PAPER
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Analisis Laporan Keuangan
Yang dibina oleh Bapak Yuli Soesetio, S.E., M.M
Oleh Kelompok 10 :
Reni Marta Sari 150413604325
Rizal Agus Bimantara 150413600697
Rizqi Nadhiroh 150413601905
1.3 Tujuan
1) Memaparkan prinsip dasar analisis.
2) Memaparkan analisis laporan keuangan.
3) Memaparkan arus kas perusahaan.
4) Memaparkan rasio arus kas.
5) Memaparkan bentuk rasio arus kas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Prinsip Dasar Analisis
2.1.1 Analisis Ratio
Prastowo (2011) mengatakan ratio merupakan teknik analisis laporan
keuangan yang paling banyak digunakan. Ratio ini merupakan alat analisis yang
dapat memberikan jalan keluar dan mengambarkan simptom (gejala-gejala yang
tampak) suatu keadaan. Jika diterjemahkan secara tepat, ratio juga dapat
menunjukkan area-area yang memerlukan peneitian dan penanganan yang lebih
mendalam. Analisis ratio dapat menyingkap hubungan dan sekaligus menjadi
dasar pembandingan yang menunjukkan kondisi atau kecenderungan yang tidak
dapat dideteksi bila kita hanya melihat komponen-komponen ratio itu sendiri.
namun demikian, fungsi ratio seringkali disalahartikan dan akibatnya manfaatnya
terlalu dibesar-besarkan.
Dalam hubungannya dengan keputusan yang diambil oleh perusahaan,
analisis ratio ini bertujuan untuk meniali efektivitas keputusan yang telah diambil
oleh perusahaan dalam rangka menjalankan aktivitas usahanya. Untuk dapat
menilai efektivitas ketiga keputusan tersebut, yang pada akhirnya dapat
memperoleh informasi mengenai kekuatan dan kelemahan perusahaan, maka
analisis laporan keuangan perlu diarahkan pada lima area analisis sebagai berikut.
1) Likuiditas, yang mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya.
2) Solvabilitas (struktur modal), yang mengukur kemampuan suatu perusahaan
dalam memenuhi kewajiban jangka pangjangnya atau mengukur tingkat
proteksi kreditor jangka panjang.
3) Return on Invesment, yang mengukur tingkat kembalian investasi yang
telah dilakukan oleh perusahaan.
4) Pemanfaatan aktiva, mengukur efisiensi dan efektivitas pemanfaatan setiap
aktiva yang dimiliki perusahaan.
5) Kinerja operasi yang mengukur efisiensi operasi perusahaan.
2.1.1.1 Ratio Likuiditas
Likuiditas perusahaan menggambarkan kemampuan perusahaan memenuhi
kewajiban jangka pendeknya kepeada kreditor jangka pendek. Untuk mengukur
kemampuan ini, biasanya digunakan angka ratio modal kerja, current ratio, acit
test/quick ratio, perputaran piutang (account receivable turnover), dan perputaran
persediaan (inventory turnover).
Jumlah modal kerja yang dimiliki oleh perusahaan ini menjadi perhatian
para kreditor jangka pendek, karena angka ini menunjukkan jumlah aktiva yang
didunakan untuk belanja dari sumber dana jangka panjang, yang tidak
memerlukan pembayaran kembali dalam jangka pendek. Makin besar angka
modal kerja ini, berarti makin besar tingkat proteksi kreditor jangka pendek, dan
makin besar kepastian bahwa utang jangka pendek akan dilunasi tepat waktu.
