Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN

Perubahan patologik pada organ auditorik akibat proses degenerasi pada orang
tua (geriatri), menyebabkan gangguan pendengaran. Jenis ketulian yang terjadi pada
kelompok geriatri umumnya adalah tuli saraf, namun juga dapat berupa tuli konduktif
atau tuli campur. Presbikusis adalah tuli sensorineural pada usia lanjut yang pada
umumnya terjadi mulai usia 65 tahun akibat proses degenerasi organ pendengaran
yang terjadi secara berangsur-angsur dan simetris di kedua sisi telinga
Menurut World Health Organization (WHO), saat ini diperkirakan ada 360 juta
(5,3%) orang di dunia mengalami gangguan cacat pendengaran, 328 juta (91%)
diantaranya adalah orang dewasa (183 juta laki-laki, 145 juta perempuan) dan 32 juta
(9%) adalah anak-anak. Prevalensi gangguan pendengaran meningkat seiring dengan
pertambahan usia (Kemenkes Republik Indonesia, 2013).
Di AS, gangguan pendengaran lazim terjadi pada hampir dua pertiga orang
dewasa berusia 70 tahun dengan frekuensi terbanyak pada laki-laki dan derajat
gangguan pendengaran terbanyak adalah derajat ringan. Pada penelitian di Iran juga
menunjukkan penderita presbikusis terbanyak ialah kelompok laki-laki berusia lebih dari
60 tahun. Tipe presbikusis terbanyak yaitu tipe sensoris, diikuti tipe neural, konduksi
dan metabolik. Begitu juga penelitian yang dilakukan di RS Adam Malik Medan
mendapatkan hasil yang sama berupa pasien presbikusis yang datang terbanyak
berada pada kelompok di atas atau sama dengan usia 70 tahun dengan frekuensi
terbanyak pada kelompok laki-laki. (Lin et al, 2011 ; Sarafraz et al, 2015 ; Chandra,
2016).
Sogebi juga melakukan penelitian yang sama di Nigeria dan mendapatkan hasil
berupa penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan kelompok usia
terbanyak 71-80 tahun. Derajat gangguan pendengaran terbanyak yaitu derajat sedang
serta tipe presbikusis terbanyak yaitu tipe strial (Sogebi et al, 2013). Pada penelitian
mengenai karakteristik penderita presbikusis di RSUP. DR. Hasan Sadikin Bandung
terdapat penderita dengan kelompok laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Tipe
presbikusis terbanyak adalah tipe neural, diikuti tipe sensoris, tipe metabolik/strial dan
tipe mekanikal/konduksi koklear. Tampak angka kejadian presbikusis paling banyak
terjadi pada usia >65 tahun. Derajat gangguan pendengaran pada penderita
presbikusis terbanyak adalah derajat ringan (Fatmawati dan Dewi, 2016)
Penelitian yang sama juga dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar yang
mendapatkan hasil berupa penderita presbikusis paling banyak ditemukan pada pria
dengan rentang usia terbanyak adalah usia 60-70 tahun, dan tipe presbikusis yang
banyak ditemukan adalah tipe strial (Nuryadi et al, 2017). Presbiakusis adalah
penurunan pendengaran yang mengiringi proses penuaan, pada audiogram terlihat
gambaran penurunan pendengaran bilateral simetris yang mulai terjadi pada nada
tinggi dan bersifat sensorineural, tidak ada kelainan yang mendasari selain proses
menua secara umum.1 Prevalensi presbiakusis bervariasi, biasanya terjadi pada usia
lebih dari 60 tahun. Di seluruh dunia diperkirakan sekitar 30-45% masyarakat diatas
umur 65 tahun di diagnosis menderita presbiakusis terutama pria. Di Indonesia sekitar
30-35% orang berusia 6575 tahun mengalami presbiakusis.
Lee dan Kim dalam penelitiannya di Korea pada tahun 2010 menemukan
hubungan antara usia dan jenis kelamin terhadap penurunan ambang dengar pada usia
lanjut. Rata-rata nilai ambang dengar meningkat 1 dB setiap tahunnya pada usia 60
tahun atau lebih dan terdapat perbedaan penurunan ambang dengar pada frekuensi 4
dan 8 kHz secara signifikan antara laki-laki dan perempuan.5,6 Schuknecht membagi
klasifikasi presbiakusis menjadi 4 jenis: sensoris (sel rambut luar), neural (sel ganglion),
metabolik (atrofi stria vaskularis), dan konduksi kohlear (kekakuan membrane
basilaris).1 Tipe sensoris menunjukkan atrofi epitel disertai hilangnya sel-sel rambut
dan sel penyokong organ korti. Ciri khas tipe presbiakusis sensoris adalah terjadi
penurunan pendengaran secara tiba-tiba pada frekuensi tinggi (slooping). Gambaran
khas konfigurasi jenis sensori adalah tipe noise-induced hearing loss (NIHL), banyak
pada laki-laki dengan riwayat bising. Tipe neural memperlihatkan atrofi sel-sel saraf di
kohlea dan jalur saraf pusat. Pada audiometri tampak penurunan pendengaran sedang
yang hampir sama untuk seluruh frekuensi. Tipe metabok terjadi atrofi pada stria
vaskularis di apeks kohlea. Pada audiometri tampak penurunan pendengaran dengan
gambaran flat pada seluruh frekuensi. Tipe konduksi kohlear/mekanikal disebabkan
gangguan gerakan mekanis di membran basalis. Gambaran khas audiogram yaitu
menurun dan simetris (skiloop).
Presbiakusis merupakan salah satu gangguan pendengaran yang menjadi
perhatian Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian
(Komnas PGPKT). Tujuan program tersebut adalah menurunkan angka kejadian
presbiakusis sebesar 90% pada tahun 2030.2,6 Data tentang jumlah kejadian
presbiakusis berdasarkan jenisnya masih belum ada, sehingga tujuan penelitian ini
adalah untuk memenuhi kebutuhan akan tersedianya data tentang jumlah kejadian
presbiakusis berdasarkan jenisnya dan data tersebut diharapkan dapat digunakan
untuk penelitian-penelitian selanjutnya serta menjadi acuan terapi yang lebih baik bagi
penderita presbiakusis.

