Anda di halaman 1dari 6

2.1.

DEFINISI KANKER LAMBUNG


Karsinoma lambung merupakan bentuk neoplasma lambung yang paling sering
terjadi dan menyebabkan sekitar 2,6% dari semua kematian akibat kanker (Cancer Facts
and Figures, 1991). Laki-laki lebih sering terserang dan sebagian besar kasus timbul setelah
usia 40. Sekitar 50% kanker lambung terletak pada antrum pilorus. Sisanya tersebar
diseluruh korpus lambung (Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit, hal 385-
386).
Kanker lambung adalah suatu keganasan yang terjadi dilambung, sebagian besar
adalah dari jenis adenokarsinoma. Jenis kanker lambung lainnya adalah leiomiosarkoma
(kanker otot polos) dan limfoma. Kanker lambung lebih sering terjadi pada usia lanjut.
Kurang dari 25% kanker tertentu terjadi pada orang dibawah usia 50 tahun (Osteen, 2003).
Kanker lambung adalah salah satu penyakit pembunuh manusia dengan jumlah
kematian 14.700 setiap tahun.Kanker lambung terjadi pada kurvatura kecil atau antrum
lambung dan adenokarsinoma. Factor lain selain makanan tinggi asam yang menyebabkan
insiden kanker lambung mencakup Inflamasi lambung, anemia pernisiosa, aklorhidria (
tidak adanya hidroklorida ). Ulkus lambung, bakteri H, plylori, dan keturunan.( Suzanne
C. Smeltzer )
Terdapat tiga bentuk umum karsinoma lambung, yaitu karsinoma ulseratif
merupakan jenis yang paling sering terdapat dan harus dibedakan dari tukak lambung jinak.
Karsinoma polipoid tampak seperti kembang kol yang menonjol ke dalam lumen dan dapat
berasal dari polip adenoma. Karsinoma infiltratif dapat menembus seluruh tebal dinding
lambung dan dapat menyebabkan terbentuknya “lambung botol kulit” (linitis plastika)
yang tidak lentur. Karsinoma lambung jarang didiagnosa pada stadium dini karena gejala
timbul lambat atau tidak nyata dan tidak pasti.

2.2. ETIOLOGI
Walaupun tidak ada penyebab khusus kanker lambung yang telah diketahui,
beberapa faktor dihubungkan dengan perkembangan penyakit ini. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa adanya H. Pylori di lambung meningkatkan kejadian kanker lambung.
Kanker lambung sering berkembang bersama dengan gastritis atrofi kronis dan mengenai
individu yang tinggal didaerah urban, memiliki status ekonomi rendah, makan ikan atau
daging asap dan memiliki riwayat pejanan terhadap latar belakang radiasi atau jejak logam
dalam tanah.
Perubahan pada mukosa mungkin mengakibatkan peningkatan absorbsi karsinogen
dari diet, seperti makanan yang diasinkan, ikan asin dan nitrat. Faktor etiologi lain
termasuk aklorhidria, anemia pernisiosa dan merokok. Mungkin juga ada faktor genetis
karena penyakit ini terlihat terjadi dalam keluarga. Penambang batu bara, tukang roti,
pekerja yang bekerja pada kerajinan logam dan mereka yang bekerja ditempat yang
berdebu, berasap dan lingkungan yang mengandung sulfur dioksida berada pada resiko
tinggi. asap kayu atau tembakau, pengawet makanan nitrit, dan produk lemak panas dapat
menyebabkan klien rentan terhadap kanker lambung.
Konsumsi makanan yang diasinkan, diasap atau yang diawetkan. Beberapa studi
menjelaskan intake diet dari makanan yang diasinkan menjadi faktor utama peningkatan
kanker lambung. Kandungan garam yang masuk kedalam lambung akan memperlambat
pengosongan lambung sehingga memfasilitasi konversi golongan nitrat menjadi
carcinogenic nitrosamines di dalam lambung. Gabungan kondisi terlambatnya
pengosongan asam lambung dan peningkatan komposisi nitrosamines didalam lambung
memberi kontribusi terbentuknya kanker lambung (Yarbro, 2005).
Infeksi H.pylori. H.pylori adalah bakteri penyebab lebih dari 90% ulkus duodenum
dan 80% tukak lambung (Fuccio, 2007). Bakteri ini menempel di permukaan dalam tukak
lambung melalui interaksi antara membran bakteri lektin dan oligosakarida spesifik dari
glikoprotein membran sel-sel epitel lambung (Fuccio, 2009). Sosioekonomi. Kondisi
sosioekonomi yang rendah dilaporkan meningkatkan risiko kanker lambung, namun tidak
spesifik.
Mengonsumsi rokok dan alkohol. Pasien dengan konsumsi rokok lebih dari 30
batang sehari dan dikombinasi dengan konsumsi alkohol kronik akan meningkat risiko
kanker lambung (Gonzales, 2003) . NSAIDs. Inflamasi polip lambung bisa terjadi pada
pasien yang mengonsumsi NSAIDs dalam jangkan waktu yang lama dan hal ini (polip
lambung) dapat menjadi prekursor kanker lambung. Kondisi polip lambung akan
meningkatkan risiko kanker lambung (Houghton, 2006).
Faktor genetik. Sekitar 10% pasien yang mengalami kanker lambung memiliki
hubungan genetik. Walaupun masih belum sepenuhnya dipahami, tetapi adanya mutasi dari
gen E-cadherin terdeteksi pada 50% tipe kanker lambung. Adanya riwayat keluarga
anemia pernisosa dan polip adenomatus juga dihubungkan dengan kondisi genetik pada
kanker lambung (Bresciani, 2003) . Anemia pernisiosa, Kondisi ini merupakan penyakit
kronis dengan kegagalan absorpsi kobalamin (vitamin B12), disebabkan oleh kurangnya
faktor intrinsik sekresi lambung. Kombinasi anemia pernisiosa dengan infeksi H.pylori
memberikan kontribusi penting terbentuknya tumorigenesis pada dinding lambung
(Santacrose, 2008).
2.3. KOMPLIKASI
1. Ulkus berulang
Kegagalan untuk mencapai pengurangan adekuat dalam produksi asam lambung bisa
menyebabkan ulserasi berulang setelah operasi, suatu keadaan yang lebih sering terlihat
setelah operasi bagi penyakit ulkus duodeni dibandingkan penyakit ulkus ventrikuli.
Ulkus berulang terletak pada sisi enterik anastomosis setelah reseksi, tetapi ia bisa
timbul dengan frekuensi yang sama didalam usus dan lambung setelah tindakan reseksi.
Diagnosis tidak sulit kebanyakan pasien mengalami mulainya nyeri ulkus peptikum
khas yang berulang. Komfirmasi diagnosis dibuat secara endoskopi. Pemeriksaan
barium terkenal tak dapat diandalkan, karena anatomi pascabedah berubah. Pemotongan
vagus tak lengkap menjadi sebab terlazim ulkus berulang, yang bertanggung jawab bagi
lebih dari 80 persen kasus. Kebanyakan ulkus berulang mudah diterapi yang
menggunakan agen penghambat reseptor H2. Bila ini gagal, maka revagotomi dengan
reseksi atau re-reseksi di indikasikan, kecuali pada pasien gastrinoma, seperti yang
dibicarakan sebelumnya.
2. Dumping “pascamakan dini”
Dumping pascamakan dini merupakan sindroma pasca gastrektomi terlazim, yang
timbul sampai dalam 50 persen pasien setelah gastrektomi sebagian, dalam 30 persen
pasien setelah vagotomi sel parietalis. Sindrom ini terdiri dari kumpulan gejala dan
tanda gastrointestinalis dan vasomotor yagng timbul dalam setengah jam pertama
setelah makan suatu makanan. Komponen gastrointestinalis mencakup kepenuhan
epigastrium, mual, nyeri abdomen kram, muntah dan diare eksplosif. Komponen
vasomotor mencakup berkeringat, kelemahan, kepucatan yang diikuti “flushing”,
palpitasi, dan takikardia. Sindrom ini timbul sebagai akibat pengosongan lambung yang
cepat bagi chyme hiper osmolar dari sisa lambung kedalam usus halus. Kemudian ia
menyebabkan gerakan cairan ekstrasel kedalam lumen usus dalam usaha mencapai
isotonisitas. Penurunan akibatnya dalam volum plasma yang bersirkulasi telah
didalilkan sebagai bertanggungjawab bagi komponen vasomotor sindrom ini.
Disamping tetapi itu bukti belakangan ini menggambarkan bahwa distensi usus halus
proksimal membebaskan berbagai senyawa humoral (misalnya : serotonin, bradikinin,
dan enteroglukagon) yang bisa bertanggungjawab bagi flushing wajah, peningkatan
motilitas usus halus serta diare eksplosit yang ditemukan dalam kasus parah.
3. Obstruksi gelung eferen
Obstruksi gelung eferen juga suatu komplikasi bedah lambung yang jarang di temukan.
Ia terlazim timbul dalam masa pasca bedah segera, tetapi dapat bermanifestasi sendiri
bertahun-tahun setelah tindakan asli. Biasanya obstruksi suatu akibat herniasih interna
bagi ekstremitas eferen, biasanya posterior terhadap anastomosis gastroentrik. Pasien
mengeluh nyeri epigastrium kolik yang serupa sifatnya dengan yang terlihat pada
obstruksi usus halus. Pemeriksaan radiografi bisa menunjukkan bukti obstruksi usus
halus tinggi, terapi bedah hampir selalu diperhatikan, jika seperti biasanya terjadi
ditemukan suatu hernia retroanastomotik, maka ia harus direforsisi dan ruang
retroansomotik harus ditutup.
4. Rasa kenyang dini
Rasa kenyang dini yang juga dikenal sebagai sindroma lambung kecil, merupakan akibat
kehilangan fungsi reservoar lambung yang berlebihan. Lebih besar reseksi, maka lebih
besar kemungkinan akan timbul sindrom ini, khas pasien mengeluh suatu sensasi penuh
sangat tak menyenangkan setelah makan hanya sedikit makanan. Biasanya timbul
muntah, jika pasien mencoba meningkatkan masukan oral. Dalam kasus parah, hanya
sedikit makanan cair yang dapat ditoleransi. Berbagai tindakan nonbedah telah
dinasehatkan tidak satupun mencapai keberhasilan yang mencolok mata atau
penerimaan pasien. Kenyataanya telah diperkirakan bahwa rasa kenyang dini
merupakan sindrom pasca gastrektomi yang paling refrakter terhadap terapi non bedah.
Bila dilakukan operasi, maka tindakan ini bertujuan menciptakan reservoar lambung
pengganti yang adekuat, yang menggunakan berbagai kantong yang dibuat dengan
pembedahan. Sayangnya tidak ada tindakan bedah dapat menghilangkan seluruh gejala
kenyang dini. Sehingga terapi terbaik sindrom lambung kecil dengan mencegahnya
dalam tempat pertama.
5. Diare pascavagotomi
Peningkatan dalam frekuensi tinja bisa dialami oleh sebanyak 30 persen pasien setelah
transeksi nervus vagus. Pada kebanyakan kasus, keadaan ini sembuh sendiri atau mudah
ditata laksana secara non bedah.
6. Gastritis refluks alkali
Refluks berlebihan isi usus atas ke dalam lambung setelah gastrektomi atau tindakan
ablasi pylorus telah dilibatkan sebagai kelompok spesifik gejala dan tanda pascabedah:
nyeri medio-epigastrium terbakar yang tak dapat dihilangkan dengan antasid dan sering
diperburuk oleh makanan, muntahan, empedu, hipokloridria, gastritis endoskopi
(eritema keseluruhan membran mukosa lambung), penurunan berat badan dan anemia.
7. Kanker tunggul lambung
Karsinoma tunggul lambung timbul dalam sekitar 3 persen pasien yang menjalani
gastrektomi, insiden yang jauh lebih besar dari pada yang diamati dalam individu
sebanding, tetapi tidak dioperasi.
8. Keadaan lain
Ekspresi lemak di dalam tinja lebih dari jumlah normal relatif lazim terjadi setelah
semua jenis tindakan bedah atas lambung. Pada kebanyakan kasus, kecil jumlah mutlak
kehilangan lemak tinja dan tanpa akibat klinik. Tetapi dalam beberapa kasus
malabsorpsi lemak bisa menyebabkan diare diinduksi asam lemak dan difisiensi
bermakna dalam ambilan vitamin larut lemak.

2.4. PENATALAKSANAAN
 Pencegahan
Tindakan pencegahan hanya bermanfaat bila dilakukan sebelum terjadinya penyakit
kanker lambung itu. Ditinjau dari segi pendekatan penyembuhan herbal, manfaat buah
pisang dapat digunakan untuk mencegah penyakit kanker lambung. Dan sebaiknya
banyak mengkonsumsi makanan yang berserat dan menggunakan sayuran, buah-buahan
sebanyak mungkin dalam asupan sehari-hari. Juga dianjurkan agar melakukan banyak
gerakan seperti olahraga secara teratur.

Anda mungkin juga menyukai