Anda di halaman 1dari 25

PENDAHULUAN DAN ANALISIS ARUS KAS

PAPER
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Analisis Laporan Keuangan
Yang dibina oleh Bapak Yuli Soesetio, S.E., M.M

Oleh Kelompok 10 :
Reni Marta Sari 150413604325
Rizal Agus Bimantara 150413600697
Rizqi Nadhiroh 150413601905

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKUTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
Maret 2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Salah satu bentuk laporan keuangan adalah laporan arus kas. Laporan arus
kas adalah laporan keuangan yang menyajikan lalu lintas arus kas keluar dan arus
kas masuk perusahaan. Laporan arus kas akan menunjukkan tingkat efektivitas
dan efisiensi penggunaan kas perusahaan. Laporan arus kas juga akan
menunjukkan sumber-sumber pemasukan kas dan pengeluaran kas. Dengan
laporan arus kas maka pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan dapat
mengambil keputusan yang tepat. Misalnya, apabila arus kas masuk lebih kecil
daripada arus kas keluar tentu kondisi ini akan membawa perusahaan dalam
kondisi defisit kas, dan hal tersebut tentu tidak baik untuk perusahaan. Kondisi
arus kas yang kecil dibandingkan dengan beban akan membuat kreditor
kehilangan keyakinan atas perusahaan karena dianggap mengalami financial
distress atau permalasahan keuangan.
Kas merupakan pembentuk utama laporan arus kas, kas yang merupakan
elemen aktiva yang paling lancar sangat dibutuhkan dalam kegiatan perusahaan.
Kas digunakan untuk membiayai baik untuk pembelian aktiva, pembelian saham,
pengeluaran untuk beban, dan tentunya kas juga berperan aktif dalam
menghasilkan laba untuk perusahaan. Selain itu kas juga dipergunakan untuk
menjamin utang-utang perusahaan kepada kreditur, dengan demikian rasio kas
dengan hutang harus dijamin dengan rasio yang bisa menjamin kreditur untuk
menghindari adanya krisis likuiditas.
Dengan posisi kas yang memegang peranan yang sangat penting dalam
kelanjutan perusahaan dapat dikatakan laporan arus kas juga memegang perana
yang sangat penting untuk perusahaan karena kegunaannya untuk menyajikan
laporan aktivitas kas perusahaan, baik kas masuk mauapun kas keluar serta
sumber penerimaan dan pengeluaran kas.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada makalah
ini adalah sebagai berikut.
1) Apakah prinsip dasar analisis?
2) Apa saja analisis laporan keuangan?
3) Bagaimana arus kas perusahaan?
4) Apa saja rasio arus kas?
5) Apa saja bentuk rasio arus kas?

1.3 Tujuan
1) Memaparkan prinsip dasar analisis.
2) Memaparkan analisis laporan keuangan.
3) Memaparkan arus kas perusahaan.
4) Memaparkan rasio arus kas.
5) Memaparkan bentuk rasio arus kas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Prinsip Dasar Analisis
2.1.1 Analisis Ratio
Prastowo (2011) mengatakan ratio merupakan teknik analisis laporan
keuangan yang paling banyak digunakan. Ratio ini merupakan alat analisis yang
dapat memberikan jalan keluar dan mengambarkan simptom (gejala-gejala yang
tampak) suatu keadaan. Jika diterjemahkan secara tepat, ratio juga dapat
menunjukkan area-area yang memerlukan peneitian dan penanganan yang lebih
mendalam. Analisis ratio dapat menyingkap hubungan dan sekaligus menjadi
dasar pembandingan yang menunjukkan kondisi atau kecenderungan yang tidak
dapat dideteksi bila kita hanya melihat komponen-komponen ratio itu sendiri.
namun demikian, fungsi ratio seringkali disalahartikan dan akibatnya manfaatnya
terlalu dibesar-besarkan.
Dalam hubungannya dengan keputusan yang diambil oleh perusahaan,
analisis ratio ini bertujuan untuk meniali efektivitas keputusan yang telah diambil
oleh perusahaan dalam rangka menjalankan aktivitas usahanya. Untuk dapat
menilai efektivitas ketiga keputusan tersebut, yang pada akhirnya dapat
memperoleh informasi mengenai kekuatan dan kelemahan perusahaan, maka
analisis laporan keuangan perlu diarahkan pada lima area analisis sebagai berikut.
1) Likuiditas, yang mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya.
2) Solvabilitas (struktur modal), yang mengukur kemampuan suatu perusahaan
dalam memenuhi kewajiban jangka pangjangnya atau mengukur tingkat
proteksi kreditor jangka panjang.
3) Return on Invesment, yang mengukur tingkat kembalian investasi yang
telah dilakukan oleh perusahaan.
4) Pemanfaatan aktiva, mengukur efisiensi dan efektivitas pemanfaatan setiap
aktiva yang dimiliki perusahaan.
5) Kinerja operasi yang mengukur efisiensi operasi perusahaan.
2.1.1.1 Ratio Likuiditas
Likuiditas perusahaan menggambarkan kemampuan perusahaan memenuhi
kewajiban jangka pendeknya kepeada kreditor jangka pendek. Untuk mengukur
kemampuan ini, biasanya digunakan angka ratio modal kerja, current ratio, acit
test/quick ratio, perputaran piutang (account receivable turnover), dan perputaran
persediaan (inventory turnover).
Jumlah modal kerja yang dimiliki oleh perusahaan ini menjadi perhatian
para kreditor jangka pendek, karena angka ini menunjukkan jumlah aktiva yang
didunakan untuk belanja dari sumber dana jangka panjang, yang tidak
memerlukan pembayaran kembali dalam jangka pendek. Makin besar angka
modal kerja ini, berarti makin besar tingkat proteksi kreditor jangka pendek, dan
makin besar kepastian bahwa utang jangka pendek akan dilunasi tepat waktu.
Tetapi, modal kerja yang tinggi tidak memberikan jaminan bahwa utang akan
dapat dibayar pada saat jatuh temponya. Tingginya angka modal kerja dapat
disebabkan adanya persediaan yang telah usang atau tidak laku dijual. Oleh
karena itu, untuk memperoleh perspektif yang benar, angka modal kerja harus
dilengkapi dengan angka-angka current ratio, quick ratio, perputaran pitang, dan
perputaran persediaan. Berikut merupak penjelasnnya:
1) Current Ratio

Aktiva lancar mengambarkan alat bayar dan diasumsikan semua aktiva


lancar benar-benar bisa digunakan untuk membayar. Sedangkan utang lancar
mengambarkan yang harus dibayar dan diasumsikan semua utang lancar benar-
benar harus dibayar.
Current Ratio berguna untuk mengukur likuiditas perusahaan, akan tetapi
dapat menjebak. Hal ini dikarenakan curent ratio yang tinggi dapat disebabkan
adanya piutang yang tidak tertagih atau persediaan ang tidak terjual, yang tentu
saja tidak dapat dipakai untuk membayar utang. Untuk menguji apakah alat bayar
tersebut benar-benar likuid, maka alat bayar yang kurang atau tidak likuid harus
dikeluarkan dari total aktiva lancar. Alat bayar yang kurang likuid ini misalnya
persediaan dan pos-pos yang analog dengan persediaan
2) Acid Test Ratio
Acid Test Ratio atau quick ratio dirancang untuk mengukur seberapa baik
perusahaan dapat memenuhi kewajibannya, tanpa harus melikuidasi atau terlalu
bergantung pada persediaannya. Persediaan tidak bisa sepenuhnya diandalkan,
karena persediaan bukanlah sumber kas yang bisa segera diperoleh, dan bahkan
mungkin mudah dijual pada kondisi ekonomi yang lesu.
3) Perputaran Piutang (Account Receivable Turnover)

Ratio perputaran pitang digunakan dalam analisis modal kerja, karena


memberikan ukuran kasar tentang seberapa cepat piutang perusahaan berputar
menjadi kas. Angka jumlah hari piutang menggambarkan lamanya suatu piutang
bisa ditagih (jangka waktu pelunasan/penagih piutang). Dalam mengevaluasi
piutang juga perlu memperhatikan kepada siapa piutang dagang diberikan. Selain
itu, perlu ingat bahwa sebelum bisa ditagih, pitang dagang dapat dijual atau
dijaminkan (Factoring dsn Pledging), yang berarti merupakan sumber dana.
4) Perputaran Persediaan (Inventory Turnover)

Ratio perputaran persediaan mengukur seberapa kali persediaan


perusahaan telah dijual selama periode tertentu. Apabila suatu perusahaan
mempunyai ratio perputaran persediaan yang lebih rendah dibanding ratio rata-
rata industrinya, maka hal ini menunjukkan adanya persediaan yang telah usang
atau persediaan yang terlalu tinggi, sebaliknya, ratio perputaran persediaan yang
lebih rendah dibanding rata-rata, memberi indikasi tingkat persediaan yang cukup.
2.1.1.2 Ratio Solvabilitas
Solvabilitas perusahaan mengambarkan kemampuan suatu perusahaan
dalam memahami kewajiban jangka panjangnya. Ratio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan ini adalah debt to equity ratio dan time interest earned.
1) Debt to Equity Ratio

Keseimbangan proporsi antara aktiva yang didanai oleh kreditor dan yang
didanai oleh pemilik perusahaan diukur dengan debt to equity ratio. Debt to equity
ratio mengambarkan struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan, sehingga
dapat dilihat tingkat risiko tak tertagih suatu utang. Kreditor jangka panjang pada
umumnya lebih menyukai angka debt to equity ratio yang kecil. Makin kecil
angka ratio ini, berarti makin besar jumlah aktiva yang didanai oleh pemilik
perusahaan, dan makin besar peyangga risiko kreditor.
2) Time Interest Earned

Untuk mengukur kemampuan operasi perusahaan dalam memberikan


proteksi kepada kreditor jangka panjang, khususnya dalam membayar bunga,
digunakan ratio time interest earned. Tidak ada pedoman pasti tentang besarnya
angka ratio ini. Pada umunya, laba dipandang cukup melindungi kreditor jika
besarnya 2 kali lipat. Sebelum mengambil kesimpulan final, sebaiknya dilihat
dulu kecenderungan laba perusahaan, dan kemudian menentukan seberapa
mudahnya perusahaan dipengaruhi oleh perubahan musiman ekonomi.
2.1.1.3 Ratio Return On Investment
Return on Invesment mengukur tingkat kembalian investasi yang telah
dilakukan oleh perusahaan, baik dengan menggunakan total aktiva yang dimiliki
oleh perusahaan tersebut maupun dengan menggunakn dana yang berasal dari
pemilik (modal). Ratio ini merupakan terminologi yang luas dari ratio yang
digunakan untuk mengukur hubungan antara laba yang diperoleh dan investasi
yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut. Sesuai dengan investasi mana
yang digunakan, ratio ini dibagi menjadi dua, yaitu return on total assets (ROA)
dan return on equity (ROE).
1) Return On Total Assets (ROA)

Return On Total Assets (ROA) mengukur kemampuan perusahaan dalam


memanfaatkan aktivanya untuk memperoleh laba. Ratio ini mengukur
kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan aktivanya untuk memperoleh laba.
Ratio ini mengukur tingkat tingkat kembalian investasi yang telah dilakukan oleh
perusahaan dengan menggunkan seluruh dana (aktiva) yang dimilikinya. Ratio ini
dapat diperbandingkan dengan tingkat bunga bank berlaku.
2) Return On Equity (ROE)