B. Rumusan masalah
1. Apa itu prebikusis ?
2. Bagaimana konsep dasar dari prebikusis ?
3. Bagaimana konsep medik dari presbikusis?

C. Tujuan
1. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui apa itu prebikusis dan mengetahui konsep dasar serta medik
pada penyakit presbikusis
2. Tujuan umum
Untuk mengetahui secara keseluruhan apa yang terjadi jika lansia mengalami
presbikusis

D. Manfaat
1. Bagi Peneliti Memberi pengalaman dalam melakukan karya tulis ilmiah dan melatih
kemampuan dalam melakukan penelitian.
2. Bagi Masyarakat Menjadi sumber referensi untuk penyuluhan terhadap masyarakat
tentang penyakit presbikusis.
3. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai dasar bagi peneliti lain untuk melakukan lanjutan
penelitian yang lebih mendalam tentang presbikusis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Presbikusis berasal dari bahasa Yunani yaitu prébys artinya usia, dan ákousis
yaitu pendengaran. Presbikusis adalah penurunan pendengaran yang mengiringi
proses penuaan. Pada pemeriksaan audiometri nada murni terlihat gambaran
penurunan pendengaran bilateral simetris yang mulai terjadi pada nada tinggi dan
bersifat sensorineural dengan tidak ada kelainan yang mendasari selain proses
penuaan secara umum (Fatmawati dan Dewi, 2016).
Presbikusis merupakan penyakit neurodegeneratif terbanyak dan gangguan
komunikasi nomor satu di masyarakat yang mempengaruhi ratusan juta orang di
seluruh dunia. Prevalensi ini mendekati penyakit kardiovaskular dan arthritis dan
merupakan salah satu prekursor penyakit demensia (Frisina et al, 2016). Presbikusis
adalah tuli sensorineural pada usia lanjut akibat proses degenerasi organ
pendengaran, simetris (terjadi pada kedua sisi telinga) yang terjadi secara progresif
lambat, dapat dimulai pada frekuensi rendah atau tinggi serta tidak ada kelainan
yang mendasari selain proses menua secara umum
Presbikusis adalah kehilangan pendengaran yang terjadi perlahan-lahan seiring
bertambahnya usia. Kondisi ini merupakan proses multifaktor, di mana proses
penuaan dan paparan suara bising dalam jangka waktu lama menjadi faktor
penyebab utamanya. Selain itu, penumpukan kotoran telinga yang berlebihan juga
dapat menjadi faktor penyebab kondisi ini. Presbikusis umumnya terjadi pada usia
paruh baya dan seringkali mengenai kedua telinga. Namun karena daya
pendengaran menurun secara perlahan, maka terkadang kondisi ini tidak disadari
oleh penderitanya.
2. Anatomi fisiologi
1. Anatomi
Masing-masing telinga terdiri dari tiga bagian: telinga luar, tengah dan dalam.
Bagian luar dan tengah telinga menyalurkan gelombang suara dari udara ke
telinga dalam yang berisi cairan, dimana energi suara mengalami penguatan
dalam proses ini. Telinga dalam berisi dua sistem sensorik berbeda: koklea, yang
mengandung reseptor untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls saraf
sehingga kita dapat mendengar; dan aparatus vestibularis yang penting bagi
sensasi keseimbangan (Sherwood, 2011).

Anatomi Telinga (Hansen, 2014)

a) Telinga luar
Telinga luar terdiri dari aurikel (daun telinga), meatus auditorius eksternus (saluran
telinga), dan membran timpani (gendang telinga). Pinna merupakan lipatan
menonjol tulang rawan berlapis kulit yang mengumpulkan gelombang suara dan
menyalurkannya ke saluran telinga luar (Sherwood,).
meatus auditorius eksternus adalah saluran yang melengkung sepanjang 2,5 cm
yang berada di daerah tulang temporal dan berujung ke gendang telinga.
Diameternya bervariasi, lebih lebar pada bagian lateral dan semakin sempit pada
bagian medial. Terdapat beberapa folikel rambut dan kelejar keringat khusus yang
disebut kelenjar seruminosa yang mensekresikan serumen atau biasa disebut
earwax (Tortora dan Derrickson,).
Gendang telinga merupakan selaput tipis, semi transparan yang menghubungkan
meatus auditorius eksternus dan telinga tengah. Daerah-daerah bertekanan tinggi
dan rendah berselang-seling yang ditimbulkan oleh gelombang suara
menyebabkan gendang telinga yang sangat peka melekuk ke dalam dan keluar
seiring dengan frekuensi gelombang suara (Sherwoo) Serumen disekresi oleh
kelenjar-kelenjar yang berada di sepertiga lateral kanalis auditorius eksternus.
Saluran menjadi dangkal pada proses penuaan akibat lipatan ke dalam, pada
dinding kanalis menjadi lebih kasar, lebih kaku dan produksi serumen agak
berkurang serta lebih kering.

