Referensi Titrasi Kompeksometri
Referensi Titrasi Kompeksometri
com/2009/01/04/kompleksometri/
KOMPLEKSOMETRI
I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan praktikum ini adalah menentukan kesadahan total, kesadahan tetap, dan
kesadahan sementara.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion
kompleks atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan
titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan kompleks
atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam
titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama
akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi kompleksometri :
Ag+ + 2 CN– Ag(CN)2
Hg2+ + 2Cl– HgCl2
(Khopkar, 2002).
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan
pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit terdisosiasi. Kompleks
yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan
sebuah anion atau molekul netral (Basset, 1994).
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion
kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar
terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di
atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut
penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat
dinyatakan oleh persamaan :
M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O
(Khopkar, 2002).
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah satu jenis
asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan
suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat
yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-
diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen –
penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul (Rival, 1995).
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar ion logam
sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi
protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti
CuHY–. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA
akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut (Harjadi, 1993).
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr, dan Ba dapat
dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang juga
bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda
dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini
contohnya adalah Eriochrome black T; pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit; 1-(2-piridil-
azonaftol), PAN, zincon, asam salisilat, metafalein dan calcein blue (Khopkar, 2002).
Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia adala ion sianida,
–
CN , karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang mantap dengan ion perak dan ion nikel.
Dengan ion perak, ion sianida membentuk senyawa kompleks perak-sianida, sedagkan dengan ion nilkel
membentuk nikel-sianida. Kendala yang membatasi pemakaian-pemakaian ion sianoida dalam titrimetri
adalah bahwa ion ini membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini merupakan
ligan bergigi satu (Rival, 1995).
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda tercapai
titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada pendeteksian visual
dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua
ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu
haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki
kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang
tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA
untuk menjamin agar pada titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam
ke kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan
kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka
terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik
ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah
10 dengan indikator eriochrome black T. Pada pH tinggi, 12, Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA
dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+ dengan indikator murexide (Basset, 1994).
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan penggunaan bahan
pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen maupun nitrogen secara umum
efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan berbagai macam logam. Keunggulan
EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak
dipakai dalam melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu air,
sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan kadmium (Harjadi,
1993).
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah buret, statif, erlenmeyer, pipet volum 10 mL,
gelas ukur 10 mL, gelas ukur 100 mL, gelas arloji, neraca analitik, kertas saring, pipet volum 50 mL,
pembakar bunsen.
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah larutan ZnCl 0,01 M, larutan buffer
pH 10, aquades, indikator EBT-NaCl, larutan EDTA 0,01 M, cuplikan air sumur.
IV. PROSEDUR KERJA
A. Pembentukan Larutan EDTA
1. Dimasukkan 10 ml larutan ZnCl2 ke dalam labu Erlenmeyer 250ml
2. Ditambahkan 2 ml larutan buffer pH = 10 dan 40 ml akuades
3. Ditambahkan 0,05 gram indikator EBT – NaCl
4. Dititrasi dengan larutan EDTA 0,01 M sampai larutan berubah warna dari merah ke biru dengan sangat
jelas
5. Dilakukan duplo
B. Penentuan Kesadahan Total
1. Dipipet 50,0 ml cuplikan air (air sumur)
2. Ditambahkan 1 ml larutan buffer pH = 10
3. Ditambahkan 0,05 gram indikator EBT – NaCl
4. Dititrasi dengan larutan EDTA 0,01 M sampai warna larutan berubah dari merah menjadi biru
5. Dilakukan duplo
C. Penentuan Kesadahan Tetap
1. Diambil 250 ml cuplikan air (air sumur) dan memasukkan dalam gelas beker
2. Dididihkan selama 30 menit
3. Didinginkan, menyaring dengan kertas saring
4. Ditampung filtrat kedalam labu Erlenmeyer 250 ml tanpa pembilasan kertas saring
5. Diambil 50 ml filtrat dan ditambahkan 1 ml larutan buffer pH =10
6. Ditambahkan 0,05 gram EBT – NaCl
7. Dititrasi dengan larutan EDTA 0,01 M hingga larutan berwarna biru jelas
8. Dilakukan duplo
D. Penentuan Kesadahan Sementara
1. Kesadahan sementara diperoleh dari kesadahan total dikurangi kesadahan tetap.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan Perhitungan
1. Hasil
Langkah Percobaan
0,19628
0,01
==
= 19,628 ppm
= Vsampel
ppm CaO
0,16824
0,01
==
= 16,824 ppm
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel:Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Terjemahan A. Hadyana
Pudjaatmaka dan L. Setiono. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia. Jakarta.
Khopkar. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.
https://bisakimia.com/2014/09/02/titrasi-komplesometri/
TITRASI KOMPLEKSOMETRI
1. Prinsip Dasar
Fraksi Y4– dari larutan EDTA dipengaruhi oleh pH, sehingga harga tetapan
kesetimbangan yang dipengaruhi oleh pH disebut Keffektif (Kkondisional), Keff =
Kabs.a4 dan a4 adalah fraksi Y4– pada pH tertentu. Supaya pH konstan,
titrasi dilakukan dalam larutan yang dibuffer pada pH tertentu.
Karena banyak ion-ion logam yang dapat bereaksi dengan EDTA maka
selektivitas dapat diatur dengan mencari pH serendah mungkin dimana
titrasi masih layak dilakukan (Keff ≥ 108). Keselektifan ini dapat juga diatur
dengan menggunakan “masking agent”.
Selama titrasi terjadi perubahan konsentrasi ion logam bebas. Kurva titrasi
diperoleh dengan mengalurkan pM= -log [M] terhadap volume EDTA. Pada
titik ekivalen terdapat perubahan pM yang besar. Indikator titrasi
kompleksometri pada umumnya adalah indikator metalokrom yang
merupakan senyawa organik berwarna yang juga membentuk kompleks
dengan ion logam. Warna kompleks logam – indikator berbeda dengan
warna indikator bebas.
Contoh:
Merah biru
2. Percobaan
1. Tujuan percobaan:
2. Bahan
3. Cara kerja
a. Penyiapan larutan
1. Aplikasi
4. Perhitungan
V Mg2+
Indikator Logam
Indikator logam adalah suatu indikator terdiri dari suatu zat yang umumnya senyawa organic
yang dengan satu atau beberapa ion logam dapat membentuk senyawa kompleks yang warnanya
berlainan dengan warna indikatornya dalam keadaan bebas. Warna indicator asam basa akan
tergantung, pada pH larutannya, sedangkan warna indicator logam sampai batas tertentu
bergantung pada pM.
Beberapa macam indicator logam yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Eriochrome Black – T
Indikator ini peka terhadap perubahan kadar logam dan pH larutan. Pada pH 8 -10 senyawa ini
berwarna biru dan kompleksnya berwarna merah anggur. Pada pH 5 senyawa itu sendiri
berwarna merah, sehingga titik akhir sukar diamati, demikian juga pada pH 12. Umumnya titrasi
dengan indikator ini dilakukan pada pH 10.
b. Jingga xilenol
Indikator ini berwarna kuning sitrun dalam suasana asam dan merah dalam suasana alkali.
Kompleks logam-jingga xilenol berwarna merah, karena itu digunakan pada titrasi dalam
suasana asam.
c. Biru Hidroksi Naftol
Indikator ini memberikan warna merah sampai lembayung pada daerah pH 12 –13 dan menjadi
biru jernih jika terjadi kelebihan edetat.
d. Murexid
e. Calmagnite
f. Arsenazo I
g. NAS
h. Pyrocatechol Violet
i. Calcon