Anda di halaman 1dari 3

Salah satu hambatan yang berhubungan dengan produktivitas karyawan di suatu perusahaan atau

organisasi adalah kelelahan kerja. Kelelahan kerja dapat menimbulkan beberapa keadaan yaitu
prestasi kerja yang menurun, fungsi fisiologis motorik dan neural yang menurun, badan terasa tidak
enak disamping semangat kerja yang menurun. Selain itu, masalah-masalah sosial kejiwaan di
tempat kerja seperti stres ada hubungannya dengan masalah-masalah kesehatan yang serius,
termasuk penyakit-penyakit jantung, stroke, kanker yang ditimbulkan oleh masalah hormon, dan
sejumlah masalah kesehatan mental.

Untuk mengetahui hubungan stres kerja dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja lapangan
bagian produksi di PT. J Resources Bolaang Mongondow dengan jumlah sampel 145 responden.
Hasilnya menunjukkan bahwa sesudah bekerja, 53,1% pekerja lapangan bagian produksi mengalami
tingkat kelelahan ringan dan 46,9% pekerja yang mengalami tingkat kelelahan sedang. Sedangkan
untuk stres kerja, 66,2% pekerja lapangan bagian produksi tidak mengalami stres kerja dan 33,8%
pekerja yang mengalami stres kerja. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara stres
kerja dengan tingkat kelelahan kerja pada pekerja lapangan bagian produksi di PT. J Resources
Bolaang Mongondow (p=0,383).

Pada survei ini juga dinyatakan bahwa pekerja laki-laki kehilangan kira-kira 50,8 hari kerja pada setiap
tuntutan hak asuransi, sedangkan pekerja wanita kehilangan kira-kira 58,5 hari kerja. Dengan
demikian harus diakui bahwa stres akibat kerja merupakan masalah kesehatan kerja yang penting,
yang akan menyebabkan penurunan produktikvitas kerja secara bermakna (Harrianto, 2009).

Analisis :

Berdasarkan kilasan jurnal diatas, kami akan menganalisis berdasarkan teori-teori yang ada.Menurut
Lazarus & Folkman (1986) stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik
dari tubuh atau kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial membahayakan, tidak terkendali
atau melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya. Stres juga adalah suatu keadaan tertekan,
baik secara fisik maupun psikologis ( Chapplin, 1999). Stres juga diterangkan sebagai suatu istilah
yang digunakan dalam ilmu perilaku dan ilmu alam untuk mengindikasikan situasi atau kondisi fisik,
biologis dan psikologis organisme yang memberikan tekanan kepada organisme itu sehingga ia
berada diatas ambang batas kekuatan adaptifnya. (McGrath, dan Wedford dalam Arend dkk, 1997).

Menurut Lazarus & Folkman (1986) stres memiliki memiliki tiga bentuk yaitu:

Stimulus, yaitu stres merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stress atau
disebut juga dengan Seperti banyaknya pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan dengan cepat dan
terus mendapatkan tekanan dari atasan.

Respon, yaitu stres yang merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena adanya
situasi tertentu yang menimbulkan stres. Respon yang muncul dapat secara psikologis, seperti:
jantung berdebar, gemetar, pusing, serta respon psikologis seperti: takut, cemas, sulit berkonsentrasi,
dan mudah tersinggung.

Proses, yaitu stres digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara

aktif dapat mempengaruhi dampak stres melalui strategi tingkah laku, kognisi

maupun afeksi.

Penyebab Stres atau Stressor

Stressor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan terjadinya respon stres.
Stressor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun sosial dan
juga muncul pada situasi kerja, dirumah, dalam kehidupan sosial, dan lingkungan luar lainnya. Istilah
stressor diperkenalkan pertama kali oleh Selye (dalam Rice, 2002). Menurut Lazarus & Folkman
(1986) stressor dapat berwujud atau berbentuk fisik (seperti polusi udara) dan dapat juga berkaitan
dengan lingkungan sosial (seperti interaksi sosial). Pikiran dan perasaan individu sendiri yang
dianggap sebagai suatu ancaman baik yang nyata maupun imajinasi dapat juga menjadi stressor.

Menurut Lazarus & Cohen (1977), kejadian yang dapat menyebabkan stres yaitu:

Daily hassles yaitu kejadian kecil yang terjadi berulang-ulang setiap hari seperti masalah kerja di
kantor, sekolah dan sebagainya.

Personal stressor yaitu ancaman atau gangguan yang lebih kuat atau kehilangan besar terhadap
sesuatu yang terjadi pada level individual seperti kehilangan orang yang dicintai, kehilangan
pekerjaan, masalah keuangan dan masalah pribadi lainnya.

Reaksi terhadap Stres

Aspek Fisiologis

Walter Canon (dalam sarafino, 2006) memberikan deskripsi mengenai bagaimana reaksi tubuh
terhadap suatu peristiwa yang mengancam. Ia menyebutkan reaksi tersebut sebagai fight-or-fight
response karena respon fisiologis mempersiapkan individu untuk menghadapi atau menghindari
situasi yang mengancam tersebut. Fight-or-fight response menyebabkan individu dapat berespon
dengan cepat terhadap situasi yang mengancam. Akan tetapi bila arousal yang tinggi terus menerus
muncul dapat membahayakan kesehatan individu.

Selye (dalam Sarafino, 2006) mempelajari akibat yang diperoleh bila stressor terus menerus muncul.
Ia mengembangkan istilah General Adaptation Syndrome (GAS) yang terdiri atas rangkaian tahapan
reaksi fisiologis terhadap stressor yang mempengerahuri stress kerja seperti apa yang ada dalam
jurnal ini yaitu:
Fase Keletihan ( Stage of Exhaustion ) Fase disaat orang sudah tak mampu lagi melakukan
perlawanan. Akibat yang parah bila seseorang sampai pada fase ini adalah penyakit yang dapat
menyerang bagian – bagian tubuh yang lemah. Seperti halnya sesorang yang stress akibat waktu
kerja yang memakan waktu hingga larut malam mengakibatkan seseorang menjadi lelah dan tidak
dapat melakukan perlawanan.

Aspek psikologis

Reaksi psikologis terhadap stressor meliputi:

Kognisi.Cohen menyatakan bahwa stres dapat melemahkan ingatan dan perhatian dalam aktifitas
kognitif.

Emosi cenderung terkait stres.individu sering menggunakan keadaan emosionalnya untuk


mengevaluasi stres dan pengalaman emosional (Maslach, Schachter & Singer, dalam Sarafino, 2006).
Reaksi emosional terhadap stres yaitu rasa takut, phobia, kecemasan, depresi, perasaan sedih dan
marah.

Perilaku Sosial.Stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain. Individu dapat
berperilaku menjadi positif dan negatif (dalam Sarafino, 2006). Stres yang diikuti dengan rasa marah
menyebabkan perilaku sosial negatif cenderung meningkat sehingga dapat menimbulkan perilaku
agresif (Donnerstein & Wilson, dalam Sarafino, 2006).

Berdasarkan jurnal dan teori diatas dapat kami simpulkan bahwa stress hanya mempengaruhi
sebagian kecil terhadap kelelahan kerja. Karna stress kerja lebih terpengaruh terhadap faktor
psikologi individu bukan terhadap faktor fisologisnya. Seperti tekanan yang membuat tidak nyaman
ditempat kerja. Stress kerja memang sering dialami oleh para pekerja baik laki-laki ataupun
perempuan.Stress kerja yang mempengaruhi kelelahan hanya seperti lamanya waktu kerja bukan
karna stress akibat tekanan pekerjaan itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai