PEMBIMBING
PENULIS
Nadia Fernanda
03013133
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh:
Nadia Fernanda
03013133
Mengetahui,
iii
dr. Budi Wahjono, Sp.S
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Stroke
Non Hemoragik”. Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf di RSAL Dr. Mintohardjo
Jakarta. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian
presentasi kasus ini, terutama kepada dr. Budi Wahjono, Sp.S selaku pembimbing
yang telah memberikan waktu dan bimbingannya sehingga laporan kasus ini
dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan presentasi kasus ini tidak lepas
dari kesalahan dan kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan berbagai
saran dan masukan untuk perbaikan selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap
semoga presentasi kasus ini dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya dalam
bidang kedokteran, khususnya untuk bidang ilmu penyakit saraf.
Penulis
v
DAFTAR ISI
vi
4.5 Faktor Risiko …………………………….…………………..……….. 23
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke atau yang dikenal juga dengan istilah Gangguan Peredaran darah
Otak (GPDO), merupakan suatu sindrom yang diakibatkan oleh adanya gangguan
aliran darah pada salah satu bagian otak yang menimbulkan gangguan fungsional
otak berupa defisit neurologik atau kelumpuhan saraf.1
1
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. DS
Usia : 68 tahun
Agama : Protestan
2.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
b. Keluham Tambahan
3
Pasien datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo dengan keluhan
anggota gerak sebelah kiri terasa lemah dan berat sejak 7 jam SMRS.
Keluhan tersebut terjadi saat pasien ingin berjalan mengambil kertas
yang terjatuh dilantai sekitar pukul 14.00 WIB. Keluhan disertai bicara
pelo dan bibir mencong ke kiri yang timbul bersamaan dengan
kelemahan anggota gerak tersebut. Sekitar 5 bulan yang lalu, pasien
sering merasakan adanya kesemutan dan kebas yang hilang timbul pada
anggota gerak sebelah kiri. Keluarga pasien menyangkal adanya
penurunan kesadaran sebelum timbul keluhan tersebut. Pasien juga tidak
merasa mual dan tidak ada muntah. Riwayat nyeri kepala, trauma dan
demam disangkal.
4
g. Riwayat Pengobatan
a. Keadaan Umum
Tanda Vital
Nadi : 84x/menit
Suhu : 36,5 ℃
Pernapasan : 20x/menit
b. Status Generalis
5
Bibir : Sianosis (-), anemis (-)
Thoraks
c. Status Neurologis
- Brudzinski I : (-)
- Brudzinski II : (-)
- Laseque : (-)
- Kernig : (-)
2. Kepala
- Bentuk : Normosefali
- Simetri : (+)
6
3. Leher
- Sikap : Tegak
- Pergerakan : Aktif
4. Gangguan bicara
- Disartria : (+)
Hasil Pemeriksaan
Jenis Pemeriksaan
Kanan Kiri
N. I (Olfaktorius)
Tidak dilakukan
Subjektif
N. II (Optikus)
Tajam Penglihatan
Tidak dilakukan
Lapang Penglihatan
Melihat Warna
N. III (Okulomotorius)
Celah mata Baik Baik
Pergerakan Mata Baik Baik
Nistagmus (-) (-)
Pupil Bulat isokor, 3 mm Bulat isokor, 3 mm
RCL (+) RCL (+)
RCTL (+) RCTL (+)
7
N. IV (Trokhlearis)
Pergerakan Mata Baik Baik
Sikap Bulbus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Melihat Kembar (-) (-)
N. V (Trigeminus)
Membuka Mulut Baik Baik
Mengunyah Baik Baik
Menggigit Baik Baik
Refleks Kornea (+) (+)
Sensibilitas Wajah Baik Baik
N. VI (Abducen)
Pergerakan Mata Baik Baik
Melihat Kembar (-) (-)
N. VII (Facialis)
Mengerutkan Dahi Baik Baik
Menutup Mata Baik Baik
Memperlihatkan Gigi Baik Tidak baik
Perasaan Lidah (2/3 depan) Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.VIII
(Vestibulokokhlearis)
Detik Arloji
Suara Berbisik Tidak dilakukan
Tes Swabach
Tes Rinne
Tes Weber
N. IX (Glossefaringeus)
Perasaan Lidah (1/3 Tidak dilakukan
belakang)
8
Gag reflex
N. X (Vagus)
Arkus Faring Baik Baik
Berbicara Baik Baik
Menelan Baik Baik
N. IX (Accesorius)
Mengangkat Bahu Baik Baik
Memalingkan Kepala Baik Baik
N. XII (Hipoglossus)
Pergerakan Lidah Baik Tidak baik
Tremor Lidah (-) (-)
Artikulasi Kurang jelas
6. Anggota Gerak
Hasil Pemeriksaan
Jenis Pemeriksaan
Kanan Kiri
Motorik
Pergerakan Aktif Aktif
Kekuatan 5555 3333
Trofi Normotrofi Normotrofi
Tonus Normotonus Normotonus
Sensorik
9
Nyeri Normal Normal
Raba halus Normal Normal
Reflex Fisiologis
Biseps (+) (++)
Triseps (+) (++)
Reflex Patologis
Hoffman - Tromner (-) (-)
Hasil Pemeriksaan
Jenis Pemeriksaan
Kanan Kiri
Motorik
Pergerakan Aktif Aktif
Kekuatan 5555 3333
Trofi Normotrofi Normotrofi
Tonus Normotonus Normotonus
Sensorik
Nyeri Normal Normal
Raba halus Normal Normal
Reflex Fisiologis
Patella (+) (++)
Achilles (+) (++)
Reflex Patologis
Babinski (-) (+)
Chaddock (-) (+)
10
7. Pemeriksaan Keseimbangan dan Koordinasi
- Atetose : (-)
- Mioklonik : (-)
- Chorea : (-)
9. Alat Vegetatif
- Miksi : (+)
- Defekasi : (+)
a. Pemeriksaan Laboratorium
11
Tanggal 22 Februari 2019
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hematokrit 42 % 42 – 48
KIMIA KLINIK
KIMIA KLINIK
Lemak
Fungsi Ginjal
Ureum 38 mg/dL 17 - 43
12
b. Pemeriksaan CT Scan Kepala tanpa Kontras
13
Kesan: infark subacute di regio frontalis kanan - nucleus caudatus kanan
14
2.5 Ringkasan
Tn. DS, usia 68 tahun, datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo dengan
keluhan anggota gerak sebelah kiri terasa lemah dan berat sejak 7 jam
SMRS. Keluhan tersebut terjadi saat pasien sedang ingin berjalan mengambil
kertas yang terjatuh dilantai sekitar pukul 14.00 WIB. Keluhan disertai bicara
pelo dan bibir mencong ke kiri yang timbul bersamaan dengan kelemahan
anggota gerak tersebut. Sekitar 5 bulan yang lalu, pasien sering merasakan
adanya kesemutan dan kebas yang hilang timbul pada anggota gerak sebelah
kiri. Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien
memiliki riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang lalu rutin konsumsi amlodipin
1x5 mg. Ibu pasien memiliki riwayat diabetes mellitus dan stroke.
AX1
AX2
15
Hipertensi grade 2
2.8 Tatalaksana
- IVFD RL 14 tpm
- Clopidogrel 1x75 mg
- Aspilet 1x80 mg
- Simvastatin 1x20 mg
- Amlodipin 1x10 mg
2.9 Prognosis
16
2.10 Follow Up
17
kanan S: 36.5⁰C keadaan sebelah kiri Aspilet 1x80 mg
Mata: Pupil isokor, RCL +/+, RCTL E: vaskular
+/+ T: regio frontalis dextra Simvastatin 1x20 mg
TRM: (-) P: infark
Amlodipin 1x10 mg
Thorax, abdomen, ekstremitas: dbn
LNK:
- Parese N. VII sinistra sentral X2
- Parese N. XII sinistra sentral Hipertensi grade 2
Refleks fisiologis :
-Biceps: +/++ -
Triceps: +/++ -Patella:
+/++ -Achilles: +/++
Refleks patologis:
- Babinsky: -/+
- Chaddock: -/+
Motorik 5555/1111
5555/1111
Senin Kelemahan sisi tubuh GCS (E4M6V5) X1 IVFD RL 14 tpm
25 Jan 2019 kiri, bicara pelo, bibir K: hemiparesis sinistra,
mencong, TD: 170/110 parese N. VII sinistra Inj Citicholine 2 x 250 mg
mengabaikan sisi kiri HR: 86 x/menit sentral, parese N. XII
dan selalu melihat ke RR: 20x/menit sinistra sentral, neglected Clopidogrel 1x75 mg
kanan S: 36.6 ⁰C keadaan sebelah kiri Aspilet 1x80 mg
Mata: Pupil isokor, RCL +/+, RCTL E: vaskular
+/+ T: regio frontalis dextra Simvastatin 1x20 mg
TRM: (-) P: infark
Thorax, abdomen, ekstremitas: dbn Amlodipin 1x10 mg
LNK:
- Parese N. VII sinistra sentral X2
- Parese N. XII sinistra sentral Hipertensi grade 2
18
Refleks fisiologis :
-Biceps: +/++ -
Triceps: +/++ -Patella:
+/++ -Achilles: +/++
Refleks patologis:
- Babinsky: -/+
- Chaddock: -/+
Motorik 5555/1111
5555/1111
Selasa Kelemahan sisi tubuh GCS (E4M6V5) X1 IVFD RL 14 tpm
26 Feb 2019 kiri, bicara pelo, bibir K: hemiparesis sinistra,
mencong, TD: 180/100 parese N. VII sinistra Inj Citicholine 2 x 250 mg
mengabaikan sisi kiri HR: 90 x/menit sentral, parese N. XII
dan selalu melihat ke RR: 20x/menit sinistra sentral, neglected Clopidogrel 1x75 mg
kanan S: 36.5⁰C keadaan sebelah kiri Aspilet 1x80 mg
Mata: Pupil isokor, RCL +/+, RCTL E: vaskular
+/+ T: regio frontalis dextra Simvastatin 1x20 mg
TRM: (-) P: infark
LNK: Amlodipin 1x10 mg
- Parese N. VII sinistra sentral
- Parese N. XII sinistra sentral X2
Refleks fisiologis : Hipertensi grade 2
-Biceps: +/++ -
Triceps: +/++ -Patella:
+/++ -Achilles: +/++
Refleks patologis:
- Babinsky: -/+
- Chaddock: -/+
Motorik 5555/1111
5555/1111
19
Rabu Kelemahan sisi tubuh GCS (E4M6V5) X1 IVFD RL 14 tpm
27 Feb 2019 kiri, bicara pelo, bibir K: hemiparesis sinistra,
mencong, nyeri pada TD: 180/110 parese N. VII sinistra Inj Citicholine 2 x 250 mg
pinggang, demam dan HR: 80 x/menit sentral, parese N. XII
BAB cair, RR: 20x/menit sinistra sentral, neglected Clopidogrel 1x75 mg
mengabaikan sisi kiri S: 38.8⁰C keadaan sebelah kiri Aspilet 1x80 mg
dan selalu melihat ke Mata: Pupil isokor, RCL +/+, RCTL E: vaskular
kanan +/+ T: regio frontalis dextra Simvastatin 1x20 mg
TRM: (-) P: infark
LNK: Amlodipin 2x10 mg
- Parese N. VII sinistra sentral
- Parese N. XII sinistra sentral Candesartan 1x16 mg
X2
Refleks fisiologis : Hipertensi grade 2 Paracetamol 3x500 mg
- Biceps: +/++ -
Triceps: +/++ -Patella: N. Diatab 3x2 tab
+/++ -Achilles: +/++
Refleks patologis:
- Babinsky: -/+
- Chaddock: -/+
Motorik 5555/1111
5555/1111
20
Kamis Kelemahan sisi tubuh GCS (E4M6V5) X1 IVFD RL 14 tpm
28 Feb 2019 kiri, bicara pelo, bibir K: hemiparesis sinistra,
mencong, nyeri pada TD: 160/100 parese N. VII sinistra Inj Citicholine 2 x 250 mg
pinggang dan BAB HR: 86 x/menit sentral, parese N. XII
cair, mengabaikan sisi RR: 20x/menit sinistra sentral, neglected Clopidogrel 1x75 mg
kiri dan selalu melihat S: 36.3⁰C keadaan sebelah kiri Aspilet 1x80 mg
ke kanan Mata: Pupil isokor, RCL +/+, RCTL E: vaskular
+/+ T: regio frontalis dextra Simvastatin 1x20 mg
TRM: (-) P: infark
LNK: Amlodipin 2x10 mg
- Parese N. VII sinistra sentral
- Parese N. XII sinistra sentral Candesartan 1x16 mg
X2
Refleks fisiologis : Hipertensi grade 2 Paracetamol 3x500 mg
-Biceps: +/++ -
Triceps: +/++ N. Diatab 3x2 tab
-Patella: +/++ -
Achilles: +/++
Refleks patologis:
- Babinsky: -/+
- Chaddock: -/+
Motorik 5555/1111
5555/1111
21
Jumat Kelemahan sisi tubuh GCS (E4M6V5) X1 Venflon
1 Mar 2019 kiri, bicara pelo, bibir K: hemiparesis sinistra,
mencong, nyeri pada TD: 160/100 parese N. VII sinistra Citicholine 2 x 500 mg
pinggang dan BAB cair HR: 86 x/menit sentral, parese N. XII
berkurang, RR: 20x/menit sinistra sentral, neglected Clopidogrel 1x75 mg
mengabaikan sisi kiri S: 36.3⁰C keadaan sebelah kiri Aspilet 1x80 mg
dan selalu melihat ke Mata: Pupil isokor, RCL +/+, RCTL E: vaskular
kanan +/+ T: regio frontalis dextra Simvastatin 1x20 mg
TRM: (-) P: infark
LNK: Amlodipin 2x10 mg
- Parese N. VII sinistra sentral
- Parese N. XII sinistra sentral Candesartan 1x16 mg
X2
Refleks fisiologis : Hipertensi grade 2 Paracetamol 3x500 mg
-Biceps: +/++ -
Triceps: +/++ N. Diatab 3x2 tab
-Patella: +/++ -
Achilles: +/++
Refleks patologis:
- Babinsky: -/+
- Chaddock: -/+
Motorik 5555/1111
5555/1111
22
BAB III
ANALISIS KASUS
Tn. DS, usia 68 tahun, datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo dengan
keluhan anggota gerak sebelah kiri terasa lemah dan berat sejak 7 jam SMRS.
Keluhan tersebut terjadi saat pasien sedang ingin berjalan mengambil kertas yang
terjatuh dilantai sekitar pukul 14.00 WIB. Keluhan disertai bicara pelo dan bibir
mencong ke kiri yang timbul bersamaan dengan kelemahan anggota gerak
tersebut. Sekitar 5 bulan yang lalu, pasien sering merasakan adanya kesemutan
dan kebas yang hilang timbul pada anggota gerak sebelah kiri. Pasien tidak
pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien memiliki riwayat
hipertensi sejak 1 tahun yang lalu rutin konsumsi amlodipin 1x5 mg. Ibu pasien
memiliki riwayat diabetes mellitus dan stroke.
23
tidak ditemukan adanya penurunan kesadaran dan nyeri kepala, hanya ditemukan
refleks patologis (stroke iskemik akut atau stroke infark).
24
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Definisi
4.2 Epidemiologi
25
Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi stroke di Indonesia pada tahun
2013 mencapai 12,1 per 1.000 penduduk, dengan prevalensi tertinggi di
Sulawesi Utara (10,8 per 1.000 penduduk), diikuti DI Yogyakarta (10,3 per
1.000 penduduk), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per
1.000 penduduk.2
1. Stroke Iskemik
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Redarahan subarakhnoid
26
1. Transient Ischemic Attack
2. Stroke in evolution
3. Completed stroke
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebro-basiler
4.4 Etiologi
a. Trombosis
- Aterosklerosis (tersering)
b. Embolisme
- Sumber di jantung : fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium,
penyakit jantung rematik, penyakit katup jantung, katup prostetik,
kardiomiopati iskemik
27
- Sumber tromboemboli aterosklerotik di arteri : bifurkatio karotis
komunis, arteri vertebralis distal
- Keadaan hiperkoagulasi : kontrasepsi oral, karsinoma
c. Vasokonstriksi
- Vasospasme serebrum setelah perdarahan subarachnoid
- Usia
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia,
semakin besar pula risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan
adanya proses degenerasi (penuan) yang terjadi secara alamiah dan pada
umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh darahnya lebih kaku oleh
sebab adanya plak (atherosklerosis).
- Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke
dibandingkan dengan perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki
cenderung merokok. Rokok itu sendiri ternyata dapat merusak lapisan
dari pembuluh darah tubuh yang dapat mengganggu aliran darah.
- Herediter
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan
riwayat stroke pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk
terkena stroke dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada
keluarganya.
- Ras/etnik
Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa ras kulit putih memiliki
peluang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit
hitam.
28
b. Faktor yang dapat dimodifikasi
- Hipertensi (darah tinggi)
Orang yang mempunyai tekanan darah yang tinggi memiliki peluang
besar untuk mengalami stroke. Bahkan hipertensi merupakan penyebab
terbesar (etiologi) dari kejadian stroke itu sendiri. Hal ini dikarenakan
pada kasus hipertensi, dapat terjadi gangguan aliran darah tubuh dimana
pembuluh darah akan vasokontriksi sehingga darah yang mengalir ke otak
pun akan berkurang. Dengan pengurangan aliran darah otak (ADO) maka
otak akan akan kekurangan suplai oksigen dan juga glukosa (hipoksia),
karena suplai berkurang secara terus menerus, maka jaringan otak lama-
lama akan mengalami kematian.
- Penyakit jantung
Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infak
miokard juga merupakan faktor terbesar terjadinya stroke. Seperti kita
ketahui, bahwa sentral dari aliran darah di tubuh terletak di jantung.
Bilamana pusat mengaturan aliran darahnya mengalami kerusakan, maka
aliran darah tubuh pun akan mengalami gangguan termasuk aliran darah
yang menuju ke otak. Karena adanya gangguan aliran, jaringan otak pun
dapat mengalami kematian secara mendadak ataupun bertahap.
- Diabetes melitus
Diabetes melitus memiliki risiko untuk mengalami stroke. Hal ini
terkait dengan pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi
lebih kaku. Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar glukosa darah
secara tiba-tiba juga dapat menyebabkan kematian jaringan otak.
- Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar kolesterol
didalam darah berlebih. Kolesterol yang berlebih terutama jenis LDL akan
mengakibatkan terbentuknya plak pada pembuluh darah, yang akan
semakin banyak dan menumpuk sehingga dapat mengganggu aliran darah.
- Obesitas
29
Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
stroke. Hal tersebut terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol
dalam darah pada orang dengan obesitas, dimana biasanya kadar LDL
lebih tinggi dibandingkan dengan kadar HDL.
- Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang
merokok ternyata memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar
fibrinogen ini dapat mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah
sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku dengan demikian
dapat menyebabkan gangguan aliran darah.
4.6 Patofisiologi
Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa
yang diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi
penurunan Na+ K+ ATP-ase, sehingga membran potensial akan
menurun. K + berpindah ke ruang ekstraselular, sementara ion Na dan
30
Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel
menjadi lebih negatif sehingga terjadi membran depolarisasi. Saat awal
depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi
perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak.
Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang
batas kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga
dibawah 10 ml / 100 gram / menit.11
31
ada sedikit gangguan. Keadaan ini secara klinis disebut RIND
(Reversible Ischemic Neurologic Deficit).
32
keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan
dan detak jantung terganggu, lidah lemah.
Gejala klinis stroke iskemik dapat terjadi pada lokasi yang berbeda
tergantung neuroanatomi dan vaskularisasi yang diserang, antara lain:
33
motorik dan sensorik untuk anggota gerak bawah kontralateral, juga
merupakan pusat inhibitoris dari kandung kemih (pusat miksi).
Gejala yang akan timbul apabila terjadi gangguan pada aliran darah
serebri anterior adalah paralisis kontralateral dan gangguan sensorik
yang mengenai anggota gerak bawah. Selain itu, dapat pula dijumpai
gangguan kendali dari miksi karena kegagalan dalam inhibisi refleks
kontraksi kandung kemih, dengan dampak terjadi miksi yang bersifat
presipitatif.
2. Arteri serebri media
Arteri serebri media merupakan arteri yang mensuplai sebagian
besar dari hemisfer serebri dan struktur subkortikal dalam, yang
mencakup area divisi kortikal superior, inferior, dan lentikolostriaka.
Gejala yang akan timbul apabila mengenai divisi kortikal superior
yaitu menimbulkan hemisensorik kontralateral dengan distribusi serupa,
tetapi tanpa disertai hemianopia homonimus. Seandainya hemisfer yang
terkena adalah sisi dominan, gejala juga akan disertai dengan afasia
Brocca (afasia ekspresif) yang memiliki ciri berupa gangguan ekspresi
berbahasa. Gejala pada divisi kortikal inferior jarang terserang secara
tersendiri, dapat berupa homonimus hemianopia kontralateral, gangguan
fungsi sensorik kortikal, seperti graphestesia, stereonogsia kontralateral,
gangguan pemahaman spasial, anosognosia, gangguan identifikasi
anggota gerak kontralateral, dan apraksia. Pada lesi yang mengenai sisi
dominan, maka akan terjadi pula afasia Wernicke (afasia reseptif).
Apabila stroke terjadi akibat oklusi di daerah bifurkasio atau
trifurkasio (lokasi percabangan arteri serebri media) dimana merupakan
pangkal dari divisi superior dan inferior, maka akan terjadi stroke yang
berat. Dengan demikian, akan terjadi hemiparesis dan hemisensorik
kontralateral, yang lebih melibatkan wajah dan lengan dibanding kaki,
terjadi homonimus hemianopia, dan bila mengenai sisi dominan akan
terjadi afasia global (perseptif dan ekspresif).
Oklusi yang terjadi di pangkal arteri serebri media akan
mengakibatkan aliran darah ke cabang lentikulostriata terhenti dan akan
34
terjkadi stroke yang lebih hebat. Sebagai dampaknya, selain gabungan
gejala pada oklusi di bifurkarsio atau trifurkarsio seperti yang disebutkan
di atas, juga akan didapatkan gejala paralisis kaki sisi kontralateral.
3. Arteri karotis interna
Arteri karotis interna merupakan arteri yang berpangkal pada ujung
arteri karotis komunis yang membelah dua. Arteri karotis interna
bercabang-cabang menjadi arteri serebri anterior dan media, juga
menjadi arteri oftalmikus yang memberikan suplai darah ke retina.
Berat ringannya gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri karotis
interna ditentukan oleh aliran kolateral yang ada. Kurang lebih sekitar
15% stroke iskemik yang disebabkan oklusi arteri karotis interna ini
akan didahului oleh gejala TIA atau gejala gangguan penglihatan
monokuler yang bersifat sementara, yang mengenai retina mata sisi
ipsilateral.
Secara keseluruhan, gejala yang muncul merupakan gabungan dari
oklusi arteri serebri media dan anterior ditambah gejala akibat oklusi
arteri oftalmikus yang muncul sebagai hemiplegia dan hemisensorik
kontralateral, afasia, homonimus hemianopia, dan gangguan penglihatan
ipsilateral.
4. Arteri serebri posterior
Arteri serebri posterior merupakan cabang dari arteri basilaris yang
memberikan aliran darah ke korteks oksipital serebri, lobus temporalis
medialis, talamus, dan bagian rostral dari mesensefalon. Emboli yang
berasal dari arteri basilaris dapat menyumbat arteri ini.
Gejala yang muncul apabila terjadi oklusi pada arteri serebri
posterior menyebabkan terjadinya homonimus hemianopia yang
mengenai lapangan pandang kontralateral. Sedangkan oklusi yang
terjadi pada daerah awal arteri serebri posterior pada mesensefalon akan
memberikan gejala paralisis pandangan vertikal, gangguan nervus
kranialis okulomotorik, oftalmoplagia internuklear, dan defiasi vertikal
drai bola mata.
35
Apabila oklusi mengenai lobus oksipital sisi hemisfer dominan,
dapat terjadi afasia anomik (kesulitan menyebutkan nama benda),
aleksia tanpa agrafia (tidak dapat membaca tanpa kesulitan menulis),
agnosia visual (ketidakmampuan untuk mengidentfikasi objek yang
ada di sisi kiri), dan akibat adanya lesi di korpus kalosum
menyebabkan terputusnya hubungan korteks visual kanan dengan area
bahasa di hemisfer kiri. Oklusi yang mengenai kedua arteri serebri
posterior (kanan dan kiri) mengakibatkan penderita mengalami kebutaan
kortikal, gangguan ingatan dan prosopagnosia (ketidakmampuan
mengenali wajah yang sebenarnya sudah dikenali).
5. Arteri basilaris
Arteri basilaris merupakan gabungan dari sepasang arteri vertebra.
Cabang dari arteri basilaris memberikan suplai darah untuk lobus
oksipital, lobus temporal media, talamus media, kapsula internal krus
posterior, batang otak dan serebelum.
Gejala yang muncul akibat oklusi trombus arteri basilaris
menimbulkan defisit neurologis bilateral dengan keterlibatan beberapa
cabang arteri. Trombosis basiler mempengaruhi bagian proksimal dari
arteri basilaris yang memberikan darah ke pons. Keterlibatan sisi dorsal
pons mengakibatkan gangguan pergerakan mata horizontal, adanya
nigtagmus vertikal, dan gerakan okular lainnya seperti konstriksi pupil
yang reaktif, hemiplegi yang sering disertai koma dan sindrom oklusi
basiler dengan penurunan kesadaran.
Emboli dari arteri vertebralis yang menyumbat bagian distal arteri
basilaris mengakibatkan penurunan aliran darah menuju formasio
retikularis asendens di mesensefalon dan talamus sehingga timbul
penurunan kesadaran. Sedangkan emboli yang lebih kecil dapat
menyumbat lebih rostral dan pada kasus demikian, mesensefalon,
talamus, lobus temporal, dan oksipital dapat mengalami infark. Kondisi
ini dapat mengakibatkan gangguan visual (hemianopia homonim, buta
kortikal), visiomotor (gangguan gerak konvergen, paralisis penglihatan
36
vertikal, diplopia), dan prilaku (terutama disorientasi) abnormal tanpa
gangguan motorik.
6. Cabang vertebrobasilar Sirkumferensial
Cabang sirkumferesial dari arteri vertebralis dan basilaris adalah
arteri sereberalis inferior posterior, sereberalis inferior anterior, dan
sereberalis superior.
Gejala yang terjadi akibat oklusi arteri sereberalis inferior posterior
mengakibatkan sindrom medular lateral (Wallenberg’s syndrome).
Sindrom ini dapat disertai ataksia sereberalis ipsilateral, sindrom Horner,
defisif sensoris wajah, hemihipertesi alternan, nistagmus, vertigo, mual
muntah, disfagia, disartria, dan cegukan. Oklusi arteri sereberalis inferior
anterior akan mengakibatkan infark sisi lateral dari kaudal pons dan
menimbulkan sindrom klinis seperti paresis otot wajah, kelumpuhan
pandangan, ketulian, dan tinitus. Oklusi arteri sereberalis superior akan
mengakibatkan sindrom lateral rostral pons yang menyerupai lesi dengan
disertai adanya optokinetik nistagmus atau skew deviation.
7. Cabang vertebrobasiler paramedian
Cabang arteri paramedian memberi aliran darah sisi medial batang
otak mulai dari permukaan ventral hingga dasar ventrikel IV. Struktur
pada regio ini meliputi sisi medial pedunkulus sereberi, jaras sensorik,
nukleus rubra, formasio retikularis, nukleus kranialis (N.III, N. IV, N.VI,
N.XII).
Gejala yang diakibatkan oleh oklusi arteri ini tergantung dimana
oklusi terjadi. Oklusi pada mesensefalon menimbulkan paresis nervus
okulomotor (N.III) ipsilateral disertai ataksia. Paresis nervus abdusen
(N.VI) dan nervus fasialis (N.VII) ipsilateral terjadi pada lesi daerah
pons, sedang paresis nervus hipoglosus (N.XII) terjadi jika letak lesi
setinggi medula oblongata. Manifestasi klinis dapat berupa koma apabila
lesi melibatkan kedua sisi batang otak.
8. Cabang vertebrobasilar basalis
Percabangan ini berasal dari arteri sirkumferensial yang memasuki
sisi vertebral batang otak dan memberi aliran darah jaras motorik batang
37
otak. Gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri basilaris yaitu
hemiparesis kontralateral, dan apabila nervus kranialis (N.III, N.VI,
N.VII) terkena terjadilah paresis nervus kranialis ipsilateral.
9. Infark lakunar
Infark lakunar sering terjadi pada nukleus dalam dari otak (putamen
37%, talamus 14%, nukleus kaudatus 10%, pons 26%, kapsula interna
krus posterior 10%). Terdapat 4 macam sindrom infark lakunar yaitu
hemiparesis murni, stroke sensorik murni, hemiparesis ataksik, dan
sindroma dysarthria-clumsy hand.
a. Diagnosis Klinis13
Stupor 1
Koma/semi-koma 2
Iya 1
Iya 1
38
Tekanan darah diastolik mmHg (x0.1)
Konstanta (-12)
b. Pemeriksaan Penunjang
39
prognostik. Dan pemeriksaan laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal,
hematologi, faal hemostasis, kadar gula darah, analisis urin, analisa gas
darah, dan elektrolit).14
4.9 Tatalaksana15
Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 30˚, kepala dan dada pada satu
bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri
oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika
perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan
antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh,
dikosongkan. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau
koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan
mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral
hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan
atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui nasogastrik tube.
Kadar gula darah >150 mg/dL harus dikoreksi sampai batas gula
darah sewaktu 150 mg/dL dengan insulin drip intravena kontinu selama
2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg/dL atau < 80
mg/dL dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai
kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-
obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan,
kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean
Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran
dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut,
gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah
maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium
40
nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis
kalsium.
Terapi khusus:
41
menyelamatkan neuron-neuron di daerah penumbra serta merestorasikan
fungsi neurologic yang hilang.
Terapi trombolisis:
Obat yang diakui FDA sebagai standar ini adalah pemakaian t-TPA
(recombinant – tissue plasminogen activator) yang diberikan pada
penderita stroke akut baik i.v maupun intra arterial dalam waktu kurang
dari 3 jam setelah onset stroke. Diharapkan dengan pengobatan ini,
terapi penghancuran thrombus dan reperfusi jaringan otak terjadi
sebelum ada perubahan irreversible pada otak yang terkena terutama
daerah penumbra.
42
Terapi neuroprotektif:
43
BAB V
KESIMPULAN
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Dinata CA, Safrita Y, Sastri S. Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke
pada Pasien Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok
Selatan Periode 1 Januari 2010 - 31 Juni 2012. Jurnal Kesehatan Andalas.
2013. 2(2): 57-61
5. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology. Major
Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill:
New York. 2005.
6. Mackay J, Mensah GA. The atlas of heart disease and stroke. World health
organization and Center for disease control and prevention. Available at
45
http://www.who.int/cardiovascular_diseases/resources/atlas/en. Accessed on
February 28, 2019
7. Roger VL, Go AS, Lloyd-Jones DM, Benjamin EJ, Berry JD, Borden WB, et
al. Heart disease and stroke statistics--2012 update: a report from the
American Heart Association. Circulation. 2012:125(1);220-2
11. Wijaya AK. Patofisiologi Stroke Non Hemoragik Akibat Trombus. Available
at https://docplayer.info/34254866-Patofisiologi-stroke-non-hemoragik-
akibat-trombus.html. Accessed on March 1, 2019
13. Widiastuti P, Nuartha N. Sistem skoring diagnostik untuk stroke: skor Siriraj.
CDK 2015:42(10);776-9.
46