Anda di halaman 1dari 17

Laporan Praktikum Fisiologi

Sikap Keseimbangan Badan dan Pemeriksaan


Pendengaran

Kelompok F9
Beatrice Elian T 102012160
Theresia 102012165
M. Tri Sudiro 102012178
Riama Sihombing 102012185
Sunny 102012325
Orlando 102012430
Josephine Talitha 102102457
Nurfitri 102011328

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510 Telp : (021) 5694-20
SIKAP DAN KESEIMBANGAN BADAN

I. Pengaruh Kedudukan Kepala dan Mata yang Normal terhadap Keseimbangan


Badan
1. Suruhlahlah orang percobaan berjalan mengikuti suatu garis lurus di lantai dengan
mata terbuka dan kepala serta badan dalam sikap yang biasa. Perhatikan jalannya dan
tanyakan apakah ia mengalami kesukaran dalam mengikuti garis lurus tersebut.
2. Ulangi percobaan diatas (no.1) dengan mata tertutup.
3. Ulangi percobaan diatas (no.1dan2) dengan:
a.Kepala dimiringkan dengan kuat ke kiri
b.Kepala dimiringkan dengan kuat ke kanan

Hasil Pengamatan :

1. Orang percobaan tidak mengalami kesulitan untuk mengikuti suatu garis lurus
dilantai.
2. Orang percobaan mengalami kesulitan dalam mengikuti garis lurus. Jalannya miring
kekanan.
3. a.Kepala dimiringkan dengan kuat ke kiri dengan mata tertutup, jalannya miring ke
kanan. Sedangkan ketika mata tidak tertutup jalannya lurus.
b.Kepala dimiringkan dengan kuat ke kanan dengan mata tertutup, jalannya tetap
miring ke kiri. Sedangkan ketika mata tidak tertutup, jalannya lurus.

Pembahasan :

Dari percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa kedudukan kepala dan mata yang
normal akan mempengaruhi keseimbangan badan. Ketika orang percobaan berjalan
dengan mata terbuka dan keadaan sikap kepala yang normal, orang percobaan tidak
mengalami kesulitan berjalan. Hal ini membuktikan bahwa keadaan mata yang normal
dan keadaan sikap kepala yang normal (dalam posisi tegak) memang mempengaruhi
keseimbangan badan. Sedangkan pada percobaan no. 3 a, ketika kepala orang percobaan
dimiringkan ke kiri atau ke kanan dengan mata terbuka, hasilnya orang percobaan bisa
berjalan lurus, namun perlu langkah yang lambat untuk tetap bisa menjaga keseimbangan
berjalan. Hal ini disebabkan adanya mata yang normal sehingga bisa menjaga arah
berjalan tetap lurus, namun kepala yang miring juga mempengaruhi keseimbangan
berjalan orang percobaan karena langkah berjalan menjadi lebih lambat. Pada percobaan
3 b, ketika kepala orang percobaan dimiringkan ke kiri atau ke kanan dengan mata
tetutup hasil yang diperoleh adalah orang percobaan akan berjalan miring sesuai dengan
arah berlawanan kedudukan dimana kepala itu dimiringkan. Jika kepala orang percobaan
dimiringkan ke kiri, maka orang percobaan akan berjalan ke kanan dan demikian pula
sebaliknya hasil untuk kepala yang dimiringkan ke kanan.

II. Percobaan dengan Kursi Barany


A. Nistagmus
1. Suruhlah orang percobaan duduk tegak di kursi Barany dengan kedua tangannya
memegang erat tangan kursi.
2. Tutup kedua matanya dengan sapu tangan dan tundukkan kepalanya 30º ke depan.
3. Putarlah kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur dan tanpa sentakan.
4. Hentikan pemutaran kursi dengan tiba-tiba.
5. Bukalah sapu tangan (buka mata) dan suruhlah orang percobaan melihat jauh ke
depan.
6. Perhatikan adanya nistagmus.
Tetapkan arah komponen lambat dan cepat nistagmus tersebut.
Apa yang dimaksudkan dengan rotator nystagmus dan prostoratory nystagmus?

