Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN KASUS

STROKE NON HEMORAGIK

PEMBIMBING

dr. Budi Wahjono, Sp.S

PENULIS

Nadia Fernanda

03013133
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT TNI AL DR. MINTOHARDJO JAKARTA

PERIODE 18 FEBRUARI – 23 MARET 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul

“STROKE NON HEMORAGIK”

Disusun oleh:

Nadia Fernanda

03013133

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf di RS TNI AL Dr. Mintohardjo Jakarta

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Periode 18 Februari 2019 - 23 Maret 2019

Jakarta, 5 Maret 2019

Mengetahui,

iii
dr. Budi Wahjono, Sp.S

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Stroke
Non Hemoragik”. Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf di RSAL Dr. Mintohardjo
Jakarta. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian
presentasi kasus ini, terutama kepada dr. Budi Wahjono, Sp.S selaku pembimbing
yang telah memberikan waktu dan bimbingannya sehingga laporan kasus ini
dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan presentasi kasus ini tidak lepas
dari kesalahan dan kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan berbagai
saran dan masukan untuk perbaikan selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap
semoga presentasi kasus ini dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya dalam
bidang kedokteran, khususnya untuk bidang ilmu penyakit saraf.

Jakarta, Maret 2019

Penulis

v
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………..……….. i

KATA PENGANTAR ……………………………………………...…………. ii

DAFTAR ISI ………………………………………………………..………… iii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1

BAB II LAPORAN KASUS ………………………..………………...……….. 2

2.1 Identitas Pasien ……………..……………...…………………...……… 2

2.2 Anamnesis ……………………..…….…..……...………..………….. 2

2.3 Pemeriksaan Fisik ……………………..…………..……...…………… 3

2.4 Pemeriksaan Penunjang …………….…………...…….………………. 8

2.5 Ringkasan …………………………….…………….……………..….. 11

2.6 Diagnosis Kerja ……………………………………..……...………… 11

2.7 Diagnosis Banding …..………………...……...……………………… 11

2.8 Penatalaksanaan …..………………...…...…………………………… 12

2.9 Prognosis …………………..…..………………………...…………… 12

2.10 Follow up …………………..…………………………….…………… 13

BAB III ANALISIS KASUS …………………………………………...…….. 19

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA …………………………………...……….. 21

4.1 Definisi ……………..……………...……………….………………… 21

4.2 Epidemiologi ……………………..…...………….……..………….. 21

4.3 Klasifikasi ……………………..…………...…………………….…… 22

4.4 Etiologi ……………..…………………..…….………………………. 22

vi
4.5 Faktor Risiko …………………………….…………………..……….. 23

4.6 Patofisiologi ……………………………..……...……………….…… 25

4.7 Manifestasi Klinis …..………………...……………………………… 27

4.8 Penegakan Diagnosis …..…………...………………………………… 33

4.9 Tatalaksana …………………..…..…….……………………………... 34

BAB V KESIMPULAN ……………………………………..………….…….. 38

DAFTAR PUSTAKA …………………………...…………....………………. 39

vii
BAB I

PENDAHULUAN

Stroke atau yang dikenal juga dengan istilah Gangguan Peredaran darah
Otak (GPDO), merupakan suatu sindrom yang diakibatkan oleh adanya gangguan
aliran darah pada salah satu bagian otak yang menimbulkan gangguan fungsional
otak berupa defisit neurologik atau kelumpuhan saraf.1

Stroke merupakan penyakit terbanyak ketiga setelah penyakit jantung dan


kanker, serta merupakan penyakit penyebab kecacatan tertinggi di dunia.
Menurut American Heart Association (AHA), angka kematian penderita stroke di
Amerika setiap tahunnya adalah 50 – 100 dari 100.000 orang penderita.1

Dari data South East Asian Medical Information Centre (SEAMIC)


diketahui bahwa angka kematian stroke terbesar terjadi di Indonesia yang
kemudian diikuti secara berurutan oleh Filipina, Singapura, Brunei, Malaysia,
dan Thailand. Dari seluruh penderita stroke di Indonesia, stroke ischemic
merupakan jenis yang paling banyak diderita yaitu sebesar 52,9%, diikuti secara
berurutan oleh perdarahan intraserebral, emboli dan perdarahan subaraknoid
dengan angka kejadian masing-masingnya sebesar 38,5%, 7,2%, dan 1,4%.1

Sedangkan di Indonesia, beradasarkan data Riset Kesehatan Dasar


(Riskesdas), prevalensi stroke di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 12,1 per
1.000 penduduk. Angka tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan
tahun 2007 yang sebesar 8.3 per 1.000 penduduk.2

Mengingat begitu besarnya prevalensi dan angka kejadian stroke baik di


seluruh dunia terutama di negara berkembang seperti Indonesia dan begitu
besarnya dampak yang akan ditimbulkan baik bagi penderita maupun bagi
keluarganya maka stroke menjadi suatu momok yang menakutkan. Sehingga
penting sekali untuk memahami stroke secara komprehensif terutama terkait
penatalaksanaannya pada kondisi akut untuk bisa menurunkan angka morbiditas
dan disabilitas bagi penderitanya.

1
2
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. DS

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 68 tahun

Alamat : Karet Kuningan, Setia Budi, Jakarta Selatan

Agama : Protestan

Pekerjaan : Tidak bekerja

Status pernikahan : Menikah

Tanggal MRS : 22 Februari 2019

2.2 Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis


dengan pasien dan keluarga pasien pada tanggal 23 Februari 2019 pukul
06.00 WIB di Pulau Numfor RSAL dr. Mintohardjo.

a. Keluhan Utama

Kelemahan anggota gerak sebelah kiri sejak 7 jam SMRS.

b. Keluham Tambahan

Bicara pelo dan bibir mencong ke kiri.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

3
Pasien datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo dengan keluhan
anggota gerak sebelah kiri terasa lemah dan berat sejak 7 jam SMRS.
Keluhan tersebut terjadi saat pasien ingin berjalan mengambil kertas
yang terjatuh dilantai sekitar pukul 14.00 WIB. Keluhan disertai bicara
pelo dan bibir mencong ke kiri yang timbul bersamaan dengan
kelemahan anggota gerak tersebut. Sekitar 5 bulan yang lalu, pasien
sering merasakan adanya kesemutan dan kebas yang hilang timbul pada
anggota gerak sebelah kiri. Keluarga pasien menyangkal adanya
penurunan kesadaran sebelum timbul keluhan tersebut. Pasien juga tidak
merasa mual dan tidak ada muntah. Riwayat nyeri kepala, trauma dan
demam disangkal.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.


Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang lalu rutin
konsumsi amlodipin 1x5 mg. Namun riwayat diabetes mellitus, asma,
penyakit jantung, penyakit paru, penyakit hati, penyakit ginjal maupun
alergi obat atau makanan disangkal.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat diabetes mellitus dan stroke pada ibu pasien. Namun


riwayat penyakit hipertensi, asma, penyakit jantung, penyakit paru,
penyakit hati, penyakit ginjal disangkal.

f. Riwayat Lingkungan dan Kebiasaan

Pasien riwayat merokok sejak usia 17 tahun dan berhenti sejak 5


tahun yang lalu. Pasien dapat menghabiskan 1 bungkus rokok/hari.
Tidak ada riwayat konsumsi alkohol. Pasien tidak rutin melakukan
olahraga.

4
g. Riwayat Pengobatan

Pasien belum pernah mengobati keluhannya. Pasien memiliki


obat-obatan yang rutin dikonsumsi setiap harinya yaitu amlodipin
1x5mg.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 23 Februari 2019 pukul


06.15 di Pulau Numfor RSAL dr. Mintohardjo.

a. Keadaan Umum

Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)

Kesan sakit : Tampak sakit sedang

Tanda Vital

Tekanan darah : 180/110 mmHg

Nadi : 84x/menit

Suhu : 36,5 ℃

Pernapasan : 20x/menit

b. Status Generalis

Kepala : Normosefali, tidak terdapat jejas

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

pupil isokor (diameter 3 mm/3 mm),

RCL (+/+), RCTL (+/+)

5
Bibir : Sianosis (-), anemis (-)

Leher : KGB dan tiroid dalam batas normal

Thoraks

 Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-),


murmur (-)

 Paru : Suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-),


wheezing (-/-)

Abdomen : Supel, bising usus normal, hepar dan lien


tidak teraba

c. Status Neurologis

1. Tanda Rangsangan Meningeal

- Kaku kuduk : (-)

- Brudzinski I : (-)

- Brudzinski II : (-)

- Laseque : (-)

- Kernig : (-)

2. Kepala

- Bentuk : Normosefali

- Nyeri tekan : (-)

- Simetri : (+)

6
3. Leher

- Sikap : Tegak

- Pergerakan : Aktif

4. Gangguan bicara

- Afasia motorik : (-)

- Afasia sensorik : (-)

- Disartria : (+)

5. Pemeriksaan Saraf Kranial

Hasil Pemeriksaan
Jenis Pemeriksaan
Kanan Kiri

N. I (Olfaktorius)
Tidak dilakukan
Subjektif

N. II (Optikus)
Tajam Penglihatan
Tidak dilakukan
Lapang Penglihatan
Melihat Warna

N. III (Okulomotorius)
Celah mata Baik Baik
Pergerakan Mata Baik Baik
Nistagmus (-) (-)
Pupil Bulat isokor, 3 mm Bulat isokor, 3 mm
RCL (+) RCL (+)
RCTL (+) RCTL (+)

7
N. IV (Trokhlearis)
Pergerakan Mata Baik Baik
Sikap Bulbus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Melihat Kembar (-) (-)

N. V (Trigeminus)
Membuka Mulut Baik Baik
Mengunyah Baik Baik
Menggigit Baik Baik
Refleks Kornea (+) (+)
Sensibilitas Wajah Baik Baik

N. VI (Abducen)
Pergerakan Mata Baik Baik
Melihat Kembar (-) (-)

N. VII (Facialis)
Mengerutkan Dahi Baik Baik
Menutup Mata Baik Baik
Memperlihatkan Gigi Baik Tidak baik
Perasaan Lidah (2/3 depan) Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N.VIII
(Vestibulokokhlearis)
Detik Arloji
Suara Berbisik Tidak dilakukan
Tes Swabach
Tes Rinne
Tes Weber

N. IX (Glossefaringeus)
Perasaan Lidah (1/3 Tidak dilakukan
belakang)

8
Gag reflex

N. X (Vagus)
Arkus Faring Baik Baik
Berbicara Baik Baik
Menelan Baik Baik

N. IX (Accesorius)
Mengangkat Bahu Baik Baik
Memalingkan Kepala Baik Baik

N. XII (Hipoglossus)
Pergerakan Lidah Baik Tidak baik
Tremor Lidah (-) (-)
Artikulasi Kurang jelas

6. Anggota Gerak

Anggota Gerak Atas

Hasil Pemeriksaan
Jenis Pemeriksaan
Kanan Kiri

Motorik
Pergerakan Aktif Aktif
Kekuatan 5555 3333
Trofi Normotrofi Normotrofi
Tonus Normotonus Normotonus

Sensorik

9
Nyeri Normal Normal
Raba halus Normal Normal

Reflex Fisiologis
Biseps (+) (++)
Triseps (+) (++)

Reflex Patologis
Hoffman - Tromner (-) (-)

Anggota Gerak Bawah

Hasil Pemeriksaan
Jenis Pemeriksaan
Kanan Kiri

Motorik
Pergerakan Aktif Aktif
Kekuatan 5555 3333
Trofi Normotrofi Normotrofi
Tonus Normotonus Normotonus

Sensorik
Nyeri Normal Normal
Raba halus Normal Normal

Reflex Fisiologis
Patella (+) (++)
Achilles (+) (++)

Reflex Patologis
Babinski (-) (+)
Chaddock (-) (+)

10
7. Pemeriksaan Keseimbangan dan Koordinasi

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan

Finger to finger Baik 8. G


erak
Past pointing Baik
Abno
Nistagmus (-)
rmal
Romberg Tidak dilakukan
- T
Romberg dipertajam Tidak dilakukan
remo
Tandem gait Tidak dilakukan
r
: (-)

- Atetose : (-)

- Mioklonik : (-)

- Chorea : (-)

9. Alat Vegetatif

- Miksi : (+)

- Defekasi : (+)

- Refleks anal : Tidak dilakukan

2.4 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

11
Tanggal 22 Februari 2019

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

HEMATOLOGI

Darah Rutin

Leukosit 8.500 /µL 5.000 – 10.000

Eritrosit 5.58 Juta/μL 4.6 – 6.2

Hemoglobin 12.9 g/dL 14 – 16

Hematokrit 42 % 42 – 48

Trombosit 267.000 Ribu/μL 150.000 – 450.000

KIMIA KLINIK

Glukosa darah 115 mg/dL <200


sewaktu

Tanggal 24 Januari 2018

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

KIMIA KLINIK

Lemak

Trigliserida 78 mg/dL 60 – 170

Kolesterol total 213 mg/dL <200

Kolesterol HDL 35 mg/dL 40 – 60

Kolesterol LDL 133 mg/dL <130

Fungsi Ginjal

Ureum 38 mg/dL 17 - 43

Kreatinin 1.4 mg/dL 0.7 - 1.3

12
b. Pemeriksaan CT Scan Kepala tanpa Kontras

13
Kesan: infark subacute di regio frontalis kanan - nucleus caudatus kanan

14
2.5 Ringkasan

Tn. DS, usia 68 tahun, datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo dengan
keluhan anggota gerak sebelah kiri terasa lemah dan berat sejak 7 jam
SMRS. Keluhan tersebut terjadi saat pasien sedang ingin berjalan mengambil
kertas yang terjatuh dilantai sekitar pukul 14.00 WIB. Keluhan disertai bicara
pelo dan bibir mencong ke kiri yang timbul bersamaan dengan kelemahan
anggota gerak tersebut. Sekitar 5 bulan yang lalu, pasien sering merasakan
adanya kesemutan dan kebas yang hilang timbul pada anggota gerak sebelah
kiri. Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien
memiliki riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang lalu rutin konsumsi amlodipin
1x5 mg. Ibu pasien memiliki riwayat diabetes mellitus dan stroke.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien compos mentis


(GCS 15 E4M6V5), tekanan darah 180/110 mmHg, nadi 84 x/menit, suhu
36.5oC, dan pernapasan 20x/menit. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan
kelainan berupa hemiparesis sinistra, parese N. VII sinistra sentral dan parese
N. XII sinistra sentral. Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin yaitu
hemoglobin 12.9 g/dl, kolesterol total 213 mg/dL, kolesterol HDL 35 mg/dL,
kolesterol LDL 133 mg/dL dan kreatinin 1.4 mg/dL. CT scan kepala infark
regio frontalis kanan - nucleus caudatus kanan.

2.6 Diagnosis Kerja

AX1

Diagnosis klinis : hemiparesis sinistra, parese N. VII sinistra


sentral, parese N. XII sinistra sentral

Diagnosis etiologis : vaskular

Diagnosis topis : hemisfer cerebri dextra

Diagnosis patologis : infark

AX2

15
Hipertensi grade 2

2.7 Diagnosis Banding

2.8 Tatalaksana

- IVFD RL 14 tpm

- Inj. Citicholin 2x250 mg

- Clopidogrel 1x75 mg

- Aspilet 1x80 mg

- Simvastatin 1x20 mg

- Amlodipin 1x10 mg

2.9 Prognosis

Ad vitam : Dubia ad bonam

Ad functionam : Dubia ad bonam

Ad sanationam : Dubia ad malam

16
2.10 Follow Up

Tanggal Subjektif Objektif Assessment Planning


Sabtu Kelemahan sisi tubuh GCS (E4M6V5) X1  IVFD RL 14 tpm
23 Feb 2019 kiri, tangan dan kaki K: hemiparesis sinistra,
kiri masih dapat TD: 180/110 parese N. VII sinistra  Inj Citicholine 2 x 250 mg
digerakkan, namun HR: 84 x/menit sentral, parese N. XII
terasa berat. Bicara RR: 20x/menit sinistra sentral  Clopidogrel 1x75 mg
pelo, bibir mencong S: 36.5⁰C E: vaskular  Aspilet 1x80 mg
Mata: Pupil isokor, RCL +/+, RCTL T: regio frontalis dextra
+/+ P: infark  Simvastatin 1x20 mg
TRM: (-)
Thorax, abdomen, ekstremitas: dbn  Amlodipin 1x10 mg
LNK: X2
- Parese N. VII sinistra sentral Hipertensi grade 2
- Parese N. XII sinistra sentral
Refleks fisiologis :
-Biceps: +/++ -
Triceps: +/++ -Patella:
+/++ -Achilles: +/++
Refleks patologis:
- Babinsky: -/+
- Chaddock: -/+
Motorik 5555/3333
5555/3333
Minggu Kelemahan sisi tubuh GCS (E4M6V5) X1  IVFD RL 14 tpm
24 Feb 2019 kiri, bicara pelo, bibir K: hemiparesis sinistra,
mencong, TD: 180/110 parese N. VII sinistra  Inj Citicholine 2 x 250 mg
mengabaikan sisi kiri HR: 80 x/menit sentral, parese N. XII
dan selalu melihat ke RR: 20x/menit sinistra sentral, neglected  Clopidogrel 1x75 mg

17
kanan S: 36.5⁰C keadaan sebelah kiri  Aspilet 1x80 mg
Mata: Pupil isokor, RCL +/+, RCTL E: vaskular
+/+ T: regio frontalis dextra  Simvastatin 1x20 mg
TRM: (-) P: infark
 Amlodipin 1x10 mg
Thorax, abdomen, ekstremitas: dbn
LNK:
- Parese N. VII sinistra sentral X2
- Parese N. XII sinistra sentral Hipertensi grade 2
Refleks fisiologis :
-Biceps: +/++ -
Triceps: +/++ -Patella:
+/++ -Achilles: +/++
Refleks patologis:
- Babinsky: -/+
- Chaddock: -/+
Motorik 5555/1111
5555/1111
Senin Kelemahan sisi tubuh GCS (E4M6V5) X1  IVFD RL 14 tpm
25 Jan 2019 kiri, bicara pelo, bibir K: hemiparesis sinistra,
mencong, TD: 170/110 parese N. VII sinistra  Inj Citicholine 2 x 250 mg
mengabaikan sisi kiri HR: 86 x/menit sentral, parese N. XII
dan selalu melihat ke RR: 20x/menit sinistra sentral, neglected  Clopidogrel 1x75 mg
kanan S: 36.6 ⁰C keadaan sebelah kiri  Aspilet 1x80 mg
Mata: Pupil isokor, RCL +/+, RCTL E: vaskular
+/+ T: regio frontalis dextra  Simvastatin 1x20 mg
TRM: (-) P: infark
Thorax, abdomen, ekstremitas: dbn  Amlodipin 1x10 mg
LNK:
- Parese N. VII sinistra sentral X2
- Parese N. XII sinistra sentral Hipertensi grade 2

18
Refleks fisiologis :
-Biceps: +/++ -
Triceps: +/++ -Patella:
+/++ -Achilles: +/++
Refleks patologis:
- Babinsky: -/+
- Chaddock: -/+
Motorik 5555/1111
5555/1111
Selasa Kelemahan sisi tubuh GCS (E4M6V5) X1  IVFD RL 14 tpm
26 Feb 2019 kiri, bicara pelo, bibir K: hemiparesis sinistra,
mencong, TD: 180/100 parese N. VII sinistra  Inj Citicholine 2 x 250 mg
mengabaikan sisi kiri HR: 90 x/menit sentral, parese N. XII
dan selalu melihat ke RR: 20x/menit sinistra sentral, neglected  Clopidogrel 1x75 mg
kanan S: 36.5⁰C keadaan sebelah kiri  Aspilet 1x80 mg
Mata: Pupil isokor, RCL +/+, RCTL E: vaskular
+/+ T: regio frontalis dextra  Simvastatin 1x20 mg
TRM: (-) P: infark
LNK:  Amlodipin 1x10 mg
- Parese N. VII sinistra sentral
- Parese N. XII sinistra sentral X2
Refleks fisiologis : Hipertensi grade 2
-Biceps: +/++ -
Triceps: +/++ -Patella:
+/++ -Achilles: +/++
Refleks patologis:
- Babinsky: -/+
- Chaddock: -/+
Motorik 5555/1111
5555/1111

19
Rabu Kelemahan sisi tubuh GCS (E4M6V5) X1  IVFD RL 14 tpm
27 Feb 2019 kiri, bicara pelo, bibir K: hemiparesis sinistra,
mencong, nyeri pada TD: 180/110 parese N. VII sinistra  Inj Citicholine 2 x 250 mg
pinggang, demam dan HR: 80 x/menit sentral, parese N. XII
BAB cair, RR: 20x/menit sinistra sentral, neglected  Clopidogrel 1x75 mg
mengabaikan sisi kiri S: 38.8⁰C keadaan sebelah kiri  Aspilet 1x80 mg
dan selalu melihat ke Mata: Pupil isokor, RCL +/+, RCTL E: vaskular
kanan +/+ T: regio frontalis dextra  Simvastatin 1x20 mg
TRM: (-) P: infark
LNK:  Amlodipin 2x10 mg
- Parese N. VII sinistra sentral
- Parese N. XII sinistra sentral  Candesartan 1x16 mg
X2
Refleks fisiologis : Hipertensi grade 2  Paracetamol 3x500 mg
- Biceps: +/++ -
Triceps: +/++ -Patella:  N. Diatab 3x2 tab
+/++ -Achilles: +/++
Refleks patologis:
- Babinsky: -/+
- Chaddock: -/+
Motorik 5555/1111
5555/1111

20
Kamis Kelemahan sisi tubuh GCS (E4M6V5) X1  IVFD RL 14 tpm
28 Feb 2019 kiri, bicara pelo, bibir K: hemiparesis sinistra,
mencong, nyeri pada TD: 160/100 parese N. VII sinistra  Inj Citicholine 2 x 250 mg
pinggang dan BAB HR: 86 x/menit sentral, parese N. XII
cair, mengabaikan sisi RR: 20x/menit sinistra sentral, neglected  Clopidogrel 1x75 mg
kiri dan selalu melihat S: 36.3⁰C keadaan sebelah kiri  Aspilet 1x80 mg
ke kanan Mata: Pupil isokor, RCL +/+, RCTL E: vaskular
+/+ T: regio frontalis dextra  Simvastatin 1x20 mg
TRM: (-) P: infark
LNK:  Amlodipin 2x10 mg
- Parese N. VII sinistra sentral
- Parese N. XII sinistra sentral  Candesartan 1x16 mg
X2
Refleks fisiologis : Hipertensi grade 2  Paracetamol 3x500 mg
-Biceps: +/++ -
Triceps: +/++  N. Diatab 3x2 tab
-Patella: +/++ -
Achilles: +/++
Refleks patologis:
- Babinsky: -/+
- Chaddock: -/+
Motorik 5555/1111
5555/1111

21
Jumat Kelemahan sisi tubuh GCS (E4M6V5) X1  Venflon
1 Mar 2019 kiri, bicara pelo, bibir K: hemiparesis sinistra,
mencong, nyeri pada TD: 160/100 parese N. VII sinistra  Citicholine 2 x 500 mg
pinggang dan BAB cair HR: 86 x/menit sentral, parese N. XII
berkurang, RR: 20x/menit sinistra sentral, neglected  Clopidogrel 1x75 mg
mengabaikan sisi kiri S: 36.3⁰C keadaan sebelah kiri  Aspilet 1x80 mg
dan selalu melihat ke Mata: Pupil isokor, RCL +/+, RCTL E: vaskular
kanan +/+ T: regio frontalis dextra  Simvastatin 1x20 mg
TRM: (-) P: infark
LNK:  Amlodipin 2x10 mg
- Parese N. VII sinistra sentral
- Parese N. XII sinistra sentral  Candesartan 1x16 mg
X2
Refleks fisiologis : Hipertensi grade 2  Paracetamol 3x500 mg
-Biceps: +/++ -
Triceps: +/++  N. Diatab 3x2 tab
-Patella: +/++ -
Achilles: +/++
Refleks patologis:
- Babinsky: -/+
- Chaddock: -/+
Motorik 5555/1111
5555/1111

22
BAB III

ANALISIS KASUS

Tn. DS, usia 68 tahun, datang ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo dengan
keluhan anggota gerak sebelah kiri terasa lemah dan berat sejak 7 jam SMRS.
Keluhan tersebut terjadi saat pasien sedang ingin berjalan mengambil kertas yang
terjatuh dilantai sekitar pukul 14.00 WIB. Keluhan disertai bicara pelo dan bibir
mencong ke kiri yang timbul bersamaan dengan kelemahan anggota gerak
tersebut. Sekitar 5 bulan yang lalu, pasien sering merasakan adanya kesemutan
dan kebas yang hilang timbul pada anggota gerak sebelah kiri. Pasien tidak
pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien memiliki riwayat
hipertensi sejak 1 tahun yang lalu rutin konsumsi amlodipin 1x5 mg. Ibu pasien
memiliki riwayat diabetes mellitus dan stroke.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien compos mentis (GCS 15


E4M6V5), tekanan darah 180/110 mmHg. Status generalis dalam batas normal.
Pada pemeriksaan neurologis didapatkan kelainan berupa hemiparesis sinistra,
parese N. VII sinistra sentral dan parese N. XII sinistra sentral. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium darah rutin yaitu hemoglobin 12.9 g/dl, kolesterol total
213 mg/dL, kolesterol HDL 35 mg/dL, kolesterol LDL 133 mg/dL dan kreatinin
1.4 mg/dL.

Pada pemeriksaan CT scan tanpa kontras menunjukkan gambaran infark


subacute di regio frontalis dextra - nucleus caudatus dextra.

Berdasarkan hasil anamnesis didapatkan pasien mengeluh kelemahan


anggota tubuh satu sisi, bicara pelo, mulut mencong yang didahului oleh rasa
kesemutan dan kebas sejak 5 bulan yang lalu. Keluhan tersebut menjadi dasar
untuk mendiagnosis stroke infark. Pada pasien juga didapatkan faktor risiko dari
stroke infark antara lain usia tua, riwayat herediter, riwayat hipertensi,
hiperkolesterolemia dan merokok. Berdasarkan Siriraj Stroke Score didapatkan
hasil -1 (stroke iskemik) dan pada Algoritma Stroke Gajah Mada pada pasien

23
tidak ditemukan adanya penurunan kesadaran dan nyeri kepala, hanya ditemukan
refleks patologis (stroke iskemik akut atau stroke infark).

Berdasarkan status neurologis menunjukan letak lesi adalah upper motor


neuron (UMN) karena pada pemeriksaan motorik didapatkan kekuatan otot
ekstremitas atas dan bawah sebelah kiri adalah 1111 dan 1111, pemeriksaan
refleks fisiologis bisep, trisep, patella, achilles meningkat pada ekstremitas kiri
(++) dibandingkan dengan kanan (+), dan pemeriksaan refleks patologis Babinski
dan Chaddock positif.

Stroke adalah sebuah kegawatdaruratan. Tujuan tatalaksana adalah


memastikan kestabilan pasien dan mencegah atau membatasi kematian neuron.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah injeksi Citicholine 2x250 mg
yang bersifat neuroprotektif untuk mengurangi kerusakan neuron. Tablet
Simvastatin 1 x 20 mg yang berfungsi dalam menurunkan kadar kolesterol, untuk
mencegah hiperkolesterolemia yang merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
stroke. Tablet Amlodipin 1 x 10 mg untuk mengendalikan tekanan darah pasien.
Clopidogrel 1x75 mg merupakan obat yang berfungsi untuk mencegah trombosit
(platelet) saling menempel yang berisiko membentuk gumpalan darah. Dan
aspilet 1x80 mg untuk mencegah terbentuknya sumbatan baru akibat agregasi
platelet.

24
BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Definisi

Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah gangguan


fungsional otak dengan tanda dan gejala fokal (maupun global) yang terjadi
mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian,
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.3

Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan


otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga
mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di otak.4

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan


arteri di dalam jaringan otak (perdarahan intraserebral) dan/atau perdarahan
arteri diantara lapisan meningen.5

4.2 Epidemiologi

Di seluruh dunia diperkirakan 15 juta orang mengalami episode


stroke setiap tahunnya, diantaranya; 5 juta meninggal dan 5 juta lainnya
mengalami kecacatan permanen, sehingga menimbulkan beban pada
keluarga dan masyarakat.6 Sedangkan di Indonesia, beradasarkan data Riset

25
Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi stroke di Indonesia pada tahun
2013 mencapai 12,1 per 1.000 penduduk, dengan prevalensi tertinggi di
Sulawesi Utara (10,8 per 1.000 penduduk), diikuti DI Yogyakarta (10,3 per
1.000 penduduk), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per
1.000 penduduk.2

Studi epidemiologi di Amerika Serikat menunjukan bahwa 87% dari


kejadian stroke bersifat iskemik, 10% akibat perdarahan intraserebral, dan
3% akibat perdarahan subarakhnoid.7

4.3 Klasifikasi Stroke

Ada beberapa macam klasifikasi stroke. Salah satu yang sering


digunakan adalah klasifikasi modifikasi Marshall, yang membagi stroke
atas:8

I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya

1. Stroke Iskemik

a. Transient Ischemic Attack

b. Trombosis serebri

c. Emboli serebri

2. Stroke Hemoragik

a. Perdarahan intraserebral

b. Redarahan subarakhnoid

II. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu

26
1. Transient Ischemic Attack

2. Stroke in evolution

3. Completed stroke

III. Berdasarkan sistem pembuluh darah

1. Sistem karotis

2. Sistem vertebro-basiler

4.4 Etiologi

Terdapat beragam penyebab stroke trombotik dan embolik primer,


termasuk aterosklerosis, arteritis, keadaan hiperkoagulasi, dan penyakit
jantung struktural. Namun trombosis yang menjadi penyulit aterosklerosis
merupakan penyebab pada sebagian besar kasus stroke trombotik, dan
emobolus dari pembuluh besar atau jantung merupakan penyebab tersering
stroke embolik.3

Beberapa penyebab stroke iskemik :3

a. Trombosis

- Aterosklerosis (tersering)

- Vaskulitis : arteritis temporalis, poliarteritis nodosa

- Robeknya arteri : karotis, vertebralis (spontan atau traumatik)

- Gangguan darah : polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit)

b. Embolisme
- Sumber di jantung : fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium,
penyakit jantung rematik, penyakit katup jantung, katup prostetik,
kardiomiopati iskemik

27
- Sumber tromboemboli aterosklerotik di arteri : bifurkatio karotis
komunis, arteri vertebralis distal
- Keadaan hiperkoagulasi : kontrasepsi oral, karsinoma

c. Vasokonstriksi
- Vasospasme serebrum setelah perdarahan subarachnoid

4.5 Faktor Risiko

Faktor potensial kejadian stroke dibedakan menjadi 2 kategori


besar yakni:9,10

a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

- Usia
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia,
semakin besar pula risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan
adanya proses degenerasi (penuan) yang terjadi secara alamiah dan pada
umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh darahnya lebih kaku oleh
sebab adanya plak (atherosklerosis).
- Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke
dibandingkan dengan perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki
cenderung merokok. Rokok itu sendiri ternyata dapat merusak lapisan
dari pembuluh darah tubuh yang dapat mengganggu aliran darah.
- Herediter
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan
riwayat stroke pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk
terkena stroke dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada
keluarganya.
- Ras/etnik
Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa ras kulit putih memiliki
peluang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit
hitam.

28
b. Faktor yang dapat dimodifikasi
- Hipertensi (darah tinggi)
Orang yang mempunyai tekanan darah yang tinggi memiliki peluang
besar untuk mengalami stroke. Bahkan hipertensi merupakan penyebab
terbesar (etiologi) dari kejadian stroke itu sendiri. Hal ini dikarenakan
pada kasus hipertensi, dapat terjadi gangguan aliran darah tubuh dimana
pembuluh darah akan vasokontriksi sehingga darah yang mengalir ke otak
pun akan berkurang. Dengan pengurangan aliran darah otak (ADO) maka
otak akan akan kekurangan suplai oksigen dan juga glukosa (hipoksia),
karena suplai berkurang secara terus menerus, maka jaringan otak lama-
lama akan mengalami kematian.
- Penyakit jantung
Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infak
miokard juga merupakan faktor terbesar terjadinya stroke. Seperti kita
ketahui, bahwa sentral dari aliran darah di tubuh terletak di jantung.
Bilamana pusat mengaturan aliran darahnya mengalami kerusakan, maka
aliran darah tubuh pun akan mengalami gangguan termasuk aliran darah
yang menuju ke otak. Karena adanya gangguan aliran, jaringan otak pun
dapat mengalami kematian secara mendadak ataupun bertahap.
- Diabetes melitus
Diabetes melitus memiliki risiko untuk mengalami stroke. Hal ini
terkait dengan pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi
lebih kaku. Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar glukosa darah
secara tiba-tiba juga dapat menyebabkan kematian jaringan otak.
- Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar kolesterol
didalam darah berlebih. Kolesterol yang berlebih terutama jenis LDL akan
mengakibatkan terbentuknya plak pada pembuluh darah, yang akan
semakin banyak dan menumpuk sehingga dapat mengganggu aliran darah.
- Obesitas

29
Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
stroke. Hal tersebut terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol
dalam darah pada orang dengan obesitas, dimana biasanya kadar LDL
lebih tinggi dibandingkan dengan kadar HDL.
- Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang
merokok ternyata memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar
fibrinogen ini dapat mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah
sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku dengan demikian
dapat menyebabkan gangguan aliran darah.

4.6 Patofisiologi

Patofisiologi Stroke Non-Hemoragik Akibat Trombus

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah


besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil
(termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya
trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral
utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya
stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah.
Energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal berasal
dari metabolisme glukosa dan disimpan di otak dalam bentuk glukosa
atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit. Bila tidak
ada aliran darah lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar, bila
lebih dari 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, bila lebih dari 5 menit
maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan bila lebih dari 9 menit
manusia dapat meninggal.

Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa
yang diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi
penurunan Na+ K+ ATP-ase, sehingga membran potensial akan
menurun. K + berpindah ke ruang ekstraselular, sementara ion Na dan

30
Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel
menjadi lebih negatif sehingga terjadi membran depolarisasi. Saat awal
depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi
perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak.
Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang
batas kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga
dibawah 10 ml / 100 gram / menit.11

Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan


gangguan fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya
asidosis menimbulkan edema serebral yang ditandai pembengkakan sel,
terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi. Oleh
karena itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan kemudian
penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan daerah
iskemik.11

Perubahan Fisiologi Pada Aliran Darah Otak

Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan akan


menyebabkan iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di
sekitarnya disertai mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi,
memungkinkan terjadinya beberapa keadaan berikut ini:11

1. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu


singkat dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi
lokal. Secara klinis gejala yang timbul adalah transient ischemic
attack (TIA) yang timbul dapat berupa hemiparesis yang
menghilang sebelum 24 jam atau amnesia umum sepintas.

2. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan


CBF regional lebih besar, tetapi dengan mekanisme kompensasi
masih mampu memulihkan fungsi neurologik dalam waktu beberapa
hari sampai dengan 2 minggu. Mungkin pada pemeriksaan klinik

31
ada sedikit gangguan. Keadaan ini secara klinis disebut RIND
(Reversible Ischemic Neurologic Deficit).

3. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas


sehingga mekanisme kolateral dan kompensasi tak dapat
mengatasinya. Dalam keadaan ini timbul defisit neurologi yang
berlanjut.

4.7 Manifestasi Klinis

Secara umum gejala stroke antara lain adalah:9

 Kelemahan atau kelumpuhan dari anggota badan yang dipersarafi


 Kesulitan menelan
 Kehilangan kesadaran (Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh)
 Nyeri kepala
 Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
 Penglihatan ganda
 Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
 Pergerakan yang tidak biasa
 Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih
 Ketidakseimbangan dan terjatuh
 Pingsan
 Rasa mual, panas dan sangat sering muntah-muntah.

Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi


berikut:

1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku,


menurunnya fungsi sensorik

2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan


membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau

32
keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan
dan detak jantung terganggu, lidah lemah.

3. Cerebral cortex: afasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect,


kebingungan.

Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam,


dinyatakan sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan
serangan kecil atau serangan awal stroke.

Stroke iskemik dan hemoragik menampakkan gejala awal yang


sama, misalnya anggota gerak pertama-tama terasa lemah, lalu semakin
parah dan lumpuh. Penderita juga mengalami gangguan penglihatan dan
kaki sering kesemutan. Bila hanya organ sebelah kiri yang lumpuh,
berarti serangan stroke terjadi disebelah kanan dan sebaliknya. Gejala
stroke iskemik tergantung pada lokasi dan luasnya sumbatan atau
perdarahan.9

Bentuk ringan stroke dikenal dengan Transient Ischaemic


Attack/TIA. Gejala terkadang hanya berupa rasa lemah di satu sisi
wajah, atau mungkin rasa kesemutan di lengan atau tungkai. Ada
pula yang mengeluhkan gangguan dari fungsi berbicara. Gejala
stroke ringan biasanya akan kembali normal dalam waktu cepat,
kurang dari satu jam. Gejala stroke yang lebih berat umumnya akan
menimbulkan gejala yang lebih khas, seperti kelumpuhan.

Gejala stroke iskemik 12

Gejala klinis stroke iskemik dapat terjadi pada lokasi yang berbeda
tergantung neuroanatomi dan vaskularisasi yang diserang, antara lain:

1. Arteri serebri anterior

Arteri serebri anterior merupakan arteri yang memberikan suplai


darah ke area korteks serebri parasagital, yang mencakup area korteks

33
motorik dan sensorik untuk anggota gerak bawah kontralateral, juga
merupakan pusat inhibitoris dari kandung kemih (pusat miksi).
Gejala yang akan timbul apabila terjadi gangguan pada aliran darah
serebri anterior adalah paralisis kontralateral dan gangguan sensorik
yang mengenai anggota gerak bawah. Selain itu, dapat pula dijumpai
gangguan kendali dari miksi karena kegagalan dalam inhibisi refleks
kontraksi kandung kemih, dengan dampak terjadi miksi yang bersifat
presipitatif.
2. Arteri serebri media
Arteri serebri media merupakan arteri yang mensuplai sebagian
besar dari hemisfer serebri dan struktur subkortikal dalam, yang
mencakup area divisi kortikal superior, inferior, dan lentikolostriaka.
Gejala yang akan timbul apabila mengenai divisi kortikal superior
yaitu menimbulkan hemisensorik kontralateral dengan distribusi serupa,
tetapi tanpa disertai hemianopia homonimus. Seandainya hemisfer yang
terkena adalah sisi dominan, gejala juga akan disertai dengan afasia
Brocca (afasia ekspresif) yang memiliki ciri berupa gangguan ekspresi
berbahasa. Gejala pada divisi kortikal inferior jarang terserang secara
tersendiri, dapat berupa homonimus hemianopia kontralateral, gangguan
fungsi sensorik kortikal, seperti graphestesia, stereonogsia kontralateral,
gangguan pemahaman spasial, anosognosia, gangguan identifikasi
anggota gerak kontralateral, dan apraksia. Pada lesi yang mengenai sisi
dominan, maka akan terjadi pula afasia Wernicke (afasia reseptif).
Apabila stroke terjadi akibat oklusi di daerah bifurkasio atau
trifurkasio (lokasi percabangan arteri serebri media) dimana merupakan
pangkal dari divisi superior dan inferior, maka akan terjadi stroke yang
berat. Dengan demikian, akan terjadi hemiparesis dan hemisensorik
kontralateral, yang lebih melibatkan wajah dan lengan dibanding kaki,
terjadi homonimus hemianopia, dan bila mengenai sisi dominan akan
terjadi afasia global (perseptif dan ekspresif).
Oklusi yang terjadi di pangkal arteri serebri media akan
mengakibatkan aliran darah ke cabang lentikulostriata terhenti dan akan

34
terjkadi stroke yang lebih hebat. Sebagai dampaknya, selain gabungan
gejala pada oklusi di bifurkarsio atau trifurkarsio seperti yang disebutkan
di atas, juga akan didapatkan gejala paralisis kaki sisi kontralateral.
3. Arteri karotis interna
Arteri karotis interna merupakan arteri yang berpangkal pada ujung
arteri karotis komunis yang membelah dua. Arteri karotis interna
bercabang-cabang menjadi arteri serebri anterior dan media, juga
menjadi arteri oftalmikus yang memberikan suplai darah ke retina.
Berat ringannya gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri karotis
interna ditentukan oleh aliran kolateral yang ada. Kurang lebih sekitar
15% stroke iskemik yang disebabkan oklusi arteri karotis interna ini
akan didahului oleh gejala TIA atau gejala gangguan penglihatan
monokuler yang bersifat sementara, yang mengenai retina mata sisi
ipsilateral.
Secara keseluruhan, gejala yang muncul merupakan gabungan dari
oklusi arteri serebri media dan anterior ditambah gejala akibat oklusi
arteri oftalmikus yang muncul sebagai hemiplegia dan hemisensorik
kontralateral, afasia, homonimus hemianopia, dan gangguan penglihatan
ipsilateral.
4. Arteri serebri posterior
Arteri serebri posterior merupakan cabang dari arteri basilaris yang
memberikan aliran darah ke korteks oksipital serebri, lobus temporalis
medialis, talamus, dan bagian rostral dari mesensefalon. Emboli yang
berasal dari arteri basilaris dapat menyumbat arteri ini.
Gejala yang muncul apabila terjadi oklusi pada arteri serebri
posterior menyebabkan terjadinya homonimus hemianopia yang
mengenai lapangan pandang kontralateral. Sedangkan oklusi yang
terjadi pada daerah awal arteri serebri posterior pada mesensefalon akan
memberikan gejala paralisis pandangan vertikal, gangguan nervus
kranialis okulomotorik, oftalmoplagia internuklear, dan defiasi vertikal
drai bola mata.

35
Apabila oklusi mengenai lobus oksipital sisi hemisfer dominan,
dapat terjadi afasia anomik (kesulitan menyebutkan nama benda),
aleksia tanpa agrafia (tidak dapat membaca tanpa kesulitan menulis),
agnosia visual (ketidakmampuan untuk mengidentfikasi objek yang
ada di sisi kiri), dan akibat adanya lesi di korpus kalosum
menyebabkan terputusnya hubungan korteks visual kanan dengan area
bahasa di hemisfer kiri. Oklusi yang mengenai kedua arteri serebri
posterior (kanan dan kiri) mengakibatkan penderita mengalami kebutaan
kortikal, gangguan ingatan dan prosopagnosia (ketidakmampuan
mengenali wajah yang sebenarnya sudah dikenali).
5. Arteri basilaris
Arteri basilaris merupakan gabungan dari sepasang arteri vertebra.
Cabang dari arteri basilaris memberikan suplai darah untuk lobus
oksipital, lobus temporal media, talamus media, kapsula internal krus
posterior, batang otak dan serebelum.
Gejala yang muncul akibat oklusi trombus arteri basilaris
menimbulkan defisit neurologis bilateral dengan keterlibatan beberapa
cabang arteri. Trombosis basiler mempengaruhi bagian proksimal dari
arteri basilaris yang memberikan darah ke pons. Keterlibatan sisi dorsal
pons mengakibatkan gangguan pergerakan mata horizontal, adanya
nigtagmus vertikal, dan gerakan okular lainnya seperti konstriksi pupil
yang reaktif, hemiplegi yang sering disertai koma dan sindrom oklusi
basiler dengan penurunan kesadaran.
Emboli dari arteri vertebralis yang menyumbat bagian distal arteri
basilaris mengakibatkan penurunan aliran darah menuju formasio
retikularis asendens di mesensefalon dan talamus sehingga timbul
penurunan kesadaran. Sedangkan emboli yang lebih kecil dapat
menyumbat lebih rostral dan pada kasus demikian, mesensefalon,
talamus, lobus temporal, dan oksipital dapat mengalami infark. Kondisi
ini dapat mengakibatkan gangguan visual (hemianopia homonim, buta
kortikal), visiomotor (gangguan gerak konvergen, paralisis penglihatan

36
vertikal, diplopia), dan prilaku (terutama disorientasi) abnormal tanpa
gangguan motorik.
6. Cabang vertebrobasilar Sirkumferensial
Cabang sirkumferesial dari arteri vertebralis dan basilaris adalah
arteri sereberalis inferior posterior, sereberalis inferior anterior, dan
sereberalis superior.
Gejala yang terjadi akibat oklusi arteri sereberalis inferior posterior
mengakibatkan sindrom medular lateral (Wallenberg’s syndrome).
Sindrom ini dapat disertai ataksia sereberalis ipsilateral, sindrom Horner,
defisif sensoris wajah, hemihipertesi alternan, nistagmus, vertigo, mual
muntah, disfagia, disartria, dan cegukan. Oklusi arteri sereberalis inferior
anterior akan mengakibatkan infark sisi lateral dari kaudal pons dan
menimbulkan sindrom klinis seperti paresis otot wajah, kelumpuhan
pandangan, ketulian, dan tinitus. Oklusi arteri sereberalis superior akan
mengakibatkan sindrom lateral rostral pons yang menyerupai lesi dengan
disertai adanya optokinetik nistagmus atau skew deviation.
7. Cabang vertebrobasiler paramedian
Cabang arteri paramedian memberi aliran darah sisi medial batang
otak mulai dari permukaan ventral hingga dasar ventrikel IV. Struktur
pada regio ini meliputi sisi medial pedunkulus sereberi, jaras sensorik,
nukleus rubra, formasio retikularis, nukleus kranialis (N.III, N. IV, N.VI,
N.XII).
Gejala yang diakibatkan oleh oklusi arteri ini tergantung dimana
oklusi terjadi. Oklusi pada mesensefalon menimbulkan paresis nervus
okulomotor (N.III) ipsilateral disertai ataksia. Paresis nervus abdusen
(N.VI) dan nervus fasialis (N.VII) ipsilateral terjadi pada lesi daerah
pons, sedang paresis nervus hipoglosus (N.XII) terjadi jika letak lesi
setinggi medula oblongata. Manifestasi klinis dapat berupa koma apabila
lesi melibatkan kedua sisi batang otak.
8. Cabang vertebrobasilar basalis
Percabangan ini berasal dari arteri sirkumferensial yang memasuki
sisi vertebral batang otak dan memberi aliran darah jaras motorik batang

37
otak. Gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri basilaris yaitu
hemiparesis kontralateral, dan apabila nervus kranialis (N.III, N.VI,
N.VII) terkena terjadilah paresis nervus kranialis ipsilateral.
9. Infark lakunar
Infark lakunar sering terjadi pada nukleus dalam dari otak (putamen
37%, talamus 14%, nukleus kaudatus 10%, pons 26%, kapsula interna
krus posterior 10%). Terdapat 4 macam sindrom infark lakunar yaitu
hemiparesis murni, stroke sensorik murni, hemiparesis ataksik, dan
sindroma dysarthria-clumsy hand.

4.8 Penegakan Diagnosis

a. Diagnosis Klinis13

Diagnosis klinis menggunakan sistem skoring diberlakukan apabila


tidak ada modalitas pemeriksaan penunjang yang memadai. Sistem
skoring ini bermanfaat untuk membedakan stroke hemoragik dengan
stroke iskemik.

1. Siriraj Stroke Score (SSS)

Variabel Manifestasi klinis Skor

Kesadaran Compos mentis 0 (x2.5)

Stupor 1

Koma/semi-koma 2

Muntah Tidak 0 (x2)

Iya 1

Sakit kepala Tidak 0 (x2)

Iya 1

Marker atheroma (DM, Tidak ada 0 (x3)


angina, intermittent
1 atau lebih 1
claudication)

38
Tekanan darah diastolik mmHg (x0.1)

Konstanta (-12)

Intepretasi hasil; apabila setelah semua variabel dijumlahkan


dan nilai skor Siriraj > 1 mengindikasikan perdarahan intraserebral,
sedangkan nilai < -1 mengindikasikan infark serebri, dan nilai
diantara 1 dan -1 menunjukan hasil belum jelas, sehingga
membutuhkan CT scan kepala.

2. Algoritma Stroke Gajah Mada (ASGM)

Terdapat 3 parameter penilaian pada ASGM antara lain


penurunan kesadaran, nyeri kepala dan refleks babinski.

Penurunan Nyeri kepala Babinski Jenis Stroke


kesadaran
+ + + Perdarahan
+ - - Perdarahan
- + - Perdarahan
- - + Iskemik
- - - Iskemik

b. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis serangan stroke ditegakkan berdasarkan temuan klinis.


CT Scan kepala tanpa kontras merupakan pemeriksaan baku emas untuk
perdarahan otak. Bila tidak memungkinkan dilakukan CT Scan, maka
dapat menggunakan algoritma skor Gajah Mada, Djunaedi, atau Siriraj.
Pungsi lumbal dapat dilakukan bila ada indikasi khusus. MRI dilakukan
untuk menentukan lesi patologik stroke lebih tajam. Neurosonografi
dilakukan untuk mendeteksi stenosis pembuluh darah ekstrakranial dan
intrakranial dalam membantu evaluasi diagnostik, etiologik terapi, dan

39
prognostik. Dan pemeriksaan laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal,
hematologi, faal hemostasis, kadar gula darah, analisis urin, analisa gas
darah, dan elektrolit).14

4.9 Tatalaksana15

Terapi umum:

Letakkan kepala pasien pada posisi 30˚, kepala dan dada pada satu
bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri
oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika
perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan
antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh,
dikosongkan. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau
koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan
mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral
hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan
atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui nasogastrik tube.

Kadar gula darah >150 mg/dL harus dikoreksi sampai batas gula
darah sewaktu 150 mg/dL dengan insulin drip intravena kontinu selama
2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg/dL atau < 80
mg/dL dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai
kembali normal dan harus dicari penyebabnya.

Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-
obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan,
kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean
Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran
dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut,
gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah
maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium

40
nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis
kalsium.

Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90 mmHg, diastolik


≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500
mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat
diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90
mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah
sistolik ≥ 110 mmHg.

Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,


maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan peroral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu,
diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.

Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus


intravena 0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai
fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan
0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan
pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan
larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.

Terapi khusus:

Terapi medik stroke iskemik akut dapat dibagi menjadi 2 bagian


seperti pada penderita dengan kedaruratan medik perlu ditekankan
bahwa penanganan stroke akut, harus disamakan dengan keadaan darurat
pada jantung, karena baik pada kedaruratan kardiologik maupun
neurologic, faktor waktu adalah sangat penting, akhirnya otak dan sel-sel
neuron harus diselamatkan secara cepat, karena kondisi otak tidak
mrmpunyai “anaerob glycolysis” sehingga “survival time” hanya
beberapa menit pada iskemik otak fokal dan lebih lama (mendekati 60’)
pada iskemia global. Terapi medic stroke merupakan intervensi medic
dengan tujuan mencegah luasnya proses sekunder dengan

41
menyelamatkan neuron-neuron di daerah penumbra serta merestorasikan
fungsi neurologic yang hilang.

Pengobatan medik yang spesifik dilakukan dengan dua prinsip dasar


yaitu:

1. Pengobatan medik untuk memulihkan sirkulasi otak di daerah yang


terkena stroke, kalau mungkin sampai keadaan sebelum sakit.
Tindakan pemulihan sirkulasi dan perfusi jaringan otak disebut
sebagai terapi reperfusi.
2. Untuk tujuan khusus ini digunakan obat-obat yang dapat
menghancurkan emboli atau thrombus pada pembuluh darah.

Terapi trombolisis:

Obat yang diakui FDA sebagai standar ini adalah pemakaian t-TPA
(recombinant – tissue plasminogen activator) yang diberikan pada
penderita stroke akut baik i.v maupun intra arterial dalam waktu kurang
dari 3 jam setelah onset stroke. Diharapkan dengan pengobatan ini,
terapi penghancuran thrombus dan reperfusi jaringan otak terjadi
sebelum ada perubahan irreversible pada otak yang terkena terutama
daerah penumbra.

1. Terapi reperfusi lainnya adalah pemberian antikoagulan pada stroke


iskemik akut. Obat-obatan yang diberikan adalah heparin atau
heparinoid (fraxiparine). Obat ini diharapkan akan memperkecil
trombus yang terjadi dan mencegah pembentukan thrombus baru.
Efek antikoagulan heparin adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi
dan mencegah/memperkecil pembentukan fibrin dan propagasi
thrombus.
2. Pengobatan anti platelet pada stroke akut.
Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut stroke sangat
dianjurkan. Uji klinis pemberian aspirin pada fase akut menurunkan
frekuensi stroke berulang dan menurunkan mortalitas penderita stroke
akut.

42
Terapi neuroprotektif:

Pengobatan spesifik stroke iskemik akut yang lain adalah dengan


obat-obat neuroprotektor yaitu obat yang mencegah dan memblok proses
yang menyebabkan kematian sel-sel terutama di daerah penumbra. Obat-
obat ini berperan dalam menginhibisi dan mengubah reversibilitas
neuronal yang terganggu akibat “ischemic cascade”. Termasuk dalam
kaskade ini adalah: kegagalan hemostasis Calsium, produksi berlebih
radikal bebas, disfungsi neurotransmitter, edema serebral, reaksi
inflamasi oleh leukosit, dan obstruksi mikrosirkulasi. Proses “delayed
neuronal injury” ini berkembang penuh setelah 24-72 jam dan dapat
berlangsung sampai 10 hari.

Banyak obat-obat yang dianggap mempunyai efek neuroprotektor


antara lain: citicoline, pentoxyfilline, pirasetam. Penggunaan obat-obat
ini melalui beberapa percobaan dianggap bermanfaat, dalam skala kecil.

43
BAB V

KESIMPULAN

Stroke didefinisikan sebagai suatu gangguan fungsional otak dengan tanda


dan gejala fokal (maupun global) yang terjadi mendadak, berlangsung lebih dari
24 jam atau menyebabkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak. Sedangkan stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan
jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga
mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di otak.

Terdapat banyak faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke


hemoragik, seperti faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia lebih
tua, jenis kelamin laki-laki, memiliki riwayat stroke dalam keluarga dan ras kulit
putih. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi adalah hipertensi, penyakit
jantung, diabetes mellitus, hiperkolesterolemia, obesitas dan merokok.

Stroke dapat bermanifestasi berupa defisit neurologis yang bersifat fokal


ataupun global. Deteksi dini untuk mengetahui jenis stroke diperlukan agar
tatalaksana segera dapat diberikan dengan tepat dan cepat sehingga kecacatan
lebih lanjut dapat dicegah.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Dinata CA, Safrita Y, Sastri S. Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke
pada Pasien Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok
Selatan Periode 1 Januari 2010 - 31 Juni 2012. Jurnal Kesehatan Andalas.
2013. 2(2): 57-61

2. Kementrian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Badan


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. Available at
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%2
02013.pdf. Accessed on February 28, 2019

3. WHO MONICA Project Investigators. The World Health Organization


MONICA Project (Monitoring trends and determinants in cardiovascular
disease). J Clin Epidemiol. 1988:41;105-14.

4. Kabi GYCR, Tumewah R, Kembuan MAHN. Gambaran Faktor Risiko pada


Penderita Stroke Iskemik yang di Rawat Inap Neurologi RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado. Jurnal E-Clinic. 2015. 3(1): 457-62

5. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology. Major
Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill:
New York. 2005.

6. Mackay J, Mensah GA. The atlas of heart disease and stroke. World health
organization and Center for disease control and prevention. Available at

45
http://www.who.int/cardiovascular_diseases/resources/atlas/en. Accessed on
February 28, 2019

7. Roger VL, Go AS, Lloyd-Jones DM, Benjamin EJ, Berry JD, Borden WB, et
al. Heart disease and stroke statistics--2012 update: a report from the
American Heart Association. Circulation. 2012:125(1);220-2

8. Arifianto AS, Sarosa M, Setyawati O. Klasifikasi Stroke Berdasarkan


Kelainan Patologis dengan Learning Vector Quantization. Jurnal EECCIS.
2014. 8(2): 117-22

9. Smith WS, Johnston SC. Cerebrovascular Diseases. In: Harrison’s Neurology


in Clinical Medicine. California: University of California, San Framsisco,
2006: 233-271.

10. Primary Prevention of Stroke, AHA/ASA Guideline, Stroke, June 2006;


1583-1633.

11. Wijaya AK. Patofisiologi Stroke Non Hemoragik Akibat Trombus. Available
at https://docplayer.info/34254866-Patofisiologi-stroke-non-hemoragik-
akibat-trombus.html. Accessed on March 1, 2019

12. Brass LM. Stroke. Available at


http://www.med.yale.edu/library/heartbk/18.pdf. Accessed on 10th January
2012.

13. Widiastuti P, Nuartha N. Sistem skoring diagnostik untuk stroke: skor Siriraj.
CDK 2015:42(10);776-9.

14. PERDOSSI. Updates in neuroemergencies II. Jakarta: Balai penerbit FKUI;


2004.

46

Anda mungkin juga menyukai