Tetapi, modal kerja yang tinggi tidak memberikan jaminan bahwa utang akan
dapat dibayar pada saat jatuh temponya. Tingginya angka modal kerja dapat
disebabkan adanya persediaan yang telah usang atau tidak laku dijual. Oleh
karena itu, untuk memperoleh perspektif yang benar, angka modal kerja harus
dilengkapi dengan angka-angka current ratio, quick ratio, perputaran pitang, dan
perputaran persediaan. Berikut merupak penjelasnnya:
1) Current Ratio
Keseimbangan proporsi antara aktiva yang didanai oleh kreditor dan yang
didanai oleh pemilik perusahaan diukur dengan debt to equity ratio. Debt to equity
ratio mengambarkan struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan, sehingga
dapat dilihat tingkat risiko tak tertagih suatu utang. Kreditor jangka panjang pada
umumnya lebih menyukai angka debt to equity ratio yang kecil. Makin kecil
angka ratio ini, berarti makin besar jumlah aktiva yang didanai oleh pemilik
perusahaan, dan makin besar peyangga risiko kreditor.
2) Time Interest Earned
Laba yang digunakan disini adalah laba bersih setelah pajak dikurangi
dividen untuk para pemegang saham biasa. Hal ini dimaksudkan untuk
menggambarkan besarnya laba yang benar-benar tersedia dan tersisa untuk para
pemegang saham biasa. Adanya prinsip financial laverage atau trading on the
equity memberikan indikasi bahwa sampai batas-batas tetentu, perusahaan yang
berutang justru dapat menguntungkan pemegang saham. ROE yang tinggi tidak
selalu mencerminkan baiknya kinerja perusahaan.cara lain yang dapat dipakai
untuk mengungkapkan sesuatu angka dibalik ROE adalah dengan membedah
ROE tersebut ke dalam ratio-ratio berikut ini:
ROE
(LABA/MODAL)
Laba kotor didefinisikan sebagai selisih antara penjualan dan harga pokok
penjualan. Bagi perusahaan dagang dan manufaktur, harga pokok penjualan ini
biasanya jumlahnya besar, sehingga perubahan pada harga pokok ini akan
berpengaruh oada laba perusahaan. Ratio gross profit margin ini mengukur
efisiensi produksi dan penentuan harga jual. Untuk menentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan ratio ini dapat dipelajari dengan elemen biaya terhadap
penjualan. Bagi perusahaan dagang dan manufaktur angka ratio Gross Profit
Margin yang rendah menandakan bahwa perusahaan tersebut rawan terhadap
perubahan harga, baik harga jual maupun harga pokok. Ini bearati bahwa apabila
terjadi perubahan pada harga jual atau harga pokok, peruabahan ini akan sangat
berpengaruh terhadap laba perusahaan.
2) Ratio Laba Bersih Terhadap Penjualan (Net Profit Margin)
Ratio net profit margin mengukur rupiah laba yang dihasilkan oleh setiap
satu rupiah penjualan. Ratio ini memberi gambaran tentang laba untuk para
pemegang saham sebagai persentase dari penjualan. Net profit margin mengukur
seluruh efisiensi, baik produksi, administrasi, pemasaran, pendanaan, penentuan
harga maupun manajemen pajak. Kombinasi gross profit margin dan net profit
margin akan dapat memberikan informasi yang berharga mengenai struktur biaya
dan laba perusahaan, serta memungkinkan para analis untuk melihat sumber
efisiensi dan ketidaefisienan perusahaan.
4) Ratio Harga Pokok Penjualan Terhadap Penjulan dan Biaya Usaha Terhadap
Penjulan
Ratio harga pokok penjualan terhadap penjualan dan baiay usaha terhadap
penjualan ini bertujuan untuk meliahat struktur biaya perusahaan. Ratio harga
pokok penjualan yang tinggi, selain menjadi ingikator kerawanan terhadap
perubahan harga, juga mempengaruhi strategi penentuan biaya usaha. Perusahaan
yang memiliki struktur harga pokok penjualan yang tinggi, biasanya biaya
usahanya rendah.
2.1.1.6 Ratio Investor
1) Earning Per Common Share (EPS)
Earning per share adalah jumlah laba yang menjadi hak untuk setiap
pemegang satu lembar saham biasa. EPS hanya dihitung untuk saham biasa.
Tergantung dari struktur modal perusahaan, perhitungan EPS dapat sederhana
atau kompleks.
Dividend payout mengukur proporsi laba bersih per satu lembar saham
biasa yang dibayarkan dalam bentuk dividen. Investor yang menharapkan
memperoleh capital gain akan lebih menyukai angka ratio ini yang rendah.
Sebaliknya, investor yang menyukai dividen, ingin angka ratio ini tinggi. Banyak
perusahaan yang telah memiliki kebijakan deviden yang tetap dan tidak
menginginkan terjadinya fluktuasi dividen (khususnya arah yang menurun),
karena hal ini justru akan berpengaruh negatif terhadap harga saham.
Dividend Yield
Poin yang harus dicatat adalah bahwa rasio ini mencari kaitan pendanaan jangka
panjang dengan sumber dana yang digunakan untuk melunasinya.
3) Dividend payout
Kebijakan dividen antar perusahaan bervariasi. Pembayaran dividen akan
mempengaruhi arus kas pendanaan.besarnya rasio ini menunjukan sampai
seberapa besar pengaruh pembayaran dividen terhadap arus kas operasi. Nama
dividend payout sengaja dipertahankan disini sesuai dengan klasifikasi dari
Giacomino dan Mielke yang kemudian diadopsi juga oleh Bergevin
4) Reinvestment
Investasi berhubungan erat dengan pertumbuhan perusahaan. Reinvestment
adalah bagaimana arus kas seandainya arus kas operasi digunakan untuk membeli
asset tetap. Pembelian asset tetap dapat dihitung secara gross, yaitu total
pembeliannya saja. Apabila pembelian aktiva tetap dikurangi dengan penjualan
aktiva tetap, maka menjadi net.
6) Depreciation-Amortization Impact
Setiap aset tetap danaset yang tak berwujud yang mempunyai batas umur
akan mengalami depresiasi dan amortisasi. Dalam menghitung arus kas operasi
secara tidak langsung, laba bersih atau akrual dikonversi menjadi arus kas dengn
menambahkan kembali penyusutan. Dalam laporan arus kas operasi secara
langsung depresiasi tidak muncul. oleh karena itu depreciation-amortization
impact lebih mudah dipahami dalam konterks lapran arus kas tidak langsung.
Net income dan net income from continuing operation akan sama kecuali
terdapat pos luar biasa, discontinued operation, dan pengaruh kumulatif atas
perubahan akuntansi. Dengan demikian, pada laporan keuangan yang terdapat
pos-pos tersebut akan membuat neraca hanya memunculkan net income saja
3) Cash Flow Return on Assets (CFROA)
Rasio ini menghitung return dalam satuan arus kas. Pada keadaan yang
normal dan perusahaan tidak sedang dalam masalah modal kerja, rasio ini akan
lebih tinggi nilainya dari ROA biasa, karena perusahaan pada umumnya
menghasilkan arus kas operasi lebih tinggi dari laba. CFROA mirip dengan ROA,
hanya saja pada CFROA basis perhitungan yang digunakan adalah kas.
Notasi:
Gross Plant adalah total aktiva tetap sebelum dikurangi akumulasi depresiasi.
Investment adalah investasi dalam surat berharga di luar aktiva lancar.
Working Capital adalah modal kerja bersih, yaitu selisih antara aktiva lancar
dengan utang lancar.
Apabila hasil perhitungan cash reinvestment ratio menunjukkan angka 7%
- 11% maka investasi dianggap memadai. Cara mudah mengingat komponen
bagian bawah adalah total aset dikurangi dengan utang lancar.
3) Fixed Asset Spending/Depreciation (FAS/D)
Rasio FAS/D mengukur sampai seberapa jauh pengeluaran untuk membeli
aset tetap dibanding tingkat depresiasi.
FAS/D =