Panduan Pelayanan VCT
Panduan Pelayanan VCT
2017
i
KATA PENGANTAR
Ambarawa, ……………………..
Penyusun
ii
RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS
Jl. Kudus Permai No.1 Kudus – 59361
Telp 0291-432008,434008 Gawat Darurat 0291-428300
NOMOR : …./…./…..
TENTANG
Disusun Oleh :
Disetujui Oleh :
Ditetapkan Oleh :
iii
RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS
Jl. Kudus Permai No.1 Kudus – 59361
Telp 0291-432008,434008 Gawat Darurat 0291-428300
NOMOR : …./…./….
TENTANG
PANDUAN PELAYANAN VCT
DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS
Menimbang : a. bahwa dalam upaya optimalisasi pelayanan dan
untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan khususnya dalam rangka pelayanan
VCT di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus serta
untuk mendukung pencapaian Provinsi Jawa
Tengah dalam upaya penurunan Angka
Kejadian Kasus HIV-AIDS di Rumah Sakit Islam
Sunan Kudus;
b. bahwa panduan VCT RSI Sunan Kudus telah
diterbitkan untuk penerapannya di RSI Sunan
Kudus;
c. bahwa untuk mencapai tujuan diatas
dipandang perlu menetapkan Panduan
Pelayanan Voluntary Counseling And Test (VCT)
melalui suatu Peraturan Direktur Rumah Sakit
Islam Sunan Kudus.
iv
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal;
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 21
Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan
AIDS.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KESATU : Keputusan Direktur Rumah Sakit Islam Sunan
Kudus Tentang Panduan Pelayanan VCT.
Ditetapkan di : Kudus
pada tanggal : ……………….
v
Daftar Isi
DEFINISI .................................................................................... 1
RUANG LINGKUP ....................................................................... 2
TATA LAKSANA .......................................................................... 4
A. PEMERIKSAAN LABORAT .................................................. 7
B. PEMERIKSAAN DAN TATALAKSANA SETELAH DIAGNOSIS
HIV DITEGAKKAN ................................................................... 8
C. PENILAIAN STADIUM KLINIS ........................................... 8
D. PENILAIAN IMUNOLOGI ( PEMERIKSAAN JUMLAH CD4 ) 10
E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEBELUM PENGOBATAN
ARV....................................................................................... 11
DOKUMENTASI ........................................................................ 12
Ada beberapa hal yang perlu di Dokumentasikan pada kegiatan
pelayanan pasien di poliklinik VCT: .......................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 13
vi
BAB I
DEFINISI
1
BAB II
RUANG LINGKUP
A. Strategis Pelayanan
VCT merupakan salah satu strategis kesehatan masyarakat
dan sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV-AIDS
berkelanjutan:
1. Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien
pada saat klien mencari pertolongan medik dan testing yaitu
dengan memberikan layanan dini dan memadai,baik kepada
mereka dengan HIV positif maupun negatif, layanan ini
termasuk konseling,dukungan,akses untuk terapy suportif
terapy infeksi oportunistik dan ART.
2. VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk
memperoleh intervensi yang efektif dimana memungkinkan klien
dengan bantuan konselor terlatih mengali dan memahami diri
akan resiko infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV-
AIDS,mempelajari status dirinya dan mengerti tanggung jawab
untuk menurunkan perilaku beresiko dan mencegah
penyebaran infeksi kepada orang lain guna mempertahankan
dan meningkatkan perilaku sehat.
3. Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan
tekanan, segera setelah klien memahami berbagai
keuntungan,konsekwensinya dan resiko. Target sasaran
layanan VCT sangat luas yaitu pada kelompok beresiko tertular
dan kelompok rentan yaitu kelompok masyarakat yang karena
ruang lingkup pekerjaan,rendahnya kesejahteraan, lingkungan
rendahnya ketahanan keluarga dan rendahnya kesejahteraan
keluarga, status kesehatan, sehinga mudah tertular HIV.
4. Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien
pada saat klien mencari pertolongan medik dan testing yaitu
dengan memberikan layanan dini dan memadai,baik kepada
mereka dengan HIV positif maupun negatif, layanan ini
2
termasuk konseling,dukungan,akses untuk terapy suportif
terapy infeksi oportunistik dan ART.
5. VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk
memperoleh intervensi yang efektif dimana memungkinkan klien
dengan bantuan konselor terlatih mengali dan memahami diri
akan resiko infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV-
AIDS,mempelajari status dirinya dan mengerti tanggung jawab
untuk menurunkan perilaku beresiko dan mencegah
penyebaran infeksi kepada orang lain guna
mempertahankandan meningkatkan perilaku sehat
6. Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan
tekanan, segera setelah klien memahami berbagai
keuntungan,konsekwensinya dan resiko. Target sasaran
layanan VCT sangat luas yaitu pada kelompok beresiko tertular
dan kelompok rentan yaitu kelompok masyarakat yang karena
ruang lingkup pekerjaan,rendahnya kesejahteraan, lingkungan
rendahnya ketahanan keluarga dan rendahnya kesejahteraan
keluarga, status kesehatan, sehinga mudah tertular HIV.
B. Batasan Operasional
1. KTS/VCT adalah pemberian pelayanan konseling dan tes HIV
sukarela
2. PDP/CST adalah perawatan dukungan dan pengobatan bagi
ODHA
3. Penatalaksanaan Infeksi Oportunistik (IO) adalah penemuan
dan pengobatan Infeksi Oportunistik
4. Penanganan Pasien IDU adalah memberikan pengobatan pada
ODHA dengan risiko IDU
5. PPIA/PMTCT adalah memberikan pelayanan pengobatan pada
ODHA hamil guna meningkatkan kualitas hidup ibu dan
mencegah penularan HIV dari Ibu ke Anak.
6. Rujukan adalah menyelenggaran pelayanan rujukan (baik
menerima maupun merujuk
3
BAB III
TATA LAKSANA
2. Rawat Inap
4
Untuk penanganan pasien yang di curigai dengan gejala
dan faktor resiko ke arah suspek HIV-AIDS di Rawat Inap
dapat dilakukan oleh DPJP atau dokter ruangan yang
bertugas untuk kemudian konsul ke tim HIV-AIDS untuk
melakukan pra test dan post test sehingga pasien merasa
nyaman selama dalam perawatan, penanganan kasusnya
dapat di tangani bersamaan dengan kasus penyakit penyerta
lainya. Apabila hasil di dapatkan (+) penanganannya sesuai
dengan alur pelayanan pasien rawat inap (+), bila hasilnya (-)
alur pelayanannya sesuai dengan alur pelayanan pasien rawat
inap (-). Rumah Sakit merupakan instansi kesehatan yang
berperan penting melawan penyebaran HIV-AIDS, perawatan
pasien suspek HIV-AIDS di ruangan tetap dilakukan dengan
tidak diskriminatif dan tindakan yang dilakukan tetap harus
melalui prosedur dan harus mendapatkan persetujuan pasien
seperti untuk pemeriksaan laboratorium.
Obat-obatan ARV yang tersedia untuk pasien HIV-
AIDS semua di tangung pemerintah dan pemberian terapy
tersebut di berikan setiap hari setelah di lakukan visite oleh
dokter jaga di ruangan.
Semua staff RS tidak diperkenankan memberikan informasi
dalam bentuk apapun tertulis dan lisan mengenai diagnosis
pasien HIV-AIDS kepada pihak manapun kecuali dokter yang
berwenang dokter yang merawat untuk alasan yang jelas
setelah ada permintaan yang resmi sesuai prosedur.
Kewaspadaan Universal di terapkan pada semua pasien HIV-
AIDS tanpa memandang status atau umur dari yang
bersangkutan dengan tujuan melindungi petugas dari resiko
terpajan infeksi HIV-AIDS maupun klien/pasien.
VCT (Voluntery Counseling dan Testing) merupakan
kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis,
informasi dan pengetahuan HIV-AIDS, mencegah penularan
HIV, mempromosikan perubahan prilaku yang
bertanggungjawab, pengobatan ARV dan memastikan
pemecahan berbagai masalah terkait HIV-AIDS
Pasien yang datang dari rawat jalan setelah dilakukan
registrasi untuk mendapatkan nomer rekam medis akan
mendapatkan konseling pre test di Klinik VCT Konseling ini
terdiri dari berbagai macam informasi tentang HIV-AIDS,
penggalian faktor resiko dan penandatangan inform consent.
Setelah penandatanganan inform consent, pasien
dilakukan pengambilan sample darah untuk pemeriksaan Anti
HIV. Setelah hasil jadi, dilakukan konseling post test dan
disampaikan ke pasien. Bila hasil negative dan penggalian
5
faktor resiko pasien tidak dalam masa jendela, maka pasien
pulang.
Tapi apabila hasil yang didapatkan adalah negative dan
penggalian faktor resiko dalam masa jendela, maka diarahkan
untuk dilakukan pemeriksaan ulang 1 bulan kemudian.
Untuk pasien dengan hasil positif, segera kita alihkan ke
Manager Kasus selaku pendamping pasien untuk segera
dilakukan pemeriksaan lanjut yaitu pengambilan darah untuk
pemeriksaan CD4. Dan di lakukan pemeriksaan fisik oleh CST.
Tabel 1.Tanda Dan Gejala Klinis Yang Patut Diduga Infeksi
HIV
1. KEADAAN UMUM
a. Kehilangan berat badan > 10% dari berat badan
dasar
b. Demam ( terus menerus atau intermitten ,
temperature oral >37,5°C ) yang lebih dari satu bulan
c. Diare ( terus menerus atau intermitten ) yang lebih
dari satu bulan
d. Limphadenophaty meluas
2. KULIT
a. PPE* dan kulit kering yang meluas* merupakan
dugaan kuat infeksi HIV. Beberapa kelainan seperti
kutil genital ( genital warts ) ,folliculitis dan psoriasis
sering terjadi pada ODHA tapi tidak selalu terkait
dengan HIV
3. INFEKSI
Infeksi Jamur a. Kandidiasis oral
b. Dermatitis seboroik
c. Kandidiasis berulang
Infeksi viral d. Herpes Zooster ( berulang atau
melibatkan lebih dari satu dermatom
)*
e. Herpes Genital ( berulang )
f. Moluskum Contagiosum
g. Kondiloma
Gangguan h. Batuk lebih dari satu bulan
pernafasan i. Sesak nafas
j. Tuberculosis
k. Pneumoni berulang
l. Sinusitis kronis atau berulang
m. Nyeri kepala yang semakin parah (
Gejala terus menerus dan tidak jelas
neurologis penyebabnya )
6
n. Kejang demam
o. Menurunnyaf ungsi kognitif
* Keadaan tersebut merupakan dugaan kuat terhadap
infeksi HIV
Sumber : WHO SEARO 2007
A. PEMERIKSAAN LABORAT
1. Prosedur Pemeriksaan
Prosedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV sesuai
dengan panduan nasional yang berlaku pada saat ini, yaitu
dengan menggunakan strategi 3 dan selalu didahului
dengan konseling pra tes atau informasi singkat. Ketiga tes
tersebut dapat menggunakan reagen tes cepat atau dengan
ELISA. Untuk pemeriksaan pertama (A1) harus digunakan
tes dengan sensitifitas yang tinggi (>99%), sedang untuk
pemeriksaan selanjutnya (A2 dan A3) menggunakan tes
dengan spesifisitas tinggi (>99%).
Antibodi biasanya baru dapat terdeteksi dalam waktu
2 minggu hingga 3 bulan setelah terinfeksi HIV yang disebut
masa jendela. Bila tes HIV yang dilakukan dalam masa
jendela menunjukkan hasil ”negatif”, maka perlu dilakukan
tes ulang, terutama bila masih terdapat perilaku yang
berisiko.
7
A1 (+) A2 (+) Reaktif Lakukan konseling hasil
A3 (-) tes positif dan rujuk ke
CST melalui manager
kasus untuk
mendapatkan layanan
selanjutnya
8
g. Dermatisis seboroik
h. Infeksi jamur pada kuku
3. Stadium 3
a. Penurunan berat badan bersifat berat yang tak diketahui
penyebabnya (lebih dari 10% dari perkiraan berat badan
atau berat badan sebelumnya)
b. Diarekronis yang tak diketahui penyebabnya selama lebih
dari 1 bulan
c. Demam menetap yang tak diketahui penyebabnya
d. Kandidiasis pada mulut yang menetap
e. Oral hairy leukoplakia
f. Tuberkulosis paru
g. Infeksi bakteri yang berat (contoh: pneumonia, empiema,
meningitis, piomiositis, infeksi tulang atau sendi,
bakteraemia, penyakit inflamasi panggul yang berat)
h. Stomatitis nekrotikans ulserative akut, gingivitis atau
periodontitis
i. Anemi yang tak diketahui penyebabnya (<8g/dl),
netropeni (<0.5 x 10/l) / trombositopeni kronis (<50 x 10)
4. Stadium 4
a. Sindrom wasting HIV
b. Pneumonia Pneumocystis jiroveci
c. Pneumonia bacteri berat yang berulang
d. Infeksi herpes simplex kronis (orolabial) genital, atau
anorektal selama lebih dari1 bulan atau viseral di bagian
manapun)
e. Kandidiasis esofageal (atau kandidiasis trakea, bronkus
atau paru)
f. Tuberkulosis ekstra paru
g. Sarkoma Kaposi
h. Penyakit Cytomegalovirus (retinitis atau infeksi organ
lain, tidak termasuk hati, limpa dan kelenjar getah
bening)
i. Toksoplasmosis di system saraf pusat
j. Ensefalopati HIV
k. Pneumonia Kriptokokus ekstra pulmoner, termasuk
meningitis
l. Infeksi mycobacteria non tuberculosis yang menyebar
m. Leukoencephalopathy multifocal progresif
n. Cyrptosporidiosis kronis
o. Isosporiasis kronis
p. Mikosis diseminata (histoplasmosis, coccidiomycosis)
q. Septikemi yang berulang (termasuk Salmonella non-tifoid)
r. Limfoma (serebral atau Sel B non Hodgkin)
s. Karsinoma serviks invasif
9
t. Leishmaniasis diseminata atipika
u. Nefropati atau kardiomiopati terkait HIV yang simtomatis
10
E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEBELUM PENGOBATAN
ARV
Pada dasarnya pemantauan laboratorium bukan merupakan
persyaratan mutlak untuk menginisiasi terapi ARV.
Pemeriksaan CD4 dan viral load juga bukan kebutuhan mutlak
dalam pemantauan pasien yang mendapat terapi ARV, namun
pemantauan laboratorium atas indikasi gejala yang ada sangat
dianjurkan untuk memantau keamanan dan toksisitas pada
ODHA yang menerima terapi ARV. Hanya apabila sumber daya
memungkinkan maka dianjurkan melakukan pemeriksaan viral
load pada pasien tertentu untuk mengkonfirmasi adanya gagal
terapi menurut kriteria klinis dan imunologis.
Di bawah ini adalah pemeriksaan laboratorium yang ideal
sebelum memulai ART apabila sumber daya memungkinkan:
1. Darah lengkap*
2. Jumlah CD4*
3. SGOT / SGPT*
4. Kreatinin Serum*
5. Urinalisa*
6. Hbs Ag
7. Tes Kehamilan (perempuan usia reproduktif dan perlu
anamnesis mens terakhir)
8. PAP smear / IFA-IMS untuk menyingkirkan adanya Ca
Cervix yang pada ODHA bisa bersifat progresif)
9. Jumlah virus / Viral Load RNA HIV** dalam plasma (bila
tersedia dan bila pasien mampu)
10. Anti-HCV (untuk ODHA IDU atau dengan riwayat IDU)
11. Profil lipid serum
12. Gula darah
13. VDRL/TPHA/PRP
14. Rontgen dada (utamanya bila curiga ada infeksi paru)
11
BAB IV
DOKUMENTASI
12
DAFTAR PUSTAKA
13