Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan mutu kesehatan ibu dan bayi merupakan salah satu prioritas

dari usaha pemerintah di negara berkembang seperti Indonesia. Sebagaimana

dinyatakan Meutia Swasono, Pembangunan kesehatan di Indonesia mencakup

pula upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak. 1 Hal ini juga dinyatakan dalam

Garis-Garis Besar Haluan Negara 1993 :

“Pembinaan anak yang dimulai sejak anak dalam kandungan


diarahkan pada peningkatan kualitas kesehatan ibu dan anak
dengan mempertinggi mutu gizi, menjaga kesehatan jasmani dan
ketenangan jiwa ibu serta dengan menjaga ketenteraman suasana
keluarga dan pemenuhan kebutuhan dasar keluarga…”2

Sebagai suatu negara yang berdaulat, pemerintah Indonesia tidak bisa

lepas tangan atas permasalahan kesehatan. Pemerintah Indonesia harus berupaya

membangun kesejahteraan warga negaranya, salah satunya melalui peningkatan

mutu kesehatan ibu dan bayi. Sehubungan dengan peningkatan mutu kesehatan

ibu dan bayi dalam rangka meningkatkan pembangunan kesehatan Indonesia,

pemerintah pusat maupun daerah –dalam hal ini pemerintah daerah NTT-

mencanangkan berbagai program kesehatan yang bertujuan untuk mengurangi

1
Meutia F Swasono. 1998. Kehamilan, Kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam Konteks
Budaya. Jakarta : UI Press, 1998, hlm. vii.
2
Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1993 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara GBHN Indonesia
2

angka kematian ibu dan bayi. Program pemerintah yang secara khusus

menjalankan misinya dalam meningkatkan mutu kesehatan ibu dan bayi adalah

program KB (Keluarga Berencana) dan revolusi KIA (Kesehatan Ibu dan Anak).

Program KB merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan NKKBS (Norma Keluarga

Kecil Bahagia Sejahtera), sebagai dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera

dengan mengendalikan kelahiran sekaligus menjamin terkendalinya pertambahan

penduduk. Revolusi KIA sendiri merupakan program khusus Pemerintah Daerah

Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai upaya percepatan penurunan kematian ibu

melahirkan dan bayi baru lahir dengan cara-cara yang luar biasa melalui

persalinan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai dan siap 24 jam

(seperti yang sudah dilakukan di negara-negara seperti Srilangka, Malaysia dan

Singapura).3

Angka kematian ibu di Indonesia adalah angka kematian tertinggi keempat

(220/100.000 kelahiran hidup) diantara beberapa negara di Asia Tenggara

menyusul Kamboja, Timor-Leste dan Laos. Angka tersebut lebih tinggi dari rata-

rata Angka Kematian Ibu di ASEAN dan Asia Tenggara. Selain itu, jumlah

kematian ibu di Indonesia adalah yang tertinggi diantara negara-negara Asia

Timur dalam kurun waktu 10 tahun terakhir 4. Wilayah Provinsi Nusa Tenggara

Timur menjadi salah satu penyumbang tingginya angka kematian ibu (AKI) di

Indonesia. Pada tahun 2002 – 2003 AKI di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar

3
Dinkes NTT, Pedoman Revolusi Kesehatan Ibu dan Anak. (Kupang : Dinas Kesehatan NTT,
2009).
4
Lihat Dwicaksono, Adenantera & Setiawan, Donny. 2013. Monitoring Kebijakan dan Anggaran
Komitmen Pemerintah Indonesia dalam Kesehatan Ibu Hamil. Bandung : Perkumpulan Inisiatif
3

307 per 100.000 kelahiran hidup diperoleh dari hasil SDKI 2002 - 2003, dan

kemudian menurun menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 20075

Pemerintah daerah Nusa Tenggara Timur sangat gencar dalam

menjalankan program peningkatan kesehatan ibu dan bayi akibat masih

ditemukannya laporan kasus-kasus mengenai kematian ibu dan bayi. Sebagai

contoh laporan kasus kematian ibu dan bayi di wilayah Kelurahan Detusoko,

Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur bisa menjadi

referensi yang relevan. Data dari Puskesmas Kecamatan Detusoko menyebutkan

jumlah kematian ibu dan bayi dari tahun 2010 – 2013 mengalami peningkatan.

Puskesmas Detusoko mencatat bahwa ditemukan 1 kasus kematian ibu pasca

melahirkan di tahun 2010. Di tahun 2011 tidak ditemukan kasus kematian baik itu

ibu maupun bayi. Di tahun 2012 ditemukan 1 kasus kematian ibu yang melahirkan

dan 1 kasus kematian neonatal (bayi berusia kurang dari 1 bulan). Tahun 2013

merupakan tahun di mana kasus kematian ibu dan bayi mengalami kenaikan

angka yang cukup signifikan. Berdasarkan informasi dari petugas kesehatan di

Puskesmas Detusoko, tahun 2013 Desa Detusoko tercatat satu kasus kematian ibu,

satu kasus kematian bayi, dan lima kasus kematian neonatal.

5
Lihat Dinkes NTT. Profil Kesehatan Provinsi Nusa tenggara Timur Tahun 2010. Kupang :
Dinkes NTT.
4

TABEL 1. Data Persalinan Puskesmas Detusoko 2010-2013

Tahun Kematian Kematian Kematian


Ibu Bayi Neonatal

2010 1 0 0

2011 0 0 0

2012 1 0 1

2013 1 1 5

Jumlah 2 1 6

Sumber : Puskesmas Detusoko 2013

Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat

derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu

target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millennium (MDGs)

tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai

sampai tahun 2015 adalah mengurangi ¾ resiko jumlah kematian ibu dengan

presentase 102 per 100.000 kelahiran hidup (Hardyanthi, dkk, 2013 : 2). Untuk

dapat mencapai tujuan MDGs ke-5 tersebut, pemerintah pusat beserta pemerintah

daerah mengupayakan kesehatan ibu dan bayi lewat program-program yang telah

dirancang seperti program KB (Keluarga Berencana) dan KIA (Kesehatan Ibu dan

Bayi).
5

Program kesehatan yang telah dibuat oleh pemerintah memerlukan

perencanaan yang matang dalam mengimplementasikannya agar dapat berjalan

baik dan tepat sasaran. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang mendalam

mengenai aspek kultural yang mempengaruhi berjalan atau tidaknya program

tersebut. Aspek kultural tersebut juga berkaitan dengan sosial budaya, ekonomi,

serta lingkungan yang ada pada masyarakat Kelurahan Detusoko sendiri. Hal ini

penting dilakukan karena dalam setiap kelompok masyarakat memiliki nilai

sosial-budaya tertentu dalam berinteraksi dan berdaptasi terhadap lingkungan di

mana mereka tinggal.

Pemahaman aspek kultural (yang mencakup kehidupan sosial dan

ekonomi) sangat diperlukan mengingat suatu program bisa berjalan baik ketika

sudah memahami sistem nilai dan gambaran kehidupan sosial-budaya yang ada

dalam suatu lingkup kelompok masyarakat dan hubungan timbal balik mereka

dengan lingkungan tempat mereka tinggal sehingga program tersebut sesuai

dengan yang diharapkan oleh masyarakat.

Peningkatan status kesehatan ibu dan bayi tidak bisa hanya bertumpu pada

bantuan program pemerintah saja. Upaya dari dalam masyarakat sendiri sebagai

pelaku dan yang mengalami permasalahan tersebut juga sangat diperlukan.

Program peningkatan status kesehatan ibu dan bayi yang diberikan pemerintah

dan diupayakan berjalan dengan sebaik mungkin akan terasa sia-sia jika usaha

dari masyarakat sendiri tidak ada. Oleh karena itu, harus ada keseimbangan upaya

dari kedua pihak yaitu masyarakat dan pemerintah.


6

1.2 Studi Mengenai Kesehatan Ibu Hamil

Studi mengenai kesehatan ibu hamil dan bayi telah banyak dilakukan oleh

ilmuwan medis (seperti penelitian yang telah dilakukan Fatimah,dkk, 2011,

Marlapan, dkk, 2013, dan Yuniati, dkk 2012). Dalam ilmu medis, tinjauan

mengenai kesehatan ibu hamil mempunyai nilai-nilai dan standar khusus yang

diberikan pada ibu hamil untuk menjaga kesehatannya melalui penelitian-

penelitian kuantitatif terhadap penyebab-penyebab penyakit yang terjadi pada ibu

hamil. Kebanyakan penelitian kuantitatif tersebut menilik pada permasalahan

asupan gizi ibu hamil yang mempengaruhi kondisi kesehatan ibu hamil dan

penyakit yang menjangkitinya seperti anemia, kekurangan energi kronis (KEK),

gizi buruk, dan perdarahan saat partus.

Dalam pandangan ilmu medis, ibu hamil harus memenuhi kriteria asupan

gizi yang sesuai agar terhindar dari berbagai macam penyakit. Asupan gizi yang

sesuai tersebut didapat dari makanan yang bergisi. Perlu diketahui bahwa

makanan bergizi adalah makanan yang mengandung zat tenaga, zat pembangun,

dan zat yang sesuai dengan kebutuhan gizi (Chandranita, dkk. 2009 : 85). Ibu

hamil diharuskan mengkonsumsi makanan-makanan yang mengandung nilai gizi

baik, terutama makanan yang mengandung nilai gizi, vitamin, protein, dan asam

folat. Ekstra protein terutama diambilkan dari protein hewan seperti daging, ikan,

telur, susu, dan sebagainya (Moehji, 2009 : 17).

Dalam berbagai penelitian dari disiplin ilmu medis menyebutkan bahwa

ibu hamil harus memperhatikan asupan makanan yang dikonsumsinya, seperti


7

pada penelitian yang dilakukan oleh Fatimah,dkk6. Penelitian kuantitatif yang

dilakukan Fatimah, dkk mengenai hubungan pola konsumsi dan kadar hemoglobin

pada ibu hamil di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa

prevalensi anemia ibu hamil sebesar 41% di mana umumnya anemia ringan dan

sedang (54,9% dan 43,9%). Pola makan ibu hamil pada umumnya nasi, ikan, dan

sayur-sayuran secukupnya. Sayuran dan buah sangat jarang dikonsumsi dan hanya

3-6 kali seminggu. Asupan energi dan protein hanya 59% dan 72% AKG (angka

kecukupan gizi) atau 1300 kcal dan 48 gr. Umumnya vitamin hanya dikonsumsi

sekitar 40% AKG kecuali untuk vitamin A (76%, 605 RE), asam folat (195%,

1170 ug), dan vitamin B12 (142%, 3,7 ug). Dalam hasil penelitian tersebut

disimpulkan bahwa kadar hemoglobin ibu hamil berhubungan dengan pendidikan,

status gizi, konsumsi tablet besi dan pola konsumsi (Fatimah;dkk, 2011 : 31-36).

Hasil penelitian yang telah dilakukan Fatimah,dkk tersebut memberikan gambaran

bahwa status kesehatan ibu hamil ditunjukkan dengan kadar hemoglobin yang

bisa menyebabkan anemia dan hal tersebut dipengaruhi oleh pola konsumsi

mereka.

Kasus kematian yang sering terjadi pada ibu biasanya disebabkan oleh

status gizi ibu hamil yang kurang memadai. Kurangnya asupan gizi yang sesuai

dengan kebutuhan ibu hamil membuat ibu hamil mengalami anemia dan gizi

buruk dan bisa mengancam kesehatan diri dan janin dalam kandungannya. Dalam

penelitian yang dilakukan oleh Marlapan, menyebutkan bahwa kebutuhan gizi

6
Fatimah, St; dkk., “Pola Konsumsi dan Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil di Kabupaten Maros,
Sulawesi Selatan,” dalam Makara seri Kesehatan. Vol 15. Nomor 1. Tahun 2011.
8

yang tidak terpenuhi seperti kebutuhan mineral yang salah satuya adalah zat besi

akan menyebabkan anemia (Hb < 11 gr%). Anemia merupakan kadar hemoglobin

(Hb) dibawah kadar normalnya. Nilai Hb untuk ibu hamil ditetapkan 3 kategori

yaitu normal ≥ 11 gr/dl, anemia ringan 8-11 gr/dl dan anemia berat < 8 gr/dl.

