Anda di halaman 1dari 2

Jerih Payah

Di pojok sudut ruangan besar ini adalah tempat favoritku. Semua jerih
payah,pengorbanan,dan cita-cita ada disini. Bunyi lantai saat berlari “ciitt..citt..citt”. Sorakan
dari tempat duduk penonton. suara peluit itu“priiiiitt”. Bau gor adalah favoritku. . Tiada hari
tanpa bermain basket, itu bagian yang sudah melekat pada diriku. “Shooot!....... yaapp
masuk!!” membayangkan seperti beban dalam hidupku yang ku lempar jauh dan tepat pada
tempatnya. Well.. Aku menimba ilmu di SMAN 1 CIKARANG UTARA tepatnya duduk di kelas XII
MIPA 2. sekolahku memang terkenal bagus dalam bidang olahraganya, karena mereka
menyediakan kelas khusus untuk yang memiliki prestasi di bidang olahraga dan seni. Aku akui
saja aku memang bukan anak yang rajin, tapi saat ulangan aku selalu bisa menyelesaikan soal-
soal yang aku jawab dengan sistem belajar kebut semalam.

Ohh iyaa.. aku lupa memperkenalkan namaku, kenalin nama aku Jeni. Aku anaknya
mageran. Tapi kalau tentang basket aku paling depan. Aku tinggal bersama kedua orang tuaku.
Aku anak terakhir dari dua bersaudara. Ayahku kerja di perusahaan terkenal di Cikarang. Ibuku
tak boleh bekerja oleh ayahku. Karena ayah menyuruh menjaga dan menemaniku dirumah.
Aku punya kakak perempuan, namanya Raina. Ia kuliah di Institut Teknik Bandung (ITB). Ia
anaknya sangat rajin, berbeda sepertiku. Apalagi dengan kondisiku yang sekarang ini. Rumahku
tak jauh dari sekolah. Sekitar 3 kilometer dari sekolah. Kata orang rumahku paling antik
diantara yang lain. Memang sedikit agak berbeda dari luar.

Tiga harilagi adalah pertandingan besar seumur hidupku. Aku sangat bersyukur bisa
menjadi peserta dipertandingan besar ini. Aku juga sangat berterima kasih kepada pelatih dan
teman-temanku, berkatnya aku bisa sampai disini dan membanggakan semua orang yang aku
cintai. “kriiiingg” suara bel sekolah berbunyi, saatnya masuk kelas. Melewati belajar seperti
biasanya, ya membosankan. Saat istirahat tiba aku selalu ke kantin bersama teman-temanku
yaitu Coco,Alet, dan yang paling galak Keni. Mereka yang setia menemani dan membantuku
saat aku butuh. “Mau makan apa kita hari ini guys?” tanya Alet saat di kelas. “Gue ngidam
makan mie ayamnya Bu de’ ni!” jawabku. “Yaudah kuy!” serempaknya menjawab. “Tolong
bantuin dorong gue yaa” pintaku dengan wajah kasihan. Dan kami semua bergegas menuju ke
kantin dan coco menemukan tempat duduk yang kosong. Kita berbincang tentang
keberangkatanku lusa ke Malaysia untuk pertandingan Bola Basket. “Ayo dong nonton gue di
Malaysia nanti” ajakku. “Gue cuma bisa nonton lo di layar kotak aja jen, mana boleh kita
kesana” jawab Keni sambil menatapku.

Saat pulang sekolah aku dijemput oleh ayah. Ia menungguku di depan gerbang.
Sesampainya dirumah, ibu bilang “de ada paket tuh buat kamu gatau dari siapanya”. “oh?
makasih buu” sambil mencolek pipi ibunya. Ini sudah ke tiga kali, memang sering sekali ada
paket ke rumahku dan tak tahu siapa pengirimnya. Saatku buka ternyata sebuah sepatu basket
berwarna biru muda warna favoritku. Selalu ada pesan tertulis didalamnya ‘Semangat ’.
Sudahlah mungkin menggemar rahasiaku. Aku bersiap siap untuk kepergianku lusa. Hari ini ada
jadwal latihanku, saat aku siap-siap dan hendak keluar rumah ada seseorang yang dari kejuhan
sepertinya sedang memperhatikanku. Tapi aku cuek saja menggapinya. Sesampainya digor
ternyata sudah ramai. Saat aku ingin salin tiba-tiba kakiku kambuh lagi rasanya sakit sekali aku
142
langsung meminta pertolongan. Aku sedih sekali, aku khawatir terjadi apa-apa lagi dengan
kakiku. Dua hari lagi pertandingan besarku. Lalu pelatihku mengantarku ke dokter
terlebihdahulu. Aku sudah cukup menderita, kakiku tidak bisa apa-apa lagi saat itu.

Iyaa… 2 tahun lalu saat pertandingan ada suatu insiden yang menimpahku. Sahabatku
sendiri Lisa tidak sengaja melakukan itu. Kakiku tak bisa di gerakkan, aku teriak kesakitan.
Akhirnya pertandingan harus berjalan tanpaku, aku pingsan dan dilarikan kerumah sakit.Saat
aku terbangun kaki kiriku hilang. Betapa sedihnya perasaanku saat itu. Dokter bilang “Kakimu
diamputasi dan kamu sekarang harus menggunakan kursi roda saat ini”. Yang aku pikirkan saat
itu adalah “aku tak bisa bermain basket lagi”. Lisa selalu datang menjengukku dan meminta
maaf pastinya, tapi aku tak bisa memaafkannya. Ia menghancurkan segalanya, mimpiku seolah
berhenti disini. Hari demi hari aku merintih menyesali apa yang telah terjadi padaku. Semua
kegiatan yang biasa aku lakukan sungguh sulit rasanya. Aku menjadi mudah tersinggung dan
emosi saat itu. Orang tuaku selalu bersabar menghadapi sikapku.

Disekolah aku menjadi orang yang pendiam, teman-temanku selalu membantuku dan
menemaniku. Lisa pindah sekolah ke luar Negeri, itu sungguh membuatku geram. Aku dulu
sangat dekat dengannya, ia sahabat terbaikku. memang ia tidak sengaja melakukan itu, tapi aku
masih tidak bisa menerimanya. Akhirnya aku berhenti bermain basket selama 1 tahun.
Setelahnya aku baru diajak oleh coach Kamal ini untuk bergabung di club basketnya, kurang
lebih sudah 1 tahun juga. Saat kita di RS, kita saling bercerita. Lalu pelatihku bilang “sebenarnya
dulu Lisa yang menyuruh saya memanggil kamu untuk bermain basket di paragames ini, ia
salalu datang menghampiri saya untuk mengajak kamu ke club saya ini. Saya memang kenal dan
akrab dengannya. Awalnya saya selalu menolak, tapi dengan usahanya untuk mempercayai
saya kalau kamu itu punya bakat lebih berbagai cara ia lakuin ke saya. Pada akhirnya hati saya
luluh dan memberi kesempatan untuknya. Ternyata benar kamu ini sangat berbakat walaupun
saat ini kamu menggunakan kursi roda seperti sekarang. “ohh iya pa?! lalu sekarang lisa
kemana pa?” kagetku mendengarnya. “entahlah dia tak pernah ada kabarnya sekarang” jawab
santainya pelatihku. Lalu kita bergegas pulang, setelah hasil tes tak terjadi apa-apa.

Aku menyesali tidak memaafkan Lisa. Aku sungguh egois. Ternyata ia yang menolongku
bisa sampai disini. Aku ingin mencari tahu tentang keberadaannya. Hari ini aku pergi ke
Malaysia, dan meminta doa kepada ibu dan ayahku. “Priiiiitt” Hari yang ku nantikan akhirnya
tiba. Luar biasanya aku disana bertemu Lisa kita saling bertatapan dan menghampiri saling
meminta maaf tak percaya kita bertemu disini. “Maafkan aku jen” Lisa merengek. “Aku sudah
memaafkanmu tenang saja” jawabku. “Sebenarnya semua paket kiriman yang tak tahu siapa
pengirimnya adalah aku jen, maaf kan aku yaa aku selalu memikirkanmu tak memaafkanku”
Lisa sambil menangis lagi. “Waa pantas saja, dasar kamu ni yaa, baiklah makasih banyak kalau
gitu ini sepatunya kupakai lhoo!”. Lalu aku pergi ke lapangan waktunya timku main. Aku main
dengan semangat yang berkali-kali lipat. Aku harus memenangkan pertandingan ini untuk
membawa nama Indonesia ke podium 1.

142

Anda mungkin juga menyukai