PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Transfusi darah adalah suatu pemberian darah lengkap atau komponen darah
seperti plasma, sel darah merah, atau trombosit melalui jalur IV (Potter,
2005).Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan klien terhadap darah sesuai
dengan program pengobatan.
Di rumah sakit, banyak terdapat pasien dengan perdarahan baik karena
kecelakaan maupun post operasi, dalam keadaan seperti ini tentunya pasien
membutuhkan darah untuk memenuhi kebutuhan darah. Tindakan untuk memenuhi
kebutuhan darah ini dipenuhi dengan transfusi darah, dan sebagai seorang perawat
kita sangat berperan dalam pemberian transfusi darah. Oleh karena itu, kemampuan
perawat dalam pemberian transfusi darah perlu ditingkatkan.
Dari penjabaran di atas, menjadi latar belakang kami untuk menyusun
makalah yang berjudul “Transfusi Darah”. Dengan harapan makalah ini dapat
memberikan pengetahuan tentang transfusi darah.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari transfusi darah?
2. Apakah indikasi pemberian transfusi darah?
3. Bagaimakah penggolongan darah pada pasien transfusi darah?
4. Apa saja komponen dari sel darah merah?
5. Apakah faktor-faktor yang memengaruhi pemberian transfusi darah?
6. Bagaimanakah persiapan pasien dalam pemberian transfusi darah?
7. Bagaimanakah persiapan alat dalam pemberian transfusi darah?
8. Bagaimanakah prosedur pelaksanaan pemberian transfusi darah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari transfusi darah.
2. Untuk mengetahui indikasi pemberian transfusi darah.
3. Untuk mengetahui penggolongan darah pada pasien transfusi darah.
4. Untuk mengetahui komponen dari sel darah merah.
1
5. Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pemberian transfusi darah.
6. Untuk mengetahui persiapan pasien dalam pemberian transfusi darah.
7. Untuk mengetahui persiapan alat dalam pemberian transfusi darah.
8. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan pemberian transfusi darah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
B. Indikasi
1. Indikasi Untuk Transfusi Sel Darah Merah.
a) Indikasi satu – satunya untuk transfusi sel darah merah adalah kebutuhan
untuk memperbaiki penyediaan oksigen ke jaringan dalam jangka waktu
singkat. Kadar hemoglobin rendah tidak boleh menjadi satu – satunya alasan
transfusi, karena banyak lagi factor yang penting; termasuk usia penderita, dan
keadaan umum serta besarnya penurunan kadar hemoglobin. Penderita dengan
3
kadar hemoglobin yang menurun secara tiba – tiba akan merasa sakit dan
memang membutuhkan transfusi. Walaupun kadar hemoglobin cukup rendah
(misalnya 80 g/l), namun dapat ditoleransikan penderita yang tubuhnya masih
mempunyai waktu untuk beradaptasi, karena penurunan kadar terjadi secara
bertahap salama berminggu – minggu atau berbulan – bulan, sehingga
penderita itu biasanya lebih baik diobati dengan cara lain.
b) Kehilangan darah yang akut—Jika darah hilang karena trauma atau
pembedahan, maka baik penggantian sel darah merah maupun volume darah
dibutuhkan. Jika lebih dari separuh volume darah hilang, maka darah lengkap
yang harus diberikan; jika kurangn daripada separuh, maka konsentrat sel
darah merah dan plasma expanders yang diberikan.
c) Transfusi darah prabedah—Biasanya lebih aman memperbaiki anemia dengan
hematinik yang sesuai, jika penyebabnya diketahui. Jika anemia prabedah
tidak dapat diatasi dengan cara tersebut (misalnya, jika pembedahan bersifat
darurat, atau penderita gagal dapat diatasi dengan hematinik), dan kadar
hemoglobin 80 g/l atau kurang, maka setiap penderita boleh ditransfusi. Jika
hemoglobin antara 80 dan 100 g/l, setiap penderita harus dinilai secara
perorangan sebelum keputusan untuk memberikan transfusi dilakukan.
d) Anemia defisiensi besi—Penderita defisiensi besi tidak dapat ditansfusikan,
kecuali memang dibutuhkan untuk pembedahan segera atau yang telah gagal
berespon terhadap pengobatan dengan dosis terapeutik penuh besi peroral.
Transfuse pada defisiensi besi saja akan menjadi mahal, dan dapat berbahaya
karena meningkatnya kadar hemoglobin, yang sebenarnya dapat meningkat
sekitar 10 g/l/minggu dengan pengobatan peroral yang adekuat, jika tidak
terdapat penyakit lain.
e) Anemia megaloblastik—Transfusi harus dihindarkan pada penderita ini,
karena dapat mencetuskan gagal jantung dan kematian karena peningkatan
tegangan pada jantung.
f) Anemia yang berkaitan dengan kelainan menahun—Kadang – kadang
penderita penykit keganasan, arthritis rheumatoid, atau proses radang
menahun tidak merespon terhadap hematinik, sehingga membutuhkan
transfuse darah.
4
g) Gagal ginjal—anemia berat yang berkaitan dengan gagal ginjal seharunya
diobati dengan transfusi sel darah merah maupun dengan eritropoietin manusia
rekombinan.
h) Gagal sumsum tulang—penderita gagal sumsum tulang karena leukemia,
pengobatan sitotoksin, atau infiltrasi keganasan akan membutuhkan buka saja
sel darah merah, namun juga komponen darah yang lain.
i) Penderita yang tergantung transfusi—penderita sindrom talasemia berat,
anemia aplastik, dan anemi sideroblastik membutuhka tansfusi secara teratur
setiap empat sampai enam minggu, sehingga mereka mampu menjalani
kehidupan yang normal-bagi anak-anak, dan petumbuhan yang normal.
j) Penyakit sel bulan sabit—beberapa penderita penyakit ini juga membutuhkan
transfusi secara teratut, terutam setelah stroke, karena “sindrom dada”
berulang yang mengancam jiwa, dan selama kehamilan. Pemilohan sel darah
merarh pada penderita bukan keturunan eropa bagian utara, memerlukan
penyaring tambahan terutama pada antigen Kell, dan semua antigen Rh.
Beberapa penderita penyakit sel bulan sabit membutuhkan transfusi pengganti
pada kedaruratan seperti hipoksia berat, stroke, priapisme. Tujuanya untuk
mengurangi jumlah hemoglobin S sampai kurang daripada 20% total, sambil
secara bertahap meningkatkan kadar hemoglobin total menjadi 120-145 g/I.
k) Penyakit hemolitik neonatus juga dapat menjadi indikasi untuk transfusi
pengganti, jika neonatus mengalami hiperbilirubinemia berat atau anemia.
2. Indikasi lain untuk transfusi pengganti mencangkup beberapa kasus tertentu
malaria berat karena plasmodium falciparum dan septicemia meningokokus.
Hemolisis diperantarai imunitas—penderita penyakit ini tidak boleh dibiarkan
menjadi rentan terhadap anemia berat. Walaupun demikian seleksi dan uji unit sel
dara merah sebelum tranfusi tidak boleh dilaksanakan tanpa anjuran ahli
hemtologi.
3. Indikasi pemberian transfusi darah antara lain :
a) Untuk memberikan volume darah yang adekuat.
b) Mencegah syok hemoragik.
c) Meningkatkan kapasitas pembawaoksigen darah.
d) Megganti trombosit atau faktor pembeku darah untukpertahankan hemostatis.
5
C. Penggolongan darah
Sel darah merah penderita digolongkan pada ABO, Rh, dan serum diuji untuk
memastikan golongan ABO penderita. Penggolongan ABO penting sekali karena
sering terdapat antibody hemolitik yang terjadi secara alamiah dalam plasma orang
yang tidak mempunyai antigen yang bersangkutan, sehingga, misalnya, sel darah
merah golongan A selalu tidak sesuai dengan orang golongan B.
Sebaliknya, alasan untuk pengujian sel darah merah resipien karena adanya
antibody Rh adalah karena antigen D sangat imunogenik; secara kasar 90% golongan
Rh negative ditranfusikan dengan satu atau lebih dari satu unit darah Rh positif akan
menimbulkan anti-D. Antibodi Rh imun akan menghancurkan sel darah Rh positif dan
dapat menyebabkan reaksi transfusi hemolitik, demikian pula dengan penyakit
hemolitik pada neonatus dapat menyebabkan kematian. Jadi, penting sekali bahwa
wanita usia subur menerima darah yang digolongkan Rh-nya sebelum tranfusi.
Wanita dengan Rh negative harus ditransfusikan hanya dengan darah negative Rh,
tetapi jika terdapat kekurangan golongan darah tersebut, maka pria Rh negative yang
tidak terimunisasi dapat dengan aman diberikan darah Rh positif.
6
penggantian
melampaui dua kali
volume darah
Darah segar 0,35 – 510 ml Tidak dapat Darah yang tidak diuji
0,45 dibuktikan secara mikrobiologis,
adalah tidak aman
7
protein
plasma
Sel darah Bervariasi Berariasi, Penderita Digunakan dalam
merah beku, tetapi dengan waktu 24 jam setelah
dicairkan, dan biasanya antibody diambil
dicuci <200 ml langka
Darah lengkap adalah koleksi lengkap pendonoran tunggal atau “unit” darah
sekitar 450 ml yang dimasukkan ke dalam larutan antikoagulan. Unit tersebut
mengandung granulosit dan trombosit yang dilemahkan (namun masih bersifat
antigenic), serta semua protein plasma, walaupun sebagai hasil penyimpan terjadi
kekurangan aktivitas dengan adanya factor koagulan V dan VIII:C, serta oleh
komplemen.
Dokter seringkali meminta “darah lengkap segar” yang jarang tersedia, karena
dibutuhkan waktu untuk mengumpulkannya, menggolongkannya, mengujinya
terhadap antibody yang berbahaya, menguji secara mikrobiologis, dan
mengantarkannya dari pusat tranfusi ke rumah sakit. Komponen sel darah merah yang
disuplementasikan dengan plasma beku segar, dan konsentrat trombosit juga sama
efektifnya.
Konsentrat sel darah merah merupakan satu unit dari seorang donor, dengan
sebagian atau sebagian besar plasma diendapkan melalui sentrifugasi atau
sedimentasi. Konsentrat sel darah merah dalam larutan aditif optimal – larutan yang
paling sering dipergunakan di Inggris dikenal sebagai SAG-M, yang berisi natrium
klorida 140 mmol/l, adenine 1,5 mmol/l, glukosa 50 mmol/l, dan manitol 30 mmol/l.
larutan ini memungkinkan pembuangan semua plasma guna produksi komponen
darah, sambil memperpanjang lama penyimpanan sel darah merah dari empat menjadi
lima minggu. Volume sel darah merah menyatu (packed cell) antara 0,50 dan 0,70,
tetapi protein plasma tidak ada, sehingga mengurangi viskositas, dan memungkinkan
transfusi lebih mudah dan cepat. Tidak boleh digunakan bagi neonatus atau transfusi
pengganti, karena tidak terdapat protein plasma.
Komponen sel darah merah, dengan leukosit minimal yang ttelah mengurai
sebagian besar leukosit dan trombosit. Komponen ini diberikan pada penderita yang
telah disitesiskan dengan HLA, granulosit, dan antigen trombosit—misalnya, mereka
8
yang telah mengalami transfuse berulang – berulang, dan yang telah mengalami reaksi
demam atau mereka yang telah terpapar dengan antigen ini, harus
dikontraindikasikan. Penyaring harus spesifik terhadap leukosituntuk menghilangkan
sama sekali semua sel darah putih dan trombosit. Penyaring mikroagregat
menghilangkan hanya agregat yang besar, trombosit tua, leukosit, serta fibrin,
globulin tak larut pada suhu dingin, dan debris sel; deposit tersebut terbentuk pada
darah yang disimpan, dan dapat lewat melaui penyaring perangkat pemberian darah
secara rutin. Penyaring mikroagregat dipergunakan untuk mengurangi
mikroembolisasi jika sejumlah besar volume darah ditransfusikan secara cepat.
Sel darah merah yang dicuci kini jarang dipergunakan lagi, dan mengandung
protein plasma, juga leukosit dan trombositnya dihilangkan. Komponen ini biasanya
diberikan pada penderita hemoglobinuria nokturna paroksimal, dan pada mereka yang
telah diimunisasikan terhadap protein plasma—misalnya, penderita defisiensi IgA
yang telah mengalami timbulnya antibody anti – IgA.
Sel darah merah beku dan dicairkan yang telah dibersihkan dari leukosit,
trombosit dan protein plasma, namun demikian jaras metabolic sel darah merah
normal. Unit ini sangata mahal persiapannya, dan pencairannya, sehingga biasanya
hanya diberikan pada penderita golongan darah langka atau antibody terhadap antigen
umum, seperti Cart wright, Vel, atau Gerbich. Unit ini dapat disimpan sampai dengan
10 tahun.
Setiap produk yang membutuhkan prosedur “terbuka” (penyaringan,
pencucian, dan pembekuan) pada prosesnya mengalami resiko terkontaminasi bakteri.
Karena itu produk seperti itu dihasilkan dengan masa kadaluarsa harus dibuang.
9
2. Reaksi Transfusi.
Reaksi transfusi adalah respons sistemik tubuh terhadap ketidak cocokan darah
donor dengan darah resipien. Reaksi ini disebabkan ketidak cocokan sel darah
merah atau sensitivitas alergi terhadap leukosit, trombosit atau komponen protein
plasma pada darah donor atau terhadap kalium atau kandungan sitrat di dalam
darah. Transfusi darah juga dapat menyebabkan penularan penyakit.
Faktor Lain Yang Berhubungan Dengan Kesehatan Dan Kesejahteraan
Donor, antara lain:
1. Usia – Batas bawah (18 tahun) karena pertimbangan kebutuhan besi yang
tinggi pada akhil balik, dan usia persetujuan. Batas atas menurut perjanjian di
atur pada 65, karena meningkatnya insidensi penyakit kardiovaskuler dan
serebrovaskular pada usia lanjut, sehingga pengambilan darah sebanyak 450ml
menjadi berbahaya. Donor pertama kali, yang semakin mengalami banyak
insidensi kondisi buruk, tidak diterima selama usia 60 tahun, donor yang
mapan dapat di izinkan untuk dilanjutkan melebihi usia 65 tahun.
2. Frekuensi pendonoran biasanya 2-3 kali setahun. Wanita usia subur terutama
rentan terhadap kekurangan besi, kebanyakan pria, dapat mendonorkan lebih
sering tanpa akibat buruk seperti itu. Perkiraan kadar hemoglobin sebelum
pendengaran (biasanya dengan menggunakan teknik sederhana berdasarkan
pada berat jenis setetes darah yang dimasukkan kedalam larutan tembaga
sulfat) dirancang untuk menemukan donor dengan kekurangan besi yang nyata
atau mendekati batas bawah, kadar minimum yang dapat di terima 135gr/l
untuk pria dan 125 gr/l untuk wanita.
3. Volume pendonoran tidak boleh melebihi 13% volume perkiraan darah, untuk
mencegah serangan vasovagal. Kantong pengumpulan di rancang dengan isi
antara 405 dan 495 (rata-rata 450 ml) ml darah , dengan berat badan minimum
47 sampai 50 kg, kecuali pendonoran yang sedikit dapat dimasukkan kedalam
kemasan yang sesuai.
4. Kemungkinan akibat buruk selama atau setelah pendonoran- Kadang- kadang
donor pertama kali menjadi pingsan. Walaupun pingsan seperti itu tidak
berkomplikasi, namun sang donor dapat mengalami akibat buruk- Sebagai
contoh, jika keadaan itu terjadi lama kemudian, dan donor telah
meninggalkan ruang perawatan. Keadaan pingsan yang berat merupakan
kontraindikasi donor selanjutnya. Pertimbangan paling utama adalah
10
menghindari agen infektif yang menular, biasanya melalui kombinasi kriteria
ketat untuk penyelsaian donor dan penggunaan uji penyaringan laboraturium.
5. Hepatitis – Hepatitis A bukan penyakit yang dikaitkan dengan transfusi. Uji
untuk anti gen permukaan hepatitis B (HBsAg) selalu harus dikerjakan.
Sebagian besar kasus hepatitis non-A ,non-B disebabkan oleh infeksi hepatitis
C . Uji penyaringan anti bodi terhadap virus hepatitis C (anti-HCF) di mulai di
Inggris pada tahun 1991. Riwayat ikterus (hepatitis) bukan indikator
kemungkinan pembawa virus hepatitis yang dapat diandalkan
6. Penularan malaria melalui transafusi sel darah merah merupakan masalah
yang dapat berakibat serius di Inggris. Pencegahan tergantung pada
wawancara dengan donor secara cermat,tentang perjalanan keluar negeri,
penundaaan pendonoran, oleh mereka yang baru saja mengunjungi daerah
endemis penyakit tertentu, dan dalam beberapa kasus, uji imunologis untuk
anti bodi malaria.
7. Virus imunodefisiensi manusia (HIV 1 dan 2) jarang ditularkan melalui
transfusi di Inggris, namun demikian tetap merupakan keprihatinan utama
masyarakat, walaupun penyaringan semua pendonoran telah dilakukan sejak
1985. Uji gabungan untuk antibody terhadap HIV 1 dan 2 digunakan pada
penyaringan donor. Uji tersebut harus bersifat pelengkap, supaya tidak
mengambil darah dari mereka yang dicurigai telah berisiko terkena infeksi,
sehingga menghindarkan penggunaan darah yang didonorkan pada saat
stadium awal infeksi, ketika uji penyaringan laboratorium dapat memberikan
hasil negatif.
8. Sifilis lebih menimbulkan persoalan teoritis daripada masalah praktisnya, dan
donor tidak ditanyakan secara spesifik tentang infeksi yang terjadi
sebelumnya. Penyaringan rutin pendonoran darah masih terus dijalankan,
walaupun mungkin lebih berguna untuk deteksi orang-orang berisiko infeksi
penyakit akibat hubungan seks (termasuk HIV) daripada untuk pencegahan
penularan sifilis.
9. Agen infektif lain dapat menjadi bahaya bagi resipien tertentu, sebagai contoh,
sitomegalovirus pada penderita yang terimunosupresi. Dindikasikan supaya
penyaringan pendonoran secara selektif dilakukan sebelum transfusi, karena
riwayat kesehatan tidak membantu dalam penyeleksian donor yang “aman”.
11
10. Obat dan penyakit lainnya. Obat yang berada dalam aliran darah donor dapat
menimbulkan efek merugikan resipien. Dengan minum obat tertentu berarti
bahwa ada penyakit yang diderita, yang dengan sendirinya menjadi alasan
untuk mencegah donor. Penderita penyakit menahun dan penyakit yang tidak
diketahui etiologinya dilarang mendonorkan darahnya. Keganasan juga
kontraindikasi, walaupun kekecualian mungkin dapat dilakukan jika terdapat
kasus lesi invasive setempat yang telah diobati dengan baik dan tidak berulang
setelah tindak lanjut yang adekuat (sebagai contoh, ulkus roden atau
karsinoma serviks in situ).
G. Persiapan Pasien
Pastikan suhu tubuh pasien dalam keadaan normal, supaya tidak terjadi lisis terhadap
darah yang akan ditransfusikan.
H. Persiapan Alat
Berikut merupakan alat-alat yang harus disiapkan dalam pemberian transfusi darah:
1. Transfusi set.
2. Cairan NaCl.
3. Persediaan darah yang sesuai dengan golongan darah klien, sesuai dengan
kebutuhan.
4. Sarung tangan bersih.
12
I. Prosedur Pelaksanaan
1. Beri tahu dan jelaskan prosedur kepada klien.
2. Bawa alat ke dekat klien.
3. Cuci tangan.
4. Pakai sarung tangan bersih.
5. Buat jalur intravena, gunakan selang infus yang memiliki filter dengan tipe-Y.
6. Berikan cairan NaCl terlebih dahulu, kemudian darahnya.
7. Atur tetesan darah per menit sesuai dengan program.
8. Lepas sarung tangan dan cuci tangan.
9. Bereskan alat-alat.
13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari penjelasan-penjelasan di atas, Kami dapat menarik beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Transfusi darah merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien yang
membutuhkan darah dan atau produk darah dengan cara memasukkan darah
melalui vena dengan menggunakan set transfusi.
2. Indikasi dari transfusi darah adalah kebutuhan, untuk memberikan volume darah
yang adekuat, mencegah syok hemoragik, meningkatkan kapasitas pembawa
oksigen darah, megganti trombosit atau faktor pembeku darah untukpertahankan
hemostatis.
3. Pengolongan darah digolongkan berdasarkan sistem ABO, serta memperhatikan
Rh-nya.
4. Komponen sel darah merah digolongkan antara lain darah lengkap, darah segar,
konsentrat sel darah merah, konsentrat sel darah merah dalam larutan aditif
optimal, sel darah merah yang dicuci , sel darah merah beku dan dicairkan.
5. Faktor-faktor yang memengaruhi transfusi darah yaitu golongan dan tipe darah,
reaksi transfusi, usia, frekuensi pendonoran, volume pendonoran, dan penyakit
menular.
B. SARAN
Dalam memberikan transfusi darah, perlu diperhatikan kemungkinan yang dapat
terjad seperti suhu tubuh selama dan setelah dilakukannya tindakan.
14
DAFTAR PUSTAKA
15