Laba yang digunakan disini adalah laba bersih setelah pajak dikurangi
dividen untuk para pemegang saham biasa. Hal ini dimaksudkan untuk
menggambarkan besarnya laba yang benar-benar tersedia dan tersisa untuk para
pemegang saham biasa. Adanya prinsip financial laverage atau trading on the
equity memberikan indikasi bahwa sampai batas-batas tetentu, perusahaan yang
berutang justru dapat menguntungkan pemegang saham. ROE yang tinggi tidak
selalu mencerminkan baiknya kinerja perusahaan.cara lain yang dapat dipakai
untuk mengungkapkan sesuatu angka dibalik ROE adalah dengan membedah
ROE tersebut ke dalam ratio-ratio berikut ini:
ROE
(LABA/MODAL)

AKTIVA/MODAL PENJUALAN/AKTIVA LABA/PENJUALAN


(PENDANAAN) (INVESTASI) (OPERASI)

2.1.1.4 Ratio Pemanfaatan Aktiva


1) Ratio Perputaran Total Aktiva (Total Asset Turnover)
Ratio perputaran total aktiva mengukur aktivitas aktiva dan kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan penjualan melalui penggunaan aktiva tersebut.
ratio ini juga mengukur seberapa efisien aktiva tersebut telah dimanfaatkan untuk
memperoleh penghasilan.

2) Ratio Perrputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover)


Menghubungkan penjualan dengan modal kerja, memberi indikasi
perputaran modal kerja selama periode tertentu. Ratio ini harus dibandingkan
dengan data periode sebelumnya, pesaing dan rata-rata industri dalam rangka
memastikan cukup tidaknya perputaran modal kerja tersebut. secara umum
perputaran modal kerja yang rendah memberi indikasi tidak menguntungkannya
penggunaan modal kerja. Dengan kata lian, penjualan tidak cukup baik dalam
kaitannya dengan modal kerja yang tersedia (tidak efisien). Sebaiknya ratio yang
tinggi menunjukkn telah terjadi kelebihan kapasitas.

3) Ratio Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Asset Turnover)


Ratio perputaran aktiva tetap ini mengukur kemampuan perusahaan untuk
membuat aktiva tetap produktif dengan menhasilkan penjualan. Ratio ini
dimaksudkan untuk mengukur efisiensi penggunaan aktiva tetap.

4) Ratio Perputaran Aktiva Lain-lain (Other Asset Turnover)


Selain tiga ratio tersebut, dapat juga ditambahkan satu angka ratio
perputaran aktiva lain-lain. Ratio ini juga dimaksudkan untuk mengukur efisiensi
penggunaan aktiva lain-lain dalam menghasilkan penjulan.

2.1.1.5 Ratio Kinerja Operasi


1) Ratio Laba Kotor Terhadap Penjualan (Gross Profit Margin)

Laba kotor didefinisikan sebagai selisih antara penjualan dan harga pokok
penjualan. Bagi perusahaan dagang dan manufaktur, harga pokok penjualan ini
biasanya jumlahnya besar, sehingga perubahan pada harga pokok ini akan
berpengaruh oada laba perusahaan. Ratio gross profit margin ini mengukur
efisiensi produksi dan penentuan harga jual. Untuk menentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan ratio ini dapat dipelajari dengan elemen biaya terhadap
penjualan. Bagi perusahaan dagang dan manufaktur angka ratio Gross Profit
Margin yang rendah menandakan bahwa perusahaan tersebut rawan terhadap
perubahan harga, baik harga jual maupun harga pokok. Ini bearati bahwa apabila
terjadi perubahan pada harga jual atau harga pokok, peruabahan ini akan sangat
berpengaruh terhadap laba perusahaan.
2) Ratio Laba Bersih Terhadap Penjualan (Net Profit Margin)
Ratio net profit margin mengukur rupiah laba yang dihasilkan oleh setiap
satu rupiah penjualan. Ratio ini memberi gambaran tentang laba untuk para
pemegang saham sebagai persentase dari penjualan. Net profit margin mengukur
seluruh efisiensi, baik produksi, administrasi, pemasaran, pendanaan, penentuan
harga maupun manajemen pajak. Kombinasi gross profit margin dan net profit
margin akan dapat memberikan informasi yang berharga mengenai struktur biaya
dan laba perusahaan, serta memungkinkan para analis untuk melihat sumber
efisiensi dan ketidaefisienan perusahaan.

3) Ratio Laba Usaha Terhadap Penjualan (Operating Income Margin)


Pada ratio operating income margin ini, angka laba yang digunakan dalam
perhitungan adalah berasal dari kegiatan usaha pokok perusahaan. Ratio ini
mengambarkan tentang efisiensi perusahaan pada kegiatan utama perusahaan.

4) Ratio Harga Pokok Penjualan Terhadap Penjulan dan Biaya Usaha Terhadap
Penjulan
Ratio harga pokok penjualan terhadap penjualan dan baiay usaha terhadap
penjualan ini bertujuan untuk meliahat struktur biaya perusahaan. Ratio harga
pokok penjualan yang tinggi, selain menjadi ingikator kerawanan terhadap
perubahan harga, juga mempengaruhi strategi penentuan biaya usaha. Perusahaan
yang memiliki struktur harga pokok penjualan yang tinggi, biasanya biaya
usahanya rendah.
2.1.1.6 Ratio Investor
1) Earning Per Common Share (EPS)
Earning per share adalah jumlah laba yang menjadi hak untuk setiap
pemegang satu lembar saham biasa. EPS hanya dihitung untuk saham biasa.
Tergantung dari struktur modal perusahaan, perhitungan EPS dapat sederhana
atau kompleks.

2) Price/earning Ratio (P/E Ratio)


Price/earning Ratio disingkat P/E Ratio atau PER, menunjukkan
hubungan antara harga pasar saham biasa dan earning per share. Oleh investor,
angka ratio ini digunakan untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba (earning power) di masa mendatang. Kesediaan investor untuk
menerima kenaikan PER sangat bergantung pada prospek perusahaan. Perusahaan
dengan tingkat pertumbuhan peluang yang tinggi, biasanya memiliki PER yang
tinggi, sebaliknya perusahaan dengan tingkat pertumbuhan rendah, cenderung
memiliki PER yang rendah pula.

3) Percentage of Earning Retained


Ratio ini mengukur proporsi laba yang dihasilkan perusahaan saat ini,
yang ditahan untuk keperluan pertumbuhan (ekspansi).

4) Dividend Payout dan Dividend Yield Ratio


 Dividend Payout

Dividend payout mengukur proporsi laba bersih per satu lembar saham
biasa yang dibayarkan dalam bentuk dividen. Investor yang menharapkan
memperoleh capital gain akan lebih menyukai angka ratio ini yang rendah.
Sebaliknya, investor yang menyukai dividen, ingin angka ratio ini tinggi. Banyak
perusahaan yang telah memiliki kebijakan deviden yang tetap dan tidak
menginginkan terjadinya fluktuasi dividen (khususnya arah yang menurun),
karena hal ini justru akan berpengaruh negatif terhadap harga saham.
 Dividend Yield

Ratio dividend yield menunjukkan hubungan antara dividen yang


dibayarkan untuk setiap satu lembar saham biasa dan harga pasar saham biasa per
lembar. Pada perhutungan tersebut digunakan harga pasar saat saham biasa yang
berlaku pada tahun berjalan, dan tidak harga pasar pada saat investor membeli
saham tersebut. Dengan menggunakan harga pasar saham berlaku pada sat tahun
berjalan tersebut, berarti diakui adanya kesempatan (opportunity cost) investasi,
yaitu hasil yang akan dikorbankan apabila investor menjual saham tersebut.
 Book Value Per Share
Total Stockholders Equity – Preferred Stock
Book Value Per Share =
Jumlah lembar saham biasa yang beredar
Ratio ini menunjukkan jumlah stockholders equity (modal sendiri) yang
berkaitan degan setiap lembar saham yang beredar. Ratio ini digunakan terbatas
oleh para analis, karena perhitungannya didasarkan pada data historis. Apabila
harga pasar berada dibawah nilai bukunnya, investor memandang bahwa
perusahaan tidak cukup potensial. Bila seorang investor pesimistik atas prospek
suatu saham, banyak saham dijual pada harga dibawah nilai bukunya. Sebaliknya,
bila investor optimistik, banyak saham dijual dengan harga diatas nilai bukunya.
2.1.2 Analisis Trend
Prastowo (2011) mengatakan analisis trend merupakan salah satu teknik
analisis laporan keuangan dan termasuk metode analisis horizotal. Analisis ini
menggambarkan kecederungan perubahan suatu pos laporan keuangan selama
beberapa periode (dari tahun ke tahun). Pada teknik analisis ini, data laporan
keuangan untuk beberapa periode dinyatakan dalam satuan persentase atas dasar
tahun dasar. Neraca dan laporan laba rugi disususun dalam persentase trend dapat
memberikan informasi mengenai tingkat pertumbuhan masing-masing pos laporan
keuangan dari tahun ke tahun. Berikut ini diilustrasikan laporan laba rugi dalam
persentase trend (cara yang sama juga berlaku untuk neraca):
TAHUN (Rupiah)
2006 2007 2008 2009 2010
Penghasilan 100.000 155.000 130.000 145.000 160.000
HPP 80.000 92.000 104.000 116.000 128.000
Laba Kotor 20.000 23.000 26.000 29.000 32.000
Biaya-biaya 10.000 11.500 13.500 16.000 18.800
Laba Bersih 10.000 11.500 12.500 13.000 13.200
Kenaikan penjualan dan laba bersih dapat ditempatkan dalam suatu
perspektif yang tepat, dengan menyatakan kembali pos-pos tersebut dalam
persentase trend. Laporan laba rugi ini bila dinyatakan dalam persentase trend,
dengan tahun dasar tahun 2006 menjadi sebagai berikut:
TAHUN (Rupiah)
2006 2007 2008 2009 2010
Penghasilan 100% 115% 130% 145% 160%
HPP 100% 115% 130% 145% 160%
Laba Kotor 100% 115% 130% 145% 160%
Biaya-biaya 100% 115% 135% 160% 188%
Laba Bersih 115% 125% 130% 132%
Saldo masing-masing pos pada tahun dasar (untuk kasus ini tahun 2006)
dinyatakan dalam persentase trend sebesar 100%, sedangkan saldo pos yang sama
untuk tahun-tahun selanjutnya dinyatakan dalam persentase atas tahun dasar. Jadi
untuk pos penjualan tahun 2008 misalnya, bila dinyatakan dalam persentase
menjadi:

Dari analisis, tampak bahwa tingkat pertumbuhan penjualan selama lima


tahun terakhir stabil, yaitu sebesar 15% per tahun. Pertumbuhan penjualan ini
ternayata tidak proposional dengan tingkat pertumbuhan laba bersih, yang justru
cenderung menurun (khusunya sejak tahun 2008). Penurunan tingkat
pertumbuhan laba bersih ini disebabkan oleh naiknya tingkat pertumbuhan pada
pos biaya, khususnya tahun 2008.
2.1.3 Analisis Common Size (Persentase Per Komponen)
Laporan keuangan dalam persentase per komponen (Common Size
Statement) menyatakan masing-masing posnya dalam satuan persen atas dasar
total kelompoknya. Teknik analisis, dengan cara menyususn laporan keuangan
seperti ini disebut teknik analisis common size dan termasuk metode analisis
vertikal. Suatu necara yang disusun dalam persentase per komponen (common
size statement) dapat memberikan informasi sebagai berikut:
1) Komposisi investasi (aktiva) suatu perusahaan dapat memberikan gambaran
tentang posisi relatif aktiva lancar terhadap aktiva tidak lancar.
2) Struktur modal (komposisi pasiva), yang dapat memberikan gambaran
mengenai posisi relatif utang perusahaan terhadap modal sendiri.
Apabila neraca dalam persentase per komponen ini disusun secara
komparatif (misalnya tahun berturut-turut), dapat memberikan informasi
mengenai perubahan komposisi, baik komposisi investasi maupun struktur modal.
Laporan laba rugi yang disusun dalam persentase per komponen (common size
percentage) dapat menggambarkan distribusi/alokasi Rp 1,00 penjualan kepada
masing-masing elemen biaya dan laba. Sementara apabila disusun secara
komparatif, dapat menggambarkan perubahan distribusi tersebut. Ilustrasi dalam
persentase perkomponen (common size) ini dapat dilihat dari tabel-tabel berikut.

PT BAGAS PERKASA JAYA


Neraca Komporatif Dalam Persentase Per-komponen
Per 31 Desember 2009 dan 2010
(Dalam Ribuan Rupiah)
31 Desember Common Size
NERACA
2009 2010 2009 2010
Kas Rp 1.300 Rp 1.200 09,29 07,50
Piutang Dagang 1.200 1.000 08,57 06,25
Persediaan 2.200 2.600 15,71 16,25
Tanah 2.300 3.700 16,43 23,13
Gedung 4.000 4.000 28,57 25,00
Mesin 4.000 5.000 28,57 31,25
Akumulasi Depresiasi (1.000) (1.500) (7,14) (9,375)
Total Aktiva Rp 14.000 Rp 16.000 100% 100%
Utang Lancar Rp 2.500 Rp 2.200 17,86 13,75
Untang Jk Panjang 4.500 6.000 32,14 37,50
Modal 7.000 7.800 50,00 48,75
Total Utang dan Modal Rp 14.000 Rp 16.000 100% 100%
PT BAGAS PERKASA JAYA
Laporan Laba Rugi Komparatif dalam Persentase Per Komponen
Untyk Tahun Berakhir 31 Desember 2009 dan 2010
(Dalam Ribuan Rupiah)
Tahun Common Size (%)
NERACA
2009 2010 2009 2010
Pendapatan Rp 150.000 Rp 200.000 100,00 100,00
HPP 50.000 60.000 33,33 30,00
Laba Kotor Rp 100.000 Rp 140.000 66,67 70,00
Biaya Pemasaran (25.000) (34.000) (16,67) (17,00)
Biaya Administrasi (20.000) (28.000) (13,33) (14,00)
Biaya Bunga (10.000) (14.000) (6,67) (07,00)
Laba Sebelum Pajak Rp 45.000 Rp 64.000 30,00 32,00
Pajak (15%) 6.750 9.600 04,50 04,80
Laba Bersih Rp 38.250 Rp 54.400 25,50 27,20
Cara perhitungan persentase per komponen adalah sebagai berikut:
1) Pos-pos didalam neraca dikategorikan menjadi dua, yaitu aktiva dan pasiva.
Masing-masing kategori ini (total aktiva dan total pasiva) dinyatakan
sebesar 100%, sedangkan masing-masing pos yang termasuk pada masing-
masing kategori dinyatakn dalam persentase atas dasar total aktiva atau
pasiva (kategori). Jadi pos kas yang 31 Desember 2009 bersaldo Rp 1.300,
00 bila dinyatakan dalam persentase komponen menjadi:

2) Pos-pos dalam perhitungan laba-rugi dinyatakan dalam persentase per


komponen atas dasar total pendapatan (total pendapatan dinyatakan sebesar
100%). Jadi pos harga pokok penjualan tahun 2010 yang bersaldo Rp
60.000,00 bila dinyatakan dalam persentase per komponen menjadi:

2.2 Alat Analisis Laporan Keuangan


Untuk membantu pengguna dalam menganalisis laporan keuangan,
tersedia beragam alat yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan yang spesifik.
Menurut Subramnayam & Wild (2010:34), ada lima alat penting dalam analisis
laporan keuangan, yaitu analisis laporan keuangan komparatif, analisis laporan
keuangan common-size, analisis rasio, analisis arus kas, dan valuasi.
2.2.1 Analisis Laporan Keuangan Komparatif,
Analisis laporan keuangan komparatif dilakukan dengan cara menelaah
neraca, laporan laba rugi, atau laporan arus kas yang berurutan dari satu periode
ke periode berikutnya. Analisis ini meliputi penelaahan perubahan saldo tiap-tiap
akun dari tahun ke tahun selama beberapa tahun. Informasi terpenting yang
didapat dari analisis laporan keuangan komparatif adalah kecenderungan atau
tren. Perbandingan laporan selama beberapa periode dapat menunjukkan arah,
kecepatan, dan jangkauan jarak sebuah tren. Analisis tren juga membandingkan
tren pos-pos yang berkaitan. Contohnya, kenaikan penjualan sebesar 10% dari
tahun ke tahun disertai dengan kenaikan ongkos angkut keluar sebesar 20%
memerlukan investigasi dan penjelasan. Sama halnya dengan kenaikan piutang
sebesar 15% yang disertai kenaikan penjualan sebesar 5%. Dalam kedua kasus
tersebut, manajer keuangan perlu mencari alasan dibalik perbedaan tingkat yang
saling terkait dan implikasinya bagi analisis. Analisis laporan keuangan
komparatif disebut juga analisis horizontal karena saldo akun dianalisis dari kiri
ke kanan (atau kanan ke kiri). Terdapat dua teknik analisis komparatif yang
populer, yaitu analisis perubahan tahun ke tahun (year-to-year change analysis)
dan analisis tren angka indeks (index-number trend analysis).
2.2.2 Analisis Laporan Keuangan Common-Size
Pengetahuan atas proporsi kelompok atau subkelompok yang membentuk
suatu pos tertentu akan bermanfaat bagi analisis laporan keuangan. Secara khusus,
dalam analisis neraca, total aset (atau kewajiban ditambah ekuitas) biasa
dinyatakan sebagai 100% kemudian pos-pos dalam kelompok aset dinyatakan
sebagai presentase terhadap total bersangkutan. Dalam analisis laporan laba rugi,
penjualan sering dinyatakan sebagai 100% sedangkan pos-pos laporan laba rugi
yang lain dinyatakan sebagai presentase terhadap penjualan. Karena total pos-pos
dalam kelompok adalah 100%, analisis ini disebut menghasilkan laporan
keuangan common-size. Prosedur ini juga disebut analisis vertikal karena evaluasi
pos dari atas ke bawah (atau bawah ke atas) dalam laporan common-size. Analisis
laporan keuangan common-size berguna dalam memahami pembentuk internal
laporan keuangan. Sebagai contoh, dalam analisis neraca, analisis laporan
keuangan common-size menekankan pada dua faktor:
1) Sumber pendanaan – termasuk distribusi pendanaan antara kewajiban
lancar, kewajiban tak lancar dan ekuitas.
2) Komposisi Aset – termasuk jumlah untuk masing-masing aset lancar dan
aset tak lancar.
2.2.3 Analisis Rasio
Analisis rasio merupakan salah satu alat analisis keuangan yang paling
populer dan banyak digunakan, namun perannya sering disalahpahami dan
sebagai konsekuensinya, kepentingannya sering dilebih-lebihkan. Sebuah rasio
menyatakan hubungan matematis antara dua kuantitas. Rasio 200 terhadap 100
dinyatakan sebagai 2:1, atau cukup 2. Meskipun perhitungan rasio merupakan
operasi aritmatika sederhana, interpretasinya lebih kompleks. Agar bermakna,
sebuah rasio harus mengacu pada hubungan ekonomis yang penting. Sebagai
contoh, terdapat hubungan langsung dan penting antara harga jual dan biaya suatu
produk, dengan demikian rasio kedua pos tersebut adalah penting. Analisis rasio
dapat mengungkapkan hubungan penting dan menjadi dasar perbandingan dalam
menemukan kondisi dan tren yang sulit untuk dideteksi dengan mempelajari
masing-masing komponen yang membentuk rasio.
2.2.4 Analisis Arus Kas
Analisis arus kas terutama digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi
sumber dan penggunaan dana. Analisis arus kas menyediakan pandangan tentang
bagaimana memperoleh pendanaan dan menggunakan sumber dayanya. Analisis
ini juga digunakan dalam peramalan arus kas dan bagian dari analisis likuiditas.
2.2.5 Model Valuasi
Valuasi merupakan hasil penting dari berbagai jenis analisis bisnis dan
laporan keuangan. Valuasi biasanya mengacu pada estimasi nilai intrinsik sebuah
perusahaan atau sahamnya. Dasar valuasi adalah teori nilai sekarang, yang
menyatakan bahwa nilai utang atau efek ekuitas (atau segala aset) sama dengan
jumlah seluruh hasil yang diharapkan dari efek di masa depan yang didiskontokan
ke saat ini dengan tingkat diskonto yang tepat.

2.3 Arus Kas


Laporan arus kas standart mengacu pada US GAAP SFAS No.95. di
Indonesia, laporan arus kas diatur dengan PSAK No. 10 revisi 2007. Kedua
format laporan arus kas dibagi ke dalam tiga kelompok aktivitas, yaitu:
 Arus kas operasi (operating activities)
 Arus kas investasi (investing activities)
 Arus kas pendanaan (financing activities)
Dalam pembagian standar tersebut, di dalam arus kas operasi mengandung:
 Pendapatan bunga
 Beban bunga
Klasifikasi tersebut tidak berubah sampai sekarang, tetapi tidak kaku.
Apabila ada perusahaan melaporkan beban bunga sebagai kegiatan pendanaan, hal
tersebut dapat dimaklumi karena memang orang keuangan memiliki pemikiran
bahwa bunga adalah akibat keputusan pendanaan. Demikian juga dengan
pendapatan bunga juga bisa diklasifikasi sebagaiarus kas investasi. Secara umum
pola arus kas dalam laporanarus kas dapat dikenali dengan bebrapa pola, antara
lain:
 Arus kas operasi secara normative adalah positif. Perusahaan yang tidak
mengalami masalah.
 Operasional, yaitu laba dan modal kerja, arus kas operasinya positif.
 Arus kas investasi secara normative adalah negative. Pengertian negative
disini adalah perusahaan secara normal melakukan belanja modal dengan
membeli aktiva tetap.
 Arus kas pendanaan tidak berpola.
Data arus kas dapat diperoleh secara langsung dengan laporan arus kas.
Dapat juga didekati dengan EBITDA. Pendekatan terhadap EBITDA dilakukan
dengan beberapa pertimbangan, antara lain:
 Analis tidak ingin dipengaruhi oleh manajer perusahaan dalam menentukan
umur asset. Berapapun umurnya, EBITDA sama saja.
 EBITDA adalah pendekatan arus kas kasar (crude cash flow), karena pada
dasarnya EBIT adalah earning based (berbasis laba) yang dengan sendirinya
adalah akrual.
Para analis kredit sangat menyukai EBITDA. Beberapa rasio dengan
EBITDA adalah:
 EBITDA margin
 EBITDA interest coverage

2.4 Rasio Arus Kas


Dalam literatur umum jarang ditemui pembahasan arus kas secara khusus.
Akan tetapi pada analisis kredit yang digunakan oleh bank banyak rasio arus kas
yang sudah digunakan. Publikasi awal yang banyak dikutip oleh para penulis
biasanya mengacu pada Giaomino dan Mielke tentang pembagian utama kas
menjadi dua kelompok utama yaitu:
 Efficiency ratio
 Sufficiency ratio
Perhatian utama pada arus kas disini adalah pada arus kas operasi. Arus
kas operasi akan dilihat keterkaitannya dengan berbagai macam pos kas lainnya.
Bisa berupa arus kas atau pos dari laba rugi atau neraca.
2.4.1 Efficiency Ratio
Efficiency ratio menjelaskan seberapa baik perusahaan dalam
menghasilkan arus kas. Efficiency ratio terdiri dari:
1) Cash Flow Adequancy
Jenis rasio ini adalah rasio coverage. Cash flow adequancy mengukur
secara agregat kemampuan arus kas operasi dalam memenuhi kebutuhan utama
arus kas luar operasi, yaitu:
 Pembelian aktiva tetap – investasi
 Pembayaran dividen – pendanaan
 Pembayaran utang jangka panjang
2) Long-Term Debt Payment
Utang jangka panjang biasanya timbul untuk mendanai investasi. Utang
jangka panjang biasanya berbunga. Pada akhirnya utang jangka panjang akan
menjadi utang jangka pendek. Bisa juga utang jangka diterbitkan lagi (obligasi)
dalam rangka menutup utang jangka panjang lain yang jatuh tempo. Long-term
debt payment menunjukan sampai seberapa besar arus kas operasi terserap untuk
melunasi utang jangka panjang.

Poin yang harus dicatat adalah bahwa rasio ini mencari kaitan pendanaan jangka
panjang dengan sumber dana yang digunakan untuk melunasinya.
3) Dividend payout
Kebijakan dividen antar perusahaan bervariasi. Pembayaran dividen akan
mempengaruhi arus kas pendanaan.besarnya rasio ini menunjukan sampai
seberapa besar pengaruh pembayaran dividen terhadap arus kas operasi. Nama
dividend payout sengaja dipertahankan disini sesuai dengan klasifikasi dari
Giacomino dan Mielke yang kemudian diadopsi juga oleh Bergevin

4) Reinvestment
Investasi berhubungan erat dengan pertumbuhan perusahaan. Reinvestment
adalah bagaimana arus kas seandainya arus kas operasi digunakan untuk membeli
asset tetap. Pembelian asset tetap dapat dihitung secara gross, yaitu total
pembeliannya saja. Apabila pembelian aktiva tetap dikurangi dengan penjualan
aktiva tetap, maka menjadi net.

Perhitungan rasio ditunjukan untuk mengukur investasi dalam bentuk


aktiva tetap. Tekananya lebih pada aktiva tetap yang digunakan sebagai sarana
untuk menghasilkan arus kas operasi. Rasio ini dapat saja dimodifikasi menjadi
pengukuran total investasi dimana pengertian aset yang dibeli adalah investasi
dana aktiva tetap (fixed assets).
5) Debt Coverage
Kebijakan tetang utang, berbeda antara perusahaan satu dengan lainnya.
Besarnya utang sangat mempengaruhi solvency perusahaan. Debt coverage
menujukan sampai seberapa besar arus kas operasi mampu untuk menutup seluruh
utang perusahaan. Walaupun utang perusahaan tidak jatuh tempo sekaligus, rasio
ini menunjukan seberapa besar keberadaan utang diperusahaan mampu ditutup
oleh arus kas operasi.

6) Depreciation-Amortization Impact
Setiap aset tetap danaset yang tak berwujud yang mempunyai batas umur
akan mengalami depresiasi dan amortisasi. Dalam menghitung arus kas operasi
secara tidak langsung, laba bersih atau akrual dikonversi menjadi arus kas dengn
menambahkan kembali penyusutan. Dalam laporan arus kas operasi secara
langsung depresiasi tidak muncul. oleh karena itu depreciation-amortization
impact lebih mudah dipahami dalam konterks lapran arus kas tidak langsung.

2.4.2 Sufficiency Ratio


Sufficiency ratio (rasio kecukupan) adalah rasio yang menjelaskan
kecukupan dari arus kas untuk memenuhi kebutuhan kas perusahaan. Jika dalam
satu periode nilainya satu atau 100% berarti perusahaan memiliki kas yang
memadai untuk memenuhi kebutuhannya. Sufficiency ratio terdiri dari:
1) Cash Flow to Sales
Penjualan sangat penting bagi perusahaan, bahkan penjualan adalah satu-
satunya aktivitas di arus operasi yang mendatangakan kas masuk. Cash Flow to
Sales mengukur sampai seberapa besar setiap penjualan akan menjadi arus kas
operasi. Seperti yang diketahui bahwa penjualan terdiri dari penjualan tunai dan
penjualan kredit. Untuk menjadi arus kas operasi, penjualan masih harus
dikurangi dengan beban pokok dan biaya operasi. Semakin besar hasil
perhitungan rasio cash flow to sales, maka akan semakin banyak kas yang
dihasilkan dari penjualan.
2) Operation Index
Laba adalah ukuran akrual, sementara arus kas adalah ukuran kas. Kedua
ukuran tersebut dipertemukan pada rasio operation index. Operation Index adalah
perbandingan antara arus kas operasi dengan income from continuing operation.
Faktor yang membedakan arus kas operasi dengan laba adalah koreksi modal
kerja dan koreksi penyusutan.

