah digunakan pada
pasien gangguan obsesif kompulsif. Dalam terapi perilaku pasien harus benar-benar
menjalankannya untuk mendapatkan perbaikan. 6
3. Psikoterapi
Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien
gangguan obsesif-kompulsif, walaupun gejalanya memiliki berbagai derajat
keparahan, adalah mampu untuk bekerja dan membuat penyesuaian sosial. Dengan
kontak yang kontinu dan teratur dengan tenaga yang profesional, simpatik, dan
mendorong, pasien mungkin mampu untuk berfungsi berdasarkan bantuan tersebut,
tanpa hal tersebut gejalanya akan menyebabkna gangguan. Kadang-kadang jika ritual
dan kecemasan obsesional mencapai intensitas yang tidak dapat ditoleraansi, perlu
untuk merawat pasien di rumah sakit sampai tempat penampungan institusi dan
menghilangkan stres lingkungan eksternal menurunkan gejala sampai tingkat yang
dapat ditoleransi. 6
Anggota keluarga pasien seringkali menjadi putus asa karena perilaku pasien.
Tiap usaha psikoterapik harus termasuk perhatian pada anggota keluarga melalui
dukungan emosional, penentraman, penjelasan dan nasihat tentang bagaimana
menangani dan berespons terhadap pasien. 6
4. Terapi lain
Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga, membantu
menurunkan percekcokan perkawinan yang disebabkan gangguan, dan membangun
ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk kebaikan pasien. Terapi kelompok
berguna sebagai sistem pendukung bagi beberapa pasien. 6
1. Berger FK. Obsessive-Compulsive Disorder. MedlinePlus. 2012 Jul 03. Diakses pada
tanggal 7 Januari 2019 di http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000929.htm
2.Durand, V. Mark dan David H. Barlow. 2006. Intisari Psikologi Abnormal. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
3. Fausiah, F & Widury, J. 2007. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: UI-Press.
4. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. 2rd rev. ed. Surabaya: Airlangga
University Press; 2009, 312-313 p.
5.. Jerald Kay, Allan Tasman. Obsessive Compulsive Disorder. Wiley Essential Of
Psychiatry.British Library Cataloguing. 2006.
6. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis. 2rd rev. ed. Kusuma M, translator. Jakarta: Erlangga; 2010.p.56-67
9. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ – III. 1st ina
ed. Jakarta:Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK UNIKA Atmajaya;2001.p.76-77.
10. Noorhana SW. Buku ajar psikiatri. Edisi kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2013.h.273-6.
13. Rogge T. Obsessive-Compulsive Personaliy Disorder. MedlinePlus. 2012 Nov 11. Diakses
pada tanggal 19 Mei 2013 di http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000942.htm