Pengaruh anemia terhadap kehamilan yaitu kematian dan perdarahan, anemia

pada saat hamil akan mempengaruhi pertumbuhan janin, berat bayi rendah dan

peningkatan kematian perinatal (Marlapan, dkk, 2013 : 2).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Yuniati,dkk7 menyebutkan bahwa

selain protein, ibu hamil juga membutuhkan asupan asam folat. Asam folat adalah

bentuk vitamin B yang diperlukan oleh anak-anak dan orang dewasa untuk

memproduksi sel darah merah dan mencegah anemia. Asam folat berperan besar

dalam pertumbuhan dan perkembangan sel, serta pembentukan jaringan.

Kekurangan asam folat, tubuh akan mudah terserang penyakit seperti depresi,

kecemasan, kelelahan, insomnia, kesulitan mengingat, lidah merah dan luka

hingga gangguan pencernaan. Defisiensi asam folat pada wanita hamil

meningkatkan risiko melahirkan prematur, bayi dengan berat lahir rendah atau

dengan cacat tabung saraf. Ikan, daging dan telur mengandung tinggi asam folat,

yang besarnya bervariasi tergantung pada bagian bahan makanan, namun apakah

kriteria-kriteria pandangan medis kesehatan untuk menjaga kesehatan ibu hamil

sudah dilakukan secara baik dan benar oleh ibu hamil?

7
Lihat Heru Yuniati, dkk. , “Kandungan Vitamin B6, B9, B12, dan E Beberapa Jenis Daging,
Telur, Ikan, dan Udang Laut di Bogor dan Sekitarnya,” dalam elektronik Jurnal Penelitian Gizi dan
Makanan 2012, 35(1).
9

Ada beberapa zat gizi yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan

ibu hamil melalui makanannya. Pemenuhan kebutuhan gizi pada ibu hamil ini

diharapkan mampu untuk mengurangi angka kematian ibu hamil yang terjadi di

negara-negara berkembang seperti Indonesia. Penelitian yang telah dilakukan oleh

Fatimah, Marlapan, dan Yuniati tersebut menunjukkan bahwa pola makan sangat

mempengaruhi status kesehatan seseorang terutama ibu hamil. Namun demikian

dalam tradisi masyarakat di desa seperti di wilayah NTT, tidak semua makanan

akan dikonsumsi oleh ibu hamil dalam menjaga kesehatannya. Terdapat beberapa

jenis makanan yang tidak dikonsumsi oleh ibu hamil, tentunya hal ini juga terkait

dengan aspek lain dalam kehidupan manusia, seperti budaya dan ekologi.

Buku etnografi seri kesehatan ibu dan anak “Etnik Manggarai Desa Wae

Codi Kecamatan Cibal Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur”

yang ditulis oleh tim peneliti Badan Litbangkes Kemenkes RI dan diterbitkan oleh

Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2012

merupakan salah satu penelitian etnografi secara kualitatif mengenai latar

belakang kesehatan ibu dan anakn dalam kebudayaan etnik Manggarai di Desa

Wae Codi. Dalam buku tersebut menyebutkan bahwa penyelesaian masalah dan

situasi status kesehatan masyarakat di Indonesia saat ini masih dilandasi dengan

pendekatan logika dan rasional, sehingga masalah kesehatan menjadi semakin

kompleks. Disaat pendekatan rasional yang sudah mentok dalam menangani

masalah kesehatan, maka dirasa perlu dan penting untuk mengangkat kearifan

lokal menjadi salah satu cara untuk menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat.

Untuk itulah maka dilakukan Riset Etnografi sebagai salah satu alternatif
10

mengungkap fakta untuk membantu penyelesaian masalah kesehatan berbasis

budaya kearifan lokal (Litbangkes, 2012 : v). Riset etnografi yang dilakukan

Litbangkes Kementerian Kesehatan tersebut menyinggung masalah budaya

kesehatan ibu dan anak (khususnya pola asupan makanan) namun penjelasan

mengenai penyebab kematian ibu dan bayi serta solusinya tidak dibahas secara

mendalam dan komparatif terhadap relevansinya dengan ilmu medis kesehatan.

Riset tersebut lebih menekankan pada deksripsi etnografi mengenai sejarah

kemunculan masyarakat Wae Codi di daerah Manggarai.

Dalam hal menolong kesehatan ibu dan bayi, berbagai macam penelitian

kuantitaif dan kualitatif telah banyak dilakukan, namun sangat jarang dari mereka

yang menggunakan suatu sudut pandang baru dalam melihat persoalan kesehatan

ibu dan bayi. Kebanyakan penelitian kuantitatif seperti yang dilakukan oleh

Marlapan di atas, hanya mencari hubungan sebab-akibat asupan gizi terhadap

kondisi kesehatan ibu hamil. Pada bagian kesimpulannya diberikan saran

makanan apa saja yang baik dikonsumsi ibu hamil.

Tidak banyak penelitian kuantitatif maupun kualitatif yang mengkaitkan

hubungan kesehatan ibu hamil dengan masalah ekologis dan kultural, seperti

ketersedian pangan yang ada. Ketersedian pagan menjadi kunci utama bagi

kesehatan ibu hamil karena bagaimana mungkin ibu hamil bisa makan makanan

bergizi jika makanan itu tidak tersedia dalam lingkungan hidupnya? Selain itu

beberapa penelitian kualitatif yang menyinggung aspek sosial kulutral seperti

penelitian pada etnik Wae Codi di atas, kurang menjelaskan lebih dalam mengapa
11

aspek kulutral tersebut sangat berperan kuat dalam mempengaruhi tingkah laku

ibu hamil. Mereka hanya membahas pola tingkah laku ibu hamil yang mendukung

dan menghambat kesehatan ibu hamil.

Dalam penelitian ini saya ingin mencoba menggunakan perspektif ekologi

budaya dalam melihat ketersediaan pangan yang berpengaruh pada kesehatan ibu

hamil. Sudut pandang yang saya gunakan ini mencoba melihat lebih jauh lagi

hubungan sebab-akibat pengaruh kesehatan ibu hamil yang menitikberatkan pada

masalah konsumsi makanan, yaitu ketersediaan pangan seperti yang sudah saya

singgung pada paragraf sebelumnya. J.H. Steward berpandangan bahwa tujuan

utama antropologi haruslah pengungkapan regularitas kultural sepanjang

perjalanan waktu disertai penjelasannya dalam rumusan hubungan sebab-akibat

(Manners & Kaplan, 2002: 63).

Aspek budaya dan lingkungan (ekologi) menjadi titik penting dalam

melihat tingkah laku makan ibu hamil (khususnya pemilihan makanan) serta cara

masyarakat beradaptasi dengan lingkungannya. Lewat aspek budaya dan ekologi

dapat dilihat bagaimana masyarakat beradaptasi dengan lingkungan hidup mereka

sehingga mereka bisa tetap bertahan hidup. Dalam melihat aspek budaya dan

ekologi ini saya menggunakan ekologi budaya J.H. Steward sebagai

pendekatannya8.

8
Penjelasan lebih lanjut mengnai pendekatan ekologi budaya yang saya gunakan akan saya bahas
pada sub-bab I.4 Antropologi Kesehatan dan Ekologi Budaya
12

1.3 Permasalahan

Menurut pandangan medis, yang harus diperhatikan dalam makanan pada

wanita yang sedang hamil adalah protein karena unsur ini sangat diperlukan untuk

pertumbuhan janin. Lagipula, biasanya makanan yang kadar proteinnya rendah,

umumnya unsur-unsur gizi yang lainnya juga kurang. Pengaruh protein dalam

makanan terhadap perkembangan janin telah diselidiki oleh Burke, dan dia

berkesimpulan bahwa ibu-ibu yang dalam makanannnya kadar protein sangat

rendah, maka bayi yang akan dilahirkan kelak mungkin lebih pendek dan lebih

ringan dari normal, serta keadaan umumnya tak begitu baik. Sebabnya diduga,

selain karena kekurangan protein , juga kekurangan vitamin B kompleks, karena

vitamin ini banyak terdapat dalam bahan-bahan makanan yang mengandung

protein. Ekstra protein terutama diambilkan dari protein hewan seperti daging,

ikan, telur, susu, dan sebagainya (Moehji, 2009 : 17).

