Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sheila (2012) menyatakan kesehatan jiwa adalah suatu keadaan sehat mencakup
sehat secara emosional, psikologis, dan sosial yang tampak dari hubungan interpersonal
dan perilaku yang baik, koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan emosi yang
stabil.
Sedangkan gangguan jiwa adalah gejala-gejala patologik dominan yang berasal
dari unsur psike. Hal ini bukan berarti unsur-unsur lain tidak terganggu, yang sakit dan
menderita adalah manusia secara utuh bukan hanya badannya, jiwanya atau
lingkungannya (Yosep, 2009).
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang banyak terdapat dalam masyarakat.
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Gangguan Jiwa-III (n. d), Skizofrenia
adalah suatu sindrom yang ditandai dengan penyimpangan pikiran dan persepsi serta
afek yang tidak wajar. Halusinasi merupakan salah satu gejala yang dialami oleh
penderita Skizofrenia dan salah satu masalah keperawatan yang paling sering ditemui
sehingga perlu mendapat perhatian dari seorang perawat.
Menurut Yosep dan Sutini (2014), lebih dari 90% klien dengan Skizofrenia
mengalami halusinasi. Klien yang mengalami halusinasi dapat menjadi hilang kontrol
terhadap dirinya sehingga dapat membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain serta
lingkungan. Klien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh atau melukai
orang lain (homicide), bahkan merusak lingkungan (Suryaningsih, Sedyowinarso, &
Warsini, 2007).
Di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh
orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) adalah halusinasi pendengaran, 20% mengalami
halusinasi penglihatan, dan 10% mengalami halusinasi lainnya yaitu penghidu,
pengecapan, dan perabaan (Rahmawati, 2014).
Pada saat penulis praktik di ruang Srikandi Rumah Sakit Jiwa Marzoeki Mahdi
Bogor, penulis mendapatkan kasus dengan Halusinasi. Hal ini membuat penulis tertarik
untuk mengambil judul proposal “Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Halusinasi”.

1
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai
berikut:
1. Apa pengertian dari halusinasi?
2. Apa saja jenis-jenis halusinasi?
3. Apa saja faktor penyebab halusinasi?
4. Apa saja tahapan halusinasi?
5. Bagaimana bentuk pohon masalah halusinasi?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi?

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian identifikasi masalah di atas, maka penulis merumuskan masalahnya
sebagai berikut “Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi?”

D. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan proposal terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu:
1. Tujuan umum
Untuk memenuhi persyaratan menuju penyusunan karya tulis ilmiah.
2. Tujuan khusus
Penulis diharapkan:
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan halusinasi,
b. Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada klien dengan halusinasi,
c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan halusinasi,
d. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan halusinasi,
e. Mampu melakukan evaluasi pada klien dengan halusinasi,
f. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta dapat
mencari solusi alternatif pemecahan masalah,
g. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi,
h. Mampu lulus dalam sidang proposal.

E. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan proposal ini yaitu:
1. Bagi Ilmu Pengetahuan

2
Proposal ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang bagaimana asuhan
keperawatan pada klien dengan halusinasi.
2. Bagi Institusi
Menambah masukan dan sumber baca di perpustakaan khususnya tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan halusinasi.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Halusinasi


1. Definisi
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan antara
rangsangan internal dengan rangsangan eksternal. Klien berpendapat tentang suatu
hal tanpa ada suatu objek atau rangsangan yang nyata, misalnya klien mengatakan
mendengar sesuatu padahal tidak ada orang yang sedang berbicara (Rahmawati,
2014).
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang klien mengalami
perubahan sensori persepsi dan merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penciuman. Klien merasakan stimulus yang sebenarnya
tidak ada atau tidak nyata (Yusuf, Fitryasari, & Nihayati, 2014).
Halusinasi adalah pengalaman sensorik yang terjadi pada seseorang dalam
ketiadaan stimulus dan terjadi pada salah satu atau lebih dari lima panca indera
(pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecap, atau peraba), (NIMH, 2009).
Dari beberapa definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa halusinasi adalah
salah satu gejala dari gangguan jiwa yang ditandai dengan klien mengalami
kesulitan atau ketidakmampuan dalam membedakan suatu rangsangan yang nyata
dengan rangsangan/sensasi palsu, klien merasakan sebuah stimulus yang
sebenarnya tidak ada.