b) Telinga tengah
Fungsi utama telinga tengah adalah penyesuaian impedansi, yaitu penghantaran
energi suara semulus mungkin dari medium udara ke medium cair perilimfe di
telinga tengah (Nagel dan Gurkov, 2012). Telinga tengah berbatasan dengan
telinga luar oleh gendang telinga dan berbatasan dengan telinga dalam oleh suatu
tulang kecil yang memiliki dua jendela yaitu oval window dan round window
(Tortora dan Derrickson, 2012).
Pada telinga tengah terdapat tulang-tulang kecil yang berhubungan satu sama lain
secara synovial. Tulang – tulang kecil ini dinamakan sesuai bentuknya yaitu
maleus atau martil, inkus atau landasan, stapes atau sanggurdi (Tortora dan
Derrickson, 2012). Tangkai dari maleus melekat pada permukaan dalam dari
membran timpani. Kepala dari maleus melekat pada badan dari inkus. Inkus
berhubungan dengan kepala dari stapes. Bagian dasar dari stapes berhubungan
dengan oval window. Tepat di bawah oval window adalah round window yang juga
mempunyai lapisan yang disebut membran timpani kedua (Tortora dan
Derrickson, 2012).
Dinding depan telinga tengah menyambung ke tuba auditorius, yang biasa disebut
saluran eustachius. Saluran ini merupakan penghubung telinga tengah dengan
nasofaring. Dalam keadaan normal saluran ini tertutup, tetapi dapat membuka
oleh gerakan menguap, mengunyah dan menelan. Pembukaan ini memungkinkan
tekanan udara di telinga tengah menyamai tekanan atmosfer sehingga tekanan di
kedua sisi membran timpani setara (Sherwood, 2011).

c) Telinga dalam
Telinga dalam terdiri dari labirin tulang, labirin membran, dan organ spiral (organ
of Corti) yaitu organ pendengaran. Telinga dalam juga disebut labirin karena
kerumitan dari struktur salurannya (Tortora dan Derrickson, 2012). Telinga dalam
memiliki struktur menyerupai tulang pada bagian luar yang terdiri dari kanal
semisirkularis , vestibularis, dan koklea, serta berisi cairan yang disebut perilimfe.
Cairan ini mengeliling labirin membran, yaitu suatu saluran di dalam labirin tulang
yang merupakan tempat reseptor pendengaran dan keseimbangan (Tortora dan
Derrickson, 2012). Labirin membran berisi cairan yang disebut endolimfe yang
memiliki kadar ion potasium (K+) yang tinggi dan kadar sodium yang rendah, dan
sebaliknya pada perilimfe, yang berperan dalam penyampaian pesan (Hall, 2016).
Pada bagian tengah dari telinga dalam terdapat struktur lonjong yang disebut
vestibule, labirin membran pada daerah ini terdiri dari sakulus dan utrikulus. Pada
bagian superior dan posterior dari vestibule terdapat kanal semisirkularis (Tortora
dan Derrickson, 2012). Bagian anterior dari vestibule adalah koklea, suatu saluran
spiral yang menggulung sebanyak hampir tiga putaran pada bony core yang
disebut modiolus, dan terbagi menjadi tiga saluran yaitu duktus koklearis (skala
media), skala timpani, dan skala vestibuli (Tortora dan Derrickson, 2012). Pada
membran basilaris terdapat organ spiral (organ of corti) yang memiliki sel
penunjang dan sel rambut yang berfungsi sebagai reseptor pendengaran (Tortora
dan Derrickson, 2012). Membran tektorial adalah suatu lapisan fleksibel dari
gelatin yang menutupi sel rambut. Ada dua jenis sel rambut yaitu sel rambut
dalam dan sel rambut luar. Terdapat sekitar 3500 sel rambut dalam dan 12.000
sel rambut luar dalam satu koklea manusia (Hall, 2016)

2. Fisiologi pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea.
Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah
melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui
daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran
timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan
diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfe pada
skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang
mendorong endolimfe, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran
basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion
terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis (Soetirto et al, 2012).
Gambar 2.2. Mekanisme Pendengaran (Munir dan Clarke, 2013)
B. KONSEP MEDIK
1. Etiologi

Umumnya diketahui bahwa presikusis merupakan akibat dari proses degenerasi.


Schucknecht menerangkan penyebab kurang pendengaran pada presbikusis antara
lain :
1) Degenerasi sel rambut di koklea.
2) Degenerasi fleksibilitas dari membran basiler
3) Berkurangnya neuron pada jalur pendengaran
4) Perubahan pada sistem pusat pendengaran dan batang otak
5) Degenerasi jangka pendek dan auditory memory
6) Menurunnya kecepatan proses pada pusat pendengaran di otak (central
auditory cortex )
Cepat lambatnya proses degenerasi ini dipengaruhi juga oleh tempat dimana
seseorang tinggal selama hidupnya. Orang kota lebih cepat datangnya presbikusis
ini dibandingkan dengan orang desa. Diduga kejadian presbikusis usia mempunyai
hubungan dengan faktor-faktor herediter, metabolisme, arterosklerosis, infeksi,
bising, gaya hidup atau bersifat multifactor.