Net income dan net income from continuing operation akan sama kecuali
terdapat pos luar biasa, discontinued operation, dan pengaruh kumulatif atas
perubahan akuntansi. Dengan demikian, pada laporan keuangan yang terdapat
pos-pos tersebut akan membuat neraca hanya memunculkan net income saja
3) Cash Flow Return on Assets (CFROA)
Rasio ini menghitung return dalam satuan arus kas. Pada keadaan yang
normal dan perusahaan tidak sedang dalam masalah modal kerja, rasio ini akan
lebih tinggi nilainya dari ROA biasa, karena perusahaan pada umumnya
menghasilkan arus kas operasi lebih tinggi dari laba. CFROA mirip dengan ROA,
hanya saja pada CFROA basis perhitungan yang digunakan adalah kas.

2.5 Varian Rasio Arus Kas


Berikut adalah rasio arus kas lain yang tidak termasuk dalam klasifikasi
Giacomino dan Mielke.
1) Debt Service Coverage Ratio (DSCR)
Rasio ini sudah sering dipakai oleh analis kredit. Ada berbagai versi
DSCR, namun berikut adalah versi DSCR yang mudah dihitung dengan basis
EBITDA. Rasio ini mengukur sampai seberapa cukup EBITDA menutup
kewajiban terhadap kreditor berupa cicilan pokok dan bunganya.

2) Cash Reinvestment Ratio


Rasio ini melihat investasi dengan cara yang berbeda dibandingkan dengan
rasio reinvestment. Rasio ini mengukur investasi baik yang ditujukan untuk
menggantikan aset lama maupun untuk investasi baru.

Notasi:
 Gross Plant adalah total aktiva tetap sebelum dikurangi akumulasi depresiasi.
 Investment adalah investasi dalam surat berharga di luar aktiva lancar.
 Working Capital adalah modal kerja bersih, yaitu selisih antara aktiva lancar
dengan utang lancar.
Apabila hasil perhitungan cash reinvestment ratio menunjukkan angka 7%
- 11% maka investasi dianggap memadai. Cara mudah mengingat komponen
bagian bawah adalah total aset dikurangi dengan utang lancar.
3) Fixed Asset Spending/Depreciation (FAS/D)
Rasio FAS/D mengukur sampai seberapa jauh pengeluaran untuk membeli
aset tetap dibanding tingkat depresiasi.

FAS/D =

Dalam depresiasi, yang dihitung hanya depresiasi aktiva tetap saja.


Depresiasi aset tetap tidak berwujud tidak ikut dihitung. Rasio ini akan lebih baik
penggunaannya jika dilihat dalam kurun waktu tertentu, misalnya tiga sampai
lima tahun. Pengamatan terhadap FAS/D dapat dilakukan secara bersamaan
dengan pengamatan terhadap ROA dan ROE. Peningkatan FAS/D yang tidak
diikuti dengan peningkatan return, bisa berarti pengeluaran tanpa tambahan
return. Rasio ini juga disebut dengan recapitalization index.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1) Analisis laporan keuangan merupakan suatu proses yang penuh
pertimbangan. Salah satu tujuan utamanya adalah menidentifikasi
perubahan-perubahan pokok pada trend, jumlah, dan hubungan. Selain itu
juga menidentifikasi perubahan-perubahan tanda peringatan awal. Proses
penuh pertimbangan ini dapat ditingkatkan melalui pengalam dan
penggunana alat-alat analitis.
2) Ada lima alat penting yang dapat membantu pengguna dalam menganalisis
laporan keuangan,yaitu analisis laporan keuangan komparatif, analisis
laporan keuangan common-size, analisis rasio, analisis arus kas, dan valuasi.
3) Arus kas dibagi ke dalam tiga kelompok aktivitas, yaitu arus kas operasi
(operating activities); arus kas investasi (investing activities); dan arus kas
pendanaan (financing activities). Dalam pembagian standar tersebut, di
dalam arus kas operasi mengandung pendapatan bunga dan beban bunga.
4) Pembagian utama kas menjadi dua kelompok utama mengacu pada
Giaomino dan Mielke, yaitu efficiency ratio dan sufficiency ratio. Efficiency
ratio menjelaskan seberapa baik perusahaan dalam menghasilkan arus kas.
Efficiency ratio terdiri dari cash flow adequancy; long term debt payment;
dividend payout; reinvestment; debt coverage; dan depreciation-
amortization impact. Sufficiency ratio (rasio kecukupan) adalah rasio yang
menjelaskan kecukupan dari arus kas untuk memenuhi kebutuhan kas
perusahaan. Sufficiency ratio terdiri dari cash flow to sales; operation index;
dan cash flow return on assets.
5) Terdapat rasio arus kas lain yang tidak termasuk dalam klasifikasi
Giacomino dan Mielke namun sering dipakai karena dianggap penting dan
bermanfaat. Rasio arus kas tersebut antara lain debt service coverage ratio;
cash reinvestment ratio; dan fixed asset spending/depreciation. Dalam
analisis laporan keuangan dibutuhkan standardisasi untuk memudahkan
analis membuat kerangka yang akan dikembangkan.
DAFTAR RUJUKAN

Iskandar. 2016. Bab 2. (Online), (https://repository.widyatama.ac.id>handle),


diakses 25 Maret 2018.
Prastowo, D dan Julianty, R. 2005. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Salamba
Empat.
Prihadi, T. 2013. Analisis Laporan Keuangan: Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Penerbit PPM
Subramanyam, K.R. & Wild, J.J. 2010. Analisis Laporan Keuangan Buku 2. Edisi
Kesepuluh. Jakarta: Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai