Anda di halaman 1dari 5

Nama : Danang Kurniawan

Nim : 150413607381
Prinsip Islam dalam mengambil keuntungan memiliki 8 unsur yang dilarang sebagai
berikut:
A. Riba
B. Najasy
C. Maysir (spekulatif)
D. Risywah (sogok/suap)
E. Taghrir
F. Tadlis
G. Ikhtikar (monopoli)
H. Idza’ (tazlim linnas)
Berikut penjelasannya masing-masing:
A. Riba.
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Secara linguistik, riba juga
berarti tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah, riba berarti pengambilan
tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Ada beberapa penjelasan tentang
riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba
adalah pengambilan tambahan, baik dalam jual beli maupun pinjam-meminjam
secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam. yaitu: 1) Al-
Qur’an “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan” (QS. Ali Imran:130). “Hai orang-orang yang beriman,bertakwalah
kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang
yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu
bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak pula dianiaya”. (QS. Al Baqarah: 278-279). 2) Hadits • Dari
Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah bersabda: “Riba adalah tujuh puluh dosa;
dosanya yang paling ringan adalah (sama dengan) dosa orang yang berzina dengan
ibunya.” (HR. Ibn Majah). • Jabir berkata bahwa Rasulullah SAW mengutuk orang
yang menerima riba, orang yang membayarnya dan orang yang mencatatnya, dan
dua orang saksinya, kemudian Beliau bersabda, “Mereka itu semuanya sama”.
(HR.Muslim).
B. Najasy.
Pengertian Najasy adalah Dimana sekelompok orang bersepakat dan bertindak
secara berpura-pura menawar barang dipasar dengan tujuan untuk menjebak orang
lain agar ikut dalam proses tawar menawar tersebut sehingga orang ketiga ini
akhirnya membeli barang dengan harga yang jauh lebih mahal dari harga
sebenarnya. Larangan Rasul saw: “..Janganlah kamu meminang seorang gadis yang
telah dipinang saudaramu, dan jangan menawar barang yang sedang dalam
penawaran saudaramu; dan janganlah kamu bertindak berpura-pura menawar untuk
menaikkan harga..”. Adalah sebuah situasi di mana konsumen/pembeli
menciptakan demand (permintaan) palsu, seolah-olah ada banyak permintaan
terhadap suatu produk sehingga harga jual produk itu akan naik. Cara yang bisa
ditempuh bermacam-macam, seperti menyebarkan isu, melakukan order
pembelian, dan sebagainya. Ketika harga telah naik maka yang bersangkutan akan
melakukan aksi ambil untung dengan melepas kembali barang yang sudah dibeli,
sehingga akan mendapatkan keuntungan yang besar. Sebagai contoh : ini sangat
rentan terjadi ketika pelelangan suatu barang. Biasanya yang mengadakan
pelelangan bekerja sama dengan beberapa peserta pelelangan dimana mereka
bertugas untuk berpura-pura melakukan penawaran terhadap barang yang dilelang,
dengan kata lain untuk menaikkan harga barang yang dilelang tersebut.
C. Maysir.
Semua bentuk perpidahan harta ataupun barang dari satu pihak kepada pihak
lain tanpa melalui jalur akad yang telah digariskan Syariah, namun perpindahan itu
terjadi melalui permainan, seperti taruhan uang pada permainan kartu, pertandingan
sepak bola, pacuan kuda, pacuan greyhound dan seumpamanya. Mengapa dilarang?
Karena (1) permainan bukan cara untuk mendapatkan harta/keuntungan (2)
menghilangkan keredhaan dan menimbulkan kebencian/dendam (3) tidak sesuai
dengan fitrah insani yang berakal dan disuruh bekerja untuk dunia dan akhirat.
Pelarangan maisir oleh Allah SWT dikarenakan efek negative maisir. Ketika
melakukan perjudian seseorang dihadapkan kondisi dapat untung maupun rugi
secara abnormal. Suatu saat ketika seseorang beruntung ia mendapatkan
keuntungan yang lebih besar ketimbang usaha yang dilakukannya. Sedangkan
ketika tidak beruntung seseorang dapat mengalami kerugian yang sangat besar.
Perjudian tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan keseimbangan sehingga
diharamkan dalam sistem keuangan Islam.
D. Risywah.
Risywah menurut bahasa berarti: “pemberian yang diberikan seseorang kepada
hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak
dibenarkan atau untuk mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan kehendaknya.”
(al-Misbah al-Munir/al Fayumi, al-Muhalla/Ibnu Hazm). Atau “pemberian yang
diberikan kepada seseorang agar mendapatkan kepentingan tertentu” (lisanul Arab,
dan mu’jam wasith).
E. Taghrir.
Sesuatu yang tidak jelas dan tidak dapat dijamin atau dipastikan kewujudannya
secara matematis dan rasional baik itu menyangkut barang (goods), harga (price)
ataupun waktu pembayaran uang/penyerahan barang (time of delivery). Taghrir
dalam bahasa Arab gharar, yang berarti : akibat, bencana, bahaya, resiko, dan
ketidakpastian. Dalam istilah fiqh muamalah, taghrir berarti melakukan sesuatu
secara membabi buta tanpa pengetahuan yang mencukupi; atau mengambil resiko
sendiri dari suatu perbuatan yang mengandung resiko tanpa mengetahui dengan
persis akibatnya, atau memasuki kancah resiko tanpa memikirkan konsekuensinya.
Gharar dari segi fiqih berarti penipuan dan tidak mengetahui barang yang
diperjualbelikan dan tidak dapat diserahkan. Gharar terjadi apabila, kedua belah
pihak saling tidak mengetahui apa yang akan terjadi, kapan musibah akan
menimpa, apakah minggu depan, tahun depan, dan sebagainya. Ini adalah suatu
kontrak yang dibuat berasaskan andaian (ihtimal) semata. Inilah yang disebut
gharar (ketidak jelasan) yang dilarang dalam Islam.
F. Tadlis.
Adalah tindakan seorang peniaga yang sengaja mencampur barang yang
berkualitas baik dengan barang yang sama berkualitas buruk demi untuk
memberatkan timbangan dan mendapat keuntungan lebih banyak Tindakan “oplos”
yang hari ini banyak dilakukan termasuk kedalam kategori tindakan tadlis ini.
Rasullah saw sering melakukan ‘inspeksi mendadak’ ke pasar-pasar untuk
memastikan kejujuran para pelaku pasar dan menghindari konsumen dari kerugian.
G. Ikhtikar.
Adalah menumpuk-numpuk barang ataupun jasa yang diperlukan masyarakat
dan kemudian si pelaku mengeluarkannya sedikit-sedikit dengan harga jual yang
lebih mahal dari harga biasanya dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan
lebih cepat dan banyak. Para ulama tidak membatasi jenis barang dan jasa yang
ditumpuk tersebut asalkan itu termasuk dalam kebutuhan essential, maka Ihtikar
adalah dilarang. Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang menimbun (barang
& jasa kebutuhan pokok) maka telah melakukan suatu kesalahan”. Ikhtikar adalah
sebuah situasi di mana produsen/penjual mengambil keuntungan di atas
keuntungan normal dengan cara mengurangi supply (penawaran) agar harga produk
yang dijualnya naik. Ikhtikar ini biasanya dilakukan dengan membuat entry barrier
(hambatan masuk pasar), yakni menghambat produsen/penjual lain masuk ke pasar
agar ia menjadi pemain tunggal di pasar (monopoli), kemudian mengupayakan
adanya kelangkaan barang dengan cara menimbun stock (persediaan), sehingga
terjadi kenaikan harga yang cukup tajam di pasar. Ketika harga telah naik, produsen
tersebut akan menjual barang tersebut dengan mengambil keuntungan yang
berlimpah. Sebagai contoh: ketika akan dirumorkan oleh pemerintah bahwa tarif
bbm akan dinaikan, maka marak terjadinya penimbunan bbm oleh para penjual
nakal. Hal ini mereka lakukan agar dapat menjual bbm dengan tarif yang sudah
dinaikkan, sehingga mereka mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
H. Idza’.
HR Bukhari dalam kitab Al-Wakalah, bab “’idza Ba’a Al-Wakil syai’an
Fasidan Fabai’hu Mardudu” (Apabila Orang Mewakili Menjual Barang yang Rusak
Maka Jual-Beli Itu Ditolak)

Anda mungkin juga menyukai