2. Faktor resiko
Presbikusis diduga berhubungan dengan faktor herediter, metabolisme,
aterosklerosis, bising, gaya hidup, dan pemakaian beberapa obat. Berbagai faktor
risiko tersebut dan hubungannya dengan presbikusis adalah sebagai berikut :
a) Usia dan Jenis Kelamin
Presbikusis rata-rata terjadi pada usia 60-65 tahun ke atas. Pengaruh usia
terhadap gangguan pendengaran berbeda antara laki-laki dan perempuan.
Lakilaki lebih banyak mengalami penurunan pendengaran pada frekuensi tinggi
dan hanya sedikit penurunan pada frekuensi rendah bila dibandingkan dengan
perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada ambang dengar frekuensi tinggi ini
disebabkan laki-laki umumnya lebih sering terpapar bising di tempat kerja
dibandingkan perempuan. Sunghee et al. menyatakan bahwa perbedaan
pengaruh jenis kelamin pada presbikusis tidak seluruhnya disebabkan perubahan
di koklea. Perempuan memiliki bentuk daun dan liang telinga yang lebih kecil
sehingga dapat menimbulkan efek masking noise pada frekuensi rendah. Pearson
menyatakan sensitivitas pendengaran lebih baik pada perempuan daripada lakilaki
(Muyassaroh, 2012).
b) Hipertensi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat memperberat resistensi vaskuler yang
mengakibatkan disfungsi sel endotel pembuluh darah disertai peningkatan
viskositas darah, penurunan aliran darah kapiler dan transpor oksigen. Hal
tersebut mengakibatkan kerusakan sel-sel auditori sehingga proses transmisi
sinyal mengalami gangguan yang menimbulkan gangguan komunikasi. Kurang
pendengaran sensori neural dapat terjadi akibat insufisiensi mikrosirkuler
pembuluh darah seperti emboli, perdarahan, atau vasospasme (Muyassaroh,
2012).
c) Diabetes melitus
Pada pasien dengan diabetes melitus (DM), glukosa yang terikat pada protein
dalam proses glikosilasi akan membentuk advanced glicosilation end product
(AGEP) yang tertimbun dalam jaringan dan mengurangi elastisitas dinding
pembuluh darah (arteriosklerosis). Proses selanjutnya adalah dinding pembuluh
darah semakin menebal dan lumen menyempit yang disebut mikroangiopati.
Mikroangiopati pada organ koklea akan menyebabkan atrofi dan berkurangnya sel
rambut, bila keadaan ini terjadi pada vasa nervus VIII, ligamentum dan ganglion
spiral pada sel Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan axon maka akan
menimbulkan neuropati. National Health Survey USA melaporkan bahwa 21%
penderita diabetik menderita presbikusis terutama pada usia 60-69 tahun. Hasil
audiometri penderita DM menunjukkan bahwa frekuensi derajat penurunan
pendengaran pada kelompok ini lebih tinggi bila dibandingkan penderita tanpa DM
(Muyassaroh, 2012).
d) Merokok
Rokok mengandung nikotin dan karbon monoksida yang mempunyai efek
mengganggu peredaran darah, bersifat ototoksik secara langsung, dan merusak
sel saraf organ koklea. Karbon monoksida menyebabkan iskemia melalui produksi
karboksi-hemoglobin (ikatan antara CO dan haemoglobin) sehingga hemoglobin
menjadi tidak efisien mengikat oksigen. Ikatan antara hemoglobin dengan CO jauh
lebih kuat ratusan kali dibanding dengan oksigen. Akibatnya, terjadi gangguan
suplai oksigen ke organ korti di koklea dan menimbulkan efek iskemia. Selain itu,
efek karbon monoksida lainnya adalah spasme pembuluh darah, kekentalan
darah, dan arteriosklerotik. Insufisiensi sistem sirkulasi darah koklea yang
diakibatkan oleh merokok menjadi penyebab gangguan pendengaran pada
frekuensi tinggi yang progresif. Pembuluh darah yang menyuplai darah ke koklea
tidak mempunyai kolateral sehingga tidak memberikan alternatif suplai darah
melalui jalur lain (Muyassaroh, 2012). Pada penelitian yang dilakukan Dawes et
al (2014), perokok aktif dan perokok pasif memiliki hubungan dengan peningkatan
kehilangan pendengaran. Penelitian Cruichksanks melaporkan bahwa non
perokok yang tinggal dengan perokok lebih beresiko mengalami gangguan
pendengaran dibanding mereka yang tinggal dengan anggota keluarga yang tidak
merokok (Dawes et al., 2014) Mizoue et al. meneliti pengaruh merokok dan bising
terhadap gangguan pendengaran melalui data pemeriksaan kesehatan 624
pekerja pabrik baja di Jepang. Hasilnya memperlihatkan gambaran yang signifikan
terganggunya fungsi pendengaran pada frekuensi tinggi akibat merokok dengan
risiko tiga kali lebih besar (Muyassaroh, 2012).
e) Riwayat Bising
Gangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan pendengaran tipe
sensorineural yang awalnya tidak disadari karena belum mengganggu percakapan
sehari-hari. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah
intensitas bising, frekuensi, lama pajanan per hari, lama masa kerja dengan
paparan bising, kepekaan individu, umur, dan faktor lain yang dapat berpengaruh.
Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising
yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat. Hal tersebut
dikarenakan paparan terus menerus dapat merusak sel-sel rambut koklea
(Muyassaroh, 2012).

3. Patofisiologi
Tuli sensorineural pada usia lanjut disebabkan oleh berkurangnya sel-sel rambut dan
elemen penunjang. Degenerasi yang tejadi di basal membrane menyebabkan
penurunan pada frekuensi tinggi. Pada usia lanjut ditemukan atrofi stria vaskularis
yang memberikan gambaran audiometri nada murni berbentuk flat. Kekakuan
membran basal juga memberikan gambaran penurunan audiometri nada murni yang
berbentuk kurva menurun, kerusakan bisa juga mengenai nervus
koklearis.Kerusakan terjadi akibat adanya lesi yang disebabkan oleh infeksi atau
penyakit sistemik, sehingga menghambat impuls yang ditansmisikan ke otak.
Selain itu proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan N. VIII.
Pada koklea perubahan yang mencolok adalah atrofi. Proses atrofi disertai pula
dengan perubahan vascular pada stria vaskularis serta berkurangnya jumlah dan
ukuran sel ganglion dan saraf. Hal yang serupa juga terjadi pada myelin akson saraf
4. Klasifikasi
Perubahan histologis yang berhubungan dengan penuaan pada sistem auditori
terjadi dari sel rambut koklea sampai korteks auditori pada lobus temporal otak.
Lokasi perubahan tersebut berhubungan dengan variasi manifestasi klinis yang
ditemukan. Gacek dan Schucknecht mengidentifikasi 4 situs perubahan histologis
pada koklea akibat penuaan dan membagi presbikusis sebagai berikut:
a) Presbikusis sensorik
berasal dari degenerasi organ Corti yang dimulai dari basal dan berlanjut secara
bertahap menuju ke apeks. Pendengaran pada frekuensi tinggi terganggu namun
diskriminasi bicara tetap bagus. Presbikusis sensorik juga disebabkan oleh sel-
sel rambut luar yang rusak. Menurut Klasifikasi Schuknecht, kejadian presbikusis
sensorik menyumbang 5% dari total kasus presbikusis.
Tipe ini menunjukkan atrofi epitel disertai hilangnya sel-sel rambut dan sel
penyokong organ corti. Proses berasal dari bagian basal koklea dan perlahan-
lahan menjalar ke daerah apeks. Perubahan ini berhubungan dengan penurunan
ambang frekuensi tinggi, yang dimulai setelah usia pertengahan. Secara
histology, atrofi dapat terbatas hanya beberapa millimeter awal dari basal koklea
dan proses berjalan dengan lambat.
Beberapa teori mengatakan perubahan ini terjadi akibat akumulasi dari granul
pigmen lipofusin. Ciri kahs dari tipe sensory presbyacusis ini adalah terjadi
penurunan pendengaran secara tiba-tiba pada frekuensi tinggi (slooping). Berikut
ini merupakan gambaran konfigurasi menurut Schuknecht, jenis sensori adalah
tipe noise-induced hearing loss (NIHL). Banyak terdapat pada laki-laki dengan
riwayat bising
b) Presbikusis neural
menunjukkan hilangnya sel-sel neuron pada koklea. Otte, et al. menunjukkan
bahwa sekitar 2100 neuron hilang setiap 10 tahun pada manusia. Hilangnya 50%
saraf aferen menyebabkan berkurangnya diskriminasi bicara, dan 90%
kehilangan menyebabkan perubahan ambang pendengaran (Lee, 2013).

Tipe ini memperlihatkan atrofi sel-sel saraf di koklea dan jalur saraf pusat. Atrofi
terjadi mulai dari koklea, dengan bagian basilanya sedikit lebih banyak terkena
dibanding sisa dari bagian koklea lainnya. Tidak didapati adanya penurunan
ambang terhadap frekuensi tinggi bunyi. Keparahan tipe ini menyebabkan
penurunan diskriminasi kata-kata yang secara klinik berhubungan dengan
presbikusis neural dan dapat dijumpai sebelum terjadinya gangguan
pendengaran. Efeknya tidak disadari sampai seseorang berumur lanjut sebab
gejala tidak akan timbul sampai 90% neuron akhirnya hilang. Pengurangan
jumlah sel-sel neuron ini sesuai dengan normal speech discrimination. Bila
jumlah neuron ini berkurang di bawah yang dibutuhkan untuk transmisi getara,
terjadilah neural presbyacusis. Menurunnya jumlah neuron pada koklea lebih
parah terjadi pada basal koklea. Gambaran klasik: speech discrimination sangat
berkurang dan atrofi yang luas pada ganglion spiralis (cooie-bite).

c) Presbikusis metabolik
disebabkan oleh atrofi stria vascularis, hilangnya 30% atau lebih jaringan di stria
vascularis menyebabkan penurunan ambang pendengaran. Mills menyebutkan
tipe metabolik merupakan penyebab utama presbikusis. Riwayat keluarga
berpengaruh. Pada audiogram tampak terlihat datar namun diskriminasi bicara
tetap bagus
Tipe presbikusis yang sering didapati dengan ciri khas kurang pendengaran yang
mulai timbul pada decade ke-6 dan berlangsung perlahan-lahan. Kondisi ini
diakibatkan atrofi stria vaskularis. Histologi: atrofi pada stria vaskularis, lebih
parah pada separuh dari apeks koklea. Stria vaskularis normalnya berfungsi
menjaga keseimbangan bioelektrik, kimiawi dan metabolic koklea. Proses ini
berlangsung pada seseorang yang berusia 30-60 tahun. Berkembang dengan
lambat dan mungkin bersifat familial. Dibedakan dari tipe presbikusis lain yaitu
pada strial presbikusis ini gambaran audiogramnya rata, dapat mulai frekuensi
rendah, speech discrimination bagus sampai batas minimum pendengarannya
melebihi 50dB (flat). Penderita dengan kasus kardiovaskular (heart attacks,
stroke, intermittent claudication) dapat mengalami presbikusis.

d) Presbikusis mekanik
terjadi akibat perubahan degeneratif yang menyebabkan kekakuan di daerah
membran basilaris sehingga menghambat pergerakannya. Pada gambaran
audiogram terlihat sloping dan tidak ada gangguan dalam diskriminasi bicara

5. Manesfistasi klinis
Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara perlahan-
lahan dan progresif, simetris pada kedua telinga. Kapan berkurangnya pendengaran
tidak diketahui pasti. Keluhan lainnya adalah telinga berdenging (tinitus nada tinggi).
Pasien dapat mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya,
terutama bila diucapkan dengan cepat di tempat dengan latar belakang yang bising
(cocktail party deafness). Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di
telinga, hal ini disebabkan oleh faktor kelelahan saraf (recruitment)
6. Pemeriksaan diagnostik
No Pemeriksaan Gambar
1. Pemeriksaan tes berbisik
Pemeriksaan ini bersifat semi kuantitatif,
menentukan derajat ketulian secara kasar.
Hal yang perlu diperhatikan adalah ruangan
cukup tenang, dengan panjang minimal 6
meter. Pada nilai-nilai normal tes berbisik
adalah 5/6 – 6/6.

2. Pemeriksaan ini menggunakan garputala


dengan frekuensi 512, 1024, dan 2048 Hz.
Penggunaan garputala penting untuk
pemeriksaan secara kualitatif. Biasanya yang
sering digunakan adalah pemeriksaan
garputala dengan frekuensi 512 Hz karena
penggunaan garputala pada frekuensi ini
tidak dipengaruhi oleh suara bising di
sekitarnya.
Tes ini dapat menunjukkan apakah
kehilangan pendengaran disebabkan oleh
kerusakan pada bagian-bagian yang bergetar
di dalam telinga tengah (termasuk gendang
telinga), atau kerusakan pada sensor dan
saraf pada telinga bagian dalam.

3. Pemeriksaan telinga secara khusus ini untuk


mengetahui adanya kekakuan dari membran
timpani dan mengevaluasi fungsi telinga
tengah.
Pemeriksaan timpanometri dapat mendeteksi
adanya cairan di telinga tengah, adanya
tekanan negatif di telinga tengah, kerusakan
tulang-tulang pendengaran, adanya ruptur /
perforasi membran timpani, dan otosklerosis.
Cara pemeriksaan ini dengan memasukkan
alat ke dalam liang telinga, kemudian
diberikan sejumlah tekanan. Alat yang
dimasukkan tersebut digunakan untuk
mengukur pergerakan membran timpani
terhadap tekanan yang diberikan. Hasil
pemeriksaan direkam kemudian dicetak pada
kertas yang disebut timpanogram. Jika
terdapat cairan dalam telinga tengah, maka
membran timpani tidak akan bergetar seperti
seharusnya dan terlihat garis dalam
timpanogram mendatar. Jika terdapat udara
dalam telinga tengah, dan udara tersebut
berbeda tekanannya dengan tekanan udara
sekitarnya, maka garis pada timpanogram
akan berubah sesuai dengan keadaan.

4. Dengan pemeriksaan otoskopi dapat


ditemukan kelainan pada telinga luar dan
telinga dalam. Kelainan pada telinga luar
seperti tuli konduktif seperti oklusi serumen,
kelainan kanalis telinga seperti perdarahan
atau adanya tumor
5. Pemeriksaan ini merupakan suatu
pengukuran baku untuk mengetahui fungsi
pendengaran yang dilakukan dengan alat
audiometer oleh seorang audiologist.
Pada pemeriksaan pasien presbikusis,
audiometri nada murni menunjukkan suatu
tuli saraf nada tinggi, bilateral dan simetris.
Pada tahap awal terdapat penurunan yang
tajam (sloping) setelah frekuensi 2000 Hz.
Gambaran ini khas pada kedua jenis
presbikusis yang sering ditemukan, yaitu jenis
sensorik dan neural. Pada jenis metabolik
dan mekanik garis ambang dengar pada
audiogram terlihat lebih mendatar, kemudian
pada tahap-tahap berikutnya berangsur-
angsur menurun. Pada semua jenis
presbikusis tahap lanjut juga terjadi
penurunanan pada frekuensi yang lebih
rendah. Pada pemeriksaan audiometri tutur
menunjukkan adanya gangguan diskriminasi
bicara (speech discrimination),

6. Penatalaksanaan
1) Penatalaksaan medik :
a) Alat bantu dengar
Alat ini diperuntukkan bagi penderita presbikusis yang diakibatkan oleh
kerusakan telinga bagian dalam, dan mampu membuat suara menjadi
terdengar lebih keras. Ada beberapa jenis alat bantu dengar, di antaranya
adalah alat bantu dengar yang dipasang di belakang telinga, alat bantu
dengar di dalam telinga yang cocok untuk penderita presbikusis dengan
tingkat keparahan sedang, serta alat bantu dengar yang dipasang di dalam
saluran telinga yang cocok untuk penderita presbikusis dengan tingkat
keparahan ringan.
b) Implan koklea.
Alat ini menjadi pilihan bagi penderita kehilangan pendengaran yang parah.
Implan koklea berfungsi untuk menggantikan bagian-bagian telinga dalam
yang rusak. Ada beberapa komponen yang mungkin dipasang, di antaranya
adalah pemasangan elektroda ke dalam koklea melalui operasi, mikrofon
yang ditaruh di belakang telinga, pemasangan receiver atau stimulator di
bawah permukaan kulit telinga bagian belakang, dan pemasangan kabel
pada sebuah prosesor yang ditaruh pada sabuk atau di dalam kantung.
c) Alat bantu dengar hantaran tulang.
Alat ini bekerja dengan cara mengirim getaran suara melalui tulang
tengkorak kepala ke telinga bagian dalam.
a) vasodilatansia, missal complamin injeksi 3x1200mg (4 amp) selama 3 hari,
3x900mg (3 amp) selama 3 hari, 3x600mg (2amp) selama 3 hari, 3x300mg
(1amp) selama 3 hari
b) prednisone 4x10mg tapering off selama 3 hari
c) vitamin C 500 mg 1x1
d) diet rendah garam dan kolesterol
e) inhalasi oksigen 4x15 menit (2 liter/menit)
f) obat antivirus penyebab
g) hiperbarik oksigen terapi (OHB)

2) Penatalaksaan non medik


a) tirah baring (total bed rest)
istirahat fisik dan mental selama dua minggu untuk menghilangkan atau
mengurangi stress yang besar pengaruhnya pada keadaan kegagalan
neurovascular
b) Terapi membaca gerak bibir
Terapi ini bisa dijadikan sebagai pilihan lain oleh penderita presbikusis untuk
mengatasi masalah pendengaran ketika berbicara dengan orang lain. Dalam
metode ini, ahli terapi akan mengajarkan penderita cara membaca
pergerakan bibir, termasuk gerak-gerik tubuh lawan bicara.
c) Kurangi paparan terhadap bising
d) gunakan pelindung telinga (ear plegs atau ear muffs) untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut
e) Gunakan alat bantu dengar
f) Lakukan latihan untuk meningkatkan keterampilan membaca gerak bibir
dan latihanmendengar
g) Berbicaralah dengan penderita presbikus dengan nada rendah dan jelas.
Dengan memahami kondisi yang dialami oleh para lansia dan memberikan
terapi yang tepat bagimereka, diharapkan kita dapat membatu mengatasi
masalah sosial yang mungkin mereka alami akibatadanya keterbatasan
fungsi pendengaran mereka
7. manajemen
a) pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita biasanya normal setelah pengambilan serumen
yang merupakan problem pada penderita usia lanjut dan penyebab kurang
pendengaran terbanyak Dokter akan melihat kemungkinan penyebab kehilangan
pendengaran, seperti kotoran telinga atau peradangan akibat infeksi

1) Pada pemeriksaan otoskopi, tampak membran timpani normal atau bisa juga
suram, dengan mobilitas yang berkurang.
2) Tes penala
Uji rinne
Uji rinne membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara pendengaran
pasien.Rinne positif bila pasien masih mendengar penala melalui hantaran
udara, setelah penala tidak terdengar melalui hantaran tulang (HU>HT).Rinne
negatif bila pasien tidaK dapat mendengar melalui hantaran udara setelah
penala tidak lagi terdengar melalui hantaran tulang (HU<HT). Interpretasi uji
rinne :
3) Uji Weber
Interpretasi :
- Jika nada terdengar pada telinga yang dilaporkan lebih buruk, maka tuli
konduktif perlu dicurigai pada telinga tersebut.
- Jika nada terdengar pada telinga yang lebih baik, maka dicurigai tuli
sensorineural pada telinga yang terganggu
4) Uji schwabach
Uji schwabach membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa.Cara
kerjaGarpu tala digetarkan, letakkan garpu tala pada prosesus mastoideus
penderita sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera
dipindahkan pada prosesus mastoideus pemeriksaan.

b) manajemen gizi
1. perencanaan Makanan untuk Lansiaa.
a) Makanan harus mengandung zat gizi dari makanan yang beraneka ragam,yang terdiri
dari : zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.Perlu diperhatikan porsi
makanan, jangan terlalu kenyang. Porsi makanhendaknya diatur merata
dalam satu hari sehingga dapat makan lebihsering dengan porsi yang kecil.
b) Banyak minum dan kurangi garam, dengan banyak minum dapat memperlancar
pengeluaran sisa makanan, dan menghindari makanan yangterlalu asin akan
memperingan kerja ginjal serta mencegah kemungkinan terjadinya darah
tinggi.Batasi makanan yang manis-manis atau gula, minyak dan makanan
yangberlemak seperti santan, mentega dan lain-lain.
c) Bagi pasien lansia yang proses penuaannya sudah lebih lanjut perludi
perhatikan hal-hal sebagai berikut : Memakan makanan yang mudahdicerna,
menghindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan goring-gorengan, bila
kesulitan mengunyah karena gigi rusak atau gigi palsukurang baik, makanan
harus lunak/lembek atau dicincang, makan dalamporsi kecil tetapi sering,
makanan selingan atau snack, susu, buah, dan saribuah sebaiknya
diberikan.Batasi minum kopi atau teh, boleh diberikan tetapi harus
diencerkan sebab berguna pula untuk merangsang gerakan usus dan
menambah nafsumakan.Makanan mengandung zat besi seperti : kacang-
kacangan, hati, telur,daging rendah lemak, bayam, dan sayuran hijau.
d) Lebih dianjurkan untuk mengolah makanan dengan cara dikukus,
direbus,atau dipanggang, kurangi makanan yang digoreng.Berikut ini adalah
beberapa tips perencanaan makanan untuk usia lanjut :Kebutuhan kalori
usia lanjut relatif lebih rendah dibandingkan ketikamasih muda karena tingkat
aktivitas tubuh yang berkurang. Angkakecukupan gizi yang dianjurkan untuk
usia lanjut di Indonesia adalah1850 kalori untuk wanita dan 2000 kalori untuk
pria.Kurangi konsumsi makanan tinggi kalori untuk menjaga agar beratbadan
tetap ideal.
e) Konsumsi karbohidrat sehari sekitar 60% dari total kalori. Makanansumber
karbohidrat adalah nasi, roti, mie, jagung, tepung terigu,kentang pasta, ubi,
singkong, dan lain-lain.
f) Batasi konsumsi karbohidrat sederhana seperti gula pasir, sirup, danlain-lain.
g) Dianjurkan untuk mengkonsumsi sumber protein berkualitas baik seperti
susu, telur, ayam tanpa kulit, tempe, dan tahu. Protein yangdikonsumsi
sebaiknya berjumlah 15-20% dari total kalori atau sekitar40-74 gram sehari.
h) Kebutuhan lemak dalam sehari tidak lebih dari 25% dari total kaloriatau
sekitar 50 gram sehari. Hindari makanan yang mengandung lemak jenuh
dan kolesterol tinggi seperti otak, kuning telur, jerohan, dagingberlemak,
susu penuh (full cream), keju dan mentega.
i) Dianjurkan untuk lebih banyak mengkonsumsi makanan yangmengandung
lemak nabati atau lemak tidak jenuh, seperti tempe, tahu,minyak jagung,
alpukat, dan lain-lain.
j) Minum air putih 1500-2000 cc (6-8 gelas) sehari
k) Kurangi konsumsi garam, vetsin, dan makanan yang
menggunakanpengawet.
l) Tingkatkan konsumsi makanan yang mengandung serat. Kebutuhanserat sehari
untuk usia lanjut adalah 25-30 gram. Serat banyak diperoleh dari sayuran
dan buah-buahan, serta biji-bijian seperti kacang.
m) Konsumsi cukup makanan yang mengandung kalsium, seperti susu,tempe,
yogurt, dan lain-lain. Kalsium penting untuk kesehatan tulang.
n) Usahakan waktu makan teratur. Jadwal makan dapat dibuat lebihsering
namun porsi kecil.
o) Pilihlah makanan yang mudah dikunyah dan mudah dicerna sertahindari
makanan yang terlalu gurih dan manis
p) Batasi minum kopi atau teh.
q) Hindari rokok dan alkohol.

2. Nutrisi dan Mineral Yang Dapat Meningkatkan Sistem Imun Orang TuaNutrisi
dan mineral-mineral yang dapat meningkatkan sistem imun orangtua antara lain
(Dickinson A, 2002) :
a) Beta-glucan.Adalah sejenis gula kompleks (polisakarida) yang diperoleh dari
dindingsel ragi roti, gandum, jamur (maitake). Hasil beberapa studi
menunjukkan bahwa beta glucan dapat mengaktifkan sel darah putih
(makrofag danneutrofil).
b) Hormon DHEA.Studi menggambarkan hubungan signifikan antara DHEA
dengan aktivasifungsi imun pada kelompok orang tua yang diberikan DHEA
level tinggidan rendah. Juga wanita menopause mengalami peningkatan
fungsi imundalam waktu 3 minggu setelah diberikan DHEA.
c) Protein: arginin dan glutamin.Lebih efektif dalam memelihara fungsi imun
tubuh dan penurunan infeksipasca-pembedahan. Arginin mempengaruhi
fungsi sel T, penyembuhanluka, pertumbuhan tumor, dans ekresi hormon
prolaktin, insulin, growthhormon. Glutamin, asam amino semi esensial
berfungsi sebagai bahanbakar dalam merangsang limfosit dan makrofag,
meningkatkan fungsi selT dan neutrofil.
d) Lemak
Defisiensi asam linoleat (asam lemak omega 6) menekan respons
antibodi,dan kelebihan intake asam linoleat menghilangkan fungsi sel T.
Konsumsitinggi asam lemak omega 3 dapat menurunkan sel helper,
produksicytokine.
e) Yoghurt yang mengandung Lactobacillus acidophilus dan probiotik
lain.Meningkatkan aktivitas sel darah putih sehingga menurunkan
penyakitkanker, infeksi usus dan lambung, dan beberapa reaksi alergi.f.
f) Mikronutrien (vitamin dan mineral).Vitamin yang berperan penting dalam
memelihara sistem imun tubuhorang tua adalah vitamin A, C, D, E, B6, dan
B12. Mineral yangmempengaruhi kekebalan tubuh adalah Zn, Fe, Cu, asam
folat, dan Se.
g) Zinc.
Menurunkan gejala dan lama penyakit influenza. Secara tidak
langsungmempengaruhi fungsi imun melalui peran sebagai faktor
dalampembentukan DNA, RNA, dan protein sehingga
meningkatkanpembelahan sellular. Defisiensi Zn secara langsung
menurunkan produksilimfosit T, respons limfosit T untuk stimulasi.
Daftar pustaka

Belvins, NH. Presbycusis. Accessed on 20 February, 2014.

Roland, PS. Presbycusis. Accessed on 20 February, 2014.

Karakteristik Penderita Presbiakusis di Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL RSUP DR. Hasan
Sadikin Bandung Periode Januari 2012 - Desember 2014 Rikha Fatmawati, Yussy Afriani
Dewi Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher,
Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung

Karakteristik Penderita Presbikusis di SMF THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan Periode
Tahun 2015-2016.

Anda mungkin juga menyukai