2. Jenis-Jenis Halusinasi
Cancro & Lehman (2000) dalam Sheila (2012) menyebutkan jenis-jenis halusinasi
sebagai berikut:
a. Halusinasi pendengaran
Halusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi yang paling sering terjadi.
Klien dengan jenis halusinasi ini mendengar suara-suara seperti mendengar
orang yang berbicara kepadanya atau membicarakan dirinya. Selain itu ada juga
suara yang memerintahkan klien untuk melakukan hal-hal berbahaya bagi
dirinya, orang lain maupun lingkungan.

4
b. Halusinasi penglihatan
Halusinasi ini merupakan jenis halusinasi kedua yang paling sering terjadi.
Klien melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada di tempat, misalnya melihat
orang yang sudah meninggal, melihat benda-benda yang melayang di udara,
atau melihat monster yang menakutkan padahal yang dilihat adalah petugas
kesehatan.
c. Halusinasi penciuman
Halusinasi jenis ini sering kali dijumpai pada klien dengan demensia, kejang,
atau stroke. Klien mencium aroma atau bau yang kenyataannya tidak ada. Bau
tersebut dapat berupa seperti bau urine atau feses, bau busuk atau bau yang tidak
sedap lainnya.
d. Halusinasi taktil
Halusinasi taktil paling sering ditemukan pada klien yang mengalami putus
alkohol. Klien merasakan sensasi seperti tersengat listrik atau binatang kecil
yang merayap di kulit.
e. Halusinasi pengecapan
Klien yang mengalami halusinasi ini merasakan bahwa makanan atau lidahnya
terasa lain seperti rasa darah, urine atau feses.
f. Halusinasi kenestetik
Klien merasakan fungsi tubuhnya yang biasanya tidak dapat terdeteksi
sepertialiran darah di vena atau arteri atau pembentukan urine.
g. Halusinasi kinestetik
Halusinasi ini terjadi ketika klien tidak bergerak sedikitpun tetapi merasakan
sensasi gerakan tubuh yang kadang kala tidak lazim, misalnya merasa tubuhnya
melayang di udara.

3. Faktor Penyebab Halusinasi


Yosep (2009) membagi penyebab halusinasi menjadi dua faktor, yaitu:
a. Predisposisi
1) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya, rendahnya kontrol
dan kehangatan dalam keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri,
mudah frustasi, tidak percaya diri dan lebih mudah merasa stress.

5
2) Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi (unwanted
child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya.
3) Faktor biokimia
Stress berlebihan yang dialami dapat menyebabkan dihasilkannya suatu zat
di dalam tubuh yang bersifat halusinogenik neurokimia, seperti Buffofenon
dan Dimetytransferance (DMP). Sedangkan stress yang berkepanjangan
dapat menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak misalnya, terjadi
ketidakseimbanan acetylcholin dan dopamin.
4) Faktor psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dapat mudah terjerumus pada penyalahgunaan
zat adiktif, membuat klien memilih pada kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyata menuju alam khayal.
5) Faktor genetik dan pola asuh
Peneltian menunjukan bahwa anak yang diasuh oleh orangtua skizofrenia
cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukan bahwa faktor
keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

b. Presipitasi
Halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu:
1) Dimensi fisik
Halusinasi dapat disebabkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan
yang berat, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alkohol dan insomnia dalam waktu yang lama.
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas masalah yang dialami dan tidak dapat
diatasi dapat menyebabkan halusinasi terjadi.
3) Dimensi intelektual
Klien dengan halusinasi mengalami penurunan fungsi ego. Pada awalnya
halusinasi merupakan suatu usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls
yang menekan namun menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
alih seluruh perhatian klien, yang kemudian dapat mengontrol semua
perilaku klien.
6
4) Dimensi sosial
Klien dengan halusinasi biasanya mengalami masalah dalam interaksi
sosial. Pada fase awal dan comforting klien menganggap bersosialisasi di
dunia nyata tidak menyenangkan, menyebabkan klien asyik dengan
halusinasinya seolah-olah halusinasi tersebut dapat memenuhi kebutuhan
akan interaksi sosial, kontrol diri, dan harga diri yang tidak didapatkannya
di dunia nyata.
5) Dimensi spiritual
Secara spiritual, klien dengan halusinasi berawal dari perasaan hampa dalam
hidupnya, rutinitas yang tidak bermakna, dan hilangnya aktivitas ibadah.
Klien merasa tujuan hidupnya tidak jelas.

4. Tahapan Halusinasi
Yosep (2009) membagi tahapan halusinasi menjadi lima tahapan yang terdiri dari:

Tabel 1.1
Tahapan halusinasi klien
Stage I: Sleep Disorder Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari
Fase awal seseorang lingkungan, takut orang lain mengetahui masalahnya.
sebelum muncul Kemudian masalah semakin menumpuk sedangkan
halusinasi support system kurang. Mengalami sulit tidur yang
berlangsung lama menyebabkan terbiasa menghayal dan
menganggap hayalan dan lamunannya sebagai pemecahan
masalah.
Stage II: Comforting Klien mengalami emosi berlanjut seperti cemas, kesepian,
Moderate level of anxiety perasaan berdosa dan ketakutan kemudian beranggapan
Halusinasi secara umum bahwa ia dapat mengontrol kecemasannya dengan
diterima sebagai sesuatu mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan
yang alami kecemasannya. Kemudian klien akan merasa nyaman
dengan halusinasinya.
Stage III: Condemning Klien mulai menarik diri dari orang lain karena
Severe level of anxiety pengalaman sensori yang mulai menakutkan dan merasa
Secara umum halusinasi tidak mampu lagi untuk mengontrolnya.
sering mendatangi klien

7
Stage IV: Controlling Klien mencoba untuk melawan halusinasi yang datang.
Severe level of anxiety Kemudian klien merasa kesepian jika halusinasinya
Fungsi sensori menjadi berakhir.
tidak relevan dengan
kenyataan
Stage V: Conquering Klien mulai merasa terancam dengan halusinasinya
Panic level of anxiety apalagi ketika klien tidak menuruti halusinasi yang datang.
Klien mengalami Halusinasi dapat berlangsung sangat lama jika klien tidak
gangguan dalam menilai mendapatkan komunikasi terapeutik.
lingkungannya

5. Pohon Masalah

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami Halusinasi


1. Pengkajian

Data objektif dan subjektif halusinasi


Jenis Halusinasi Data Subjektif Data Objektif
Halusinasi  Mendengar suara menyuruh  Mengarahkan telinga
Dengar (Auditory- melakukan sesuatu yang pada sumber suara
hearing voices or berbahaya  Bicara atau tertawa
sounds)  Mendengar suara atau sendiri
bunyi  Marah-marah tanpa sebab
 Mendengar suara yang  Menutup telinga
mengajak bercakap-cakap  Mulut komat-kamit
 Mendengar suara orang
yang sudah meninggal

8
 Mendengar suara yang
mengancam klien atau
orang lain

Halusinasi  Melihat orang yang sudah  Pandangan mata pada


Penglihatan meninggal, makhluk tempat tertentu
(Visual-seeing tertentu, bayangan, hantu,  Menunjuk ke arah
persons or things) monster, atau sesuatu yang tertentu
menakutkan  Ketakutan pada objek
yang dilihat

Halusinasi  Mencium sesuatu seperti  Ekspresi wajah seperti


Penghidu bau mayat, darah, bayi, mencium sesuatu dengan
(Olfactory- feses, atau bau masakan gerakan cuping hidung
smelling odors)  Klien sering mengatakan  Mengarahkan hidung ke
mencium bau sesuatu tempat tertentu
(mengendus)

Halusinasi  Klien mengatakan ada  Mengusap, menggaruk-


Perabaan (Tactile- sesuatu yang garuk, meraba-raba
feeling bodily menggerayangi tubuhnya permukaan kulit
sensations) seperti binatang kecil,
tangan, atau makhluk halus
 Merasakan kulitnya panas
atau dingin atau merasa
tersengat listrik

Halusinasi  Klien mengatakan seperti  Seperti mengecap


Pengecapan merasakan makakanan sesuatu, gerakan
(Gustatory- tertentu, rasa tertentu atau mengunyah, meluda atau
experiencing mengunyah sesuatu muntah
tastes)
Cenesthetic &  Klien mengatakan denyutan  Klien terlihat menatap
kinesthetic di otak, sensasi tubuhnya sendiri dan
hallucinations pembentukan urine di terlihat merasakan
tubuhnya, atau perasaan sesuatu yang aneh tentang
tubuhnya melayang di tubuhnya
udara

2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko perilaku kekerasan
b. Perubahan sensori persepsi halusinasi
c. Isolasi sosial
d. Harga diri rendah kronis

3. Intervensi Keperawatan
TUM:

9
Klien dapat mengendalikan halusinasi yang dialaminya.
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Intervensi:
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik:
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan nama, nama panggilan, dan tujuan berkenalan dengan klien
c. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien
d. Buat kontrak yang jelas
e. Tunjukan sikap yang jujur dan menepati janji setiap kali interaksi
f. Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Beri perhatian kepada klien perhatikan kebutuhan dasar klien
h. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien
i. Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien

TUK 2:
Klien dapat mengenali halusinasinya.
Intervensi:
Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap:
a. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya, jika klien sedang
berhalusinasi:
1) Tanyakan apakah klien mengalami sesuatu
2) Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya
3) Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut namun,
perawat sendiri tidak mengalaminya
4) Katakan bahwa ada klien lain yang juga mengalami hal yang sama
5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien
b. Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman
halusinasi, dengan cara:
1) Diskusikan tentang isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi
2) Diskusikan tentang situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak
menimbulkan halusinasi
c. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri
kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
10
d. Diskusikan dengan klien apa yang dilakukannya untuk mengatasi perasaan
tersebut
e. Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya jika klien menikmati
halusinasinya

TUK 3:
Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Intervensi:
a. Identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan klien jika terjadi
halusinasi
b. Diskusikan cara yang digunakan klien apakah adaptif atau maladaptif. Jika cara
yang digunakan adaptif, beri pujian. Jika cara yang dilakukan maladaptif,
diskusikan kerugian cara tersebut.
c. Diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol halusinasi (menghardik,
melakukan aktivitas terjadwal, berbincang-bincang dengan orang lain)
d. Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya
e. Beri kesempatan klien untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih
f. Pantau pelaksanaan yang telah klien pilih dan latih, jika berhasil berikan pujian
g. Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi
persepsi

TUK 4:
Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
Intervensi:
a. Buat kontrak pertemuan dengan keluarga klien
b. Diskusikan dengan keluarga klien tentang pengertian halusinasi
c. Diskusikan dengan keluarga klien tentang tanda dan gejala halusinasi
d. Diskusikan dengan keluarga klien tentang proses terjadinya halusinasi
e. Diskusikan dengan keluarga klien tentang cara yang dapat dilakukan klien dan
keluarga untuk memutus halusinasi
f. Diskusikan dengan keluarga klien tentang obat-obatan halusinasi
g. Diskusikan dengan keluarga klien tentang cara merawat anggota keluarga yang
mengalami halusinasi di rumah

11
h. Beri informasi waktu kontrol ke rumah sakit dan bagaimana cara mencari
bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi di rumah

TUK 5:
Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Intervensi:
a. Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama
obat, warna, dosis, cara minum, efek terapi dan efek samping penggunaan obat
b. Pantau klien saat penggunaan obat
c. Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar
d. Diskusikan akibat dari berhenti minum obat tanpa konsultasi ke dokter
e. Anjurkan klien untuk konsultasi pada dokter atau perawat jika terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan

4. Implementasi Keperawatan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan jiwa dengan Gangguan Sensori Persepsi
Halusinasi terdapat suatu pedoman atau alat bantu yang dapat digunakan yaitu,
strategi pelaksanaan pasien dan keluarga:
SP 1 Halusinasi
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengidentifikasi jenis halusinasi klien
c. Mengidentifikasi isi halusinasi klien
d. Mengidentifikasi waktu halusinasi klien
e. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi klien
f. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi klien
g. Mengidentifikasi respon klien saat halusinasi terjadi
h. Mengajarkan dan latih klien cara menghardik halusinasi
i. Mengajarkan klien memasukan latihan menghardik dalam jadwal kegiatan
harian

SP 2 Halusinasi
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Mengajarkan dan latih klien tentang obat yang diminum (jelaskan 5 benar obat)
c. Menganjurkan klien memasukan minum obat dalam jadwal kegiatan harian
12
SP 3 Halusinasi
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Mengajarkan dan latih klien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap saat
halusinasi muncul
c. Menganjurkan klien untuk memasukan latihan bercakap-cakap ke dalam jadwal
kegiatan harian

SP 4 Halusinasi
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Mengajarkan dan latih klien cara mengontrol halusinasi dengan melakukan
kegiatan (mulai 2 kegiatan)
c. Menganjurkan klien memasukan kegiatan-kegiatan tersebut ke dalam jadwal
kegiatan harian

SP 1 K Halusinasi
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala serta jenis halusinasi yang dialami
oleh klien
c. Menjelaskan cara-cara merawat klien dengan halusinasi

SP 2 K Halusinasi
a. Melatih keluarga mempraktikan cara merawat klien dengan halusinasi
b. Melatih keluarga merawat langsung klien dengan halusinasi

SP 3 K Halusinasi
a. Membantu keluarga membuat jadwal kegiatan harian klien di rumah termasuk
minum obat
b. Menjelaskan follow up klien setelah pulang dari perawatan

5. Evaluasi

13
Evaluasi keberhasilan tindakan yang sudah dilakukan untuk pasien halusinasi
adalah sebagai berikut:
a. Klien mempercayai perawat
b. Klien menyadari bahwa halusinasi yang dialaminya tidak ada objeknya dan
merupakan masalah yang harus diatasi
c. Klien dapat mengontrol halusinasinya
d. Keluarga klien mampu merawat klien di rumah, ditandai dengan hal berikut:
1) Keluarga klien mampu menjelaskan masalah halusinasi yang dialami oleh
klien
2) Keluarga klien mampu menjelaskan cara merawat klien di rumah
3) Keluarga klien mampu memperagakan cara bersikap terhadap klien
4) Keluarga klien mampu menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat
digunakan untuk mengatasi masalah klien
5) Keluarga klien melaporkan keberhasilannya merawat klien

14
DAFTAR PUSTAKA

NIMH. (2009). Skizofrenia. National Insitute of Mental Health, 1–12.

Rahmawati, Y. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Ny. L Dengan Ganngguan Persepsi


Sensori : Halusinasi Pendengaran Di Ruang Srikandi Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta.

Suryaningsih, V., Sedyowinarso, M., & Warsini, S. (2007). Pengaruh Terapi Aktivitas
Kelompok Stimulasi Persepsi Halusinasi Terhadap Frekuensi Halusinasi. Program Studi
Ilmu Keperawatan, FK UGM, Yogyakarta, 2, 24–27.

Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati, H. E. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. (F.
Ganiajri, Ed.) (1st ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

15

Anda mungkin juga menyukai