Pemeriksaan Pendengaran
Pemeriksaan Pendengaran
Pemeriksaan Pendengaran,
Sikap, dan Keseimbangan Badan
Kelompok: D-6
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat
Tujuan
1. Melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran secara kualitatif menurut cara
Rinne sebagai tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran
melalui tulang pada telinga yang diperiksa.
2. Melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran secara kualitatif menurut cara
Weber sebagai tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga
kiri dengan telinga kanan.
3. Melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran secara kualitatif menurut cara
Schwabach sebagai tes untuk membandingkan hantaran tulang orang diperiksa
dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
4. Mendemonstrasikan cara untuk melakukan tes pendengaran yang benar.
5. Memahamiinterprestasi dari hasil percobaaan dari tes pendengaran yang
didapat.
Alat
1. Penala dengan berbagai frekuensi (128 Hz, 288 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz)
2. Kapas untuk menyumbat telinga
Cara Kerja
I. Cara Rinne
1. Penala 288 Hz digetarkan dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya ke
telapak tangan. Jangan sekali-kali memukulkannya pada benda yang keras.
2. Ujung tangkai penala ditekankan pada processus mastoideus(di belakang meatus
acusticus externus) salah satu telinga orang percobaan (OP).
3. Ditanyakan kepada OP apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di bagian
depan meatus acusticus externus yang diperiksa, bila demikian OP segera memberi
tanda bila dengungan bunyi itu menghilang.
4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari processus mastoideus OP dan
kemudian ujung jari penala ditempatkan sedekat-dekatnya di depan liang telinga yang
sedang diperiksa itu.
5. Hasil pemeriksaan Rinne dicatat sebagai berikut
a. Positif: bila OP masih mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal.
b. Negative: bila OP tidak lagi mendengar secara hantaran aerotimpanal.
1. Penala 288 Hz digetarkan dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya ke
telapak tangan.
2. Ujung tangkai penala ditekankan pada dahi OP di garis median (garis tengah vertikal).
3. Ditanyakan kepada OP apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama kuat di
kedua telinganya ataukah terdengar lebih keras pada satu sisi (lateralisasi).
4. Bila pada OP tidak terdapat lateralisasi, maka untuk menimbulkan lateralisasi secara
buatan, salah satu telinganya ditutup dengan kapas dan pemeriksaannya diulangi.
Hasil pemeriksaan dicatat.
1. Penala 288 Hz digetarkan dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya ke
telapak tangan.
2. Ujung tangkai penala ditekankan pada processus mastoideus salah satu telinga OP.
3. OP diminta untuk mengacungkan tangannya pada saat dengungan bunyi menghilang
4. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari procesus
mastoideusnya sendiri. Pada pemeriksaan ini telinga si pemeriksa dianggap normal.
Bila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh OP masih dapat didengar
oleh si pemeriksa maka hasil pemeriksaan ialah Schwabach memendek.
5. Apabila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh OP juga tidak dapat
didengar oleh pemeriksa maka hasil pemeriksaan mungkin Schwabach normal atau
Schwabach memanjang. Untuk memastikan hal ini maka dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut :
A. Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke processus
mastoideus si pemeriksa sampai tidak terdengar lagi, kemudian ujung tangkai
penala segera ditekankan ke procesus mastoideus OP.
B. Bila dengungan (setelah dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa) masih dapat
didengar oleh OP hasil pemeriksaan adalah Schwabach memanjang.
C. Bila dengungan (setelah dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa) juga tidak dapat
didengar oleh OP hasil pemeriksaan adalah Schwabach normal.
6. Hasil pemeriksaan dicatat.
Hasil pemeriksaan
Tabel 2. Hasil pemeriksaan pendengaran cara Rinne, W eber, dan Schwabach
Pembahasan
Melalui pemeriksaan ini, didapatkan bahwa kedua OP tidak menunjukkan adanya
kelainan pendengaran seperti tuli perseptif atau tuli konduktif. Untuk menimbulkan getaran
pada penala, hanya salah satu jari pada penala yang dipukul dan bukan keduanya karena
bunyi getaran pada penala sangat kuat dan dikhawatiri boleh mengakibatkan pekak. Penala
hanya dipukul pada telapak tangan dan tidak pada objek keras karena penala boleh patah.
Pada pemeriksaan cara Rinne, ujung tangkai penala yang digetarkan ditekan pada processus
mastoideus di belakang meatus akustikus eksternus untuk mewujudkan gelombang bunyi
konduktif melalui tulang. Setelah itu, dilakukan hantaran secara aerotimpanal yaitu melalui
partikel udara yang bergetar. Hasil Rinne positif apabila OP masih mendengar
dengungan secara hantaran aerotimpanal menunjukkan bahwa hantaran gelombang
bunyi melalui udara lebih baik dibanding hantaran melalui tulang (processus
mastoideus).
Kesalahan pemeriksaan pada tes Rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa
maupunpasien. Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan penala tidak tegak lurus,
tangkai penala mengenai rambut pasien dan kaki penala mengenai aurikula pasien. Juga
bisakarena jaringan lemak processus mastoideus pasien tebal.Kesalahan dari pasien misalnya
pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi penala saat kita
menempatkan garputala di planum mastoid pasien penala pada processu
mastoideusnya.Akibatnya getaran kedua kaki penala sudah berhenti saat kita memindahkan
penala kedepan meatus akustukus eksternus.
Pada tes Weber, ujung tangkai penala yang digetarkan ditekan pada dahi OP di garis
median karena getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga
akan terdengardiseluruh bagian kepala. Pada orang normal, kedua telinga dapat
mendengar dengan jelas tanpa diskriminasi. Maka, tidak ada lateralisasi yang berlaku.
Dalam konteks pemeriksaan pendengaran cara Weber, lateralisasi adalah suatu
keadaan di mana seseorang hanya mendengar bunyi penala di satu telinga sahaja. Hal
ini berlaku pada orang yang mempunyai cairan atau pus di dalam cavum timpani yang
menyebabkannya bergetar bila ada bunyi, maka segala getaran akan didengarkan di
sebelah yang sakit. Oleh karena itu, tes Weber boleh digunakan untuk mengidentifikasi
telinga mana yang sakit.
Pada tes Schwabach, konduksi tulang OP dibandingkan dengan pemeriksa yang
normal. Jika OP normal, hasil tes Schwabach adalah sama panjang antara OP dan
pemeriksa. Schwabach memendek berlaku bila konduksi tulang lebih buruk dibanding
normal, dan ini sering terjadi pada tuli sensorineural (perseptif). Setelah dipastikan
bahwa OP tidak menunjukkan tanda Schwabach memendek, pemeriksaan lanjutan harus
dilakukan untuk mengetahui apakah OP Schwabach normal atau Schwabach panjang.
Schwabach panjang terjadi bila konduksi tulang lebih baik dibanding normal. Ia sering terjadi
pada tuli konduktif.
Secara keseluruhan, ketiga tes ini dapat mengenal pasti seseorang itu mempunyai
pendengaran yang normal, tuli konduktif, tuli perseptif, atau tuli campuran (konduktif dan
perseptif).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan pada kedua OP, maka didapatkan interpretasi hasil
normal. Hal ini menunjukan tidak adanya kelainan atau gangguan pendengaran pada kedua
OP.
Tujuan
Alat
1. Kursi putar Barany
2. Tongkat atau statif yang panjang
Cara Kerja
I. Pengaruh Kedudukan Kepala dan Mata yang Normal terhadap Keseimbangan
Badan
1. OP diminta untuk berjalan mengikuti suatu garis lurus dilantai dengan mata terbuka
dan kepala serta badan dalam sikap yang biasa. Jalannya diperhatikan dan ditanyakan
apakah ia mengalami kesukaran dalam mengikuti garis lurus tersebut.
2. Percobaan no.1 diulangi dengan mata tertutup.
3. Percobaan no.1 dan 2 diulangi dengan:
Kepala dimiringkan dengan kuat ke kiri
Kepala dimiringkan dengan kuat ke kanan
A. Nistagmus
1. OP diminta untuk duduk tegak di kursi Barany dengan kedua tangannya memegang
erat tangan kursi.
2. Kedua matanya ditutup dengan sapu tangan dan kepalanya ditundukkan 30o ke depan.
3. Kursi diputarkan ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur tanpa hentakan.
4. Pemutaran kursi dihentikan dengan tiba-tiba.
5. Sapu tangan dibuka (buka mata) dan OP disuruh melihat jauh ke depan.
6. Perhatikan adanya nistagmus. Tetapkan arah komponen lambat dan cepat nistagmus
tersebut.
C. Tes jatuh
1. OP duduk di kursi Barany dengan kedua tangannya memegang erat tangan kursi.
Kedua matanya ditutup dengan sapu tangan. Kepala dan badannya dibungkukkan
sehingga posisi kepala membentuk sudut 120˚ dari posisi normal.
2. Kursi diputarkan ke kanan 10 kali dalam 10 detik secara teratur dan tanpa
sentakan.
3. Segera setelah pemutaran kursi dihentikan dengan tiba-tiba, OP menegakkan
kembali kepala dan badannya.
4. Perhatikan ke mana dia akan jatuh dan tanyakan kepada OP ke mana rasanya ia
akan jatuh.
5. Tes jatuh ini diulangi, tiap kali pada OP lain dengan :
a. Memiringkan kepala kearah bahu kanan sehingga kepala miring 90˚
terhadap posisi normal.
b. Menengadahkan kepala ke belakang sehingga membuat sudut 60˚.
D. Kesan (sensasi)
1. OP yang lain duduk di kursi Barany dan kedua matanya ditutup dengan sapu
tangan.Kepala dan badannya dibungkukkan sehingga posisi kepala membentuk
sudut 120˚ dari posisi normal.
2. Kursi tersebut diputarkan ke kanan dengan kecepatan yang beransur-ansur
bertambah dan kemudian kecepatan putarannya dikurangi secara beransur-ansur
pula sampai berhenti.
3. OPditanyakan tentang arah perasaan berputar :
a. Sewaktu kecepatan berputar masih bertambah.
b. Sewaktu kecepatan putar menetap.
c. Sewaktu kecepatan putar dikurangi.
d. Segera setelah kursi dihentikan.
Hasil Pemeriksaan
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Pengaruh Kedudukan Kepala dan Mata yang Normal terhadap
Keseimbangan Badan
Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Sikap dan Keseimbangan Badan Menggunakan Kursi Barany
(Percobaan II A, B, C, dan D)
Kesimpulan
Kanalis semisirkularis berisi cairan endolimf dan pada salah satu ujungnya yang
membesar (ampula), berisi reseptor keseimbangan. Setiap reseptor tersebut terdiri dari sel-sel
bersillia dan sel-sel penyangga yang ditutupi oleh suatu selaput (kupula). Karena
kelembamannya, maka endolimf yang terdapat di dalam kanalis semisirkularis akan
bergerak ke arah yang berlawanan dengan arah putaran. Aliran endolimf akan
mendorong kupula melengkungkan silianya dari sel-sel rambut yang akan membuat sel
bersillia terangsang dan berubah menjadi impuls sensori yang akan ditransmisikan ke pusat
keseimbangan di otak. Kanalis semisirkularis merupakan organ keseimbangan dinamis
yaitu memberikan respons terhadap pemutaran tubuh. Oleh karena itu, sikap dan
keseimbangan badan kerap ditentukan oleh pergerakan kanalis semisirkularis pada organ
vestibular manusia.
Daftar pustaka
1. Ganong. Review of Medical Physiology. Lange Medical Books/McGraw-Hill Medical;
2005. p.186.
2. Sherwood L. Introduction to Human Phisiology. 8th edition. United States: Department
of physiology and Pharmacology School of Medicine West Virginia University; 2013.
p.236-9.
3. Jeyaratnam J, Koh D. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1996. h.243.