Hasil Pengamatan :

Mata lateralisasi ke kiri dan ke kanan.

B. Tes Penyimpangan Penunjukkan (Past Pointing Test of Barany)


1. Suruhlah orang percobaan duduk tegak di kursi Barany dan tutuplah kedua
matanya dengan sapu tangan.
2. Pemeriksa berdiri tepat di muka kursi Barany sambil menghulurkan tangan kirinya
kearah orang percobaan.
3. Suruhlah orang percobaan meluruskan lengan kanannya ke depan sehingga dapat
menyentuh jari tangan pemeriksa yang telah diulurkan sebelumnya.
4. Suruhlah orang percobaan mengangkat lengan kanannya ke atas dan kemudian
dengan cepat menurunkannya kembali sehingga dapat menyentuh jari pemeriksa
lagi. Tindakan no.1 s/d 4 merupakan persiapan untuk tes yang sesungguhnya
sebagai berikut:
5. Suruhlah sekarang orang percobaan dengan kedua tangannya memegang erat
tangan kursi, menundukkan kepala 30º ke depan.
6. Putarlah kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur tanpa sentakan.
7. Segera setelah pemutaran, kursi dihentikan dengan tiba-tiba, suruhlah orang
percobaan menegakkan kepalanya dan melakukan tes penyimpangan penunjukkan
seperti di atas.
8. Perhatikan apakah terjadi penyimpangan penunjukkan oleh orang percobaaan. Bila
terjadi penyimpangan, tetapkanlah arah penyimpangannya. Teruskanlah tes
tersebut sampai orang percobaan tidak salah lagi menyentuh jari tangan pemeriksa.

Hasil Pengamatan :

OP mengalami dua kali kegagalan yang satu kekiri dan yang satu kekanan. Pada
tepukan yang ketiga baru berhasil.

C. Tes jatuh
1. Suruhlah orang percobaan duduk di kursi Barany dengan kedua tangannya
memegang erat tangan kursi. Tutuplah kedua matanya dengan saputangan dan
bungkukkan kepala dan badannya sehingga posisi kepala membentuk sudut 120o
dari posisi normal.
2. Putarlah kursi ke kanan 10 kali dalam 10 detil secara teratur dan tanpa sentakan
3. Segera setelah pemuaran kursi dihentikan dengan tiba-tiba, suruhlah orang
percobaan menegakkan kembali kepala dan badannya.
4. Perhatikan kearah mana dia akan jatuh dan tanyakan kepada orang percobaan ke mana
rasanya ia akan jatuh.
5. Ulangi tes jatuh ini, tiap kali pada orang percobaan lain dengan :
a.Memiringkan kepala kearah bahu kanan sehingga kepala miring 90 o terhadap posisi
normal.
b.Menengadahkan kepala ke belakang sehingga membuay sudut 60 o.
6. Hubungkan arah jatuh pada setiap percobaan dengan arah aliran endolimfe pada
kanalis semisirkularis yang terangsang.

Hasil Pengamatan :
1. tes jatuh 120 derajat = OP merasa jatuh ke kiri padahal kenyataanya jatuh ke kanan
2.tes jatuh miring 90 derajat = OP merasa jatuh ke kiri tetapi kenyataannya jatuh ke
belakang.
3.tes jatuh 60 derajat ke belakang= OP merasa jatuh ke kanan padahal kenyataanya
jatuhkekiri.

Pembahasan

Pada kanalis semisirkularis polarisasisama pada seluruh sel rambut pada tiap kanalis
dan pada rotasi sel-sel dapat tereksitasi dan terinhibisi. Ketiga kanalis ini hampir tegak
lururs satu dengan lainnya, dan masing-masing kanalis dari satu telinga terletak
hampir pada bidang ang sama dengan kanalis telinga satunya. Dengan demikian
terdapattiga pasang kanalis; horisontal kiri-horisontal kanan, anterior kiri-posterior
kanan, posterior kiri –anterior kanan. Pada waktu rotasi salah satu dari pasangan
kanalis akan tereksitasi sementara satunya akan terinhibisi. Misalnya bila kepala pada
posisi lurus normal fan terdapat percepatan dalam bidang horisontal yang
menimbulkan rotasike kanann maka serabu-serabut aferen dari kanalis horisontal
kanan akan tereksitasi sementara serabut serabut yang kiriakan terinhibisi. Jika rotasi
pada bidang vertikal misalnya rotasi kedepanmaka kanalis anterior kiri dan kanan
keduasisi akan tereksitasi sementara kanalis posterior akan terinhibisi.
Perlu diperhatikan bahwa percepatan sudut merupakan rangsangan yang adekuat untuk
serabut aferen kanalis semisirkularis. Suatu kecepatan rotasi yang konstan tidak akan
mengekssitasi serabut-serabut tersebut. Namun tentunya dalam mencapai suatu
kecepatan tertentu harus ada akselerasi, dan dipengaruhi akselerasi ini akan terus
berkurang hingga nol setelah beberapa saat hingga beberapa menit. Keterlambatan ini
disebabkan oleh pengolahan SSP dan inersia kupula serta viskositas endolimfe yang
menyebabkan kupula tertinggal dibelakang perubahan sudut kepala.Sebagai contoh
efek dari penghentian mendadak setelah suatu rotasi ke kanan searah jarum jam.
Perlambatan menuju kecepatan nol ini ekuivalen dengan percepatan arah yang
berlawanan searah jarum jam. Perlambatan menuju kecepatan nol ini ekuivalen dengan
percepatan kearah yang berlawanan, yaitu kekiri. Dengan demikian, serabut aferen
dari kanalis kiri aka tereksitasi sedangkan serabut yang kanan terinhibisi. Bila ini
dilakukan pada ruangan gelap maka subjek akan merasa bahwa ia berputar ke kiri,
setelah kupula kembali pada posisi istirahat subjek akan meras berhenti berputar.

Organ otolit terdiri dari : utrikulus dan sakulus, utrikulus yang terletak hampir
horisontal dan skulus yang terletak pada bidang hampir vertikal. Berbeda dengan sel
rambut kanalis semisirklaris, polarisasi sel rambut pada organ otolit tidak semuanya
sama. Pada makula utrikulus, kinosilia terletak di bagian samping sel rambut yang
terdekat dengan daerah sentral yaitu striola. Maka pada saat kepala miring atau
mengalami percepatan linear sebagaian serabut aferen akan tereksitasi sementara
lainnya akan terinhibisi. Namun demikian hal ini tidak berarti pembatalan respon pada
SSP. Serabut aferen dengan polarisasi tertentu dpat mengarahkan pada neuron-neuron
berbeda dalam nuklei vestibularis dan dapat melakukan fungsi-fungsi yang berbeda
pula. Dengan adanya polarisasi pada tiap makula maka SSP mendapat informasi
tentang gerak linea dalam tiga dimensi walaupun sesungguhnya hanya ada 2 makula.

Reflek vestibularis berjalan menuju SSP dan bersinap pada neuron inti vestibularis di
batang otak. Selanjutnya neuron vestibularis menuju kebagian alain dari otak, sebagian
langsung menuju motoneuron yang mensarafi otot-otot ekstraokular dan motoneuron
spinalis yang lain menju formatia retikularis batang otak, serebelum dan lainnya
Hubungan-hubungan langsung inti vestibularis dengan motoneuron ekstraokular
merupakan suatu jaras yang penting dalam mengendalikan gerakan mata dan reflek
vestibulo-okularis (RVO). RVO adalah gerakan mata yang mempunyai suatu
komponen ’lambat’ berlawanan arah dengan putaran kepala dan suatu komponen
’cepat’ yang searah dengan putaran kepala.

Komponen lambat mengkompensasi gerakan kepala dan berfungsi menstabilkan suatu


bayangan pada retina. Kompone cepat berfungsi untuk kembali mengarahkan tatapn ke
bagian lain dar lapangan pandangan. Perubahan arah gerakan mata selama rangsang
vestibularis merupakan suatu contoh dari nistagmus normal.Nistagmus adalah gerak
bola mata kian kemari yang terdiri dari fase lambat dan fase cepat. Fase lam bat
merupakam reaksisistem vestibuler terhadap ransangan sedangkan fase cepat
merupakan raksi kompensasinya. Nistagmus merupaka suatu parameter yang akurat
untuk menentukan aktivitas sistem vestibuler. Nistagmus adalah gejala yang berasal
dari satu sumbermeskipun nistagmus dan vertigo tidak selalu timbul bersamaan.dalam
keadaan terlatih dengan baikvertigo biasanya tidak diraskan meskipun nistagmus
ada.pada kelainan vestibuler perifer gejala vertigo dapat dihilangkan dengan latihan
yang baik. Nistagmus terdiri dari nistagmus horisontal, nistagmus vertikal dan
nistagmus rotoroar. Nistagmus merupakan parameter penting dalam tes kalori. Dimana
dapat emnentukam normal tidaknya sistem vestibuler, dan dapatjuga menduga ada
kelainan pada vestibuler sentral. Nistagmus juga penting dalam pegangan menentukan
diagnosa dengan tes nistagmus posisi. Ransangan normal akan selalu menimbulkan
gangguan vertigo., misalnya pada tes kalori. Ransangan abnormal dapat pula
menimbulkan gangguan vertigo bila terjadi kerusakan sistem vestibuler, misal pada
orang dengan paresis kanalakan merasa terganggu bila naik kapal. Ransangan noram
dapat pla menimbulkan vertigo pada orang normal bila situasinya berubah.

Sistem vestibuler sanga sensisitif terhadap perubahan konsentrasi O2 dalam darah,


oleh karena itu perubahan mendadak aliran darah dapat menimbulkan vertigo. Vertigo
tidak hanya timbul bila hanya terjadi perubahan O2 tetapi harus ada faktor lain yang
menyertai seperti sklerosi pada salah satu arteri auditiva interna atau salah satu arteri
terjepit. Dengan demikian bila ada perubahan konsentrasi O2 hanya satu sisi saja yang
mengadakan penyesuaian akibatnya terdapat perbedaan elektro potensial antara
vestibular kana dan kiri. Akibatnya terjadi serangan vertigo.Perubahan konsentrasiO2
dapat terjadimisalnya pada hipertensi, hipotensi spondiloartrosis servikal. Pada
kelainan vaso motor mekanisme erjadinya vertigo disebabkan oleh terjadinya
perbedaan prilaku antara arteri auditiva interna kanan dan kiri, sehingga menimbulkan
beda potensial pada keseimbangan badan dalam tes duduk di kursi barany.

D. Kesan
Cara Kerja :
1. Gunakan orang percobaan yang lain. Suruhlah orang percobaan duduk di kursi
Barany dan tutuplah kedua matanya dengan saputangan.
2. Putarlah kursi tersebut ke kanan dengan kecepatan yang berangsur-angsur
bertambah dan kemudian kurangilah kecepatan putarannyasecara berangsur-angsur
pula sampai berhenti.
3. Tanyakan kepada orang percobaan arah perasaan berputar :
a. Sewaktu kecepatan putar masih bertambah
b. Sewaktu kecepatan putar menetap
c. Sewaktu kecepatan putar dikurangi
d. Segera setelah kursi dihentikan
4. Berikan keterangan tentang mekanisme terjadinya arah perasaan berputar yang
dirasakan oleh orang percobaan.

