Anda di halaman 1dari 10

Laporan Praktikum Fisiologi Blok 6

Pemeriksaan Pendengaran,
Sikap, dan Keseimbangan Badan

Kelompok: D-6

Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat

Praktikum 1- Pemeriksaan Pendengaran


Dasar Teori
Test Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang
denganhantaran udara pada satu telinga pasien. Ada 2 macam tes Rinne, yaitu :

 Penala dibunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus


padaplanum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien
tidak mendengarbunyinya, segera penala kita pindahkan didepan meatus akustikus
eksternus pasien. TesRinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya
tes Rinne negatif jika pasientidak dapat mendengarnya.
 Penala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara tegak
lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus
akustikuseksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi penala didepan
meatus akustikus eksternus lebih keras daripada dibelakang meatus akustikus
eksternus ( planum mastoid). Tes Rinne positif jika pasien mendengar didepan meatus
akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknyates Rinne negatif jika pasien mendengar
didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah ataulebih keras dibelakang.
Test Weber
Tujuan melakukan tes Weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara
kedua telingapasien. Cara kita melakukan tes Weber yaitu membunyikan penala lalu
tangkainyakita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang
mendengaratau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih
keras pada satu telingamaka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua telinga
pasien sama-sama tidak mendengaratau sama-sama mendengar maka berarti tidak ada
lateralisasi.
Test Schwabach
Bertujuan untuk membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara
pemeriksa(normal) dengan probandus. Penguji meletakkan pangkal penala yang sudah
digetarkan padapuncak kepala probandus. Probandus akan mendengar suara penala itu makin
lama makinmelemah dan akhirnya tidak mendengar suara penala lagi. Pada saat probandus
tidak mendengar suara penala, maka penguji akan segera memindahkan penala itu, ke puncak
kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi
pembandingdua kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar suara, atau tidak mendengar
suara.
Tabel 1. Membedakan Tuli Konduktif dan Tuli Sensorineural pada Tes Penala

Rinne Weber Schwabach


Normal Mendengar vibrasi di Mendengar sama Sama panjang antara
udara setelah pada kedua telinga pemeriksa dan pasien
konduksi di tulang
selesai
Tuli konduktif Vibrasi di udara tidak Suara terdengar pada Konduksi tulang
terdengar setelah telinga yang sakit lebih baik
konduksi di tulang karena tidak adanya dibandingkan normal
selesai masking effect pada (defek konduksi
sisi yang sakit. meniadakan masking
effect)
Tuli perseptif Vibrasi pada udara Suara terdengar pada Konduksi tulang
(sensorineural) terdengar setelah telinga normal lebih buruk
konduksi di tulang dibandingkan
selesai, sepanjang normal.
sarafnya parsial

Tujuan
1. Melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran secara kualitatif menurut cara
Rinne sebagai tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran
melalui tulang pada telinga yang diperiksa.
2. Melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran secara kualitatif menurut cara
Weber sebagai tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga
kiri dengan telinga kanan.
3. Melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran secara kualitatif menurut cara
Schwabach sebagai tes untuk membandingkan hantaran tulang orang diperiksa
dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
4. Mendemonstrasikan cara untuk melakukan tes pendengaran yang benar.
5. Memahamiinterprestasi dari hasil percobaaan dari tes pendengaran yang
didapat.

Alat
1. Penala dengan berbagai frekuensi (128 Hz, 288 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz)
2. Kapas untuk menyumbat telinga

Cara Kerja

I. Cara Rinne
1. Penala 288 Hz digetarkan dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya ke
telapak tangan. Jangan sekali-kali memukulkannya pada benda yang keras.
2. Ujung tangkai penala ditekankan pada processus mastoideus(di belakang meatus
acusticus externus) salah satu telinga orang percobaan (OP).
3. Ditanyakan kepada OP apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di bagian
depan meatus acusticus externus yang diperiksa, bila demikian OP segera memberi
tanda bila dengungan bunyi itu menghilang.
4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari processus mastoideus OP dan
kemudian ujung jari penala ditempatkan sedekat-dekatnya di depan liang telinga yang
sedang diperiksa itu.
5. Hasil pemeriksaan Rinne dicatat sebagai berikut
a. Positif: bila OP masih mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal.
b. Negative: bila OP tidak lagi mendengar secara hantaran aerotimpanal.

II. Cara Weber

1. Penala 288 Hz digetarkan dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya ke
telapak tangan.
2. Ujung tangkai penala ditekankan pada dahi OP di garis median (garis tengah vertikal).
3. Ditanyakan kepada OP apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama kuat di
kedua telinganya ataukah terdengar lebih keras pada satu sisi (lateralisasi).
4. Bila pada OP tidak terdapat lateralisasi, maka untuk menimbulkan lateralisasi secara
buatan, salah satu telinganya ditutup dengan kapas dan pemeriksaannya diulangi.
Hasil pemeriksaan dicatat.

III. Cara Schwabach

1. Penala 288 Hz digetarkan dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya ke
telapak tangan.
2. Ujung tangkai penala ditekankan pada processus mastoideus salah satu telinga OP.
3. OP diminta untuk mengacungkan tangannya pada saat dengungan bunyi menghilang
4. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari procesus
mastoideusnya sendiri. Pada pemeriksaan ini telinga si pemeriksa dianggap normal.
Bila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh OP masih dapat didengar
oleh si pemeriksa maka hasil pemeriksaan ialah Schwabach memendek.
5. Apabila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh OP juga tidak dapat
didengar oleh pemeriksa maka hasil pemeriksaan mungkin Schwabach normal atau
Schwabach memanjang. Untuk memastikan hal ini maka dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut :
A. Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke processus
mastoideus si pemeriksa sampai tidak terdengar lagi, kemudian ujung tangkai
penala segera ditekankan ke procesus mastoideus OP.
B. Bila dengungan (setelah dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa) masih dapat
didengar oleh OP hasil pemeriksaan adalah Schwabach memanjang.
C. Bila dengungan (setelah dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa) juga tidak dapat
didengar oleh OP hasil pemeriksaan adalah Schwabach normal.
6. Hasil pemeriksaan dicatat.

Hasil pemeriksaan
Tabel 2. Hasil pemeriksaan pendengaran cara Rinne, W eber, dan Schwabach

Nama OP Frekuensi Hasil pemeriksaan Interpretasi


penala (Hz) Rinner Weber Schwabach
Raja Ahmad 288 Positif Tidakada Sama dengan OP normal
lateralisasi pemeriksa
Abdul Azis 288 Positif Tidakada Sama dengan OP normal
lateralisasi pemeriksa

Pembahasan
Melalui pemeriksaan ini, didapatkan bahwa kedua OP tidak menunjukkan adanya
kelainan pendengaran seperti tuli perseptif atau tuli konduktif. Untuk menimbulkan getaran
pada penala, hanya salah satu jari pada penala yang dipukul dan bukan keduanya karena
bunyi getaran pada penala sangat kuat dan dikhawatiri boleh mengakibatkan pekak. Penala
hanya dipukul pada telapak tangan dan tidak pada objek keras karena penala boleh patah.
Pada pemeriksaan cara Rinne, ujung tangkai penala yang digetarkan ditekan pada processus
mastoideus di belakang meatus akustikus eksternus untuk mewujudkan gelombang bunyi
konduktif melalui tulang. Setelah itu, dilakukan hantaran secara aerotimpanal yaitu melalui
partikel udara yang bergetar. Hasil Rinne positif apabila OP masih mendengar
dengungan secara hantaran aerotimpanal menunjukkan bahwa hantaran gelombang
bunyi melalui udara lebih baik dibanding hantaran melalui tulang (processus
mastoideus).
Kesalahan pemeriksaan pada tes Rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa
maupunpasien. Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan penala tidak tegak lurus,
tangkai penala mengenai rambut pasien dan kaki penala mengenai aurikula pasien. Juga
bisakarena jaringan lemak processus mastoideus pasien tebal.Kesalahan dari pasien misalnya
pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi penala saat kita
menempatkan garputala di planum mastoid pasien penala pada processu
mastoideusnya.Akibatnya getaran kedua kaki penala sudah berhenti saat kita memindahkan
penala kedepan meatus akustukus eksternus.
Pada tes Weber, ujung tangkai penala yang digetarkan ditekan pada dahi OP di garis
median karena getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga
akan terdengardiseluruh bagian kepala. Pada orang normal, kedua telinga dapat
mendengar dengan jelas tanpa diskriminasi. Maka, tidak ada lateralisasi yang berlaku.
Dalam konteks pemeriksaan pendengaran cara Weber, lateralisasi adalah suatu
keadaan di mana seseorang hanya mendengar bunyi penala di satu telinga sahaja. Hal
ini berlaku pada orang yang mempunyai cairan atau pus di dalam cavum timpani yang
menyebabkannya bergetar bila ada bunyi, maka segala getaran akan didengarkan di
sebelah yang sakit. Oleh karena itu, tes Weber boleh digunakan untuk mengidentifikasi
telinga mana yang sakit.
Pada tes Schwabach, konduksi tulang OP dibandingkan dengan pemeriksa yang
normal. Jika OP normal, hasil tes Schwabach adalah sama panjang antara OP dan
pemeriksa. Schwabach memendek berlaku bila konduksi tulang lebih buruk dibanding
normal, dan ini sering terjadi pada tuli sensorineural (perseptif). Setelah dipastikan
bahwa OP tidak menunjukkan tanda Schwabach memendek, pemeriksaan lanjutan harus
dilakukan untuk mengetahui apakah OP Schwabach normal atau Schwabach panjang.
Schwabach panjang terjadi bila konduksi tulang lebih baik dibanding normal. Ia sering terjadi
pada tuli konduktif.
Secara keseluruhan, ketiga tes ini dapat mengenal pasti seseorang itu mempunyai
pendengaran yang normal, tuli konduktif, tuli perseptif, atau tuli campuran (konduktif dan
perseptif).

Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan pada kedua OP, maka didapatkan interpretasi hasil
normal. Hal ini menunjukan tidak adanya kelainan atau gangguan pendengaran pada kedua
OP.

Sikap dan Keseimbangan Badan


Dasar Teori
Aparatus vestibular merupakan organ yang berperan dalam keseimbangan.
Jaringan tulang menutupi saluran-saluran bermembran. Saluran tersebut terdiri dari duktus
koklearis, tiga kanalissemisirkularis, utrikulus dan sakulus. Akan tetapi, duktus koklearis
(skala media) lebih berperandalam pendengaran dibanding keseimbangan. Di dalam
sakulus dan utrikulus, terdapat suatu areasensorik yang kecil (diameter sekitar 2 mm) yang
disebut sebagai makula.
Makula terdiri dari sel-sel rambut yang sisi basolateralnya bersinaps dengan
nervusvestibularis. Sedangkan silianya tertanam di lapisan gelatinosa. Pada lapisan gelatinosa
ini jugaterdapat kristal kalsium karbonat yang disebut statokonia/otolith. Otolith mempunyai
berat jenissebesar 2-3 kali lipat disbanding jaringan/cairan disekitarnya. Berat jenis
yang besar ini berperanuntuk menarik silia ke arah gravitasi. Pada setiap sel rambut,
terdapat 50-70 silia kecil(stereosilia) dan satu silia besar (kinosilium). Kinosilium terletak di
tepi permukaan apikal selrambut, dan kinosilium yang terletak di sebelahnya berukuran
semakin kecil. Cara kerja selrambut di aparatus vestibular sama dengan sel rambut di
organ Corti.
Di dekat utrikulus, terdapat tiga kanalis semisirkularis: anterior, posterior, dan lateral.
Pada satu ujung setiap kanalis semisirkularis terdapat pembesaran yang disebut ampula.
Didalamampula ini terdapat suatu hubungan yang disebut krista ampularis. Ketika kepala
seseorangbergerak, inersia cairan endolimfe yang terdapat dalam kanalis
semisirkularis menyebabkancairan cenderung diam, sedangkan kanalis semisirkularis
ikut bergerak bersama kepala. Hal inimenyebabkan cairan bergerak dari saluran ke
ampula, yang akhirnya mendorong kupula kesatuarah.
Dalam kupula terdapat ratusan silia yang dapat terstimulasi jika membengkok (seperti
selrambut di organ Corti). Kinosilia pada kupula mengarah ke satu arah, berbeda dengan sel
rambutpada makula. Jika kupula terdorong ke satu arah, maka sel rambut terdepolarisasi.
Pada posisi berdiri seimbang, susunan saraf pusat berfungsi untuk menjaga pusat
massatubuh(center of body mass) dalam keadaan stabil dengan batas bidang tumpu
tidak berubahkecualitubuh membentuk batas bidang tumpu lain (misalnya:
melangkah). Pengontrolkeseimbangan pada tubuh manusia terdiri dari tiga komponen
penting, yaitu sistem informasisensorik (visual, vestibular dan somatosensoris), central
processing dan efektor.
Pada sistem informasi, visual berperan dalam contras sensitifity (membedakan
pola danbayangan) dan membedakan jarak. Selain itu masukan (input) visual berfungsi
sebagaikontrolkeseimbangan, pemberi informasi, serta memprediksi datangnya
gangguan. Bagian vestibularberfungsi sebagai pemberi informasi gerakan dan posisi
kepala ke susunan saraf pusat untuk respon sikap dan memberi keputusan tentang
perbedaan gambaran visual dan gerak yangsebenarnya.
Posisi tubuh ketika berdiri dapat dilihat kesimetrisannya dengan : kaki selebar sendi
pinggul,lengan di sisi tubuh, dan mata menatap ke depan. Walaupun posisi ini dapat
dikatakan sebagaiposisi yang paling nyaman, tetapi tidak dapat bertahan lama, karena
seseorang akan segeraberganti posisi untuk mencegah kelelahan.

Tujuan

 Mendemonstrasikan kepentingan kedudukan kepala dan mata dalam


mempertahankan keseimbangan badan pada manusia.
 Mendemonstrasikan dan menerangkan pengaruh percepatan sudut dengan:
- kursi Barany
- berjalan mengelilingi statif

Alat
1. Kursi putar Barany
2. Tongkat atau statif yang panjang

Cara Kerja
I. Pengaruh Kedudukan Kepala dan Mata yang Normal terhadap Keseimbangan
Badan

1. OP diminta untuk berjalan mengikuti suatu garis lurus dilantai dengan mata terbuka
dan kepala serta badan dalam sikap yang biasa. Jalannya diperhatikan dan ditanyakan
apakah ia mengalami kesukaran dalam mengikuti garis lurus tersebut.
2. Percobaan no.1 diulangi dengan mata tertutup.
3. Percobaan no.1 dan 2 diulangi dengan:
 Kepala dimiringkan dengan kuat ke kiri
 Kepala dimiringkan dengan kuat ke kanan

II. Percobaan dengan kursi Barany

A. Nistagmus
1. OP diminta untuk duduk tegak di kursi Barany dengan kedua tangannya memegang
erat tangan kursi.
2. Kedua matanya ditutup dengan sapu tangan dan kepalanya ditundukkan 30o ke depan.
3. Kursi diputarkan ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur tanpa hentakan.
4. Pemutaran kursi dihentikan dengan tiba-tiba.
5. Sapu tangan dibuka (buka mata) dan OP disuruh melihat jauh ke depan.
6. Perhatikan adanya nistagmus. Tetapkan arah komponen lambat dan cepat nistagmus
tersebut.

B. Proses penyimpangan penunjukan (past pointing test of Barany)


1. OP duduk tegak di kursi Barany dan kedua matanya ditutup dengan sapu tangan.
2. Pemeriksa berdiri tepat di muka kursi Barany sambil mengulurkan tangan kirinya ke
arah OP.
3. OP meluruskan lengan kanannya ke depan sehingga dapat menyentuh jari tangan
pemeriksa yang telah diulurkan sebelumnya.
4. OP mengangkat lengan kanannya ke atas dan kemudian dengan cepat
menurunkannya kembali sehingga dapat menyentuh jari pemeriksa lagi.
Tindakan 1-4 merupakan persiapan untuk tes yang sesungguhnya sebagai berikut :
5. Dengan kedua tangannya memegang erat tangan kursi, OP menundukkan kepala 30˚
ke depan.
6. Putarlah kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur tanpa sentakan.
7. Kursi dihentikan dengan tiba-tiba.OP menegakkan kepalanya dan melakukan tes
penyimpangan penunjukan seperti di atas.
8. Perhatikan apakah terjadi penyimpangan penunjukan oleh OP. Bila terjadi
penyimpangan, tetapkanlah arah penyimpangannya. Teruskanlah tes tersebut sampai
OP tidak salah lagi menyentuh jari tangan pemeriksa.

C. Tes jatuh
1. OP duduk di kursi Barany dengan kedua tangannya memegang erat tangan kursi.
Kedua matanya ditutup dengan sapu tangan. Kepala dan badannya dibungkukkan
sehingga posisi kepala membentuk sudut 120˚ dari posisi normal.
2. Kursi diputarkan ke kanan 10 kali dalam 10 detik secara teratur dan tanpa
sentakan.
3. Segera setelah pemutaran kursi dihentikan dengan tiba-tiba, OP menegakkan
kembali kepala dan badannya.
4. Perhatikan ke mana dia akan jatuh dan tanyakan kepada OP ke mana rasanya ia
akan jatuh.
5. Tes jatuh ini diulangi, tiap kali pada OP lain dengan :
a. Memiringkan kepala kearah bahu kanan sehingga kepala miring 90˚
terhadap posisi normal.
b. Menengadahkan kepala ke belakang sehingga membuat sudut 60˚.

D. Kesan (sensasi)
1. OP yang lain duduk di kursi Barany dan kedua matanya ditutup dengan sapu
tangan.Kepala dan badannya dibungkukkan sehingga posisi kepala membentuk
sudut 120˚ dari posisi normal.
2. Kursi tersebut diputarkan ke kanan dengan kecepatan yang beransur-ansur
bertambah dan kemudian kecepatan putarannya dikurangi secara beransur-ansur
pula sampai berhenti.
3. OPditanyakan tentang arah perasaan berputar :
a. Sewaktu kecepatan berputar masih bertambah.
b. Sewaktu kecepatan putar menetap.
c. Sewaktu kecepatan putar dikurangi.
d. Segera setelah kursi dihentikan.

4. Tes sensasi ini diulangi, tiap kali pada OP lain dengan :


a. Memiringkan kepala kearah bahu kanan sehingga kepala miring 90˚
terhadap posisi normal.
b. Menengadahkan kepala ke belakang sehingga membuat sudut 60˚.
III. Percobaan Sederhana untuk Kanalis Semisirkularis Horisontalis
1. Denganmata tetutup dan kepala ditundukkan 30˚, OP berputar sambil berpegangan
pada statif, menurut arah jarum jam, sebanyak 10 kali dalam 30 detik.
2. OPdisuruh berhenti, kemudian membuka matanya dan berjalan lurus ke muka.
3. Perhatikan apa yang terjadi.
4. Percobaan ini diulangi dengan putaran menurut arah yang berlawanan dengan arah
jarum jam.

Hasil Pemeriksaan
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Pengaruh Kedudukan Kepala dan Mata yang Normal terhadap
Keseimbangan Badan

Mata Terbuka Mata Tertutup


Kepala dimiringkan Ke kiri Ke kanan
dengan kuat ke kiri
Kepala dimiringkan Ke kanan Ke kiri
dengan kuat ke kanan

Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Sikap dan Keseimbangan Badan Menggunakan Kursi Barany
(Percobaan II A, B, C, dan D)

Posisi Jenis dan arah Arah Gerakan Sensasi


kepala nistagmus penyimpangan kompensasi
(komponen cepat) penunjukan (arah jatuh)
30˚ ke Nistagmus Deviasi ke arah
depan horizontal, kanan
gerakannya berada
mata di sekitar
aksis visual
60˚ ke Ke kanan Rasanya ke
belakang belakang
nyatanya ke
depan
120˚ ke Ke kiri Rasanya ke
depan depannyatanya
ke belakang
Miring Ke depan Rasanya ke
90 ke kanan
bahu nyatanya ke
kanan kiri

Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Percobaan Sederhana untuk kanalis Semisirkularis Horizontal


Searah jarum jam Berlawanan arah jarum
jam
Mata tertutup dan kepala Berjalan ke kiri dan ke kanan Berjalan ke arah kanan dan
ditundukan 30o lurus
Pembahasan
Pada percobaan pertama. Ketika mata OP tertutup dapat dilihat bagaimana cara
berjalannya yang berbeda arah dengan posisi kepala yang dimiringkan. Misalnya saat
dimiringkan kuat ke kiri dengan mata tertutup sikap berjalan OP ke arah kanan. Hal ini
disebabkan adanya pengaruh mata dan kepala yang tak dapat difungsionalkan secara
maksimal sebagai akibat dari tertutupnya mata. OP belajar untuk mempertahankan
keseimbangannya dengan berjalan berlawanan arah sehingga beban yang seharusnya
dipikulnya ke kiri tidak bertambah banyak. Begitu pun dengan sebaliknya. Sedangkan pada
mata OP terbuka dan dimiringkan ke arah kiri, OP mampu memlihat jelas posisi
keseimbangan dan arah berjalannya. Hal tersebut terjadi disebabkan adanya pengaruh kinerj
mata yang dioptimalkan dengan baik dan kepala yang berusaha mempertahankan posisi awal.
Pada percobaan ke dua mengenai nistagmus. Rotatory nistagmus adalah
pergerakan rotasi bola mata yang tanpa disadari, cepat, dan berulang-ulang. Ketika
dilakukannya percobaan ini pada komponen cepat maka pergerakan rotatory nistagmus
sama bergeraknya dengan rotasi pergerakan kepala 30o ke depan. Sedangkan pada
postrotatory nistagmus yang merupakan pergerakan bola mata ketika selesainya pergerakan
kepala adalah saat melakukan laterofleksi ke kanan maka rotasi bola mata akan
bergerak ke vertikal dan saat menundukkan kepala arah rotasi bola mata ke
horizontal.1Penyimpangan penunjukan akan terjadi diawal fase berakhirnya perputaran OP
dikursi barany. Besar pengaruh mata dan pergerakan tubuh terhadap organ vestibular
membuat OP sulit (melesat) untuk meraih jari tangan pemeriksa dikarenakan pengaruh
perputaran rotasi masih terasa sensasinya namun lambat laun OP akan mampu menyentuh jari
tangan apabila sepersekian detik selesainya pengaruh sensasi perputaran kursi barany.
Adanya OP jatuh berkebalikan arah pun disebabkan oleh aliran endolimf
pada kanalis semisirkularis yang cukup lambat. Ketika kecepatan putar masih
bertambah kepala mulai mengalami percepatan pergerakan dengan cairan endolimf yang
masih tertinggal dibelakang membuat kupula dan rambut-rambut bengkok ke arah yang
berlawanan dengan pergerakan kepala guna mempertahankan diri. Kecepatan putar pun stabil
membuat cairan endolimf mengejar ketinggalan pergerakan kepala namun berlawanan arah
karena adanya keterlambatan memulai sedangkan kupula dan rambut-rambut pun sudah tidak
bengkok dan stabil. Saat kecepatan mulai dikurangi, pergerakan kepala mulai menurun,
cairan endolimf masih bergerak stabil, dan kupula mulai sedikit membengkok sebagai hasil
imbas dari pergerakan cairan endolimf yang cukup lambat. Maka ketika kecepatan di
hentikan, pergerakan kepala diam namun cairan endolimf tetap bekerja ke posisi berlawanan
dan membuat kupula serta rambut-rambut bengkok total seperti semula.2
Pada percobaan ke tiga,OP akan sulit untuk berjalan lurus ke depan sesuai alur yang
telah ditentukan. Dikarenakan jalur yang telah ditetapkan membuat OP bimbang dalam
menemukan keseimbangan yang tepat sebagai akibat pengaruh perputaran tubuh di tongkat
statif baik searah jarum jam maupun berlawanan arah jarum jam.3

Kesimpulan
Kanalis semisirkularis berisi cairan endolimf dan pada salah satu ujungnya yang
membesar (ampula), berisi reseptor keseimbangan. Setiap reseptor tersebut terdiri dari sel-sel
bersillia dan sel-sel penyangga yang ditutupi oleh suatu selaput (kupula). Karena
kelembamannya, maka endolimf yang terdapat di dalam kanalis semisirkularis akan
bergerak ke arah yang berlawanan dengan arah putaran. Aliran endolimf akan
mendorong kupula melengkungkan silianya dari sel-sel rambut yang akan membuat sel
bersillia terangsang dan berubah menjadi impuls sensori yang akan ditransmisikan ke pusat
keseimbangan di otak. Kanalis semisirkularis merupakan organ keseimbangan dinamis
yaitu memberikan respons terhadap pemutaran tubuh. Oleh karena itu, sikap dan
keseimbangan badan kerap ditentukan oleh pergerakan kanalis semisirkularis pada organ
vestibular manusia.

Daftar pustaka
1. Ganong. Review of Medical Physiology. Lange Medical Books/McGraw-Hill Medical;
2005. p.186.
2. Sherwood L. Introduction to Human Phisiology. 8th edition. United States: Department
of physiology and Pharmacology School of Medicine West Virginia University; 2013.
p.236-9.
3. Jeyaratnam J, Koh D. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1996. h.243.

Anda mungkin juga menyukai