Berhadapan dengan kasus kematian ibu dan bayi di berbagai daerah,

seperti kasus di NTT, tidak bisa ditangani dari persoalan gizi9 dan nutrisi atau

vitamin saja10. Asupan gizi dan vitamin yang diperoleh dari makanan yang

dimakan oleh ibu hamil bukan semata-mata masalah medis. Makanan merupakan

masalah kultural. Makanan dalam hal ini berhubungan dengan berbagai aspek

kehidupan manusia. Sebagaimana disebutkan Helman, (1994: 37)

9
Lihat juga Marlapan, Sandrayayuk; dkk. , “Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Anemia pada
Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Tuminting Kecamatan Tuminting Kota Manado”, dalam
ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 1. Nomor 1; Tahun 2013.
10
Lihat Heru Yuniati, dkk. , “Kandungan Vitamin B6, B9, B12, dan E Beberapa Jenis Daging,
Telur, Ikan, dan Udang Laut di Bogor dan Sekitarnya,” dalam elektronik Jurnal Penelitian Gizi dan
Makanan 2012, 35(1).
13

“Food is more than just a source of nutrition. In all human


societies it plays many roles, and is deeply embedded in the
social, religious, and economy aspect of everyday life”.11

Berkaitan dengan apa yang dikatakan Helman di atas, makanan bagi

manusia bukan semata-mata sebagai sumber nutrisi saja, namun terkait erat

dengan aspek sosial, agama, dan ekonomi. Aspek-aspek tersebut merupakan

bagian dari unsur budaya . Penelitian ini bertujuan untuk menjawab beberapa

pertanyaan pokok, yaitu:

1. Bagaimana hubungan kondisi lingkungan dan kehidupan sosial ekonomi

dan budaya masyarakat terhadap kondisi kesehatan kesehatan ibu

hamil?

2. Apakah aktivitas, pola makan, dan tabu makanan menjadi penyebab

masih tingginya angka kematian ibu dan bayi di Detusoko?

Penelitian ini mencoba membuka pemahaman baru mengenai kondisi

sosial-budaya yang mempengaruhi pemilihan-pemilihan makanan yang dilakukan

oleh ibu hamil dalam menjaga kesehatan dirinya dan janinnya.

1.4 Antropologi Kesehatan dan Ekologi Budaya

Berbicara mengenai kesehatan ibu hamil tak luput dari berbagai macam

studi ilmiah yang menaruh perhatian padanya. Sub-disiplin ilmu Antropologi

Kesehatan juga menaruh perhatian besar pada masalah kesehatan manusia, yang

dalam tulisan ini difokuskan oleh penulis pada kesehatan ibu hamil atas dasar

11
Cecile G. Helman, “Culture, Health, and Illness : An Introduction for Health Professionals”.
(London: Butterworth-Heinemann, 1994).
14

masih banyak terjadinya kasus kematian ibu dan bayi. Ketertarikan penulis

terhadap sub-disiplin antropologi kesehatan membuat penelitian kesehatan ibu

hamil di Detusoko ini dilakukan.

Sebelum berbicara panjang lebar mengenai kematian ibu dan bayi dan

upaya mencari solusinya, ada baiknya penulis menjelaskan lebih dulu apa itu

antropologi kesehatan sebagai sub-disiplin ilmu yang dipelajari oleh penulis.

Antropologi kesehatan berkembang pada tahun 1950an sampai 1970an. Pada

awalnya disiplin ilmu yang terbilang masih baru ini dipandang oleh para dokter

sebagai disiplin biobudaya yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan

sosial-budaya pada tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi

antara keduanya di sepanjang sejarah kehidupan manusia, yang mempengaruhi

kesehatan dan penyakit. Sifat biobudaya penelitian-penelitian antropologi

kesehatan muncul dalam tulisan-tulisan para antropolog yang memiliki

ketertarikan pada bidang tersebut seperti pada tulisan William Caudill (1953) dan

Norman A Scotch (1963)12.

Pada awal kemunculan antropologi kesehatan, kebanyakan ahli

antropologi menaruh perhatian pada masalah kesehatan lingkungan biobudaya,

yang oleh Bates disebut sebagai “pandangan ekologis” (Bates 1953, dalam

Foster&Anderson 2005; 13). Penggunaan pendekatan ekologi maupun pandangan

ekologis dalam penelitian antropologi kesehatan yang telah dilakukan oleh para

antropolog kesehatan sebelumnya, membawa saya untuk mengikuti tradisi yang

12
Lihat Foster&Anderson, 2005 : 13
15

telah ada. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu mengenai antropologi

kesehatan, pandangan ekologis merupakan pendekatan yang dirasa sesuai dengan

penelitian antropologi kesehatan. Hal ini dikarenakan pandangan ekologis melihat

kebudayaan masyarakat dalam satu “kesatuan integral” yang tergambar dalam

ekosistem 13. Oleh karena itu, pendekatan ekologi budaya digunakan oleh penulis

dalam melihat “pandangan ekologis” pada masalah kesehatan lingkungan

biobudaya yang ada di wilayah Kelurahan Detusoko.

Adaptasi manusia terhadap lingkungan alamiahnya dan lingkungan sosial-

budayanya membentuk relasi-relasi atas aturan-aturan yang ada, seperti adanya

tabu makanan lewat mitos-mitos yang diproduksi dalam masyarakat. Adaptasi

tersebut merupakan bentuk penyesuaian diri manusia dengan lingkungan geografi

dan kulturalnya. Oleh karena itu, sudut pandang yang digunakan dalam penelitian

untuk melihat permasalahan kesehatan ibu hamil ini dengan menggunakan

pendekatan ekologi budaya yang dikenalkan oleh Julian H.Steward (1959).

Pendekatan ini mempelajari bagaimana manusia sebagai makhluk hidup yang

menyesuaikan dirinya dengan suatu lingkungan geografi tertentu dengan menitik

beratkan pada salah satu unsur kebudayaan yaitu penggunaan teknologi.

Ekologi budaya menekankan perlunya mengkaji keterkaitan hubungan

antara teknologi suatu kebudayaan dengan lingkungannya; antara lain dengan

menganalisis hubungan pola tata kelakuan dalam suatu komunitas dengan

teknologi yang dipergunakan sehingga warga dari suatu kebudayaan dapat

13
ibid
16

melakukan aktivitas mereka dan akhirnya mampu bertahan hidup terus14. Ekologi

budaya Steward mempunyai asumsi tersendiri dalam melihat adaptasi yang

dilakukan manusia terhadap lingkungnnya, tidak sama dengan konsep adaptasi

ilmu ekologi umum. Konsep adaptasi dalam ekologi budaya Steward memandang

manusia sebagai makhluk yang berakal dan berbudaya, berbeda dengan makhluk

yang lainnya. Lewat budaya yang dimiliki manusia, adaptasi manusia tidak

sebatas pada penyesuaian diri manusia terhadap lingkungannya untuk tetap

bertahan hidup, namun manusia dapat memanipulasi lingkunganya lewat

teknologi yang diciptakannya sehingga seolah-olah lingkungan dibuat

menyesuaikan kebutuhan manusia. Unsur-unsur pokok ekologi budaya adalah

“pola-pola perilaku” (behavior patterns), yakni kerja (work) dan teknologi yang

dipakai dalam proses pengolahan dan pemanfaatan lingkungan15. Teknologi dalam

hal ini adalah “which includes established knowledge of plants and animals,

weather and minerals, as well as tools and techniques of extracting food, clothing

and shelter (Spencer&Barnard : 256).

Adaptasi tersebut kemudian melahirkan pemilihan-pemilihan ataupun

strategi-strategi dalam menjalankan kehidupan manusia. Pendekatan yang

termasuk dalam pandangan kaum behaviorisme ini beranggapan bahwa terjadinya

kebudayaan manusia disebabkan oleh respons yang tetap terhadap suatu kompleks

drives, atau dengan kata lain merupakan keseluruhan dari learned behavior atau

kelakuan yang diperoleh melalui proses belajar. Atas dasar proses belajar maka

14
Hari Poerwanto, Kebudayaan dan Lingkungan. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010).
15
Lihat : Kaplan, David & Manners. 2002. Teori Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
17

dicapailah suatu pemahaman atau anggapan bahwa proses belajar merupakan

dasar-dasar kebudayaan yang dimiliki oleh makhluk manusia (Poerwanto, 2010 :

22).

Lebih khusus lagi ekologi budaya berusaha untuk menentukan apakah

penyesuaian diri berbagai masyarakat manusia pada lingkungannya memerlukan

bentuk-bentuk perilaku tertentu ataukah penyesuaian diri tersebut bersifat luwes,

artinya masih memberikan ruang dan kemungkinan pada berbagai pola perilaku

lain yang mungkin diwujudkan. Dalam melaksanakan penelitian ekologi budaya

setidaknya ada tiga langkah dasar yang perlu diikuti dalam studi ekologi budaya,

yakni : (1) melakukan analisis atas hubungan antara lingkungan dan teknologi

pemanfaatan dan produksi, (2) melakukan analisis atas ‘pola-pola perilaku dalam

eksploitasi suatu kawasan tertentu yang menggunakan teknologi tertentu” dan (3)

melakukan analisisi atas “tingkat pengaruh dari pola-pola perilaku dalam

pemanfaatan lingkungan terhadap aspek-aspek lain dari kebudayaan (Steward

1955 : 40-41 dalam Ahimsa Putra 1994 : 4).

1.5 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung dengan judul

“Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi Melalui Transformasi Budaya

(Studi Kasus Mengenai Kesehatan Ibu Hamil di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara

Timur) yang memperoleh dana penelitian dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Gadjah Mada (FIB UGM) sebagai bentuk kegiatan produktivitas penulisan karya

ilmiah dan percepatan kelulusan mahasiswa. Penelitian ini berlokasi di Kelurahan


18

Detusoko, Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur.

Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap selama kurun waktu kurang lebih 6

minggu, terhitung sejak 1 Juli 2013 sampai dengan 1 Februari 2014. Tahap

pertama dilakukan pada bulan Juli 2013 selama 2 minggu dan September 2013

selama 3 minggu. Tahap kedua penelitian dilakukan pada bulan Januari 2014

selama 10 hari.

Pemilihan lokasi penelitian yang mengambil tempat di Kelurahan

Detusoko disebabkan karena adanya laporan kematian ibu dan bayi di Puskesmas

Detusoko yang terbilang tinggi. Selain itu pemilihan lokasi ini berdasarkan pada

pertimbangan kemudahan akses transportasi dalam menjangkau lokasi penelitian.

Kelurahan Detusoko sendiri terletak di pusat Kecamatan Detusoko yang dilalui

jalan trans-nasional Flores yang menghubungkan Kabupaten Ende dengan

Kabupaten Sikka.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif karena tulisan

yang dihasilkan bersifat etnografi Pelaksanaan penelitian ini menggunakan teknik

pengumpulan data lewat observasi-partisipasi serta wawancara terbuka (indepth

interview).16 Adapun dalam proses pengumpulan data observasi-partisipasi serta

lewat wawancara terbuka dan mendalam digunakan alat-alat elektronik

pendukung dalam merekam dan mendokumentasikan seperti voice recorder dan

kamera. Data yang diperoleh dalam bentuk catatan observasi pada buku harian,

rekaman wawancara, serta dokumentasi lain yang berbentuk gambar. Data yang

16
Lihat Spradley, James. Metode Penelitian Etnografi. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997)
19

telah terkumpul dalam bentuk catatan observasi harian, rekaman wawancara, serta

foto, kemudian diolah kembali lewat proses lebih lanjut seperti editing dan

transkrip serta pengecekan ulang guna mendapatkan data yang relevan sesuai

topik penelitian. Proses analisis dan interpretasi datapun juga dilakukan secara

komparatif dengan melihat konteks ekonomi dan sosial-budaya yang ada.

Selain itu studi pustaka juga di lakukan dalam proses penulisan skripsi ini.

Beberapa referensi mengenai studi ekologi, kesehatan ibu hamil, serta kebudayaan

masyarakat NTT (khususnya Ende Lio) digunakan dalam meramu dan

menganalisis data etnografis penelitian lapangan sehingga diharapkan akan

menghasilkan hasil tulisan yang terpadu.

Informan pada penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Detusoko,

khususnya ibu yang pernah mengalami riwayat buruk pada kehamilannya semisal

anemia, kurang gizi, atau bahkan bayi yang dilahirkannya meninggal. Lebih

spesifik lagi informan yang menjadi sasaran penelitian adalah ibu yang sedang

hamil. Pemilihan informan ditentukan secara purposif pada ibu yang sedang hamil

atau ibu yang pernah hamil dengan riwayat kesehatan buruk berdasarkan laporan

data kehamilan dari Puskesmas Detusoko, sesuai dengan permasalahan yang

diajukan pada sub-bab sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai