Anda di halaman 1dari 22

MENGKONTROL EMOSI UNTUK MENJAGA

KEMAMPUAN BERPRESTASI
SECARA OPTIMAL

OLEH :
KUMBUL
090014128/M

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN OLAHRAGA


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2001

0
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Ditengah bangsa Indonesia yang sedang bergumul dalam berbagai sektor

pembangunan, bidang olahraga juga mendapat perhatian masyarakat dan

pemerintah. Salah satu hasil pembangunan olahraga yang sangat didambakan,

baik para atlet dan pembinanya maupun para anggota masyarakat secara luas,

adalah terciptalah prestasi puncak para atlet Indonesia. Prestasi puncak addalah

kemampuan atlet atau anggota kelompok (tim) untuk menciptakan prestasi

maksimal, sehingga dapat lebih banyak berbicara di arena pertandingan olahraga

nasional maupun internasional (Drs. Abdul Hamid Tjatjo MP, 1989).

Berbagai kalangan mengemukakan pendapat bahwa untuk peningkatan

prestasi olahraga diperlukan perombakan dan perubahan sistem manajement yang

selama ini dilaksanakan, antara lain masalah lembaga-lembaga dan kurikulum

olahraga di sekolah serta para guru dan pelatih yang memerlukan peningkatan

ketrampilan. Demikian pula sistem pembinaan atlet secara langsung seperti

metode dan strategi latihan, sarana dan prasarana, masalah gizi dan penerapan

berbagai ilmu pengetahuan yang relevan dengan pembinaan ini. Berdasarkan

urutan diatas, terlihat betapa luas masalah yang menyangkut usaha peningkatan

prestasi tersebut. Tetapi dikemukakan suatu analisis strategi pembinaan olahraga

yang masih jarang, yaitu strategi meditasi dalam mencapai prestasi puncak.

1
Peranan masalah-masalah kejiwaan mempunyai pengaruh yang penting malah

kadang-kadang menentukan, di dalam usaha orang atau atlet untuk mencapai

prestasi yang setinggi-tingginya. Misalnya aspek dan peranan motivasi, aktivasi,

frustasi, rasa bimbang ketakutan anxiety (kecemasan), ambisi untuk menang, dan

aspek-aspek kejiwaan lainnya. Aspek-aspek tersebut perlu kita pelajari dan hayati

kalau kita ingin mendidik dan melatih anak manusia (Drs. Harsono Msc, 1988).

Dengan pengetahuan akan aspek-aspek tersebut di atas para pelatih

diharapkan akan dapat berhubungan dengan subyek atlet dengan lebih banyaknya

pengertian dan memperlakukan mereka secara lebih manusiawi, sehingga

kedewasaan jiwa dan matuvitas keolahragaan mereka dapat berkembang lebih

baik. Seorang pelatih dalam suatu tim olahraga tersebut, terutama olahragawan-

olahragawan pertandingan akan selalu beradda dibawah stress-stress, baik stress

fisik maupun stress mental yang disebabkan oleh lawan atau kawan bermain,

penonton, pengaruh lingkungan, sarana dan prasarana dan sebagainya, terutama

dalam situasi-situasi pertandingan yang menggerakkan pusat-pusat organisme

yang mengatur koordinasi akal dan otot (Mid an Body).

Stretegi untuk mempertinggi aktivitas kelompok, seperti percakapan

bebas, dapat membantu seorang atlet mencapai tingkat kesiagaan optimal, tetapi

dapat menyebabkan atlet lain mengalami kegairahan yang berlebihan. Prosedur

aktivitas jangan dilakukan secara sama rata, melainkan bantulah setiap atlet

menemukan tingkat kesiagaannya masing-masing. Melatih atlet mencapai

keadaan relaksi akan menolong mereka terhindari dari lingkaran anxietas-stress.

2
Atlet harus dilatih relaks dalam beberapa detik dengan relaksasi progresive,

latihan togenik atau meditasi transendental. Bagian prosedur relaksasi yang

penting adalah pemusatan perhatian pada proses mental yang dianjurkan bagi

atlet, yaitu : mengambil nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan-

lahan atau menggunakan mantra, kata-kata kunci atau kalimat. Kedua

mengalihkan perhatian dengan memusatkan pikiran pada kata-kata sandi tadi.

Atlet yang mempunyai ketrampilan untuk menentukan tujuan yang baik, akan

lebih berhasil daripada atlet yang tidak mempunyai ketrampilan itu. Ketrampilan

untuk menentukan tujuan harus menjadi bagian integral perkembangan

ketrampilan psikologis atlet. Kadang-adakang dalam keadaan kurang siaga

diperlukan strategi penguatan Psikis. Percakapan bebas, papan komunikasi, berita

dan dukungan penggemar merupakan strategi yang berguna untuk menyiapkan

atlet menghadapi pertandingan penting. Cara ini tidak boleh dipakai secara

berlebihan atau disamaratakan oleh stlet. Latihan mengatasi stress dengan

program seperti VMBR, SIT dan SMT sangat efektif untuk mencapai respons

relaksasi. Atlet yang tertekan karena kompetisi dan mendapat keuntungan dari

salah satu program ini. Apakah penampilan akan meningkat tergantung tercapai

atau tidaknya tingkat kesiagaan dan kegairahan yang optimal. Penggunaan

program secara merata untuk semua atlet tidak dibenarkan.

3
2. Rumusan Masalah

A. Stress Kecemasan dan Frustasi

1. Gejala emosional “stress”

2. Stress dan pertandingan

3. Pengaruh pelatihan pada kepribadian atlet

4. Stress, kegelisahan dan kebangkitan

5. Memahami patah semangat

B. Mencegah dan Mengatasi Patah Semangat

1. Memegang teguh pandangan yang benar

2. Lingkungan baru

3. Menggunakan asisten pelatih

4. Dukungan keluarga

5. Banggalah pada dirimu sendiri

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Stress, Kecemasan dan Frustasi

Teori kesatuan psiko fissik atau teori psiko fisik totalitas berkembang

karena para ahli menyadari bahwa orang yang keadaan kejiwaannya mengalami

gangguan, karena rasa susah, gelisah, atau ragu-ragu menghadapi sesuatu,

ternyata mempengaruhi kondisi fisiknya. Akibat rasa susah dan gelisah

menghadapi masa depan, seseorang kurang dapat tidur nyenyak, sehingga

akhirnya mempengaruhi tingkah laku dan penampilannya. Sebaliknya keadaan

fisik yang kurang sehat, karena sedang sakit, sesudah mengalami kecelakaan dan

cidera, juga dapat mempengaruhi kejiwaan individu yang bersangkutan : kurang

dapat memusatkan perhatian pada masalah yang dihadapi, kurang dapat berpikir

dengan tenang, kurang dapat berfikir dengan cepat, dan sebagainya. Perasaan atau

emosi dapat memberi pengaruh-pengaruh fisiologik seperrti : Ketegangan otot,

denyut jantung, peredaran darah, pernapasan berfungsinya kelenjar-kelenjar

hormon tertentu.

Sehubungan itu semua, maka jelaslah bahwa gejala psikik akan

mempengaruhi penampilan dan prestasi atlet. Dalam hubungan itu pengaruh

gangguan emosional perlu diperhatikan, karena gangguan emosional dapat

mempengaruhi “Psichological Stability” atau keseimbangan Psikik secara

keseluruhan, dan ini berakibat besar terhadap pencapaian prestasi atlet. Dalam

5
melakukan kegiatan olah raga lebih-lebih untuk mencapai prestasi yang tinggi,

diperlukan fungsinya aspek-aspek kejiwaan tertentu; misalnya untuk mencapai

prestasi yang tinggi dalam cabang olah raga yang dimiliki oleh atlet harus dapat

memusatkan perhatian dengan baik, penuh percaya diri, tenang dapat

berkonsentrasi penuh meski ada gangguan atau suara dan lainnya.

1. Gejala emosional “stress”

Seperti halnya pada otot-otot kita mengalami ketegangan, karena

melakukan pekerjaan fisik, maka kitapun mengalami ketegangan psikik yang

disebut “stress”. Menurut Gauron (1984) stress seperti halnya ketegangan otot

tidak dapat dielakkan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Kita tidak dapat

menghindarkan ketegangan psikik atau stress, beberapa ketegangan diperlukan

dan beberapa ketegangan tidak diperlukan dalam penampilan dan melakukan

tugas. Untuk dapat melakukan gerakan-gerakan tertentu dibutuhkan adanya

ketegangan atau “Lack of Tension” akan berakibat kita tidak dapat melakukan

sesuatu dengan baik. Untuk dapat melakukan gerakan-gerakan tertentu

dibutuhkan adanya ketegangan otot-otot dimana ketegangan tersebut sangat

diperlukan kemanfaatannya.

Setiap atlet bertanding dalam suatu peristiwa olahraga merasakan

adanya peningkatan ketegangan emosional untuk mengantisipasi situasi

pertandingan yang dihadapi. Singer (1986) mengemukakan bahwa aktivitas

penuh ketegangan tidak selalu jelak bagi seorang atlet. Ditinjau dari macam

reaksi mental dan emosional, Singar menunjukkan dan gejala yang

6
berhubungan dengan emosi yaitu : tidak adanya kesiapan dan penuh kesiapan.

Tidak adanya kesiapan atau “Under Readiness” ada hubungan dengan

kurangnya otivasi, sedangkan “over readiness” atau penuh kesiapan

berhubungan dengan kesiapan untuk menang ataupun penampilan buruk,

ketakutan akan kalah dan sebagainya.

Stress atau ketegangan Psikik bentuknya dapat beraneka macam

menurut Gauron (1984) stress menunjukkan gejala tidak sama terhadap

tantangan-tantangan yang dihadapi, untuk dapat melakukan adaptasi.

Menghadapi stress, badan manusia mengadakan reaksi dengan cara-cara atau

bentuk yang konsisten ada pengarahan atau “arausal” system syaraf otonom

tertentu. Jadi gejala stress menurut Gauron tersebut dapat lebih bervariasi

dibanding “tension” atau ketegangan fisik yang dialami seseorang.

2. Stress dan Pertandingan

Menurut Scanlan (1984) dalam tulisannya yang berjudul :

“Competitive Stress and The Child Athlete” yang dimuat dalam buku

“Psychological Foundations of Sport” mengemukakan bahwa “Competitive

Stress atau Stress” timbul dalam pertandingan merupakan reaksi emosional

yang negatif pada anak apabila rasa harga dirinya merasa terancam. Hal

seperti ini terjadi apabila atlet junior menganggap pertandingan sebagai

tantangan yang berat untuk dapat sukses, mengingat kemampuan

7
penampilannya, dan dalam keadaan seperti ini atlet lebih memikirkan akibat

dari kekalahannya.

Stress selalu terjadi pada diri individu apabila sesuatu yang diharapkan

mendapat tantangan, sehingga kemungkinan tidak tercapainya tersebut

menghantui pikirannya. Stress adalah suatu ketegangan emosional yang

akhirnya berpengaruh terhadap proses-proses psikologik maupun proses

fisiologi.

Spielberger (1986) dalam tulisannya mengenai “Stress and Enxiety in

Sport” dalam kumpulan ilmiah yang dihimpun oleh Morgan berjudul “Sport

Psycology” (1986) menegaskan bahwa stress menunjukkan “Psychobiological

Prosess” yang komplek, dan proses ini pada umumnya terjadi dalam situasi

yang mengandung hal yang dapat merugikan berbahaya, atau dapat

menimbulkan irustasi (stressor). Stressor menunjukkan situasi-situasi atau

stimuli yang secara obyektif ditandai dengan adanya tekanan fisik ataupun

Psikologik atau bahaya dalam kehidupan sehari-hari dalam tingkat-tingkat

yang berbeda dalam perkembangan manusia. Reaksi yang berbeda-beda akan

muncul dalam menghadapi “Stressor” tergantung pada situasi tertentu yang

diperkirakan menimbulkan ancaman. Ancaman juga berkaitan dengan persepsi

dan penilaian individu terhadap situasi yang dihadapi sebagai hal yang dapat

merugikan dan mengandung bahaya. Dalam hubungannya dengan olahraga,

khususnya kemungkinan terjadinya stress menghadapi pertandingan, maka

permasalahannya sangat banyak tergantung pada diri atlet yang bersangkutan.

8
Pelatih-pelatih dan banyak peneliti olahraga pada umumnya sepakat adanya

pengaruh dari penonton, baik penonton tamu maupun suporter, terhadap

kesehatan mental atlet. Suatu kondisi mental yang sering kali nampak bila

manusia berfikir dan bertindak bersama-sama dalam suatu kumpulan orang

banyak atau gerombolan, meskipun mereka satu sama lain belum saling

mengenal sebelumnya. Pengaruh penonton yang nampak terhadap pemain

pada umumnya berupa menurunnya keadaan mental kebawah normal.

Pengaruh tersebut kadang-kadang demikian dahsyatnya sehingga pemain

seakan-akan ia tidak boleh mengenal dirinya sendiri atau memiliki dirinya

sendiri. Penontonlah yang seakan-akan menggariskan dia apa yang harus

dilakukannya bagaimana ia harus bermain sehingga menurunkan keasliannya

serta keberaniannya dan dia lalu terpaksa memanjakan dirinya sendiri dengan

kebaikan-kebaikan yang palsu, yaitu mengabulkan permintaan-permintaan

penonton, meskipun ia mengetahui bahwa sebenarnya tindakan itu salah.

3. Pengaruh Pelatihan Pada Kepribadian Atlet

Dalam uraian-uraian diatas telah dibicarakan secara luas masalah

anxiety dan pengaruh-pengaruhnya terhadap usaha serta prestasi atlet. Akan

tetapi hanya mengetahui “The What” saja mengapa atlet takut tanpa

mengetahui “The How” atau bagaimana cara penyembuhannya tidaklah

banyak manfaatnya. Dengan pengetahuan mengenai cara penyembuhannya.

Kita seringkali dapat menyusun teori-teori dan strategi, serta menciptakan

9
situasi guna menolong atlet menghilangkan atau sekurang-kurangnya

merendahkan anxiet. Hal ini bukanlah berarti bahwa pelatih dapat bertindak

sebagai seorang Psikiater atau Psikolog. Akan tetapi dia harus dapat mengenal

(recognize) isyarat-isyarat atau pertanda-pertanda takut yang berlebihan pada

atlet untuk kemudian menyaringnya, mana yang kira-kira berada dalam

kemampuannya untuk ditangani ddan mana bidang garapan Psikiatris atau

Psikolog. Arousal dan anxiety akan selalu ada dan tidak mungkin dihindari

dalam setiap pertandingan. Tantangan bagi pelatih adalah, bagaimana

menolong atlet untuk mengenal (recognize) arousal dan respon-respon

anxiety, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap

situasi-situasi yang dihadapi, terutama situasi-situasi yang kurang enak dan

kurang menggembirakan baginya. Kemampuan untuk menyetel dan mengatur

tingkat anxiety dan tingkat aktivitas sebelum dan selama pertandingan

merupakan skill yang sangat penting guna memperoleh prestasi yang setinggi-

tingginya oleh karena itu seorang pelatih harus jeli dan pandai-pandai

memperkirakan tingkat aktivasi yang bagaimana yang paling cocok bagi

setiap atletnya agar mereka dapat tampil sebaik mungkin dan prestasi

seoptimal mungkin. Susahnya memang, tidak ada satu-satunya cara yang

terbaik dalam mengggugah emosi mereka sebelum pertandingan. Dan belum

tentu metode-metode inovatif dan kreatif yang ternyata berhasil dan afaktif

dalam situasi tertentu akan juga efektif dalam situasi lain, sekalipun

diterapkan oleh pelatih yang sama.

10
Selama masa latihan dan pertandingan, hubungan pelatih dan atlet

banyak membawa pengalaman bersama yang memberi efek terhadap

kepribadian atlet. Efek ini bisa bersifat posituf atau negatif. Hubungan antara

pelatih dan atlet biasanya lebih luas dan kuat. Sebagian besar waktu dan

energi dicurahkan untuk berpartisipasi dalam olahraga. Semakin dekat

hubungan antara pelatih dan atlet, semakin kemungkinan seorang atlet meniru

sebagian kepribadian pelatih.

Selanjutnya pengertian dari pelatih dapat membentuk atlet yang

mengalami konflik. Konflik atlet antara keinginan dan mencapai tujuan,

konflik tentang perasaan menghadapi kompetisi dan konflik antara pribadi dan

kepentingan regu kadang-kadang dapat diselesaikan dengan cara yang baik

atas bantuan pelatih. Jadi pelatih adalah semacam pemberi bimbingan dan

nasehat.ahli psikologi yang bekerja untuk suatu regu mendapati bahwa dalam

regu yang berhasil, pelatih dan pemain biasanya mempunyai data kepribadian

yang hampir sama.

4. Stress, Kegelisahan dan Kebangkitan

Tiga istilah yang paling komplek dan memusingkan dalam psikologi

olahraga adalah stress, kecemasan, dan kebangkitan. Sudah sangat sering

istilah-istilah tersebut digunakan seolah-olah semua bermakna sama. Tetapi

tidak pada kenyataannya mereka bahkan tidak mungkin muncul secara

bersamaan. Dalam beberapa situasi pertandingan, baik kegelisahan maupun

11
kebangkitan yang meningkat (perubahan psikologis) tanpa adanya kegelisahan

(kecemasan Psikologis seperti khawatir atau takut). Tetapi apabila kegelisahan

dipengaruhi, maka kebangkitan akan ditingkatkan juga. Untuk tujuan kami,

stress akan diberi arti sebagai suatu situasi yang potensial dalam menimbulkan

kegelisahan dan kebangkitan. Apalagi perubahan-perubahan ini tidak terjadi

dalam tanggapan yang menuju pada kenyataan atau situasi tersebut tidaklah

penuh dengan tekanan. Harus diakui bahwa situasi yang menyebabkan suatu

tanggapan tekanan dalam diri seorang olahragawan tidak selamanya

menimbulkan tanggapan respon tekanan pada anggota tim lainnya. Ini berarti

bahwa setiap olahragawan akan menanggapi stress secara berbeda dan oleh

sebab itu mereka harus dibimbing secara perorangan. Untuk memahami hal ini

pelatih harus menyadari betapa pentingnya bermain dengan proses kognitif.

Penafsiran olahragawan tentang keadaanlah yang mempengaruhi bagaimana

reaksi mereka terhadap hal ini, secara kejiwaan maupun secara fisiologis. Jadi

persepsi olahragawan tentang keadaan adalah faktor penting yang menentukan

tingkah lakunya.

Banyak tuntutan atlet dan sifat persaingan olahraga dapat

menyebabkan atlet menghadapi stress yang terus menerus dalam hidupnya.

Pada umumnya, apabila stress dapat dikendalikan dengan baik, maka ia dapat

berfungsi sebagai rangsangan yang menggairahkan bagi atlet, ia menjadi daya

tarik bagi mereka untuk berlatih dan membangkitkan semangat kerja mereka.

12
Tetapi jika stress terjadi secara berlebihan dan berlangsung lama, ia dapat

merusak keberhasilan dan kebahagiaan atlet.

Stress dapat mengarah pada fenomena yang dewasa ini disebut “Patah

Semangat”. Apabila atlet mengalami patah semangat, mereka seringkali sangsi

kemampuan mereka untuk melatih atlet secara efektif. Selanjutnya

kemampuan pelatih olahragawan mungkin juga diragukan. Pelatih mungkin

meyakini bahwa pimpinan olahragawan dan sekolah atau organisasi

merupakan sumber kegagalan. Dengan demikian, atlet yang mengalami padam

semangat menganggap bahwa atlet tidak memungkinkan.

5. Memahami Patah Semangat

Atlet yang mengalami patah semangat menemukan bahwa mereka

lebih mudah lelah dan tidak memiliki lagi tenaga yang pernah mereka miliki.

Mereka sering merasa tak berdaya, mudah marah dan kurang kendali atas

lingkungannya. Atlet yang sudah patah semangat akan kehilangan kesabarran

dan kemungkinan besar menjadi frustasi. Lemahnya atlet tersebut menjadi

berfikiran tertutup dan jadi tidak luwes. Banyaknya waktu yang dihabiskan

dalam tugas untuk berlatih mungkin meningkat, namun lebih sedikit yang

terselesaikan. Akhirnya atlet yang patah semangat menjadi tidak sehat, terlalu

lelah dan merasa tertekan. Merka sering mengalami sakit kepala atau penyakit

fisik dan lainnya. Kegagalan yang pernah dianggap berasal dari kelemahan

yang dapat diperbaiki, dipandang sebagaai rintangan yang mustahil diatasi.

13
Pada mulanya pelatih semacam itu menyalahkan kegagalan pada kualitas

olahragawannya atau lawan tandingnya. Namun akhirnya atlet tersebut

menginternalisasikan kegagalan tersebut dan menyalahkan dirinya sendiri.

Jelasnya, kita harus melakukan sesuatu untuk menghindarkan atlet mengalami

krisis semacam ini.

B. Mencegah dan Mengatasi Patah Semangat

Patah semangat harus dicegah apabila orang menginginkan kebahagiaan

dan keberhasilan. Pengertian ini kemudian harus diikuti dengan kesadaran diri

tentang nilai-nilai perorangan dan menafsirkan pengalaman pribadi mereka dalam

latihan. Menginsyafi tingginya tuntutan pribadi untuk berhasil., disertai kuatnya

perhatian dan tanggungjawab pada olahragawan harus dianggap sebagai gejala

utama timbulnya patah semangat pada atlet. Dengan kesadaran diri atlet dapat

mulai menggunakan kekuatan-kekuataan ini untuk keberhasilan mereka tanpa

mengabaikan pemenuhan kebutuhan dan perilaku mereka.. memperolah

keseimbangan yang sehat diantara sesama atlet, pengurus keluarga dan kebutuhan

pribadi adalah suatu langkah pokok guna mengatasi patah semangat.

1. Memegang Teguh Pandangan Yang Benar

Mempertahankan suatu pandangan yang benar banyak sekali

manfaatnya. Apabila atlet menderita stress berat, ia cenderung memikirkan

tuntutan waktu, tenaga yang dihabiskan, masalah olahragawan, keluhan dari

orang tua serta kejengkelan pada pengurus. Tetapi apabila ia mampu dengan

14
sadar memusatkan perhatian pada masalah yang dihadapi pada banyak karier

lainnya, maka ia akan dapat mengambil manfaat darinya.

2. Lingkungan Baru

Pendekatan lain untuk mengatasi patah semangat yaitu mencari kerja

baru. Untuk tujuan itu olahragawan haarus hati-hati mengenali kelebihan dan

kekurangan jabatan baru. Mereka harus yakin bahwa mereka akan lebih

senang, dan bukannya kurang senang disamping itu, kadang-kadang sebuah

lingkungan baru akan banyak manfaatnya.

3. Menggunakan Asisten Pelatih

Banyak pelatih yang berhasil mengatasi dan mencegah patah

semangat dengan menggunakan asisten-asisten pelatih berkualitas bakatnya

yang bermacam-macam. Jadi asisten pelatih dapat mengisi peran yang tidak

terisi oleh pelatih utama.pelatih yang hemat menyadari bahwa asisten pelatih

muda dapat mudah berhubungan dengan olahragawan. Mereka mempunyai

kelebihan asisten untuk menjaga hubungan antar pribadi dan informasi umpan

balik yang perlu diketahui oleh pelatih kepala. Namun pelatih yang baik juga

mengenali bahwa asisten pada peran ini secara potensial kepala. Namun

pelatih yang baik juga mengenali bahwa asisten pada peran ini secara

potensial dapat menimbulkan masalah. Jadi mereka mengantisipasi bahwa

olahragawan akan mengatakan kepada asisten bahwa merekalah seharusnya

15
manjadi pelatih kepala. Pelatih kepala memberikan asistennya untuk

memberikan umpan balik dari mereka serta menekankan pentingnya selalu

mendukung atlet lain dengan sikap antusias.

4. Dukungan Keluarga

Banyaknya pelatih dapat melepaskan diri dari stress atlet yang terus

menerus melalui dukungan tak terbatas dari orang tua, kelurga dan teman-

teman akrab. Seringkali orang tua ikut serta dalam olahraga untuk

menghindari kesepian yang terus menerus. Kadang-kadang orang tua atau

pacar berfungsi sebagai fotografer olahraga, pencatat nilai atau kepala

hubungan masyarakat. Interaksi yang sangat akrab dengan anggota tim dapat

menarik perhatian orang tua, sehingga ia dapat bertukar pikiran tentang

masalah yang menjadi perhatian pelatih. Seorang atlet seringkali mendapat

dukungan yang sangat besar dari keluarganya. Sebuah keluarga yang siap

mendengarkan dan membahas masalah yang dihadapi olah anaknya sebagai

atlet dapat secara aktif melawan tekanan dan menerima keadaan dirinya.

Meskipun terus menerus berjuang untuk kemajuan dirinya mereka bangga apa

yang mereka perankan dalam tiap pertandingan. Tuntutan ego seorang atlet

yang berbahagia akan keadaan diirinya memberikan pengaruh yang positif

dan tidak menimbulkan pengaruh positif.

16
5. Banggalah Pada Dirimu Sendiri

Atlet yang bangga pada dirinya sendiri tidak akan mencoba manjadi

orang lain.apabila olahragawan menanyakan strategi melatihnya mereka tidak

marah atau menghardik untuk mempertahankan dan melindungi diri sendiri,

bahkan mereka dengan yakin dan jelas menerangkan dan mempertahankan

latihannya. Mereka memberikan tenaga untuk menguasai pelaksanaaan

strateginya, dan yakin bahwa pelaksanaan itu akan membawa keberhasilan.

Atlet yang merasa senang dengan keadaan dirinya adalah orang yang bahagia

dan menyenangkan orang lain, dan orang tua bersama masyarakat. Hasilnya,

para pemain biasanya mempunyai motivasi tinggi. Mereka senang bermain

dengan pelatih yang penuh percaya diri. Olahragawan yang bermain dengan

pelatih tersebut seringkali mencontoh pelatihnya dan menjadi bahagia serta

senang keadaan dirinya yang sebenarnya. Olahragawan seperti itu jauh lebih

mudah dan lebih menyenangkan untuk dilatih.

17
BAB III

KESIMPULAN

Stress merupakan pengaruh terbesar dalam penampilan olahraga. Dengan

demikian pelatih harus mengerti perbedaan dan interaksi antara stress, kecemasan dan

kegairahan. Pertimbangan khusus harus diberikan pada model kecemasan

interaksional dan peran penting yang dimainkan dengan persepsi dalam menamakan

dan menjawab peristiwa-peristiwa dalam lingkungan olahraga. Sindrom adaptasi

umum dari Seleye menguraikan reaksi-reaksi khas terhadap stress.

Kegairahan dan kecemasan bisa sangat mempengaruhi perhatian atlet.

Kesadaran diri dari gaya perhatian perorangan dan fleksibelitas perhatian adalah ciri-

ciri yang perlu dikembangkan. Ada banyak sumber stress yang dihadapi atlet. Ini

meliputi diri sendiri, pertandingan, pelatih, dan faktor penyebab lainnya. Stress

merupakan gejala yang berubah-ubah pada saat atlet beranjak dari penampilan tingkat

rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Berada dipuncak menjadi beban seperti halnya

perjuangan yang dihadapi oleh atlet yang berkemampuan rata-rata.

Akhirnya, tekanan yang disebabkan olah harapan-harapan keinginan untuk

menciptakan rekor dan keinginan bertanding didepan pengagum sangat berperan

dalam menimbulkan stress. Pelatih harus menyadari dan peka akan kebutuhan

olahragawan bila mereka ingin berusaha untuk menanggulangi sumber stress ini.

Keluarga atlet yang mempunyai pengaruh sangat besar. Orang tua secara

langsung mengarahkan minat, perhatian dan harga diri anak-anak. Pengetahuan

18
saudara kandung dan gaya orang tua dapat membantu pelatih dalam menentukan

latihan kepada atlet.

Mental strength training merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan

dan ketahanan mental atlet, yang mengandung kesanggupan untuk mengembangkan

kemampuan dalam keadaan bagaimanapun juga, menghadapi hambatan dari dalam

diri sendiri.

Cakrawala baru dalam perkembangan psikologi olahraga dewasa ini

menekankan arti pentingnya “Psicological Training” atau “mental training” untuk

meningkatkan prestasi atlet, disamping itu mental training juga perlu untuk dapat

mempertahankan prestasi dalam keadaan bagaimanapun juga, dalam menghadapi

situasi-situasi pertandingan penuh ketegangan. Setiap aatlet selalu akaan menghadapi

situasi psikologis “harapan untuk sukses” dan “ketakutan akan gagal” yang dihadapi

atlet dapat diperkecil dan akibat-akibat negatif yang timbul juga diharapkan dapat

lebih mudah diatasi.

19
DAFTAR PUSTAKA

Harsono, 1988, Coaching dan Aspek-aspek Psikologis Dalam Coaching.

Date, Rotella, Mc Clenagham, 1993

Singgih D. Gunarrsa dkk, 1989, Psikologi Olahraga

Sudibyo Setyobroto, 1989, Psikologi Olahraga.

20
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

2. Rumusan Masalah ............................................................................. 4

BAB II. PEMBAHASAN ...................................................................................... 5

A. STRESS, KECEMASAN DAN FRUSTASI .................................... 5

1. Gejala Emosional “Stress” .......................................................... 6

2. Stress dan Pertandingan .............................................................. 7

3. Pengaruh Pelatih Pada Kepribadian Atlet ................................... 9

4. Stress Kegelisahan dan Kebangkitan .......................................... 11

5. Memahami Patah Semangat ....................................................... 13

B. MENCEGAH DAN MENGATASI PATAH SEMANGAT ............. 14

1. Memegang Teguh Pandangan yang Benar .................................. 14

2. Lingkungan Baru ......................................................................... 15

3. Mengggunakan Asisten Pelatih ................................................... 15

4. Dukungan Keluarga ..................................................................... 16

5. Banggalah Pada Dirimu Sendiri .................................................. 17

BAB III. KESIMPULAN ........................................................................................ 18

DAFTAR KEPUSTAKAAN .................................................................................. 20

Anda mungkin juga menyukai