Anda di halaman 1dari 15

Percobaan 2a

PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT

EKSTRAKSI CAIR-CAIR

I. Tujuan Percobaan
Setelah mengerjakan kegiatan ini diharapkan mahasiswa dapat:
a. Menentukan koefisien distribusi bahan terlarut dalam dua pelarut yang berbeda.
b. Melakukan ekstraksi untuk pemisahan dan pemurnian zat padat organik.
II. Dasar Teori
III. Dasar Teori

Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau
cairan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi juga merupakan proses pemisahan satu
atau lebih komponen dari suatu campuran homogen menggunakan pelarut cair
(solven) sebagai separating agen. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut
yang berbeda dari komponen-komponen dalam campuran (Wibawa, 2012).

Ekstraksi pelarut atau sering disebut juga ekstraksi air merupakan metode
pemisahan atau pengambilan zat terlarut dala m larutan (biasanya dalam air)
dengan menggunakan pelarut lain (biasanya organik) (Yazid, 2005).

Pemisahan zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak saling mencampur
antara lain menggunakan alat corong pisah. Ada suatu jenis pemisahan lainnya
dimana pada satu fase dapat berulang-ulang dikontakkan dengan fase yang lain,
misalnya ekstraksi berulang-ulang suatu larutan dalam pelarut air dan pelarut
organik, dalam hal ini digunakan suatu alat yaitu ekstraktor sokshlet. Metode
sokshlet merupakan metode ekstraksi dari padatan dengan solvent (pelarut) cair
secara kontinu. Alatnya dinamakan sokshlet (ekstraktor sokshlet) yang digunakan
untuk ekstraksi kontinu dari sejumlah kecil bahan (Wibawa, 2012).

Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solute) diantara dua
fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk
pemisahan secara cepat dan “bersih” baik untuk zat organik maupun zat anorganik.
Cara ini juga dapat digunakan untuk analisis makro maupun mikro. Selain untuk
kepentingan analisis kimia, ekstraksi juga banyak digunakan untuk pekerjaan-
pekerjaan preparatif dalam bidang kimia organik, biokimia dan anorganik
dilaboratorium. Alat yang digunakan dapat berupa corong pemisah (paling
sederhana), alat ekstraksi soxhlet sampai yang paling rumit berupa alat “Counter
Current Craig” (Alimin dkk, 2007).

Diantara berbagai jenis metode pemisahan, ekstraksi pelarut atau dise but juga
ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan populer. Alasan
utamanya adalah bahwa pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro
maupun mikro. Seseorang tidak memerlukan alat yang khusus atau canggih kecuali
corong pemisah. Prinsip metode ini didasarkan padsa distribusi zat terlarut dengan
perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidang saling bercampur, seperti
benzen, karbon tetraklorida atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat
ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut. Teknik ini dapat
digunakan untuk kegunaan preparatif, pemurnian, memperkaya, pemisahan serta
analisis pada semua skala kerja. Mula-mula metode ini dikenal dalam kimia
analisis, kemudian berkembang menjadi metode yang baik, sederhana, cepat dan
dapat digunakan untuk ion-ion logam yang bertindak sebagai trace (pengotor) dan
ion-ion logamdalam jumlah makrogram (Khopkar, 2010).

Ekstraksi memanfaatkan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut


yang tidak dapat bercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut
ke pelarut lain. Misalnya idion sebagai pencemar dalam air yang juga mengandung
zat terlarut lain yang tidak larut dalam karbon tetraklorida. dalam kasus seperti ini,
hampir semua iodion dapat diambil dengan mengaduk larutan air dengan
tetraklorida yang memungkinkan kedua fasa terpisah kemudian mengurangi
lapisan air dari lapisan karbon tetraklorida yang lebih besar. Makin besar tetapan
keseimbangan untuk partisi zat terlarut dari pelarut awalnya dalam pelarut pemisah
maka makin sempurna proses pemisahannya (Gillis, 2001).

