Waham
A. MASALAH UTAMA
Perubahan proses pikir : waham
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
Waham adalah suatu keadaan di mana seseorang individu mengalami sesuatu
kekacauan dalam pengoperasian dan aktivitas – aktivitas kognitif (Townsend,
2010).
Waham adalah keyakinan yang salah secara kokoh dipertahankan walaupun
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal
(Stuart dan Sundeen, 2012).
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas
yang salah , keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya , ketidakmampuan merespon stimulus internal dan eksternal
melalui proses interaksi / informasi secara akurat (Yosep , 2009).
2. Tanda dan Gejala
a. Tanda dan gejala berdasarkan jenis :
1) Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus ,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “saya ini pejabat di departemen kesehatan lho..” atau “saya
punya tambang emas”
2) Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan
/ mencederai dirinya , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai
kenyataan.
Contoh : “saya tahu… seluruh saudara ingin mneghancurkan hidup saya
karena merasa iri dengan kesuksesan saya.”
3) Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan , diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “kalau saya masuk surge saya harus menggunakan pakaian
putih setiap hari.”
4) Waham somatic
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu / terserang
penyakit , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “saya sakit kanker” , setelah pemeriksaan laboratorium tidak
ditemukan tanda – tanda kanker namun pasien terus mengatakan bahwa
ia terserang kanker.
5) Waham nihilistic
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia / meninggal ,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “ini kana lam kubur ya , semua yang ada adalah roh – roh”.
b. Tanda dan gejala umum
1) Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakinninya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
2) Klien tampak tidak mempunyai orang lain
3) Curiga
4) Bermusuhan
5) Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan
6) Takut dan sangat waspada
7) Tidak tepat menilai lingkungan/realitas
8) Ekspresi wajah tegang
9) Mudah tersingung
5. Sumber Koping
Ada beberapa sumber koping individu yang harus dikaji yang dapat
berpengaruh terhadap gangguan otak dan prilaku kekuatan dalam sumber koping
dapat meliputi seperti : modal intelegensi atau kreativitas yang tinggi. Orang tua
harus secara aktif mendidik anak-anaknya, dewasa muda tentang keterampilan
koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dan pengamatan. Sumber
keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup,
ketersediaan waktu dan tenaga dan kemampuan untuk memberikan dukungan
secara berkesinambungan.
6. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang
menakutkan dengan respon neurobiologist yang maladaptive meliputi: regresi
berhubungan dengan masalah proses informasi dengan upaya untuk mengatasi
ansietas, proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi, menarik
diri, pada keluarga: mengingkari.
C. Pohon masalah
D. Masalah keperawatan
1. Ganggguan proses pikir : waham
2. Harga diri remdah kronik
3. Kerusakan komunikasi verbal
F. Diagnosa Keperawatan
Diagnose keperawatan klien dengan waham berdasarkan pohon masalah :
a. Gangguan proses pikir : waham
b. Harga diri rendah kronik
c. Kerusakan komunikasi verbal
Contoh Rencana Keperawatan Gangguan Proses Pikir : Waham dalam Bentuk Strategi
Pelaksanaan
Klien Keluarga
NO
SP1P SP1K
1. Membantu orientasi realita. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluar
dalam merawat pasien.
2. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan
terpenuhi. jenis waham yang dialami pasien serta proses
terjadinya.
3. Membantu pasien memenuhi
kebutuhannya Menjelaskan cara merawat pasien waham
4. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP2P SP2K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat
pasien. pasien dengan waham
2. Berdiskusi tentang kemampuan yang Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat
dimiliki langsung kepada pasien waham
3. Melatih kemampuan yang dimiliki
SP3P SP3K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas
pasien di rumah termasuk minum obat
2. Memberikan pendidikan kesehatan Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
tentang penggunakan obat secara teratur
Menganjurkan pasien memasukkan
3. dalam jadwal kegiatan harian
GANGGUAN ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI
A. Masalah Utama
Pasien dengan masalah isolasi sosial (menarik diri)
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan
kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi
tidak mampu untuk membuat kontak ( Carpenito, 1998 ).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Towsend,1998).
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang
lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia
mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang
dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (DepKes, 1998).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain. Selain itu menarik diri merupakan
suatu tindakan melepaskan diri baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan
sosial secara langsung (isolasi diri) (Stuart dan Sundeen, 1995).
Menarik Diri adalah suatu tindakan melepaskan diri dari alam sekitarnya, individu
tidak ada minat dan perhatian terhadap lingkungan sosial secara langsung. (Petunjuk
teknis Askep pasien gangguan skizofrenia hal 53).
Perilaku menarik diri adalah suatu usaha menghindari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak menyadari
kesempatan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain yang
dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (Budi Anna Keliat, 1999).
2. Tanda Dan Gejala Menarik Diri (Budi Anna Keliat, 1998)
a. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
b. Menghindar dari orang lain (menyendiri)
c. Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien
lain/perawat
d. Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
e. Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
f. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau
pergi jika diajak bercakap-cakap
g. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
6. Mekanisme Koping
Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial antara lain
proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan identifikasi
proyeksi.
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan persepsi sensori
2. Isolasi sosial : menarik diri
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
A. Masalah Utama
Resiko perilaku kekerasan
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain.
Sering di sebut juga gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon
terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun
orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol
(Kusumawati,dkk.2010:81).
2. Manifestasi Klinis
Jelaskan tanda dan gejala kepada klien pada tahap marah, kritis atau perilaku
kekerasa, dan kemungkinan bunuh diri. Muka merah, tegang, pandangan mata tajam,
mondar-mandi, memukul, iritable, sensitif dan agresif (Kusumawati, dkk. 2010:83).
Tanda dan gejala, perilaku kekerasan yaitu suka marah, pandangan mata tajam, otot
tegang dan nada suara tinggi, berdebat, sering pula memaksakan kehendak ,merampas
makanan dan memukul bila tidak sengaja (Prabowo,2014:143).
a. Motor agitaton
Gelisah, mondar mandir, tidak dapat duduk tenang, otot tegang, rahang
mengencang, pernapasan meningkat, mata melotot, pandangan mata tajam.
b. Verbal
Memberikan kata-kata ancaman melukai, disertai melukai ptingkat ringan, bicara
keras, nada suara tinggi, berdebat
c. Efek
Marah, bermusuhan, kecemasan berat, efek baik, mudah tersinggung
d. Tingkat kesadaran
Binggung, kacau, perubahan sttus mental, disorientasi, dan gaya ingat menurun
(Prabowo, 2014:143). Pada pengkajian awal dapat dietahui alasan utama klien ke
rumah sakit adalah perilaku kekerasan dirumah. Kemudian perawat dapat
melakukan pengkajian dengan cara :
1) Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,
berdebat. Seringpula tampak klien memaksakan kehendak : merampas
makanan, memukul jika tidak senang.
2) Wawancara : diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda
marah yang dirasakan klien (Kusumawati, dkk. 2010:83).
3. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik pada dirinya sendiri maupun orang lain,
disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol.
Gambar 1. Rentang Respons Marah (Kusumawati, dkk. 2010:81).
a. Respon adaptif
1) Peryataan ( Assertion) Respon marah dimana individu mampu menyatakan
atau mengungkapkan rasa marah, rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan atau
menyakiti orang lain. Hal ini biasanya akan memberikan kelegaan.
2) Frustasi Respons yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan,
kepuasan atau rasa aman yang tidak biasanya dalam keadaan tersebut individu
tidak menemukan alternatif lain.
b. Respon maladaftif
1) Pasif
Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mampu untuk mengungkapkan
perasaan yang sedang dialami untuk menghindari suatu tuntutan nyata
2) Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan individu untuk
menuntut suatu yang dianggapnya benar.
3) Amuk dan kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilang kontrol, dimana
individu dapat merusak diri sendiri, serta lain maupun lingkungan
(Prabowo,2014:141-142).
4. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
1) Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
timbul agresif atau perilaku kekerasan,contohnya: pada masa anak-anak yang
mendapat perilaku kekerasan cenderung saat dewasa menjadi pelaku perilaku
kekerasan.
2) Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka kekerasan yang
diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi dan
dijadikan perilaku yang wajar.
3) Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap
pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah kekerasan adalah hal yang
wajar.
4) Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik, lobus frontal,
lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter ikut menyumbang
terjadi perilaku kekerasan
b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian
masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
4. Sumber Koping
Sumber koping dapat berupa aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan,
teknik defensive, dukungan social, dan motivasi. Hubungan antara individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat sangat berperan penting pada saat ini. Sumber koping
lainnya termasuk kesehatan dan energy, dukungan spiritual, keyakinan positif,
keterampilan menyelesaikan masalah dan social, sumber daya sosian dan material, dan
kesejahteraan fisik.
Keyakinan spiritual dan melihat diri positif dapat berfungsi sebagai dasar
harapan dan dapat mempertahankan usaha seseorang mengatasi hal yang paling buruk.
Keterampilan pemecahan masalah termasuk kemampuan untuk mencara informasi,
mengidentifikasi masalah, menimbang alternative, dan melaksanakan rencana
tindakan.
5. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk melindungi diri
antara lain :
a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat untuk
suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluran secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiasakan kemarahanya kepada objek lain
seperti meremas remas adonan kue ,meninju tembok dan sebagainya, tujuanya
adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginannya yang tidak baik, misalnya
seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual
terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temanya tersebut mencoba
merayu, menyumbuny.
c. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kedalam sadar.
Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuannya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa benci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan.
Sehingga perasaan benci itu ditekankan dan akhirnya ia dapat melupakanya. d.
Reaksi formasi
d. Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan melebihi
lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan mengunakanya sebagai
rintangan. Misalnya seseorang yang tetarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orng tersebut dengan kuat.
e. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada objek yang tidak
begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya, Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan 14
hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermain
pedang-pedangan dengan temannya (Prabowo,2014:144).
C. Pohon Masalah
Efek/Akibat resiko mencederai diri sendiri, lingkungan, dan orang
lain.
perilaku kekerasan
Core/Problem
D. Masalah keperawatan
Perilaku kekerasan
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
F. Diagnosis Keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan sekarang dan yang lalu
c. Dsikusikan perasaan, tanda, dan gejala yang dirasakan pasien jika terjadi
penyebab perilaku kekerasan
d. Diskusikan bersama pasien tentang perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada
saat marah
e. Diskusikan bersama pasien akibat perilaku kekerasan yang ia lakukan
f. Diskusikan bersama pasien cara mengendalikan perilaku kekerasan
g. Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik
h. Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara sosial/verbal
i. Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual
j. Bantu pasien mengendalikan perilaku kekerasan dengan patuh minum obat
k. Ikut sertakan pasien dalam TAK stimulasi persepsi untuk mengendalikan perilaku
kekerasan.
A. MASALAH UTAMA
Resiko bunuh diri (RBD)
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian (Gail W. Stuart, 2006). Bunuh diri adalah pikiran untuk menghilangkan
nyawa sendiri (Isaacs, Ann, 2005). Bunuh diri adalah ide, isyarat dan usaha bunuh
diri, yang sering menyertai gangguan depresif dan sering terjadi pada remaja
(Harold Kaplan, 2004). Perilaku bunuh diri meliputu isyarat-isyarat, percobaan atau
ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka atau mernyakiti diri
sendiri (Yosep, Iyus. 2009).
3. Rentang Respon
a. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahan diri
secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertolongan diri. Sebagai
contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda
mengenai loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
b. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko
mengalami perilaku destruktif atau menyalakan diri sendri terhadap situasi
yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah
semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpimnan
padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang
tepat atau maladaptive terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk
mempertahankan diri. misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya
yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau
bekerja seenaknya dan tidak optimal.
d. Pencederaan diri. Seorang melakukan percobaan bunuh diri tau pencederaan
diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan tindakan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.
4. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perlakuk destrukti
diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
1) Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidup dengancara bunuh
diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan bunu diri
adalahgangguan affektif, penyalahgunaan zat, dan skizorenia
2) Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungan dengn besarnya resiko bunuh
diri adalah antipasti, implusif, dan depresi
3) Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perlakuk bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dekungan social, kejadian-kejadian
negate dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian.
Kekuatan dukungan social sangat penting dalam meciptakan itervensiyang
terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons
seseorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain
4) Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh
diri
5) Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa paa klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peninfktan zat-zat kimia yang terdapat didalam otak seperti serotin,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui
ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG)
b. Faktor Presipitasi
Perilaku estruktif diri dapat ditumbulkan oleh stress berlebihan yang dialami
oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan. Faktor lain yang dapat menjadi penetus adalah melihat atau
membaca melalui media engenai orang yang melakukan bunuh dii ataupun
prcobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi
sangat rentan
5. Sumber Koping
Pasien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku destruktif- diri. Sering kali pasien secara sadar memilih
untuk bunuh diri.
6. Mekanisme Koping
Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang
berhubungan dengan prilaku destruktif- diri tidak langsung adalah penyangkalan,
rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi
C. Pohon Masalah
STRATEGI PELAKSANAAN
SP1P SP1K
1)mengidentifikasi jenisnHalusinASI 1) Mendiskusikan masalah yang di rasakan
Klien. keluarga dalam merawat klien.
2)Mengintifikasi isi Halusinasi Klien. 2) Memberikan pendidikan kesehatan
3) Mengidentifikasi Waktu Halusinasi tentang pengertian halusinasi ,jenis
Klien. halusinasi yang di alami klien ,tanda dan
4)Mengindetifikasi Frekuensi Halusinasi gejala Halusinasi,serta proses terjadinya
Klien. Halusinasi.
5) Mengidentifikasi situasi yang dapat 3) Menjelaskan cara merawat klien dengan
menimbulkan Halusinasi Klien. Halusinasi.
6) Mengidentifikasi respon klien
terhadap Halusinasi Klien.
7) Mengajarkan klien menghardik
halusinasi.
8)Menganjurkan Klien memasukan cara
menghardik ke dalam kegiatan harian
SP2P SP2K
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan 1 Melatih keluarga memperaktikkan cara
harian klien merawat klien dengan Halusinasi.
2) Melatih klien menghadapi 2 Melatih keluarga melakukan cara
halusianasi dengan cara bercakap- merawat langsung kepada klien halusinasi
cakap dengan orang lain
3) Menganjurkna klien memasukkan
kedalam jadwal kegiatan harian
Sp3p SP3K
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan 1) Membantu keluarga membuat jadwal
harian klien. aktivitas di rumah termasuk minum obat
2) Melatih klien mengendalikan (discharge planning).
halusinasi dengan cara melakukan 2) Menjelaskan pollow up klien setelah
kegiatan. pulang.
3) Menganjurkan klien memasukkan
kedalam jadwal kegiatan harian
Sp4p
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian klien
2) Memberikan penkes tentang
pengunaan obat secara teratur.
3) Menganjurkan klien
memasukkan kedalam jadwal
kegiatan harian.
6. Mekanisme Koping
a. Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi pertumbuhan belajar dan
mencapai tujuan. Kategori ini adalah klien bisa memenuhi kebutuhan
perawatan diri secara mandiri.
b. Mekanisme koping maladaptif
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,
menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkingan. Kategori adalah
tidak mau merawat diri (Damaiyanti, 2012)
C. Pohon Masalah
Effect Isolasi Sosial: menarik diri
2. Tindakan keperawatan
a) Melatih pasien cara perawatan kebersihan diri
b) Membantu pasien latihan berhias
c) Melatih pasien makan secara mandiri
d) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
A. Masalah Utama
Gangguan Masalah HDR (Harga Diri Rendah)
Selaian data diatas, dapat juga mengamati penampilan seseorang dengan harga diri
rendah, terlihat darikurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi,
selera makan kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebbih banyak
menunduk, bicara lambat dengan suara nada lemah. (Iskandar, 2014: 40)
3. Rentang Respon
Respon Respon
Adaptif Maladaptif
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapinya
1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang
positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang
negatif dari dirinya. (Eko, 2014: 102)
b. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu krtika dia tidakmampu
lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
1) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya yang
negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
2) Kerancuan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga tidak
memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
3) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu mempunyai
kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu berhubungan dengan orang lain
secara intim. Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan
baik dengan orang lain. (Eko, 2014:102)
4. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
1) Factor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai
tangguang jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan idial diri yang
tidak realistis.
2) Factor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotype peran gender,
tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya.
3) Factor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan orang
tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur social.
(Iskandar,2014:39)
b. Faktor Presipitasi
Menurut yosep (2009), factor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya
adalah kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan
atau produktifitas yang menuurun.
Secara umum, gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi secara
situasional atau kronik. Secara situasional karena trauma yang muncul secara tiba-
tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakan, perkosaan atau dipenjara, termasuk
dirumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena penyakit
fisik atau pemasanagan alat bantu yang mebuat yang mebuat klien tidak nyaman.
Harga diri rendah kronik biasanya dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum
dirawat klien sudah memiliki pikiran negative dan meningkt saat dirawat.
(Iskandar, 2014:39-40)
5. Sumber Koping
a. Aktivitas olahraga dan aktivitas lain di luar rumah
b. Hobi dan kerajinan tangan
c. Seni yang ekpresif
d. Kesehatan dan kerawatan diri
e. Pekerjaan, vokasi, atau posisi
f. Bakat tertentu
g. Kecerdasan
h. Imaginasi dan kreativitas
i. Hubungan interpersonal
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping jangka pendek yang bisa dilakukan pasien harga diri rendah adalah
kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis, misalnya pemakaian obat-
obatan, kerja keras, nonton tv terus menerus. Kegiatan mengganti identitas sementara,
misalnya ikut kelompok social, keagamaan dan politik. Kegiatan yang memberi
dukungan sementara, seperti menikuti suatu kompetisi atau kontes popularitas,
kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara, seperti penyaahgunaan
obat-obatan. Jika mekanisme koping jangka pendek tidak memberi hasil yang
diharapkan individu akan mengembangkan mekanisme koping jangka panjang. (Eko,
2014:106)
C. Pohon Masalah
Efek/Akibat isolasi social
F. Diagnosis Keperawatan
1. Harga diri rendaj
2. Isolasi sosial
3. Koping keluarga inefektif
SP Pasien
Sp1 :
a. Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
b. Membantu pasienmenilai kemampuan yang masih dapat digunakan
c. Membantu pasien memilih kemampuan yang akan dilatih
d. Melatih kemampuan yang sudah dipilih
e. Menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah di latih dalam rencana harian
Sp2 :
a. Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan pasien
b. Latihan dapat dilanjutkan untuk kemampuan lain sampai semua kemampuan
dilatih.
c. Setiap kemampuan yang dimiliki akan meningkatkan harga diri pasien.
SP Keluarga
Sp1 :
Mendiskusikan msalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien dirumah,
menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala HDR, cara merawat pasien HDR,
mendemonstrasikan cara merawat & memberi kesempatan untuk mempraktekkan cara
merawat.
Sp2 :
Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung dihadapan pasien
Sp 3:
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.
A. Masalah Utama
Halusinasi
3. Rentang Respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam
rentang respon neurobiologi.
a. Pikiran logis : yaitu ide yang berjalas secara logis dan koheren.
b. Persepsi akurat : yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indar yang
didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang
ada di dalam maupun diluar dirinya.
c. Emosi konsisten : yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar di
sertai banyak- banyak komponen fisiologik yang biasanya berlangsung tidak
lama.
d. Perilaku sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian
masalah masih dapat diterima oleh norma- norma social dan budaya umum yang
belaku.
e. Hubungan social harmonis : yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan
antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerja sama.
f. Proses piker kadang tergantung (ilusi) : yaitu manifestasi dari dari persepsi impuls
eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada
area tertentu diotak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah
dialami sebelumnya.
g. Emosi berlebihan atau kurang : yaitu manifestasi perasaan atau afek keluar
berlebihan atau kurang.
h. Perilaku atau tidak sesuai atau biasa : yaitu perilaku individu berupa tindakan
nyata dalam penyesuaian masalahnya tidak diterima oleh norma- norma sesial
atau berbudaya umum yang berlaku.
i. Perilaku aneh atau tidak biasa : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma- norma social atau budaya
umum yang berlaku.
j. Menarik diri : yaitu percobaan untuk menghindari interksi dengan orang lain,
menghindari orang lain.
k. Isolasi sosial : menghindari dan dihindari lingkungan social dan berinteraksi.
4. Penyebab
a Faktor Predisposisi
1) faktor perkembangan terlambat.
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
3) Faktor sosialisasi budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang
terlalu tinggi.
1) Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri
tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri
negative dan koping deskruptif.
2) Faktor biologis.
Adanya kegiatan terhaddap fisik, berupa : atropi otak, pembesaran ventrikel,
perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbic.
3) Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizophrenia diturunkan melalui kromosom
tertentu. Namun demikian kromosom yang berada yang menjadi faktor
penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahapan penelitian.
Diduga letak gen skizoprenia adalah kromosom nomor enam, dan kontribusi
genetik tambahan nomor 4, 8, 5, dan 22. Anak kembar identic memiliki
kemungkinan mengalami skizoprenia sebesar 50% jika salah satunya
mengalami skizofrenia, sementara jika dizyote peluangnya sebesar 15%,
seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang
15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tua skizofrenia maka
peluangnya menmjadi 35%.
b Faktor Presipitasi
1) Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidak seimbangan irama sikardian, kelelahan dan
infeksi, obat- obatan, system saraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan
untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
2) Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan
kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktifitas sehari-sehari, sukar dalam
berhubungan dengan orang lain, isolasi social, kurangnya dukungan social,
tekanan kerja (kurang tampil dalam bekerja), stigmasasi, kemiskinan,
kurangnya alat transportasi dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
3) Sikap
Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri), merasa
gagal (kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri), kehilangan
kendali diri (demonstrasi), merasa punya kekuatan berkelebihan, merasa
malang (tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual), bertindak tidak seperti
orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya keampuan sosialisasi,
perilaku asertif, perilaku kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan ketidak
adekuatan penanganan gejala.
5. Sumber Koping
a. Aset ekonomi.
b. Kemampuan dan keahlian.
c. Teknik defensif.
d. Sumber sosial.
e. Motivasi.
f. Kesehatan dan energi.
g. Kepercayaan.
h. Kemampuan memecahkan masalah.
i. Kemampuan sosial.
j. Sumber sosial dan material.
k. Pengetahuan.
l. Stabilitas budaya.
6. Mekanisme Koping
a. Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari- hari
b. Proyeksi : menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jaawab kepada orang lain
c. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
C. Pohon Masalah
F. Diagnosis Keperawatan
1. Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
2. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Isolasi social : menarik diri
4. Gangguan konsep diri : HDR
5. Difisit perawatan diri
TINDAKAN KEPERAWATAN
a. Tindakan keperawatan pada pasien
1. Tujuan keperawatan
a) Pasien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya
b) Pasien dapat mengontrol halusinasi
c) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
2. Tindakan keperawatan
a) Bantu pasien menganli halusinasi
b) Melatih pasien mengontrol halusinasi
1) Menghardik halusinasi
2) Bercaka-cakap dengan orang lain
3) Melakukan aktivitas yang terjadwal
4) Minum obat secara teratur
SP PASIEN
SP 1 Pasien: membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara mengontrol halusinasi,
mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan menghardik.
SP 2 Pasien: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain
SP 3 Pasien: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan Melakukan aktivitas yang
terjadwal
SP 4 Pasien: melatih pasien minumobat secara teratur
b. Tindakan keperawatan pada keluarga
1. Tujuan keperawatan
a) Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien, baik dirumah maupun di RS
b) Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien
2. Tindakan keperawatan
a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
b) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian, jenis halusinasi yang
dialami, tanda gejala, proses terjadinya dan cara merawat pasien halusinasi.
c) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memeragakan cara merawat pasien
d) Buat perencanaan pulang dengan keluarga
Nama Klien :
DX. Medis :
No. CM :
Ruangan :
Dx Perencanaan
Tg No
Keperawat Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
l Dx
an
Gangguan TUM :
Persepsi Klien tidak 1. Ekspresi wajah 1. Bina hubungan saling percaya
Sensori : mencederai bersahabat dengan mengungkapkan prinsip
halusinasi orang lain menunjukan komunikasi terapentik.
Tuk 1 : rasa senang ada a. Sapa klien dengan ramah baik
Klien dapat kontak mata. verbal maupun non verbal
membina Mau berjabat b. Perkenalkan diri dengan sopan
hubungan tangan, mau c. Tanyakan nama lengkap klien
saling menyebutkan dan nama panggilan yang
percaya nama, mau disukai klien
menjawab d. Jelaskan tujuan pertemuan
salam, klien e. Jujur dan menepati janji
mau duduk f. Tunjukan sikp simpati dan
berdampingan menerima apa adanya
dengan perawat, g. Beri perhatian pada kebutuhan
mau dasar klien
mengungkapkan
masalah yang
dihadapi.