Anda di halaman 1dari 10

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Topik : Penyakit TBC pada anak


Tanggal/bulan/thn : 11 Oktober 2017
Waktu : 08.00 - 08.30
Sasaran : Mahasiswa DIII Keperawatan Malang
Pemateri : Putri Ayu Amalia

A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis adalah salah satu penyakit yang banyak dimiliki oleh masyarakat
Indonesia. Pengertian dari Tuberculosis sendiri adalah penyakit saluran nafas yang
disebabkan oleh mycobacterium, yang berkembang biak di dalam bagian tubuh dimana
terdapat banyak aliran darah dan oksigen. Infeksi bakteri ini biasanya menyebar melewati
pembuluh darah dan kelenjar getah bening, tetapi secara utama menyerang paru-paru
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari
langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam
keadaan yang gelap dan lembab.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan
dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular
pasien tersebut.
Bukan hanya orang dewasa yang banyak terserang penyakit tersebut, tidak
memungkiri anak-anak pun juga dapat terserang oleh penyakit ini. Namun pada anak-
anak berkembang atau tidaknya kuman penyakit tuberculosis ini tergantung daya tahan
tubuh anak. Apabila daya tahan tubuh kuat maka hanya akan terjadi influenza biasa, tapi
apabila daya tahn tubuh anak lemah maka kuman TB ini akan berkembang biak didalam
tubuh anak tersebut.
Dalam pemberian obat TB ada cara tersendiri yang harus diikuti oleh pasien penderita
TB tersebut, dan obat tersebut harus rutin diminum setiap harinya. Apabila dalam sehari
ada yang terlupa tidsk diminum maka pasien wajib mengulangi pengobatan dari awal.

B. TUJUAN
1). Tujuan Intruksional Umum
Untuk memberitahukan pengetahuan mengenai tuberculosis pada anak.

2). Tujuan Intruksioanal Khusus


1. Memberikan informasi mengenai pengertian, perjalanan penyakit dan tanda gejala
tuberculosis pada anak.
2. Memberitahukan bagaimana proses terapi penyembuhan tuberculosis.
3. Menjelaskan perbedaan Tuberculosis pada anak dan orang dewasa.

C. KEGIATAN
NO TAHAP Kegiatan ALOKASI METODE ALAT EVALUASI
WAKT PERA
U GA
(MENIT)
1 Pembukaan Perkenalan 3 menit Verbal - Merespon positif
dan salam dan menjawab
salam
2 Penjelasan Penyampaian 24 menit Verbal PPT Memperhatikan
Materi dan
memahami
materi
3 Penutupan Ucapan 3 menit verbal - Menjawab salam
terima
kasih dan
salam

D. METODE
- Ceramah
- Pertanyaan

E. MEDIA
Powerpoint

F. EVALUASI

G. SUMBER PUSTAKA

1. “Tuberculosis - Tatalaksana” http://www.ichrc.org/482-tuberkulosis-tatalaksana


(Diakses tanggal 9 Oktober 2017)

2. “ Tuberculosis – Diagnosa” http://www.ichrc.org/481-tuberkulosis-diagnosis


(Diakses tanggal 9 Oktober 2017)

LAMPIRAN
MATERI TUBERCULOSIS ANAK

2.1 PENGERTIAN

Tuberkulosis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh mycobacterium,


yang berkembang biak di dalam bagian tubuh dimana terdapat banyak aliran darah dan
oksigen. Infeksi bakteri ini biasanya menyebar melewati pembuluh darah dan kelenjar
getah bening, tetapi secara utama menyerang paru-paru

2.2 PERJALANAN PENYAKIT

Tuberkulosisadalah penyakit menular langsung yang disebabkan olehkuman TB


(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya.

A. Cara penularan
- Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
- Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak.
- Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa
jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
- Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan
dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin
menular pasien tersebut.
- Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

B. Risiko penularan
- Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.Pasien TB paru
dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularanl ebih besar dari
pasien TB paru dengan BTA negatif.
- Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis
Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko Terinfeksi TB selama satu
tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10(sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi
setiap tahun.
- ARTI di Indonesia bervariasi antara 13%.
- Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.

C. Risiko menjadi sakit TB


- Hanya sekitar 10% yang terinfeksI TB akan menjadi sakit TB.
- Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000
terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun.
Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.
- Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya
tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
- HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit
TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler
(cellular immunity),sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti
tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa
mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah
pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB dimasyarakat akan
meningkat pula.Pasien TB yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan:
1. 50% meninggal
2. 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
3. 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular.

2.3 PATOGENESIS

Paru merupakan portd’entrée. lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme
imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya
sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil
kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi
dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan
membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru
disebut Fokus Primer GOHN.
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak dilobus paru bawah
atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan
jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal.
Kompleks primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang
membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan
pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak
masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya
berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam
masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah
yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.
Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah
terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama masa
inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas
seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system
imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB
terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila
imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk kedalam alveoli akan segera
dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna
focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-
tahun dalam kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat
membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis
perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus
sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau
paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akanmembesar karena reaksi
inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat
tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis.Kelenjar yang mengalami inflamasi dan
nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga
menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massakiju dapat menimbulkan
obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan
ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit
sistemik.
Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar
secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejalaklinis. Kuman
TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju
adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru
sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB
akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang
akan membatasi pertumbuhannya.
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya
oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya tidak
langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus reaktivasi.
Fokus potensial diapkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian,
bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan
menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain.
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar
kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat
menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB
diseminata.TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi.
Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta
frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak
adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread
dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan
mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran
lesidiseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed). Secara
patologianatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara
histologimerupakan granuloma.
Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic
spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan menyebar ke saluran
vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam
darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapatdibedakan dengan
acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang.
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya
sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu
penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0.5-3%
penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitisTB, hal ini biasanya
terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang
timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-
9 bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya
infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang
tidakmengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering
pada remaja dan dewasa muda.
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB.
TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi
dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun
setelah infeksi primer.

4. PATHWAY
5. TANDA DAN GEJALA

Gejala sistemik/umum:
• Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
• Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat
hilang timbul
• Penurunan nafsu makan dan berat bada
• Perasaan tidak enak (malaise), lemah

Gejala khusus:
• Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus
(saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
• Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
• Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu
saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan
keluar cairan nanah.
• Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui
adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan
penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3
bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA
positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaanserologi/darah.

6 .PEMERIKSAAN

Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya M. tuberculosis pada


pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau pada
biopsi jaringan. Kesulitan menegakkan diagnosis pasti pada anak disebabkan oleh 2 hal,
yaitu sedikitnya jumlah kuman (paucibacillary) dan sulitnya pengambilan spesimen
sputum.

Pemeriksaan TB anak dilakukan dengan dua cara, yaitu uji tuberkulin dan rontgen
dada. Uji tuberkulin merupakan pemeriksaan utama yaitu dengan menyuntikkan protein
bakteri TB di bawah kulit untuk menilai adanya respon tubuh terhadap bakteri. Jika positif
maka artinya tubuh pernah terpapar bakteri TB sebelumnya sehingga menimbulkan reaksi

Sedangkan rontgen dada dilakukan untuk menilai adanya kelainan pada paru. Pemeriksaan
rontgen dada dapat membantu diagnosa tetapi tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya
alat diagnosa. Bila hasil pemeriksaan dianggap kurang lengkap, pemeriksaan dahak juga
dapat dilakukan. Diagnosa TB anak memang tidak semudah diagnosis TB dewasa. Maka
perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk menghasilkan diagnosa yang tepat.

Pertimbangkan Tuberkulosis pada anak jika:

Anamnesis:
 Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal
tumbuh.
 Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.
 Batuk kronik ≥ 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze.
 Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa.

Pemeriksaan fisis
 Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal.
 Pembengkakan progresif atau deformitas tulang, sendi, lutut, falang.
 Uji tuberkulin. Biasanya positif pada anak dengan TB paru, tetapi bisa negatif pada
anak dengan TB milier atau yang juga menderita HIV/AIDS, gizi buruk atau baru
menderita campak.
 Pengukuran berat badan menurut umur atau lebih baik pengukuran berat menurut
panjang/tinggi badan.

Untuk memudahkan penegakan diagnosis TB anak, IDAI merekomendasikan


diagnosis TB anak dengan menggunakan sistem skoring, yaitu pembobotan terhadap
gejala atau tanda klinis yang dijumpai.
Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang, maka
dilakukan pembobotan dengan sistem skoring. Pasien dengan jumlah skor ≥ 6 (sama atau
lebih dari 6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat pengobatan dengan obat
anti tuberkulosis (OAT). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan ke arah TB
kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan
lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi,
funduskopi, CT-Scan dan lain-lainnya (yang mungkin tidak dapat dilakukan di rumah
sakit ini).

TABEL PEMERIKSAAN TB ANAK

PARAMETER 0 1 2 3 SKOR
Kontak dengan Tidak Laporan Kontak dengan
pasien TB jelas keluarga, pasien BTA
kontak dg px positif
BTA negatif
atau BTA
tidak jelas
Uji tuberkulin Negatif Positif ( > 10
mm, atau > 5
mm pada
keadaan
imunosupresi)
BB/Keadaan Gizi kurang Gizi buruk
Gizi BB/TB <90% BB/TB <70%
atau BB/U atau BB/U
<80% <60%
Demam tanpa >2 minggu
sebab Jelas
Batuk >3 minggu
Pembesaran >i cm.
kelenjar limfe
koli, aksila, Jumlah >1, tidak
inguinal nyeri
Pembengkakan Ada
tulan/ sendi pembengkakan
panggul, lutut,
falang
Foto dada Normal/ Sugestif TB
tidak
jelas
JUMLAH SKOR

Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini:

 Tanda bahaya:
o Kejang, kaku kuduk
o Penurunan kesadaran
o Kegawatan lain, misalnya sesak napas
 Foto dada menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi pleura.
 Gibus, koksitis.

6. TATALAKSANA PENGOBATAN

Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap awal/intensif (2 bulan pertama) dan
sisanya sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam
obat pada fase awal/intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan 2 macam
obat pada fase lanjutan (4 bulan, kecuali pada TB berat). OAT pada anak diberikan
setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan.

Untuk menjamin ketersediaan OAT untuk setiap pasien, OAT disediakan dalam
bentuk paket. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket OAT
anak berisi obat untuk tahap intensif, yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z);
sedangkan untuk tahap lanjutan, yaitu Rifampisin (R) dan Isoniasid (H).

Dosis
 INH: 5-15 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari
 Rifampisin: 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari
 Pirazinamid: 15-30 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 2 000 mg/hari
 Etambutol: 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 250 mg/hari
 Streptomisin: 15–40 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 000 mg/hari

Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lama
dengan jumlah obat yang banyak, paduan OAT disediakan dalam bentuk Kombinasi Dosis
Tetap = KDT (Fixed Dose Combination = FDC). Tablet KDT untuk anak tersedia dalam 2
macam tablet, yaitu:

- Tablet RHZ yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin), H (Isoniazid) dan
Z (Pirazinamid) yang digunakan pada tahap intensif.
- Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H (Isoniazid)
yang digunakan pada tahap lanjutan.

Jumlah tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan anak dan
komposisi dari tablet KDT tersebut.

Tabel berikut ini adalah contoh dari dosis KDT yang komposisi tablet RHZ adalah R
= 75 mg, H = 50 mg, Z = 150 mg dan komposisi tablet RH adalah R = 75 mg dan H = 50
mg,

Dosis KDT (R75/H50/Z150 dan R75/H50) pada anak

2 BULAN TIAP 4 BULAN TIAP


BERAT BADAN
HARI HARI
(KG)
RHZ (75/50/150) RH (75/50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet 2 tablet
15-19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet
Keterangan:

 Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit


 Anak dengan BB ≥ 33 kg , disesuaikan dengan dosis dewasa
 Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
 OAT KDT dapat diberikan dengan cara: ditelan secara utuh atau
digerus sesaat sebelum diminum.

Bila paket KDT belum tersedia, dapat digunakan paket OAT Kombipak Anak. Dosisnya
seperti pada tabel berikut ini.

Dosis OAT Kombipak-fase-awal/intensif pada anak

JENIS BB<10 BB 10-20 KG


BB 20-32 KG
OBAT KG (KOMBIPAK)
Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg

Dosis OAT Kombipak-fase-lanjutan pada anak

JENIS BB<10 BB 10-20 KG


BB 20-32 KG
OBAT KG (KOMBIPAK)
Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB milier,


meningitis TB, TB sendi dan tulang, dan lain-lain:

 Pada tahap intensif diberikan minimal 4 macam obat (INH, Rifampisin, Pirazinamid,
Etambutol atau Streptomisin).
 Pada tahap lanjutan diberikan INH dan Rifampisin selama 10 bulan.
 Untuk kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB
endobronkial, meningitis TB dan peritonitis TB diberikan kortikosteroid (prednison)
dengan dosis 1–2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Lama pemberian kortikosteroid
adalah 2–4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu
2–6 minggu. Tujuan pemberian steroid ini untuk mengurangi proses inflamasi dan
mencegah terjadi perlekatan jaringan.

Perhatian: Hindarkan pemakaian streptomisin pada anak bila memungkinkan, karena


penyuntikan terasa sakit, dapat terjadi kerusakan permanen syaraf pendengaran, dan
terdapat risiko penularan HIV akibat perlakuan yang tidak benar terhadap alat suntikan.

Anda mungkin juga menyukai