Istilah-istilah berikut ini umumnya digunakan dalam teknik ekstraksi


(Wibawa, 2012) :
1. Bahan ekstraksi : Campuran bahan yang akan diekstraksi
2. Pelarut (media ekstraksi) : Cairan yang digunakan untuk melangsungkan
ekstraksi
3. Ekstrak : Bahan yang dipisahkan dari bahan ekstraksi
4. Larutan ekstrak : Pelarut setelah proses pengambilan ekstrak
5. Rafinat (residu ekstraksi) : Bahan ekstraksi setelah diambil ekstraknya
6. Ekstraktor : Alat ekstraksi
7. Ekstraksi padat-cair : Ekstraksi dari bahan yang padat
8. Ekstraksi cair-cair (ekstraksi dengan pelarut = solvent extraction) : Ekstraksi
dari bahan ekstraksi yang cair

Pada ekstraksi tidak terjadi pemisahan segera dari bahan-bahan yang akan
diperoleh (ekstrak), melainkan mula-mula hanya terjadi pengumpulan ekstrak
dalam pelarut. Ekstraksi cair-cair digunakan untuk memisahkan senyawa atas dasar
perbedaan kelarutan pada dua jenis pelarut yang berbeda yang tidak saling
bercampur. Jika analit berada dalam pelarut anorganik, maka pelarut yang
digunakan adalah pelarut organik dan sebaliknya (Khamidinal, 2009).

Perbandingan konsentrasi pada keadaan setimbang di dalam dua fase


disebut dengan koefisien partisi (KD) dapat dituliskan (Yazid, 2005) :

𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑎 (𝑎)


= KD
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑘𝑒𝑑𝑢𝑎 (𝑏)

Dimana KD adalah sebuah tetapan yand dikenal dengan koefisien distribusi atau
partisi. Harga KD tidak bergantung pada konsentrasi total solut pada kedua fase,
tetap bergantung pada suhu, jenis kedua pelarut dan solut. Hukum Nernst dalam
bentuknya yang sederhana hanya berlaku untuk larutan encer dan keadaan solut
sama atau tidak mengalami perubahan kedua dalam pelarut. Hukum ini tidak
berlaku jika solut yang terdistribusi mengalami asosiasi atau disosiasi pada fase
pelarut.
Dalam klasifikasi ekstraksi, ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi
atau zat dari campuranya dengan mernggunakan yang sesuai. Ekstraksi dapat
digolongkan berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi dan proses
pelaksanaannya.
a. Bentuk campurannya
Berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, suatu ekstraksi
dibedakan menjadi ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair.
1. Ekstraksi padat-cair
Zat yang diekstraksi terdapat didalam campuran yang berbentuk
padatan. Ekstraksi jenis ini banyak dilakukan didalam usaha
mengrisolasi zat berkhasiat yang terkandung didalam bahan alam
seperti steroid, hormon, antibiotika, dan lipida pada biji-bijian.
2. Ekstraksi cair-cair
Zat yang diekstraksi teradpat didalam campuran yang berbentuk
cair. Ekstraksi cair-cair sering juga disebut ekstraksi pelarut banyak
dilakukan untuk memisahkan zat seperti iod, atau logam-logam
tertentu dalam larutan air (Yazid, 2005).
Ekstraksi padat cair secara umum terdiri dari maserasi,
refluktasi, sokhelatasi dan perkolasi. Metoda yang digunakan
tergantung dengan jenis senyawa yang kita gunakan. Jika senyawa
yang kita ingin sari rentan terhadap pemanasan maka metoda
maserasi dan perkolasi yang di pilih, jika tahan terhadap pemanasan
maka metoda refluktasi dan sokletasi yang digunakan (Underwood,
2002).
Pada metode ekstraksi cair-cair, ekstraksi dapat dilakukan
dengan cara bertahap (batch) atau dengan cara kontinyu. Cara paling
sederhana dan banyak dilakukan adalah ekstraksi bertahap.
Tekniknya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstrak yang
tidak bercampur dengan pelarut pertama melalui corong pemisah,
kemudian dilakukan pengocokan sampai terjadi kesetimbangan
konsentrasi solut pada kedua pelarut. Setelah didiamkan beberapa
saat akan terbentuk dua lapisan dan lapisan yang berada di bawah
dengan kerapatan lebih besar dapat dipisahkan untuk dilakukan
analisis selanjutnya (Yazid, 2005).
b. Proses pelaksanaannya
Menurut proses pelaksanaannya ekstraksi dibedakan menjadi ekstraksi
berkesinambungan (kontinyu) dan ekstraksi bertahap.
1. Ekstraksi kontinyu (Continues Extraction)
Pada ekstraksi kontinyu, pelarut yang digunakan secara
berulang-ulang sampai proses ekstraksi selesai. Tersedia berbagai
alat dari jenis ekstraksi ini seperti alat soxhlet atau Craig
Countercurent.
2. Ekstraksi bertahap (batch)
Pada ekstraksi bertahap, setiap kali ekstraksi selalu digunakan
pelarut yang baru sampai proses ekstraksi selesai. Alat yang biasa
digunakan adalah berupa corong pisang (Yazid, 2005).
Ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran
secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan kedua fasa cair itu
sesempurna mungkin. Pada saat pencampuran terjadi perpindahan massa, yaitu
ekstrak meninggalkan pelarut yang pertarna (media pembawa) dan masuk ke dalam
pelarut kedua (media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan ekstraksi dan
pelarut tidak saling melarut (atau hanya dalam daerah yang sempit). Agar terjadi
perpindahan masa yang baik yang berarti performansi ekstraksi yang besar
haruslah diusahakan agar terjadi bidang kontak yang seluas mungkin di antara
kedua cairan tersebut. Untuk itu salah satu cairan distribusikan menjadi tetes-tetes
kecil (misalnya dengan bantuan perkakas pengaduk) (Rahayu, 2009).

Tentu saja pendistribusian ini tidak boleh terlalu jauh karena akan
menyebabkan terbentuknya emulsi yang tidak dapat lagi atau sukar sekali dipisah.
Turbulensi pada saat mencampur tidak perlu terlalu besar. Yang penting perbedaan
konsentrasi sebagai gaya penggerak pada bidang batas tetap ada. Hal ini berarti
bahwa bahan yang telah terlarutkan sedapat mungkin segera disingkirkan dari
bidang batas. Pada saat pemisahan, cairan yang telah terdistribusi menjadi tetes-
tetes hanis menyatu kembali menjadi sebuah fasa homogen dan berdasarkan
perbedaan kerapatan yang cukup besar dapat dipisahkan dari cairan yang lain
(Wibawa, 2012).
Pada metode ekstraksi cair-cair, ekstraksi dapat dilakukan dengan cara
bertahap (batch) atau dengan cara kontinyu. Cara paling sederhana dan banyak
dilakukan adalah ekstraksi bertahap. Tekniknya cukup dengan menambahkan
pelarut pengekstrak yang tidak bercampur dengan pelarut pertama melaluicorong
pisah, kemudian dilakukan pengocokan sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi
solut pada kedua pelarut.setelah didiamkan beberapa saat akan terbentuk dua
lapisan, dan lapisan yang berada dibawah dengan kerapatan lebih besar dapat
dipisahkan untuk dilakukan analisa selanjutnya (Yazid, 2005).
Operasi ekstraksi cair-cair terdiri dari beberapa tahap yaitu (Mardika, 2012) :
1. Kontak antara pelarut (solvent) dengan fasa cair yang mengandung
komponen yang akan diambil (solute), kemudian solute akan berpindah dari
fasa umpan (diluen) ke fasa pelarut.
2. Pemisahan dua fasa yang tidak saling melarutkan yaitu fasa yang banyak
mengandung pelarut disebut fasa ekstrak dan fasa yang banyak mengandung
umpan disebut fasa rafinat.

Untuk proses ekstraksi yang baik, pelarut harus memenuhi beberapa kriteria
sebagai berikut (Mardika, 2012) :
1. Koefisien distribusi yang besar.
2. Selektivitas tinggi. Faktor ini diperlukan jika terdapat lebih dari satu zat
terlarut, karena umumnya hanya diinginkan mengurangi satu zat terlarut saja.
3. Mudah diregenerasi.
4. Kelarutan dalam larutan umpan rendah.
5. Perbedaan densitas dengan umpan cukup besar.
6. Tegangan antar muka menengah. Tegangan antar muka yang terlalu tinggi
menyebabkan kesulitan pembentukan tetes (cairan), sedangkan tegangan
antar muka yang terlalu rendah dapat menyebabkan terbentuknya emulsi.
7. Mudah diperoleh dan harganya cukup murah.
8. Tidak korosif, tidak mudah terbakar dan tidak beracun.

IV. Alat Dan Bahan


Alat:
1. Corong Pisah 250 ml 1 buah
2. Buret 50 ml 1 set
3. Gelas ukur 100 1 buah
4. Gelas kimia 100 ml 1 buah
5. Gelas kimia 200 ml 1 buah
6. Corong 2buah
7. Erlenmeyer 250 ml 2 buah

Bahan:

1. Akuades,
2. Asam Benzoat
3. Larutan NaOH 0,025 N
4. Larutan NaOH 1 N
5. Larutan HCL 5 M
6. Toluena

V. Skema Kerja
A. Penentuan Koefisien Distribusi Asam Benzoat dalam Aquades-Toluena

Melarutkan 1 gr dalam 25 ml toluena.

Masukkan larutan ke dalam corong pisah

Tambahkan 100 ml air, kocok dan diamkan.

Pisahkan fraksi air, fraksi air dibagi 2, kemudian


titrasi dengan NaOH 0,025 N.

Hitung massa asam benzoat dan tentukan


koefiosien distribusi.

Massa asam benzoat dalam fraksi air (x)


𝒎𝒐𝒍 𝒈𝒓𝒂𝒎
𝒙 = 𝑽𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆 𝑵𝒂𝑶𝑯 (𝑳) × 𝟎, 𝟎𝟐𝟓 ( ) × 𝟏𝟐𝟐, 𝟏𝟐 ( )
𝑳 𝒎𝒐𝒍
Massa asam benzoat dalam toluena (y)
𝒚 = (𝟏 − 𝒙)𝒈𝒓𝒂𝒎
Koefisien distribusi
𝒎𝒂𝒔𝒔𝒂 𝒂𝒔. 𝑩𝒆𝒏𝒛𝒐𝒂𝒕 (𝒙)/𝟓𝟎𝒎𝒍 𝑯𝟐 𝑶
𝑲𝑫 =
𝒎𝒂𝒔𝒔𝒂 𝒂𝒔. 𝑩𝒆𝒏𝒛𝒐𝒂𝒕 (𝒚)/𝟓𝟎𝒎𝒍𝒕𝒐𝒍𝒖𝒆𝒏𝒂
B. Proses Ekstraksi Pelarut

Melarutkan 1 gr dalam 25 ml toluena.

Masukkan larutan ke dalam corong pisah, tambahkan 25 ml


air, kocok dan diamkan., pisahkan fraksi air.

Fraksi toluena yang masih tertinggal dalm corong pisah


ditambahkan lagi dengan 25 ml Aquades.

Lakukan langkah diatas sebanyak 4 kali sehingga terkumpul


100 ml fraksi air, kemudian titrasi dengan NaOH 0,025 N.

Hitung massa asam benzoat dan tentukan koefiosien


distribusi.

C. Isolasi Asam Benzoat dalam Pelarut Toluena

Melarutkan 2 gr dalam 25 ml toluena.

Masukkan larutan ke dalam corong pisah, tambahkan 100


ml NaOh 1 N, kocok dan diamkan, pisahkan fraksi NaOH.

Tambahkan tetes demi tetes HCL 5 M, sehingga terbentuk


endapan secara sempurna.

Saringt endapan, kerigkan dan timbang.

Hitung %recovery.

Persen recovery
𝒎𝒂𝒔𝒔𝒂 𝒂𝒔𝒂𝒎 𝒃𝒆𝒏𝒛𝒐𝒂𝒕 𝒉𝒂𝒔𝒊𝒍 𝒆𝒌𝒔𝒕𝒓𝒂𝒌𝒔𝒊
%𝒓𝒆𝒄𝒐𝒗𝒆𝒓𝒚 = × 𝟏𝟎𝟎%
𝒎𝒂𝒔𝒔𝒂 𝒂𝒔𝒂𝒎 𝒃𝒆𝒏𝒛𝒐𝒂𝒕 𝒂𝒘𝒂𝒍
VI. Data Pengamatan

A. Percobaan A

Titrasi Volume NaOH


I 37,8 mL
II 30,6 mL

37,8 𝑚𝐿 + 30,6 𝑚𝐿
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 34,2 𝑚𝐿
2
 Massa Asam Benzoat dalam fraksi air (x)
𝑚𝑜𝑙 𝑔𝑟
𝑥 = 0,0342 𝐿 𝑥 0,025 𝑥122,12
𝐿 𝑚𝑜𝑙
𝑥 = 0,1044 𝑔𝑟
 Massa Asam Benzoat dalam Toluena (y)
𝑦 = (1 − 𝑥)𝑔𝑟
𝑦 = (1 − 0,1044)𝑔𝑟
𝑦 = 0,8956 𝑔𝑟
𝒙⁄ 𝟎, 𝟏𝟎𝟒𝟒⁄
𝟓𝟎 𝒎𝑳 𝑯𝟐 𝑶 𝟓𝟎 𝒎𝑳 𝑯𝟐 𝑶 𝒎𝑳 𝑯𝟐 𝑶
𝑲𝒅 = 𝒚 = = 𝟎, 𝟏𝟏𝟔𝟔
⁄𝟓𝟎 𝒎𝑳 𝑻𝒐𝒍𝒖𝒆𝒏𝒂 𝟎, 𝟖𝟗𝟓𝟔⁄ 𝒎𝑳 𝑻𝒐𝒍𝒖𝒆𝒏𝒂
𝟓𝟎 𝒎𝑳 𝑻𝒐𝒍𝒖𝒆𝒏𝒂
B. Percobaan B

Titrasi Volume NaOH


I 31,8 mL
II 58,5 mL

31,8 𝑚𝐿
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 45,15 𝑚𝐿
58,5 𝑚𝐿

 Massa Asam Benzoat dalam fraksi air


𝑚𝑜𝑙 𝑔𝑟
𝑥 = 0,04515 𝐿 𝑥0,025 𝑥 122,12
𝐿 𝑚𝑜𝑙
𝑥 = 0,1378 𝑔𝑟
 Massa Asam Benzoat dalam Toluena
𝑦 = (1 − 𝑥)𝑔𝑟
𝑦 = (1 − 0,1378)𝑔𝑟
𝑦 = 0,8622 𝑔𝑟
𝒙⁄ 𝟎, 𝟏𝟑𝟕𝟖 𝒈𝒓
𝟓𝟎 𝒎𝑳 𝑯𝟐 𝑶 ⁄𝟓𝟎 𝒎𝑳 𝑯 𝑶 𝒎𝑳 𝑯𝟐 𝑶
𝟐
𝑲𝒅 = 𝒚 = = 𝟎, 𝟏𝟓𝟗𝟖
⁄𝟓𝟎 𝒎𝑳 𝑻𝒐𝒍𝒖𝒆𝒏𝒂 𝟎, 𝟖𝟔𝟐𝟐 𝒈𝒓⁄ 𝒎𝑳 𝑻𝒐𝒍𝒖𝒆𝒏𝒂
𝟓𝟎 𝒎𝑳 𝑻𝒐𝒍𝒖𝒆𝒏𝒂
C. Percobaan C
1. Massa Asam Benzoat awal = 2,006 gr
2. Massa kertas saring = 1,465 gr (x)
3. Massa kertas saring + endapan = 2,658 gr (y)
4. Massa endapan = y-x = 1,193 gr
𝑴𝒂𝒔𝒔𝒂 𝒆𝒏𝒅𝒂𝒑𝒂𝒏
% 𝑹𝒆𝒄𝒐𝒓𝒗𝒆𝒓𝒚 = 𝒙𝟏𝟎𝟎%
𝑴𝒂𝒔𝒔𝒂 𝑨𝒔𝒂𝒎 𝑩𝒆𝒏𝒛𝒐𝒂𝒕 𝒂𝒘𝒂𝒍
𝟏, 𝟏𝟗𝟑
% 𝒓𝒆𝒄𝒐𝒓𝒗𝒆𝒓𝒚 = 𝒙𝟏𝟎𝟎% = 𝟓𝟗, 𝟒𝟕%
𝟐, 𝟎𝟎𝟔
VII. Pembahasan
1. Galih Pamungkas Indragiri
Ekstraksi cair – cair sangat berguna untuk memisahkan analit yang
dituju dari pengganggu dengan cara melakukan partisi dengan sampel antara
2 pelarut yang tidak saling bercampur. Salah satu fasenya seringkali berupa
air dan fase lain berupa pelarut organik.
Dua percobaan awal yaitu percobaan A dan B digunakan untuk
membandingkan Konstanta Dispersi(KD) antara ekstraksi bertahap dengan
tidak bertahap. Percobaan A mewakili ekstraksi tidak bertahap dan percobaan
B mewakili ekstraksi bertahap. Sampel yang digunakan adalah 1 gram asam
benzoat yang dilarutkan dalam pelarut toluene 25 mL. Larutan tersebut
kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah. Ditambahkan 100 mL air,
dikocok kemudian dipisahkan fase airnya, untuk percobaan A, sedangkan
untuk percobaan B, ditambahkan 25 mL air, dikocok kemudian dipisahkan
fase airnya, prosedur tersebut diulangi sebanyak 4 kali. 100 mL fase air
tersebut dibagi dalam 2 erlenmeyer, kemudian dititrasi dengan NaOH 0,025
N. Titrasi tersebut digunakan untuk mengetahui massa asam benzoat yang
terdistribusi ke fraksi air(x). Reaksi yang terjadi adalah:
C6H5COOH + NaOH  C6H5COONa + H2O
massa asam benzoat dalam pelarut toluena(y) diperoleh dengan mengurangi
1 gram asam benzoat dengan massa asam benzoat yang terdistribusi ke fraksi
massa asam benzoat (x)
50 mL H2 O
air. KD diperoleh dengan rumus : massa asam benzoat (y)
50 mL Toluena

Dari hasil percobaan didapatkan nilai KD pada percobaan B lebih besar


daripada A. Yaitu 0,1166 untuk percobaan A dan 0,1598 untuk percobaan B.

Percobaan C bertujuan untuk mengetahui persen Recovery asam benzoat


yang diperoleh dalam ekstraksi. Sampel yang digunakan adalah 2 gram asam
benzoat yang dilarutkan dalam 25 mL pelarut toluena. Sampel tersebut
dimasukkan ke dalam corong pisah lalu ditambahkan dengan 100mL NaOH,
dikocok kemudian dipisahkan fase airnya. Reaksi yang terjadi adalah :
C6H5COOH + NaOH  C6H5COONa + H2O
Air yang mengandung natrium benzoat kemudian ditetesi dengan HCl 5
M sampai tidak ada endapan asam benzoat yang terbentuk. Reaksi yang
terjadi adalah:
C6H5COONa + HCl  C6H5COOH + NaCl
Air yang mngandung asam benzoat dan garam klorida disaring
menggunakan penyaring vakum. Asam benzoat tertinggal di kertas saring
sedangkan garamklrorida tersaring dengan air karena ia larut dalam air. asam
benzoat di kertas saring kemusian dikeringkan dalam oven untuk
menghilangkan kadar air yang terkandung dalam padatan asam benzoat. 1
jam kemudian dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam oven selam 10 menit
untuk memastikan tidak terdapat air yang terkandung dalam padatan asam
benzoat. Kemudian ditimbang. Massa asam benzoat didapatkan dengan
mengurangi massa kertas saring + sam benzoat dengan massa kertas saring
kosong.
% Recovery diperoleh dengan rumus :
𝒎𝒂𝒔𝒔𝒂 𝒂𝒔𝒂𝒎 𝒃𝒆𝒏𝒛𝒐𝒂𝒕 𝒉𝒂𝒔𝒊𝒍 𝒆𝒌𝒔𝒕𝒓𝒂𝒌𝒔𝒊
𝟏𝟎𝟎%
𝒎𝒂𝒔𝒔𝒂 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 𝒂𝒔𝒂𝒎 𝒃𝒆𝒏𝒛𝒐𝒂𝒕

Besar nilai %Recovery yang didapat adalah 59,47%.

2. Gita Dewi Mayangsari


Suatu pelarut cair dapat melarutkan berbagai zat didalamnya, sebaliknya
suatu zat tertentu dapat larut dalam berbagai pelarut. Ekstraksi cair-cair
adalah cara pemisahan yang berdasarkan perbedaan kemampuan berbagai
pelarut dalam melarutkan berbagai zat terlarut.
Ekstraksi bertahap merupakan cara paling sederhana yang digunakan
untuk pemisahan analitik. Ekstraksi berthap baik digunakan jika
perbandingan distribusi besar. Alat pemisah yang digunakan adalah corong
pisah. Kesempurnaan ekstraksi bergantung pada banyaknya ekstraksi yang
dilakukan. Semakin sering melakukan ekstraksi, maka semakin banyak zat
terlarut terditribusi pada salah satu pelarut dan semakin sempurna proses
pemisahannya. Hasil yang baik diperoleh dengan jumlah ekstraksi yang
relatif besar dengan jumlah pelarutyang kecil.
Distribusi zat terlarut dalam kedua pelarut tersebut secara kuantitatif
dinyatakan dengan koefisien distribusi atau koefisien partisipasi. Bila zat
padat atau cair dicampur dalam dua pelarut yang berbeda atau tidak saling
bercampur, maka zat tersebut akan terdistribusi kedalam dua pelarut dengan
kemampuan kelarutannya. Koefisien distribusi adalah perbandingan
konsentrasi kesetimbangan zat dalam dua pelarut yang berbeda yang tidak
bercampur. Jika kelebihan campuran atau zat padat ditambahkan kedalam
cairan yang tidak saling bercampur maka zat tersebut akan mendistribusi diri
diantara dua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh.
Berdasarkan Hukum Nernst, jika suatu larutan (dalam air) mengandung
zat organik A dibiarkan bersentuhan dengan pelarut organik yang tidak
bercampur dengan air, maka zat A akan terdistribusi baik kedalam lapisan air
(fasa air) dan lapisan organik (fasa organik). Dimana pada saat
kesetimbangan terjadi, perbandingan konsentrasi zat terlarut A didalam
kedua fasa itu dinyatakan sebagai nilai Kd atau koefisien distribusi (partisi)
dengan perbandingan konsentrasi zat terlarut A didalam kedua fasa organik-
air tersebut adalah pada temperatur yang tetap.
Koefisien distribusi suatu senyawa dalam dua larutan yang tidak
bercampur harus sama dengan 1. Artinya bahwa senyawa tersebut
terdistribusi secara merata pada dua fase yaitu fase minyak dan fase air. Jika
nilai koefisien distribusi kurang dari 1, maka senyawa senyawa tersebut
cenderung untuk terdistribusi kedalam fase air dari pada fase minyaknya.
Dari kedua perhitungan diperoleh nilai sebesar 0,1166
𝑚𝐿 𝐻2 𝑂 𝑚𝐿 𝐻2 𝑂
𝑑𝑎𝑛 0,1598 yang menunjukkan bahwa senyawa
𝑚𝐿 𝑡𝑜𝑙𝑢𝑒𝑛𝑎 𝑚𝐿 𝑡𝑜𝑙𝑢𝑒𝑛𝑎

tersebut cenderung untuk terdispersi kedalam fase air. Pada percobaan kedua
didapatkan Kd yang besar karena terdapat perbedaan perlakuan. Pada
percobaan pertama kita menggunakan metode langsung dan pada percobaan
kedua kita lakukan secara bertahap dan hasilnya lebih baik dilakukan
ekstraksi bertahap untuk menghasilkan larutan yang tingkat kemurnianya
tinggi.
Untuk mengecek efisiensi proses dan preparasi maka dilakukan uji
perolehan kembali (% recovery). Pada percobaan ketiga inilah kita mencari
% recovery dan didapatkan hasil sebesar 59,47% yang artinya lebih dari 50%
senyawa dapat dikembalikan.

3. Ilya Musyarofah
Ekstraksi cair-cair merupakan ekstraksi yang didasarkan pada
kemampuan suatu pelarut untuk melarutkan suatu senyawa tertentu. Ektraksi
pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solut) diantara dua fase cair
(solvent) yang tidak saling berampur. Distribusi ini dinyatakan secara
kuantitatif dalam koefisien distribusi. Pernyataan ini menunjukkan bahwa
suatu zat terlarut A jika dimasukan dalam campuran dua pelarut (S dan S’)
yang tidak saling melarutkan akan terdistribusi diantara kedua pelarut itu
sehingga akan terbentuk kesetimbangan konsentrasi A dalam kedua pelarut.
Dalam percobaan pertama dilakukan penentuan koefisien distribusi asam
benzoat dalam air dan toluena. Asam benzoat dilarutkan dalm toluena yang
selanjutnya dimasukkan dalam corong pisah dan ditambahkan air kemudia
dikocok. Toluena akan berada diatas air karena massa jenisnya yang lebih
kecil dari pada air. Selanjutnya fraksi air ini dipisahklan dengan toluena
kemudian dititrasi dengan NaOH. Titrasi ini digunakan untuk mencari berapa
banyak mol NaOH yang diperlukan agar bisa habis beraksi dengan asam
benzoat. Karena keduanya habis bereaksi sehingga mol NaOH sama dengan
mol asam benzoat. Dari mol ini kita bia mencari massa asam benzoat dalam
fraksi air tersebut sehingga kita bisa mencari nilai koefisien distribusi dalam
percobaan ini. Dalam percobaan ini didapatkan koefisien distribusi sebesar
𝑚𝑜𝑙 𝐻 𝑂
2
0.1166 𝑚𝑜𝑙 𝑡𝑜𝑙𝑢𝑒𝑛𝑎 .

Dalam percobaan kedua dilakukan proses ekstraksi pelarut. Ektraksi ini


dilakukan beberapa kali sampai mendapatkan volume fraksi air total
sebanyak 100 ml. Hal ini dikarenakan asam benzoat yang bersifat semi polar
sedikit larut dalam air yang bersifat polar. Jadi, untuk dapat memisahkan
asam benzoat dari toluena ke dalam pelarut air dalam jumlah yang lebih
banyak diperlukan berkali-kali ekstraksi. Dari ekstraksi ini diperoleh nilai
𝑚𝑜𝑙 𝐻2 𝑂
koefisien distribusi sebesar 0.1598 . Nilai koefisien distribusi
𝑚𝑜𝑙 𝑡𝑜𝑙𝑢𝑒𝑛𝑎
percobaan kedua lebih besar dari pada percobaan pertama. Hal ini
dikarenakan massa asam benzoat yang terlarut dalam air lebih besar pada
percobaan kedua, percobaan kedua dilakukan beberapa kali ekstraksi.
Isolasi asam benzoat dari pelarut toluena dilakukan dalam percobaan
ketiga. Seperti yang dikatakan di atas, asam benzoat sedikit larut dalam air,
sehingga diperlukan beberapa kali ekstraksi untuk mendapatkan asam
benzoat dalam jumlah lebih banyak. Metode ini dapat dipercepat dengan
menggunakan NaOH. Larutan NaOH ini nantinya akan merubah asam
benzoat menjadi garam natrium-benzoat, garam ini bersifat lebih polar dari
pada asam benzoat sehimgga lebih mudah larut dalam air dari pada toluena.
fraksi air ini akan mengandung garam natrium-benzoat, garam ini akan
diasamkan dengan HCL untuk mendapatkan endapan asam benzoat.
Endapan asam benzoat ini selanjutnya diendapkan, dikeringkan, lalu
ditimbang. Dari penimbangan ini didapatkan 1,193 gram asam benzoat dan
diperoleh %recovery sebesar 59,47%.
V. Kesimpulan
1. Percobaan A memiliki Konstanta Distribusi lebih kecil dari percobaan B yaitu
0,1166 sedangkan percobaan B sebesar 0,1598.
2. Persen Recovery yang didapat untuk mengekstraksi asam benzoat sebesar
59,47%
3. Asam benzoat lebih larut dalam pelarut toluena

VI. Daftar Pustaka


Alimin M.S, Yunus dan Idris I. 2007. Kimia Analitik. Makassar : UIN Alauddin.
Gillis, O. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern Jilid I. Jakarta : Erlangga.
Khamidinal. 2009. Teknik Laboratorium Kimia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Khopkar, M.S. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press.
Mardika, S.F. 2012. Ekstraksi-cair-cair (http://sitifauziahmardika. blogspot.co.id).
Diakses pada tanggal 26 Maret.
Rahayu, S.S. 2009. Ekstraksi Cair (http://www.chem-is-
try.org/materi_kimia/kimia-industri/teknologi-proses/ekstraksi-cair/). Diakses pada
tanggal 02 Juni.
Wibawa, I. 2012. Ekstraksi Cair-cair (http//indrawibawads.Wordpress.com).
Diakses pada tanggal 23 Maret.
Yazid, E. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Yogyakarta : Andi

Anda mungkin juga menyukai