Hasil Percobaan:
Kursi Barany diputar ke arah kanan dari sudut pandang OP
a) Sewaktu kecepatan putar masih bertambah : OP merasa berputar ke arah kiri.
b) Sewaktu kecepatan putar menetap : OP merasa berputar ke arah kiri.
c) Sewaktu kecepatan putar dikurangi : OP merasa berputar ke arah kiri.
d) Segera setelah kursi dihentikan : OP merasa berputar ke arah kanan.

Pembahasan:
Telinga dalam memiliki komponen khusus, yaitu aparatus vestibularis yang memberikan
informasi penting mengenai kesan (sensasi) keseimbangan. Aparatus vestibularis terdiri
dair dua set struktur yang terletak di dalam tulang temporalis di dekat cochlea, yaitu canalis
semicircularis dan organ otolit (utrikulus dan sakulus).
Canalis semicircularis mendeteksi akselerasi atau deselarasi anguler atau rotasional kepala,
misalnya ketika memulai atau berhenti berputar. Akselerasi (percepatan) atau deselarasi
(perlambatan) selama rotasi kepala ke segala arah yaitu seperti pada percobaan dimana OP
duduk di kursi Barany dan diputar. Hal ini menyebabkan pergerakan endolimfe di slah satu
canalis semicircularis. Ketika kepala mulai bergerak, saluran tulang dan bubungan sel
ra,but yang terbenam dalam kupula bergerak mengikuti gerakan kepala. Namun, cairan di
dalam canalis, yang tidak melekat ke tengkorak, mula-mula tidak ikut bergerak sesuai arah
rotasi, tetapi tertinggal di belakang karena adanya inersia. Ketika endolimfe tertinggal saat
kepala mulai berputar, endolimfe yang terletak sebidang dengan gerakan kepala pada
dasarnya bergeser dengan arah yang berlawanan dengan arah gerakan kepala. Gerakan
cairan ini menyebabkan kupula condong ke arah yang berlawanan dengan arah gerakan
kepala, membengkokkan rambut-rambut sensorik yang terbenam di dalamnya. Itu sebabnya
OP merasa arah putar berlawanan arah dengan arah putar kursi.
Apabila gerakan kepala berlanjut dalam arah dan kecepatan yang sama, endolimfe
akan menyusul dan bergerak bersama dengan kepala, sehingga rambut-rambut kembali ke
posisi tegak. Itu sebabnya OP merasa arah putar searah dengan arah putar kursi.
Ketika gerakan kepala melambat, keadaan sebaliknya yang terjadi. Endolimfe secara
singkat melanjutkan diri bergerak searah dengan rotasi kepala sementara kepala melambat
untuk berhenti. Akibatnya, kupula dan rambut-rambutnya secara sementara membengkok
ketika akselerasi. Pada saat endolimfe secara bertahap berhenti, rambut-rambut kembali
tegak. Canalis tidak berespon jika kepala tidak bergerak atau ketika bergerak secara
sirkuler dengan kecepatan tetap. Itu sebabnya OP merasa arah putaran berlawanan arah
dengan arah putar kursi ketika kecepatan putar mulai melambat dan OP merasa arah
putaran kursi searah dengan arah putar kursi ketika kecepatan putar telah dihentikan.

Kesimpulan:
Ketika kepala mulai bergerak dengan suatu kecepatan atau perlambatan, gerakan cairan
endolimfe di dalam canalis semicircularis akan menyebabkan kupula condong ke arah yang
berlawanan dengan arah gerakan kepala, sehingga OP merasa arah putaran berlawanan dengan
arah putar kursi. Sebaliknya, canalis tidak berespon jika kepala tidak bergerak atau ketika
bergerak secara sirkuler dengan kecepatan tetap. Itu sebabnya OP merasa arah putaran kursi
searah dengan arah putar kursi ketika kecepatan putar telah dihentikan.

III. Percobaan Sederhana untuk kanalis Semisirkularis Horizontalis.

Cara kerja :

1. Suruhlah orang percobaan dengan mata ditutup dan kepala ditundukan 30o , berputar
sambil berpegangan pada tongkat atau statif searah dengan jarum jam, lakukan sebanyak
10 kali dalam 30 detik.
2. Berhentikan OP dan meminta OP membuka matanya dan berjalan lurus ke muka.
3. Catat apa yang terjadi, lakukan juga dengan arah berlawanan arah jarum jam.

Hasil percobaan :

Jika putaran searah dengan jarum jam, OP jalan miring ke kanan, dan jika putaran berlawanan
arah dengan jarum jam, OP akan jalan miring ke kiri.

PEMERIKSAAN PENDENGARAN

Tujuan

1. Melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran menurut cara:


a) Rinne
b) Weber
c) Schwabah
2. Menyimpulkan hasil pemeriksaan tersebut di atas.
Alat

1. Penala dengan berbagai frekuensi


2. Kapas untuk menyumbat telinga.
Cara kerja:

A. CARA RINNE
1. Penala (frekuensi 256 atau yang lain) digetarkan dengan cara memululkan salah satu
ujung jarinya ke telapak tangan. Jangan sekali-kali memukulnya pada benda keras.
2. Ujung tangkai penala ditekan pada processus mastoideus salah satu telinga orang
percobaan.
3. Oarang percobaan ditanyakan apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di telinga
yang diperiksa, dan bila demikian orang percobaan harus segera memberi tanda bila
degungan bunyi itu menghilang.
4. Pada saat itu, penala di angkat oleh pemeriksa dari processus mastoideus orang
percobaan dan kemudian ujung jari penala ditempatkan di tempatkan sedekat-dekatnya di
depan liang telinga yang sedang diperiksa itu.
5. Hasil pemeriksaan Rinne dicatatkan seperti berikut:
Positif  bila orang percobaan masih mendengar dengungan secara hantaran
Aerotimpanal

Negatif  bila orang percobaan tidak lagi mendengar degungan secara hantaran
Aerotimpanal

B. CARA WEBER
1. Penala (frekuensi 256 atau yang lain) digetarkan dengan cara seperti no.A.1
2. Ujung tangkai penala ditekankan pada dahi orang percobaan di garis median
3. Orang percobaan ditanyankan apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama kuat
di kedua telinganya ataukah terjadi lateralisasi. Apakah yang dimaksudkan dengan
lateralisasi.
4. Bila orang percobaan tidak terdapat lateralisasi, maka untuk menimbulkan lateralisasi
buatan, salah atu telinganya ditutup dengan kapas dan pemeriksaan diulangi.
C. CARA SCHWABAH
1. Penala (frekuensi 256 atau yang lain) digetarkan dengan cara seperti no.A.1
2. Ujung tangkai penala ditekan pada processus mastoideus salah satu telinga orang
percobaan.
3. Orang percobaan disuruh mengacungkan tangan pada saat degungan bunyi menghilang.
4. Pada saat itu, penala dipindahkan dengan segera oleh pemeriksa ke processus
mastoideusnya sendiri. Pada pemeriksaan ini, telinga si pemeriksa dianggap normal. Bila
degungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh orang percobaan masih dapat di dengar
oleh pemeriksa, maka hasil pemeriksaan adalah schwabach memendek.
5. Apabila degungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh orang percobaan juga tidak
dapat di dengar oleh pemeriksa, maka hasil pemeriksaan mungkin schwabach normal
atau schwabach memanjang. Untuk memastikan hal ini, maka dilakukan pemeriksaan
seperti berikut: penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke
processus mastoideus si pemeriksa sampai tidak terdengar lagi, kemudian ujung tangkai
penala segera segera ditekankan ke processus mastoideus orang percobaan . bila
degungan setelah dinyatakn berhenti oleh si pemeriksa masih dapat di dengar oleh orang
percobaan, hasil pemeriksaaan adalah schwabach memanjang. Bila dengungan setelah
dinyatakan berhenti oleh pemeriksa juga tidak dapat didengar oleh orang percobaan,
maka hasil pemeriksaan adalah schwabach normal.

Hasil pemeriksaan :

I. Pemeriksaan Rinne
Bagian telinga yang diperiksa Keputusan pemeriksaan

Telinga kanan Positif

Telinga kiri positif

Hipotesis: orang percobaan mempunyai pendengaran yang normal.


II. Pemeriksaan cara Webber

Cara pemeriksaan Keputusan pemeriksaan

Kedua-dua telinga tidak ditutup Tidak terjadi lateralisasi


kapas

Telinga kanan ditutup dengan Lateralisasi ke telinga kanan yang ditutup kapas
kapas

Telinga kiri ditutup dengan Lateralisasi ke telinga kiri yang ditutup kapas
kapas

III. Pemeriksaan cara schwabach

Bagian telinga yang diperiksa keputusan Hipotesis

Telinga kanan Sama dengan pemeriksa Schwabach


normal atau
Telinga kiri Sama dengan pemeriksa
memanjang

Pemeriksaan untuk kepastian cara Schwabach

Bagian telinga yang diperiksa Keputusan Kesimpulan

Telinga kanan Sama dengan pemeriksa Schwabach


normal
Telinga kiri Sama dengan pemeriksa
IV. Hasil ketiga-tiga cara pemeriksaan.

Cara pemeriksaan Hasil pemeriksaan Kesimpulan

Cara Rinne Positif Telinga op tidak


mengalami masalah
cara webber Tidak terjadi lateralisasi
pendengaran/ketulian
Cara Schwabach Schwabach normal perseptif atau
konduktif.

Dasar Teori

Tes rinne

Percobaan rinne dilakukan dengan meletakan pangkal garpu tala yang bergetar di letakan
di processus mastoideus sampai subjek tidak lagi mendengarnya, lalu garpu tala tersebut
diletakan didekat telinga. Jika normal maka orang percobaan akan mendengar getaran di udara
setelah hantaran tulang selesai. Tetapi bila orang percobaan mengalami tuli hantaran maka
getaran di udara tidak terdengar lagi setelah hantaran tulang selesai, tetapi jika orang percobaan
mengalami tuli saraf maka getaran terdengar di udara setelah hantaran tulang selesai, selama tui
sarafnya bersifat parsial.

Tes weber

Apabila setelah dilakukan pemeriksaan orang percobaan mendengar dengungan penala


lebih keras di salah satu telinga berarti orang percobaan mengalami lateralisasi, tetapi apabila
dengungan penala dirasakan orang percobaan sama keras pada kedua telinga berarti orang
percobaan tidak mengalami lateralisasi.
Untuk dapat menimbulkan lateraIisasi buatan maka dapat dilakukan dengan menutup
salah satu telinga orang percobaan dengan kapas, maka orang percobaan dapat merasakan
dengungan yang lebih keras pada telinga yang tidak ditutupi oleh kapas. Maka terjadilah
lateralisasi.
Lateralisasi ada 2 yaitu lateraIisasi kanan (bila dengungan terasa lebih kuat dikanan) dan
lateralisasi kiri (bila dengungan terasa lebih kuat di kiri). Maka disini dapat disimpulkan bila
orang percobaan normal maka akan mendengar sama keras pada kedua sisi. Orang percobaan tuli
konduksi apabila suara terdengar lebih keras pada telinga yang sakit sebab efek masking dari
bising lingkungan tidak ada di sisi yang sakit. Orang percobaan tuli saraf apabila suara lebih
keras dari pada suara yang didengar oleh telinga normal.

Tes Schwabach
Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang dari penderita dengann hantaran
tulang pemeriksa dengan catatan bahwa telinga pemeriksa harus normal. Jika orang percobaan
mengalami tuli hantaran maka hantaran tulang lebih baik dari normal (gangguan hantaran
menyebabkan bising penyamaran tidak ada). Tetapi bila orang percobaan mengalami tuli saraf
maka hantaran tulang akan lebih buruk daripada hantaran norm Garpu tala yang telah disentuh
secara lunak diletakkan pangkalnya pada planum mastoiedum penderita.Kemudian kepada
penderita ditanyakan apakah mendengar, sesudah itusekaligus diinstruksikan agar mengangkat
tangannya bila sudah tidakmendengar dengungan. Bila penderita mengangkat tangan garpu tala
segeradipindahkan ke planum mastoideum pemeriksa.Ada 2 kemungkinan pemeriksa masih
mendengar dikatakan schwabachmemendek atau pemeriksa sudah tidak mendengar lagi. Bila
pemeriksa tidakmendengar harus dilakukan cross yaitu garpu tala mula-mula diletakkan. Pada
planum mastoideum pemeriksa kemudian bila sudah tidak mendengarlagi garpu tala segera
dipindahkan ke planum mastoideum penderita danditanyakan apakah penderita mendengar
dengungan.Bila penderita tidak mendengar lagi dikatakan schwabach normal dan bilamasih
mendengar dikatakan schwabach memanjang.

Pembahasan.

Cara Rinne

Ada 3 interpretasi dari hasil tes Rinne yang kita lakukan, yaitu :
Normal : Jika tes Rinne positif.

Tuli konduktif : Jika tes Rinne negatif.

Tuli perseptif : Jika tes Rinne positif.


Kesalahan pemeriksaan pada tes Rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun op.
Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan garpu tala tidak tegak lurus atau tangkai garpu
tala mengenai rambut op .

Kesalahan dari pasien misalnya op lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar
bunyi garpu tala saat kita menempatkan garpu tala di processus mastoideus pasien. Akibatnya
getaran kedua kaki garpu tala sudah berhenti saat kita memindahkan garpu tala di depan liang
telinga.

Tes Weber

Tujuan kita melakukan tes Weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua
telinga pasien. Jika telinga op mendengar lebih keras pada 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke
sisi telinga tersebut. Jika kedua telinga op mendengar dengan kekuatan bunyi yang sama berarti
tidak ada lateralisasi.

Ada 3 interpretasi dari hasil tes Weber yang kita lakukan, yaitu :

Normal : Jika tidak ada lateralisasi.

Tuli konduktif : Jika op mendengar lebih keras pada telinga yang sakit.

Tuli perseptif : Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sehat.

Lateralisasi: Lateralisasi adalah kejadian di mana bunyi yang di dengar tidak sama kuat antara
telinga kanan dan telinga kiri(bunyi didengar keras ke salah satu sisi)

Tes Schwabach

Ada 3 interpretasi dari hasil tes Schwabach yang kita lakukan, yaitu :

Normal : Schwabch normal.

Tuli konduktif : Schwabach memanjang.

Tuli perseptif : Schwabach memendek.


Kesalahan pemeriksaan pada tes Schwabach dapat saja terjadi. Misalnya tangkai garpu tala tidak
berdiri dengan baik, kaki garpu tala tersentuh, atau op lambat memberikan isyarat tentang
hilangnya bunyi.

Tuli konduktif dan tuli perseptif

Kelainan hantaran melalui udara menunjukkan adanya tuli konduktif, berarti ada kelainan
(biasanya sumbatan) di telinga luar atau telinga tengah, seperti atresia liang telinga, eksostosis
liang telinga, serumen dan sumbatan tuba eustachi. Tuli konduktif ini terjadi apabila gelombang
suara tidak secara adekuat dihantarkan melalui telinga tangah dan telinga luar untuk
menggetarkan cairan di telinga dalam.

Kelainan di telinga dalam menyebabkan tuli perseptif. Pada tuli perseptif, gelombang suara
disalurkan ke telinga dalam, tetapi gelombang tersebut tidk diterjemahkan menjadi sinyal saraf
yang diinterpretasikan oleh otak sebagai sensasi suara. Defek mungkin terletak pada organ corti,
pada saraf auditorius, atau jalur auditorius ascendens, atau yang jarang pada korteks auditorius
itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai